Jumat, 25 Oktober 2019

Benarkah Siti Fatimah Tidak Mengalami Haid??



Bagian dari kodrat wanita adalah mengalami haid. Wanita di dunia dianggap normal, ketika dia mengalami haid. 
Ketika A’isyah ikut berangkat haji wada bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mengalami haid. Hal inipun membuat A’isyah bersedih, hingga beliau menangis. Sang suami yang penyayang menenangkannya,
’Kamu kenapa? Apa kamu haid?’ tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

’Ya.’ Jawab A’isyah.

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ، فَاقْضِي مَا يَقْضِي الحَاجُّ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِي بِالْبَيْتِ

Sesungguhnya haid adalah perkara yang telah Allah tetapkan untuk putri Adam. Lakukan seperti yang dilakukan jamaah haji, hanya saja kamu tidak boleh thawaf di Ka’bah. (HR. Bukhari 294 dan Muslim 1211)

Oleh karena itu, ketika ada berita bahwa ada salah satu wanita keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak mengalami haid, yang disampaikan dalam rangka menunjukkan keutamaannya, selayaknya tidak langsung kita terima, namun kita periksa keabsahan berita itu. Karena kondisi ini menyalahi kodratnya wanita.

Apakah Fatimah tidak Mengalami Haid

Ada beberapa riwayat yang menyebutkan keutamaan Fatimah radhiyallahu ‘anha,yang menjelaskan bahwa beliau tidak mengalami haid.
Diantaranya hadis,

ابنتى فاطمة حوراء آدمية لم تحض ولم تطمث وإنما سماها الله تعالى فاطمة لأن الله تعالى فطمها ومحبيها عن النار

Putriku Fatimah manusia bidadari. Tidak pernah haid dan nifas. Allah menamainya Fatimah, karena Allah menyapihnya dan menjauhkannya dari neraka.

Riwayat ini telah disebut oleh Muhib al-Thabary (w.694 H) dalam kitab manaqibnya, Zakha-ir al-‘Uqbaa. Dalam kitab ini disebutkan hadits ini diriwayat oleh al-Ghatsany dari Ibnu Abbas. Ibnu Hajar al-Haitamy menyebut hadits ini dalam kitab beliau, al-Shawaiq al-Muhriqah tanpa komentar apapun terhadap kualiatas riwayatnya, namun dalam kitab ini pentakhrijnya tertulis al-Nisa-i, bukan al-Ghatsany. Khatib al-Baghdadi juga telah menyebut riwayat ini dalam kitabnya, Tarikh al-Baghdadi, beliau mengatakan, dalam isnad hadits ini tidak hanya satu orang yang tidak dikenal dan haditsnya tidak tsaabit (tidak shahih). Pernyataan Khatib al-Baghdadi ini juga telah disebut dalam kitab al-Laala-i al-Mashnu’ah karya al-Suyuthi. Al-Zahabi dalam Talkhis Kitab al-Maudhu’at mengatakan, isnadnya terdiri dari orang-orang dhalim dan orang-orang yang tidak dikenal. Ibnu al-Jauzi telah memasukkan hadits ini dalam kelompok hadits-hadits maudhu’ dalam kitabnya, al-Maudhu’aat.

Catatan :
Kitab Zakha-ir al-‘Uqbaa karya Muhib al-Thabary merupakan sebuah kitab yang menguraikan biografi dan kelebihan-kelebihan ahlul bait, namun sayang dalam kitab ini banyak memuat hadits hadits maudhu’ dan dhaif. 

Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh al-Shakawy sebagaimana telah dikutip oleh Ibnu Hajar al-Haitamy dalam kitabnya, al-Shawaiq al-Muhriqah, beliau mengatakan :

اعْلَم أَنه أَشَارَ فِي خطْبَة هَذَا الْكتاب إِلَى بعض حط على ذخائر العقبى فِي مَنَاقِب ذَوي الْقُرْبَى للْإِمَام الْحَافِظ الْمُحب الطَّبَرِيّ بِأَن فِيهِ كثيرا من الْمَوْضُوع وَالْمُنكر فضلا عَن الضَّعِيف ثمَّ نقل عَن شَيْخه الْحَافِظ الْعَسْقَلَانِي أَنه قَالَ فِي حق الْمُحب الطَّبَرِيّ إِنَّه كثير الْوَهم فِي عزوه للْحَدِيث مَعَ كَونه لم يكن فِي زَمَنه مثله

“Ketahuilah al-Shakhawy telah mengisyarahkan dalam khutbah kitab ini (kitab manaqib ahlul Bait karangan al-Shakhawy) kepada sebagian pembahasan atas kitab Zakha-ir al-‘Uqbaa fi Manaqib Zawil Qurbaa karya Imam al-Hafizh al-Muhib al-Thabary dimana di dalam kitab tersebut banyak terdapat riwayat-riwayat maudhu’ dan mungkar serta dha’if. Kemudian al-Shakhawy mengutip dari gurunya, al-Hafizh al-Asqalany bahwasanya beliau pernah berkata perihal al-Muhib al-Thabary, bahwa beliau ini banyak waham dalam menyandarkan suatu hadits, disamping itu beliau memang tidak ada orang yang sebanding beliau pada`masanya.”

Dari Asmaa, beliau mengatakan : (ِِِAsmaa binti Amiis)

قبلت اي ولدت فاطمة بالحسن فلم ار لها دما فقلت يا رسول الله: إني لم أر لفاطمة دما في حيض ولا نفاس فقال أما علمت أن ابنتي طاهرة مطهرة لا يرى لها دم في طمث ولا ولادة

Artinya : Aku turut membantu Fatimah melahirkan Hasan, aku tidak melihat pada Fatimah darah sedikitpun, maka aku mengatakan, Ya Rasulullah, sesungguhnya aku tidak pernah melihat Fatimah berdarah haid dan nifas, Rasulullah berkata : “Apakah kamu tidak mengetahui sesungguhnya anakku selalu dalam keadaan suci dan disucikan, tidak pernah dilihat darah padanya, baik darah kotoran maunpun wiladah.”

Al-Muhib al-Thabary (w.694 H) telah menyebut hadits ini dalam kitab manaqibnya, Zakha-ir al-‘Uqbaa pada masalah “Menyebut kesucian Fatimah dari wanita anak Adam” pada Hal. 90 dengan pentakrijnya Imam Ali bin Musa al-Rizha.
Asmaa dalam riwayat di atas adalah Asmaa binti ‘Amiis sebagaimana tertulis dalam kitab Nur al-Abshar karangan al-Syablanji yang juga menyebut riwayat di atas dengan riwayat dari Asmaa binti ‘Amiss. Al-Zahabi menjelaskan bahwa Asmaa binti ‘Amiis ini salah seorang sahabat Nabi yang pernah hijrah ke negeri Habsyah bersama suaminya, Ja’far. Kemudian meninggalkan negeri Habsyah berangkat ke Madinah pada Tahun ketujuh Hijrah untuk ikut bersama kaum Muhajirin di Madinah. Memperhatikan keterangan di atas, maka pada Tahun ketiga Hijrah, pada waktu lahir Sayyidina Hasan, Asmaa binti ‘Amiis masih berada di Habsyah alias tidak berada di negeri Madinah, jadi bagaimana mungkin dapat dikatakan bahwa Asmaa binti ‘Amiis turut membantu kelahiran Sayyidina Hasan r.a, sedangkan Sayyidina Hasan r.a. sebagaimana dimaklumi lahir pada bulan Sya’ban atau pertengahan Ramadhan Tahun ketiga Hijrah. Berdasarkan penjelasan ini dapat dipastikan bahwa riwayat yang dinisbah kepada Asmaa binti ‘Amiis ini juga maudhu’ alias palsu sebagaimana riwayat lain yang tersebut pada nomor 1 dan 2 di atas.

Riwayat ini juga disebutkan al-Kinani, dan beliau mendhaifkannya. Beliau mengatakan,

أورده المحب الطبرى فى ذخائر العقبى وهو باطل أيضا فإنه من رواية داود بن سليمان الغازى

Disebutkan oleh al-Muhib at-Thabari dalam kitab Dzakhair al-Uqba, dan ini juga hadis bathil, karena dari riwayat Daud bin Sulaiman al-Ghazi.

Keterangan yang sama juga disampaikan al-Munawi, beliau berkomentar

لكن الحديثان المذكوران رواهما الحاكم وابن عساكر عن أم سليم زوج أبي طلحة. وهما موضوعان كما جزم به ابن الجوزى، وأقره على ذلك جمع منهم: الجلال السيوطي مع شدة عليه

Akan tetapi dua hadis yang disebutkan, yang diriwayatkan oleh Hakim dan Ibnu Asakir dari Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah. Dan dua hadis itu palsu, sebagaimana yang ditegaskan Ibnul Jauzi, dan disetujui oleh beberapa ulama, diantaranya as-Suyuthi, dengan komentar yang sangat keras untuk hadis itu. (Ittihaf as-Sail, hlm. 12).

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

2 komentar:

  1. ayo segera bergabung dengan kami hanya dengan minimal deposit 20.000
    dapatkan bonus rollingan dana refferal ditunggu apa lagi
    segera bergabung dengan kami di i*o*n*n*q*q

    BalasHapus
  2. Depo 20ribu bisa menang puluhan juta rupiah
    mampir di website ternama I O N Q Q
    paling diminati di Indonesia,
    di sini kami menyediakan 5 permainan dalam 1 aplikasi
    ~bandar poker
    ~bandar-q
    ~domino99
    ~poker
    ~bandar66
    segera daftar dan bergabung bersama kami.Smile
    Whatshapp : +85515373217

    BalasHapus