Sabtu, 31 Januari 2015

Sepenggal kisah Cinta

Syekh Junaid Al-Baghdadi adalah seorang ulama sufi dan wali Allah yang paling menonjol namanya di kalangan ahli-ahli sufi. Tahun kelahiran Imam Junaid tidak dapat dipastikan. Tidak banyak dapat ditemui tahun kelahiran beliau pada biografi lainnya. Beliau adalah orang yang terawal menyusun dan membahas tentang ilmu tasawuf dengan ijtihadnya. Banyak kitab-kitab yang menerangkan tentang ilmu tasawuf berdasarkan kepada ijtihad Imam Junaid Al-Baghdadi

Imam Junaid adalah seorang ahli niaga yg kaya raya. Beliau memiliki sebuah gedung tempat beliau berdagang di kota Baghdad yang ramai pelanggannya. Sebagai seorang guru sufi, beliau tidaklah disibukkan dengan mengurusi dagangannya sebagaimana para pedagang lain yang kaya raya di Baghdad.


Waktu berdagangnya sering cuma sebentar saja karena lebih mengutamakan pengajian murid-muridnya yang haus akan ilmu pengetahuan.

Setiap malam beliau berada di masjid besar Baghdad untuk menyampaikan kuliahnya. Banyak penduduk Baghdad datang ke masjid untuk mendengar kuliahnya sehingga penuh sesak.

Imam Junaid hidup dalam keadaan zuhud. Beliau ridha dan bersyukur kepada Allah SWT dengan segala nikmat yang dikaruniakan kepadanya. Beliau tidak pernah berangan-angan untuk mencari kekayaan duniawi dari sumber pekerjaannya sebagai pedagang.

Beliau selalu membagi-bagikan hasil dagangannya kepada golongan fakir miskin, peminta dan orang-orang tua yang lemah.

Bertasawuf Ikut Sunnah Rasulullah saw, begitulah fatwa beliau.

Imam Junaid seorang yang berpegang kuat kepada al-Quran dan as-Sunnah. Beliau sentiasa merujuk kepada al-Quran dan sunnah Rasulullah saw dalam setiap pengajiannya.

Beliau pernah berkata:

“Setiap jalan tertutup, kecuali bagi mereka yang sentiasa mengikuti perjalanan Rasulullah saw. Siapa yang tidak menghafal al-Quran, tidak menulis hadis-hadis, tidak boleh dijadikan guru dalam bidang tasawuf ini.”


Kelebihan dan Karamah

Imam Junaid mempunyai beberapa kelebihan dan karamah. Di antaranya ialah pengaruhnya yg kuat setiap kali menyampaikan kuliahnya. Kehadiran murid-muridnya di masjid, bukan saja terdiri dari orang-orang biasa malah semua golongan menyukainya.

Masjid-masjid sering dipenuhi oleh ahli-ahli falsafah, ahli kalam, ahli Fiqih, ahli politik dan sebagainya. Namun begitu, beliau tidak pernah angkuh dan bangga diri dengan kelebihan tersebut.


Diuji Dengan Seorang Wanita Cantik

Setiap insan yang ingin mencapai keridhaan Allah pastinya akan menerima ujian dan cobaan. Imam Junaid menerima ujian dari beberapa orang musuhnya setelah pengaruhnya meluas. Mereka telah membuat fitnah untuk menjatuhkan citra Imam Junaid.


Musuh-musuhnya telah bekerja keras menghasut khalifah di masa itu agar membenci Imam Junaid. Namun usaha mereka untuk menjatuhkan kemasyhuran Imam Junaid tidak berhasil.


Musuh-musuhnya berusaha berbuat sesuatu yang bisa memalukan Imam Junaid. Pada suatu hari, mereka menyuruh seorang wanita cantik untuk memikat Imam Junaid. Wanita itu pun mendekati Imam Junaid yang sedang tekun beribadat. Ia mengajak Imam Junaid agar melakukan perbuatan terkutuk.


Namun wanita cantik itu hanya dikecewakan oleh Imam Junaid yang sedikitpun tidak mengangkat kepalanya. Imam Junaid meminta pertolongan dari Allah agar terhindar daripada godaan wanita itu. Beliau tidak suka ibadahnya diganggu oleh siapapun. Beliau melepaskan satu hembusan nafasnya ke wajah wanita itu sambil membaca kalimah Lailahailallah. Dengan takdir Tuhan, wanita cantik itu rebah ke bumi dan mati.

Khalifah yang mendapat berita kematian wanita itu akhirnya marah kepada Imam Junaid karena menganggapnya sebagai suatu perbuatan yang melanggar hukum.

Lalu khalifah memanggil Imam Junaid untuk memberikan penjelasan di atas perbuatannya. “Mengapa engkau telah membunuh wanita ini?” tanya khalifah.

Saya bukan pembunuhnya. Bagaimana pula dengan keadaan tuan yang diamanahkan sebagai pemimpin untuk melindungi kami, tetapi tuan berusaha untuk meruntuhkan amalan yang telah kami lakukan selama 40 tahun,” jawab Imam Junaid.


Wafatnya

Akhirnya kekasih Allah itu telah menyahut panggilan Ilahi pada 297 Hijrah. Imam Junaid telah wafat di sisi As-Syibli, salah satu dari muridnya.


Ketika sahabat-sahabatnya hendak mengajar kalimat tauhid, tiba-tiba Imam Junaid membuka matanya dan berkata, “Demi Allah, aku tidak pernah melupakan kalimat itu sejak lidahku pandai berkata-kata.”


PEMIKIRAN TASAWUF AL-JUNAYD AL-BAGHDADI

Pendahuluan

Tasawuf merupakan ungkapan pengalaman keagamaan yang bersifat subjektif dari seseorang dalam menanggapi mendekatkan diri kepada Allah dengan menitikberatkan pada aspek pemikiran dan perasaan. Bahkan tasawuf banyak juga menyinggung akan penyatuan diri dengan Tuhan serta menjalankan konsep zuhud di dunia. Akan tetapi Secara umum dapat dikatakan bahwa tasawuf itu merupakan usaha akal manusia untuk memahami realitas dan akan merasa senang manakala dapat sampai kepada Allah SWT.

Artinya, orang yang melakukan tasawuf akan mengalami ketenangan pada dirinya. Karena hal itu telah dijamin oleh Allah didalam al-Qur’an bahwasanya ketika mengingat Allah. Maka ia akan mengalami ketenangan dalam hatinya. Apalagi didalam Tasawuf terdapat ajaran-ajaran yang menuntut agar ia selalu ingat kepada Allah, agar ia bisa menyatu denganNya.

Dalam aliran taswuf, Banyak aliran-aliran tasawuf didalam Islam yang antara satu dan lainnya tidak sama dalam titik tekannya, yang kadangkala membuat para pengikutnya saling mengklim bahwa ajarannyalah yang benar. Sehingga dengan demikian, dalam makalah ini akan membahas mengenai tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi. Yang corak pemikiran tasawufnya tidak terlepas dari al-Qur’an dan Hadis serta adanya hubungan antara ma’rifat dan syariat, dalam artian keseimbangan keduannya sangatlah penting dalam ranah tasawuf itu sendiri agar sampai pada bagaimana bisa bersama Allah SWT.


Biografi Al-Junayd al-Baghdadi

Abu AI-Qasim Al-Junayd bin Muhammad Al-Junayd AI-Khazzaz Al-Qawariri, lahir sekitar tahun 210 H di Baghdad, Iraq, la berasal dari keluarga Nihawand, keluarga pedagang di Persia, yang kemudian pindah ke Iraq. Ayahnya, Muhammad ibn Al-Junayd. Ia adalah murid dari Sirri al-Saqati dan Haris al-Muhasibi.


Al-Junayd pertama kali memperoleh didikan agama dari pamannya (saudara ibunya), yang bernama Sari Al-Saqati, seorang pedagang rempah-rempah yang sehari-harinya berkeliling menjajakan dagangannya di kota Baghdad. Pamannya ini dikenal juga sebagai seorang sufi yang tawadhu dan luas ilmunya. Berkat kesungguhan dan kecerdasan Al-Junayd, seluruh pelajaran agama yang diberikan pamannya mampu diserapnya dengan baik. Dan ia meninggal tahun 297 H / 298 M. dan dianggap sebagai perintis dari tasawuf yang bercorak ortodoks.


Pengertian tasawuf meneurut Junayd al-Baghdadi dan tokoh lainnya

Mengenai penegertian tasawuf, Al-Junayd al-Baghdadi mengatakan bahwasanya tasawuf ialah bahwa engkau bersama Allah tanpa penghubung.

Sementara menurut Basyuni mendefinisikan tasawuf ialah kesadaran murni yang mengarahkan jiwa kepada amal dan perbuatan yang sungguh-sungguh, menjauhkan diri dari kehidupan dunia dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah untuk mendapatkan perasaan berhubungan erat dengan-Nya.


Akan tetapi Al-Junayd al-Baghdadi, lebih memperinci lagi. Ia membagi definisi tasawuf ke dalam empat bagian, yaitu:


1. Tasawuf adalah Mengenal Allah, sehingga hubungan antara kita dengan-Nya tiada perantara. 
2. Tasawuf adalah Melakukan semua akhlak yang baik menurut sunah rasul dan meninggalkan akhlak yang buruk. 
3. Tasawuf adalah Melepaskan hawa nafsu menurut kehendak Allah. 
4. Tasawuf adalah Merasa tiada memiliki apapun, juga tidak di miliki oleh sesiapa pun kecuali Allah SWT.

Sehingga dari definisi-definisi taswuf diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya tasawuf ialah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan jalan menyucikan diri dari segala sesutu yang dapat mencegah untuk dekat kepadaNya. Baik yang berupa perintah maupun yang dilarang oleh Allah SWT.


Pemikiran dan Ciri Tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi

Sebelum ajaran tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi, terdapat Pandangan-pandangan para sufi cukup radikal, memancing para yuris (fukaha) atau ahli fikih untuk mengambil sikap. Sehingga muncul pertentangan antara para pengikut tasawuf dan ahli fikih. Ahli fikih memandang pelaku tasawuf sebagai orang-orang zindik, yang mengaku Islam tapi tidak pernah menjalankan syariatnya. Hal ini karena, banyak pelaku tasawuf yang secara lahir meninggalkan tuntunan-tuntunan syari’at. Sebaliknya, tokoh zuhud-tasawuf memandang tokoh-tokoh fikih sebagai orang-orang yang hanya memperhatikan legalitas suatu persoalan, banyak penyelewengan dilakukan untuk mendapatkan hal-hal yang sebenarnya dilarang.

Dari adanya hal itu, Al-Junayd al-Baghdadi memberikan penegasan lebih lanjut akan pentingnya amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Menurut al-Junayd, tasawuf adalah pengabdian kepada Allah dengan penuh kesucian. Oleh karena itu, barang siapa yang membersihkan diri dari segala sesuatu selain Allah, maka ia adalah sufi.

Karena penekanan pada aspek amaliah inilah, maka tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi terkesan berusaha menciptakan keseimbangan antara syari’at dan hakikat. Ini merupakan kecenderungan yang berbeda sama sekali dengan tasawuf yang berorientasi pada pemikiran atau falsafah. syari’at yang tidak diperkuat dengan hakikat akan tertolak, demikian pula hakikat yang tidak diperkuat dengan syari’at juga akan tertolak. Syari’at datang dengan taklif kepada makhluk sedangkan hakikat muncul dari pengembaraan kepada yang Haq (Allah).

Hal itu berarti kedekatan kepada Allah dapat dicapai manakala orang telah melaksanakan amaliah lahiriah berupa syari’at dan kemudian dilanjutkan dengan amaliah batiniah berupa hakikat.


Al-Junayd dikenal pemikirannya beraliran salaf. la tidak bersikap radikal dalam menghadapi setiap persoalan. la lebih berkonsentrasi pada ajaran tasawufnya yang bersandarkan pada Al Quran dan Hadis.

Hal itu dapat dilihat pada pemikirannya yang disesuaikan dengan firman Allah:

Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah engkau lupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah engkau berbuat kerusakan di bumk Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Surah AI-Qashash : 77).

Dimana, pada umumnya orang memahami Zuhud sebagai sikap hidup para sufi yang meninggalkan kebahagiaan duniawi. Mereka membekali diri untuk mengejar kehidupan dan kebahagiaan akhirat semata, seolah tidak peduli dengan urusan duniawi atau urusan orang lain di sekitarnya. Jangankan urusan duniawi orang lain, untuk kebutuhan hidupnya sendiri pun terkadang ia tidak terlalu peduli.

Karena diakuiatau tidak bahwasanya Tasawuf sebenarnya telah ada sejak Rasulullah, akan tetapi Rasulullah tidak secara langsung meneyebutkannya dengan tasawuf secara gamlang. Hal itu dapat terlihat dari pola hidup serta tata cara beliau dalam segala bentuk hidupnya yang menampilkan dengan penuh kesederhanaan. Namun pada perkembangan selanjutnya tasawwuf mengalami kemajuan yang dikembangkan oleh masing-masing tokoh tasawuf dengan model masing-masing.

Begituhalnya mengenai masalah hulul dan ittihad yang tetap melandasinya dengan apa yang terdapat didalam ajaran al-Qur’an dan hadis. Artinya tasawuf Junaid al-Baghdady ini tetap memandang bahwa pentingnya syariat demi mencapai akhirat. Dimana, ajaran tasawuf al-Junaid ini sama dengan ajaran tasawuf Al-Muhibbi yang memberi tekanan besar pada disiplin diri atau lebih sepesifik pada disiplin kalbu. Ia memperjelas antara orientasi ukrawi dan moralitas.


Dari ajaran tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi ini sangat jelas bahwasanya, orang sufi itu tetap diwajibkan menjalankan syari’at untuk mencapai kehadirat Ilahi Rabbi. Tanpa menjalankan syari’at, seseorang tidak akan sampai kepada Allah SWT.


  
Pandngan Al-Junayd al-Baghdadi terhadap zuhud

Pada umumnya orang memahami Zuhud sebagai sikap hidup para sufi yang meninggalkan kebahagiaan duniawi. Mereka membekali diri untuk mengejar kehidupan dan kebahagiaan akhirat semata, seolah tidak peduli dengan urusan duniawi atau urusan orang lain di sekitarnya. Jangankan urusan duniawi orang lain, untuk kebutuhan hidupnya sendiri pun terkadang ia tidak terlalu peduli.

Pemahaman seperti itu jelas kurang tepat. Sebab banyak sufi tidak mengartikan zuhud seperti itu. Menurut Al-Junayd al-Baghdadi (210-298 H), misalnya, justru sangat tidak menyukai sikap zuhud demikian. Menurut dia, zuhud model itu hanya akan membawa orang, termasuk sufi, pada kondisi yang tidak menggembirakan. Padahal konsep Zuhud adalah dimana kita tetap memiliki harta, namun tidak terlalu mencintainya. Hal ini seperti yang dikatakan Husyain Assabuni bahwa tidak ada zuhud itu meninggalkan harta, akan tetapi bagaimana menggantinya dengan jalan rasa takut didalam hati dan tidak thama’.

Aplikasi zuhud, menurut Al-Junayd al-Baghdadi, bukanlah meninggalkan kehidupan dunia sama sekali, melainkan tidak terlalu mementingkan kehidupan duniawi belaka. Jadi, setiap Muslim termasuk juga para sufi, tetap berkewajiban untuk mencari nafkah bagi penghidupan dunianya, untuk diri dan keluarganya. Letak zuhudnya adalah, bila ia memperoleh rezeki yang lebih dari cukup. ia tidak merasa berat memberi kepada mereka yang lebih memerlukannya.

Berdasarkan pemahaman dan penghayatan Junayd al-Baghdadi tentang zuhud ini, maka tidak berlebihan kalau kemudian ia disebut sebagai “Sufi yang moderat”. Kemoderatan Junayd al-Baghdadi dalam bertasawuf jelas terlihat ketika ia bicara soal zuliud misalnya. Karena. zuhud merupakan pangkal atau dasar dari segala ajaran yang terkandung dalam sufisme yang diyakini oleh setiap sufi. Untuk menjadi sufi, setiap orang harus terlebih dulu menjalani zuhud atau menjadi zahid. Untuk menjadi zahid, seorang sufi harus melepaskan kesenangannya pada benda-benda yang selama ini telah memberinya kenikmatan duniawi. Sebab kesenangan kepada duniawi diyakini sebagai pangkal segala bencana. Sedangkan bencana yang paling besar bagi setiap sufi adalah ketika mereka tidak dapat mendekati dan bersatu dengan Tuhan.

Menurut Junayd al-Baghdadi, setiap Muslim, termasuk juga para sufi, seharusnya mengikuti jejak Rasulullah saw, yaitu menjalani kehidupan ini seperti manusia biasa, menikah, berdagang, berpakaian yang pantas. tapi juga dermawan, la tidak suka dengan sifat manusia yang apatis.

Kata Al-Junyad, “Seorang sufi tidak seharusnya hanya berdiam diri di masjid dan berzikir saja tanpa bekerja untuk nafkahnya. Sehingga untuk menunjang kehidupannya orang tersebut menggantungkan diri hanya pada pemberian orang lain. Sifat-sifat seperti itu sangatlah tercela. Karena sekali pun ia sufi, ia harus tetap bekerja keras untuk menopang kehidupannya sehari-hari. Dimana jika sudah mendapat nafkah, diharapkan mau membelanjakannya di jalan Allah SWT.”

Konsep taswuf Al-Junyad sperti itu dapat diterapkan pada keadaan zaman sekarang ini, karena pada kehidupan modern kali ini tidak mungkin seseorang melakukan zuhud yang meninggalkan kehidupan dunia secra total karena masih banyaknya tanggung jawab yang harus di pikilnya serta diperlukan adanya interaksi dengan banyak orang serta urusan dunia yang lain. Maka dengan demikian konsep zuhud yang ditawarkan Al-Junyad yang sangat cocok dengan tantangan zaman kali ini.

Selain itu, meski Al-Junayd seorang sufi, ia tidak melulu membicarakan soal tasawuf saja, tetapi juga berbagai masalah lain yang berhubungan dengan kemaslahatan umat Islam. Inilah juga yang membuat Al-Junayd agak berbeda dengan para sufi pada umumnya.

Misalnya. Al-Junayd sangat peduli terhadap berbagai penyakit yang timbul di masyarakat. Menurut dia, di dalam masyarakat lebih banyak ditemukan orang yang sakit jiwa ketimbang mereka yang sakit jasmani. Itu lantaran jiwa lebih sensitif dan lebih rapuh ketimbang fisik, sehingga jiwa lebih mudah menderita. Lebih lanjut, penyakit jiwa ini lebih merusak jika dibandingkan dengan penyakit fisik. Sebab penyakit tersebut lebih mudah menggerogoti jiwa dan moral manusia. Sedangkan jika jiwa seorang sudah rusak, maka dengan mudah ia akan terseret pada berbagai perbuatan yang menyalahi ajaran agama, yang lebih jauh akan menggiringnya masuk ke dalam neraka.


Al-Baghdadi dalam hal Ittihad dan Hulul

Berbicara Ittihad yang dikembangkan oleh al-Busthami dan Hulul yang dipopulerkan oleh al-Hallaj atau konsep cinta dan menyatu dengan Allah sangatlah menarik dalam taswwuf. Sehingga, Radikalisme dan liberalisme tasawuf dapat kita amati dalam fenomena ittihad dan hulul tersebut, yang keduanya memiliki kesamaan dalam menafikan realitas konkret manusia.

Keliaran pemikiran semacam itu dalam pandangan Junayd al-Baghdadi, tidaklah benar. Baginya, dunia tasawuf harus tetap berpijak pada realitas konkret manusia. Pencapaian tertinggi dalam dunia tasawuf hanyalah sampai level mahabbah dan ma’rifah. Dengan demikian eksistensi konkret hamba (ubudiah) tetap terpisah dari eksistensi tuhan (uluhiah). Menurut Al Junaid, syariat tetaplah penting dalam menuju mahabbah dan ma’rifah.

Kendati demikian, dari pemahan itu, manusia menurut Al-Junyad bisa mendekati bahkan bersatu dengan Tuhan melalui tasawuf. Dan untuk mencapai kebersatuan itu, orang harus mampu memisahkan ruhnya dari semua sifat kemakhlukan yang melekat pada dirinya. Walau begitu, kata Al-Junayd, sufisme adalah suatu sifat (keadaan) yang di dalamnya terdapat kehidupan manusia. Artinya, esensinya memang merupakan sifat Tuhan, Tapi gambaran formalnya (lahirnya) adalah sifat manusia.

Di sinilah Junayd al-Baghdadi ingin menegaskan bahwa sesungguhnya diri manusia telah dihiasi dengan sifat Tuhan, Sehingga, kondisi tingkat tertinggi dari suatu pengalaman sufistik yang dicapai seorang sufi pada persatuannya dengan Tuhan, juga dapat dilukiskan. Pada tingkat ini seorang sufi akan kehilangan kesadarannya, la tidak lagi merasa memiliki hubungan dengan lingkungannya. Seluruh perhatiannya hanya tertuju buat Tuhan dengan kehilangan kesadarannya akan keduniaan, maka ia otomatis sedang berada dengan Tuhan.

Pada tingkat yang demikian. seorang sufi merasakan tidak ada lagi jarak antara dirinya dengan Tuhan. Karena sifat-sifat yang ada pada dirinya semuanya sudah digantikan dengan sifat Tuhan. Segala kehendak pribadi manusia lenyap, digantikan dengan kehendakNya.

Ketika Al-Junayd al-Baghdadi ditanya mengenai al-Haaq yang dilontarkan pada diri al-Hallaj. Ia tidak mengartikan hal itu langsung kepada arti Allah SWT, Tetapi ia mengartikan al-Haqq itu merupakan lawan dari al-Bathil. Al-Hallaj dibunuh dijalan yang benar. 
Artinya, kata al-Haqq yang dikatakan oleh al-Hallaj tersebut menandakan bahwa ia adalah sesuatu yang benar bukanlah Allah SWT. Terlepas dari itu, dapat kita lacak apakah pernyataan al-Hallaj itu ada latar belakang dari apa yang dikatakan. Karna pada saat itu terdapat suatu kekuasan yang besar yang mungkin kebijakannya lepas dari ajaran agama, yang mendorong dirinya berkata demikian.

Al-Junayd al-Baghdadi bahkan berkata, bahwa yang mengetahui Allah hanyalah Allah sendiri. Demikian pula dengan orang yang dicintai Allah (Nabi Muhammad) yang telah dibukakan tabir 70.000 tabir hijab, hanya tinggal satu hijab antara ia dengan-Nya.

Hal itu dapat kita pahami dalam perjalanan Rasulullah saat kejadian Mi’raj. Begitu halnya dengan Nabi-Nabi lain disaat ia berhadapan dengan Allah, beliau tidak mampu melihat secara langsung. Apalagi manusia biasa yang derajatnya jauh dari Derajat kenabian itu sendiri.

Bahakan Al-Junayd al-Baghdadi memperlihatkan sikap cukup keras terhadap orang yang mengabaikan syari’at. Ketika diceritakan kepadnya tentang orang yang telah mencapai ma’rifat, kemudian ia dibebaskan oleh Allah dari amal ibadah. Ia justru berkata bahwa orang tersebut sebenarnya berada dalam lumuran dosa dan mereka lebih berbahya dari pada pencuri serta pembuat keonaran.

Dalam hal ini, Al-Junayd al-Baghdadi ingin menegaskan bahwasanya walaupun orang telah menyatu dengan Allah SWT. Baginya tetap dikenakan kewajiban melaksankan aturan-aturan syari’at, yang menandakan bahwa Manusia tetaplah manusia yang tidak akan berupah posisinya menjadi Allah SWT. walaupun ia sedang merasa dalam keadaan Ittihat ataupun Hulul itu sendiri.

Maka dengan demikian, untuk mencapai persatuan kepada Tuhan, menurut Al-Junayd al-Baghdadi. manusia harus menyucikan batin, mengendalikan nafsu, dan rnembersihkan hati dari segala sifat-sifat kemakhlukan. Setelah kebersatuan dengan Tuhan itu tercapai, seorang sufi kembali tersadar. Dan selanjutnya harus mengajak umat dan membimbingnya ke jalan yang diyakininya. Maksud dari apa yang ditawarkan Al-Junyad ini, diharapkan agar oaring yang bertaswuf harus seimbang antara urusan dunia dan ahirat serta bagaimana didalam perakteknya adanya keterkaitan antara syariat dan hakekat itu sendiri.

Rasa cinta di dalam diri adalah sebuah anugerah yang di berikan sang kholiq kepada hambanya. Cinta kepada anak,istri,harta benda dan pangkat adalah sebuah keindahan yang ada di dunia ini, apabila manusia bisa meletakkan perhiasan-perhiasan [dunia seisinya] tepat pada porsinya maka semua perhiasan itu akan memberi cahaya bagi kehidupan. 

Sebaliknya bila penempatannya bukan pada porsinya, maka semua perhiasan itu sewaktu-waktu membawa bencana dan kehancuran.
Fiman-NYA : “ Dijadikan indah pada [pandangan] manusia KECINTAAN kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,perak,kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah semua PERHIASAN DUNIA, dan di sisi Allah-lah tempat kembali terbaik.” [ QS.Ali imran [3] : 14 ]. 

Dalam meletakkan cinta diperlukan kecerdasan ruhani, mereka yang memiliki kecerdasan ruhani memiliki prinsip yang menampilkan sosok dirinya sebagai insan yang berakhlaq, mereka tahu bagaimana meletakkan cinta. Para ahli TASAWUF yaitu ahli sufi [Arif-Billah] berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah dengan lugas mengatakan, “ Mencintai pemilik dan pemberi hiasan jauh lebih mulia dan jauh lebih berharga dibanding mencintai sekedar hiasan saja “. Ungkapan tersebut berlandaskan Firman Allah Swt :

قل متا ع الد نيا قليل والا خرة خير لمن اتقى ولا تظممو ن فتيلا انساء

“ Katakanlah olehmu [Hai Muhammad] : Hiasan dunia ini hanya sebentar [terlalu sedikit] dan [perhiasan Akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa “. [qs.An-Nisa’ [4] : 77 ] 


Alkisah,seorang sufi dari PERSIA yang bernama Abu bakar bin Dulaf ibnu juhdar Asy-Syibly. Nama asy-syibli di nisbatkan kepadanya karena ia dibesarkan di kota Syibli di wilayah Khurasan, Persia. Beliau di lahirkan pada Tahun 247 H. Di Baghdad atau Samarra dari keluarga yang cukup terhormat. karena kepandaian dan kedalaman ilmunya membuat karirnya menanjak pesat, ia menduduki beberapa jabatan 

Penting selama bertahun – tahun. Antara lain : menjabat sebagai Gubernur di Provinsi Dermaven. Bersama dengan seorang pejabat baru, Abu bakar Asy-Syibly di lantik oleh Kholifah dan secara resmi dikenakan seperangkat jubah pada dirinya. Setelah pulang, ditengah jalan pejabat baru itu bersin dan batuk –batuk seraya mengusapkan jubah baru itu kehidung dan mulutnya. Perbuatan pejabat tersebut dilaporkan kepada Kholifah. Dan Kholifahpun memecat langsung dan menghukumnya. Asy-Syibly pun terheran-heran, mengapa hanya karena jubah seseorang bisa di berhentikan dari jabatannya dan dihukum. Tak ayal, peristiwa ini membuatnya merenung selama berhari-hari. Ia kemudian menghadap Kholifah dan berkata :
“ Wahai Kholifah, Engkau sebagai manusia tidak suka bila jubah jabatan di perlakukan secara tidak wajar. Semua orang mengetahui betapa tinggi nilai jubah itu. 

Sang MahaRaja alam semesta telah menganugerahkan jubah kepadaku di samping CINTA dan PENGETAHUAN. Bagaimana DIA akan suka kepadaku jika aku menggunakannya sebagai sapu tangan dalam pengabdianku pada manusia ? “. 
Sejak saat itu Abu bakar asy syibly meninggalkan karir dan jabatannya, dan ia ingin bertaubat. Dalam perjalan membersihkan hatinya ia bertemu dengan seorang ulama sufi yang bernama Junaid Al Baghdadi,

asy syibly berkata : “ ENGKAU DIKATAKAN SEBAGAI PENJUAL MUTIARA, MAKA BERILAH AKU SATU ATAU JUALLAH KEPADAKU SEBUTIR “.

Maka Junaid Al Baghdadi pu menjawab, “ JIKA KUJUAL KEPADAMU, ENGKAU TIDAK SANGGUP MEMBELINYA. JIKA KUBERIKAN KEPADAMU SECARA CUMA-CUMA, KARENA BEGITU MUDAH MENDAPATKANNYA ENGKAU TIDAK MENYADARI BETAPA TINGGI NILAINYA. LAKUKANLAH APA YANG AKU LAKUKAN, BENAMKANLAH DULU KEPALAMU DI LAUTAN, APABILA ENGKAU DAPAT MENUNGGU DENGAN SABAR, NISCAYA KAMU AKAN MENDAPAT MUTIARAMU SENDIRI. “ 

Lalu Asy-syibli berkata, “ lalu apa yang harus kulakukan sekarang ? ” ,

Imam Junaid Berkata : hendaklah engkau berjualan belerang selama setahun [ untuk mengetahui nilai diri ] dan Mengemislah lalu sedekahkan uangnya selama setahun [ untuk membersihkan keangkuhan diri ] .“
Beberapa tahun telah berlalu dalam menjalani perintah sang Guru meskipun penuh dengan beribu-ribu kesulitan tapi ia jalani dengan penuh cinta [ikhlash] . akhirnya abu bakar asy-syibli menemukan mutiara di dalam dirinya. sehingga ia mengalami RASA CINTA yang teramat dalam di lubuk hatinya [ rindu kepada Allah ]. 

Suatu ketika disaksikan banyak orang, beliau berlari sambil membawa obor. Hendak kemana engkau wahai asy-syibli? , aku hendak membakar ka’bah, sehingga orang-orang dapat mengabdi kepada yang memiliki ka’bah dan akan aku BAKAR SURGA DAN NERAKA,sehingga manusia benar-benar ibadah hanya kepada Allah Swt [bukan yang lain-NYA]. Dalam keadaan MABUK CINTA yang dalam kepada Allah, ia selalu menyebut asma Alaah dan disetiap tempat yang ia temui, ia menuliskan lafadz Allah. Tiba-tiba sebuah suara berkata kepadanya,” Sampai kapan engkau akan terus berkutat dengan nama itu? Jika engkau merupakan pencari sejati, carilah pemiliknya! “ 

Kata-kata itu begitu menyentak Asy-sybly, sehingga tak ada lagi ketenangan dan kedamaian yang ia rasakan. Betapa kuatnya RASA CINTA yang menguasainya hingga ia menceburkan dirinya ke sungai Tigris dan akhirnya gelombang sungai membawanya kembali ketepi. Kemudian ia menghempaskan tubuhnya kedalam api, namun api tersebut kehilangan daya untuk membakar. Sehingga tubuhnya utuh tak terbakar sedikitpun. Lalu ia mencari tempat dimana sekelompok singa berkumpul lalu ia berdiam diri supaya dimangsa oleh singa tersebut, tapi singa-singa itu malah berlari tunggang langgang menjahui dirinya. Kemudian tanpa ada rasa takut sedikitpun ia terjun bebas dari puncak gunung, namun angin mencengkeram dan menurunkannya ketanah dengan selamat. 

Kegelisahannya semakain memuncak beribu-ribu kali lipat, sehingga ia berteriak,” terkutuklahia, yang tidak di terima oleh air maupun api, yang ditolak oleh binatang buas dan pegunungan! “ lalu terdengar sebuah suara. “ Ia yang diterima oleh Allah, tidak di terima oleh yang lain [makhluk-NYA]. 

Syeikh Al-ghozali menuliskan dalam kitabnya “ Raudhah al-Tholibin wa Umdah al-Salikin “ bahwa Al – Wushul adalh tersibaknya keindahan Al Haq kepada hamba,sehingga membuatnya luruh di dalamNYA. Jika dia melihat pengetahuan yang di milikinya, yang tampak hanyalah Allah swt, dan dia melihat ‘Himmah’ [keinginan kuat]nya,tidak ada Himmah selainNYA. Maka secara totalitas dia sibuk dengan kesaksian [ al-Musyahadah] dan keinginan kuat [Himmah]. Dan sama sekali tidak pernah berpaling dari keduanya, sampai-sampai dia tidak memiliki kesempatan untuk membenahi lahiriyahnya dalam bentuk-bentuk ibadah atau tidak sempat melihat batinnya. Baginya segala sesuatu yang di kerjakannya tampak suci. Sebagian kaum sufi mengatakan : 

وان طر فى موصول برء يته وان تبا عد عن مثواى مثوا ه

“ Sesungguhnya batas akhirku adalah dengan melihatNYA,sekalipun aksis [posisi]-NYA kian lama kian jauh dari aksis-ku. 

Dalam hal ini Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an, firmanNYA : 

قل ان كنتم تحبو ن الله فاتبعو نى يحببكم الله ويغفرلكم د نو بكم والله غفو ررحيم العمران

“ Katakanlah: “ jika kamu[benar-benar] mencintai Allah, ikutilah aku. niscayaAllah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu” Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” [ qs.Ali imran [3] : 31 ]. 

Imam Qusyairi mengatakan bahwa Mahabbah [cinta] adalah nikmat yang berupa kecintaan Allah kepada hambaNYA yang DIA kehendaki secara khusus. Apabila nikmat tersebut untuk semua hambaNYA secara umum maka di namakan rahmat. 

GAMBARAN CINTA AHLI MAHABBAH 

Raja Andalusia, Al-Hikam bin Hisyam bin Abdurrahman Ad-Dakhil, bersyair : karena cinta……. Ia menjadi hamba, padahal sebelumnya ia adalah raja. Kegirangan istana tiada lagi menyertai. Ia dipuncak gunung menyendiri sendiri pipi tertempel di tanah berdebu. Seakan bantal-bantal sutra untuk bertumpu. Begitulah kehinaan menimpa orang merdeka. Jika cinta melanda, ia laksana hamba sahaya. 
Junaid al-baghdadi, mengartikan kata yang bernilai sufistik ini dengan masuknya sifat-sifat Zat yang di cintai mengganti apa yang ada di dalam jiwa sang pencinta, mendorong seorang pencinta untuk tidak mengingat selain Zat tersebut serta melupakan dan mencampakkan secara total sifat-sifat yang dulunya melekat pada dirinya. 

Ibnu Arabi dalam puisi-puisi pemandu rindu mengisahkan manakala jiwa berpisah dengan raga, ia selalu bernostalgia dan rindu pada perpaduan itu, meskipun pada hakekatnya mereka berdua, namun tampak sebagai satu pribadi. Kerinduan itu tidak lain karena jiwa memperoleh pengetahuan dan apa saja yang ada dalam kehidupan melalui raga. Namun,karena sifat jiwa yang halus,lembut dan bersifat cahaya, maka tidak dapat di lihat oleh mata. Bila tidak karena rintihan raga, maka takkan pernah terasa kesaksian jiwa. Inilah gambaran jiwa ataupun keadaan hati. 

Syeikh Ibnu Atho’illah bermunajat, “ Ya illahi, alam benda ini telah mendorong aku untuk pergi kepada-MU dan pengetahuanku terhadap kemurahan-MU itulah yang memberhentikan aku untuk berdiri di depan pintu-MU. 

Rabi’ah al-adawiyah seorang sufi dari Bashrah ketika berziarah kemakam Rosulullah saw pernah mengatakan Maafkan aku ya Rosul, bukan aku tidak mencintaimu tapi hatiku telah tertutup untuk cinta yang 
Lain,karena telah penuh cintaku hanya kepada Allah swt .“ tentang cinta itu sendiri Rabi’ah mengajarkan bahwa cinta itu harus menutup dari segala hal yang di cintainya [ bukan berarti Rabi’ah tidak cinta kepada Rosul, tapi kata-kata yang bermakna simbolis ini mengandung arti bahwa cinta kepada Allah adalh bentuk integrasi dari semua bentuk cinta termasuk cinta kepada Rasulullah ]. 
Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Saiyidina Husain [cucu Rosulullah saw] bertanya kepada ayahnya [saiyidina Ali], “ apakah engkau mencintai Allah ? Ali menjawab, “ ya”. Lalu Husain bertanya lagi, “apakah engkau mencintai kakek dari ibu?” Ali menjawab kembali,”ya”. Husain bertanya lagi, “ apakah engakau mencintai aku dan ibuku? Ali menjawab “ya”. Terakhir, Husain yang polos itu bertanya,” Ayahku,bagaimana Engkau menyatukan begitu banyak cinta di hatimu?” kemudian saiyidina Ali menjelaskan,”Anakku, pertanyaanmu hebat sekali! Cintaku pada kakek dari ibumu, ibumu dan kamu sendiri adalah karena cinta kepada Allah swt. Setelah mendengar jawaban dari ayahnya Husain jadi tersenyum ngerti. 

Rumusan cinta Rabi’ah termaktub dalam do’anya, “ Ya Allah, jika aku menyembah-MU karena takut neraka maka bakarlah aku di dalamnya. Dan jika aku menyembahmu berharap surga, maka campakkanlah aku dari sana, tapi jika aku menyembah- MU karena Engkau semata, maka janganlah Engkau sembunyikan keindahan-MU yang abadi. “ dalam Al-Qur’an Allah swt berfirman : 

ومن الناس من يتخد من دو ن الله اندادا تحبو نهم كحب الله والدين امنو اشد حبا الله البقراه

“ Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah swt.[ hatinya tertutup untuk mencintai selain-NYA].” [qs. Al baqarah [2] : 165 ] 

Demikianlah sekelumit sejarah para pecinta Allah swt yang perjalanannya begitu menyayat jiwa, penuh onak dan duri dalam setiap langkahnya tapi tidak menyurutkan keinginan besarnya untuk bertemu dengan-NYA. para KEKASIH ALLAH SWT jiwanya terjaga dari hal-hal yang dapat menyeret keimanannya, dengan ilmu pengetahuannya yang merasuk di dalam dada mengkristal bagaikan batu karang. Para KEKASIH Allah musuhnya tak terkira banyaknya dan sahabatnya hanya sedikit. Itulah SUNNATULLAH. 

Cepat susul barisan mereka mumpung masih ada kesempatan, renungkanlah firman Allah swt di bawah ini : 


قل ان كا ن ابااؤ كم وابنا ؤكم واخوا نكم وازوا جكم وعشيرتكم واموال اقتر فتموها وتجا رة تخشون كسا دها ومسكن ترضونها احب اليكم من الله ورسوله وجها د فى سبيله فتربصوا حتى ياء تي الله بامره والله لا يهدى القوم الفسقين اتوبه

“ katakanlah : jika bapak –bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu kwatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan RosulNYA dari jihad di jalan NYA [ mencari keridhoan-NYA]. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNYA. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq. “ [ qs. At-Taubah [9] : 24 ].

“ katakanlah : “ jika bapak-bapakmu, anak-anakmu,saudara-saudaramu ,istri-istri kaum keluargamu , harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu kuwatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rosul-NYA dari jihad di jalan-NYA [mencari keridhoan-NYA]. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-NYA. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq. “ [qs. At-Taubah [9] : 24].

Syaikh Ibrohim Addasyuqi

Mengenal kezahidan dan kegigihan seorang Wali Agung beliau adalah Syekh Ibrahim bin Syekh Abdul-Aziz yang dikenal dengan Abul-Majdi bin Quraisy Ad-Dusuqi ra. Beliau lahir di kota Dusuq-Mesir pada malam terahir bulan Sya’ban 653 H yang bertepatan dengan tahun 1255M.

Beliau dilahirkan pada malam Syak, yaitu hari yang di ragukan dan menjadi teka-teki apakah sudah memasuki puasa Ramadlan atau belum. Ketika para ulama ragu akan munculnya bulan tsabit yang menunjukkan masuknya bulan Ramadan, Syekh Ibnu Harun As-shufi ketika itu berkata: "Lihatlah anak yang baru lahir ini apakah dia meminum air susu ibunya"? Maka ibunya menjawab, “Dari sejak azan subuh, ia berhenti meminum air susu ibunya". Dengan demikian Syekh Ibnu Harun mengumumkan bahwa hari itu adalah hari pertama bulan ramadhan dan tanda-tanda kewalian Syekh Ibrahim Ad-Dusuqi RA sudah nampak dari sejak kelahiran beliau.

Dalam manuskrip Taufiqiyah ada keterangan, bahwa pada abad ketiga Hijriah di Dasuk ada tiga buah istana, pertama milik Sayid Abd Ali, yang kedua milik Imam Qashabi guru di Masjid Sayid Ahmad Badawi dan yang ketiga milik Sayid Basuni Far, semua bangunan istana ini disediakan untuk menyambut para tamu yang datang ke Dasuk sewaktu peringatan Maulid Sayid Ibrahim Dasuki disamping juga menyediakan makanan bagi fakir miskin yang ikut datang ke perayaan itu.

Di antara tokoh-tokoh terkenal dari daerah ini adalah Syekh Ibrahim Dasuki bin Abd Aziz Abu al-Majd yang nasabnya berujung ke Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib. Ibu Syekh Ibrahim Dasuki ini adalah Fatimah binti Abdullah bin Abd Jabar, saudari sekandung tokoh sufi terkenal Sheikh Abu Hasan Syadzili. Syekh Ibrahim Dasuki ini juga masih punya silsilah satu nasab dengan Wali Qutb kota Thanta Sheikh Ahmad Badawi pada kakek kesepuluh Ja’far al-Turki bin Ali al-Hadi.

Silsilah Sheikh Ibrahim Ad Dasuqi

Arif Billah Ibrahim ad-Dasuqi bin Abd Aziz Abu al-Majd bin Quraisy bin Muhammad bin Abi an-Naja bin Zainal Abidin bin Abdul Khaliq bin Muhammad Abi at-Thaib bin Abdul Katim bin Abdul Khaliq bin Abi Qasim bin Ja`far Zaki bin Ali bin Muhammad al-Jawwad bin Ali ar-Ridha bin Musa Kazhim bin JA`far as-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah binti Rasulullah s.a.w.

Dari kecil beliau dikenal sangat rajin beribadah, memiliki kerajian yang tinggi mengalahi teman-temannya, timbuh dan membesar di kalangan masyarkat yang soleh, memiliki sifat – sifat terpuji yang beliau warisi dari kakeknya baginda Rasulullah s.a.w.

Beliau sangat sopan santun, pengasih, pemurah, suka menolong orang, rajin beribadah, taat terhadap orang tua, menghormati ulama dan orang-orang soleh, wara`, pendiam, pintar dan pandai.

Dari kecilnya telah mengikuti pengajian-pengajian agama, belajar membaca dan menulis, belajar berbagai disiplin ilmu agama dari ulama-ulam yang berada di kampung halamannya, menekuni fiqih Syafi`i dan mendalaminya, dan seterusnya belau mempelajari ilmu tasawuf dan memperdalaminya dengan semangat yang kuat sehingga beliau memang benar-benar berenang di lautan makrifah, menjadi tonggak besar tasawuf di Mesir dan seluruh penjuru dunia.

Beliau juga mengikuti jejak pamannya dari ibu, Sheikh Abu Hasan Syadzili pendiri Tarekat Syadziliyah. Beliau belajar ilmu bahasa dan agama juga menghafal Al Qur’an dan hadits juga ushul fiqh berdasarkan madzhab Syafii sementara ia masih kecil. Ada suatu keterangan yang mengatakan beliau mulai ber-khalwat sejak usia lima tahun. Dan sewaktu memasuki usia remaja dan semakin rajin ber-khalwat maka kemudian mulailah datang kepada beliau beberapa orang untuk belajar tariqah, di antara mereka yang ternama adalah Sayid Abu Nasr yang makamnya dikenal dengan namanya di Dasuk.

Syekh Dasuki ini selalu berada di tempat khalwat-nya sampai ayahnya meninggal, kemudian turunlah beliau dari tempatnya itu, yang saat itu beliau masih berusia 23 tahun, murid-muridnya mengharapkan supaya beliau meninggalkan tempat khalwat-nya itu, sehingga bisa konsentrasi mengajar mereka, kemudian dibuatkanlah suatu tempat di samping tempat khalwat beliau.

Tariqah beliau ini dikenal dengan nama Tariqah Burhaniyah, yang diambil dari namanya atau Tariqah Dasukiyah, diambil dari nama daerahnya. Ibrahim Dasuki dan para pengikutnya ini memakai sorban warna hijau sementara sorban yang dipakai oleh Sayid Badawi dan para pengikutnya berwarna merah, sedangkan para pengikut Tariqah Rifaiyah berwarna hitam.

Sewaktu Sultan Dzahir mendengar tentang keilmuan Ibrahim Dasuki juga banyak pengikut yang dipimpinnya, segera dia mengeluarkan maklumat yang mengangkatnya sebagai Syekh Islam, maka beliau pun menerima jabatan itu dan melaksanakan tugasnya tanpa mengambil gajinya, tapi membagikan gaji dari jabatan ini kepada pada fakir miskin dari kalangan muslimin. Sultan kemudian juga membangun sebuah tempat pertemuan untuk Syekh dan para muridnya dalam belajar memahami agama, jabatan ini tetap dipegang oleh Syekh Ibrahim sampai meninggalnya Sultan kemudian setelah sultan meninggal, beliau mengundurkan diri, meluangkan waktunya bagi para muridnya.

Syekh Dasuki ini adalah seorang yang pemberani tidak mendekat kepada penguasa dan tidak takut akan celaan orang-orang yang mencela di dalam menyebarkan agama Allah. Syekh Jalaludin Karki bercerita; bahwasannya Syekh Dasuki ini pernah berkirim surat kepada Sultan Asyraf Khalil bin Qalawun yang berisi kritikan pedas padanya, karena perbuatan dhalim yang dilakukan kepada rakyat.

Maka Sultan pun murka dan memanggil Syekh, tapi Syekh Dasuki ini menolak untuk mendatangi panggilan ini dan berkata: ”Aku tetap di sini, siapa yang ingin bertemu saya, maka dialah yang harus menemuiku”. Dan Sultan pun tidak bisa berbuat banyak terhadap Syekh karena dia tahu posisinya di mata masyarakat, maka diapun datang kepadanya dan minta maaf. Dan Syekh pun menyambutnya dengan baik dan memberi kabar gembira akan kemenangannya dalam peperangan melawan tentara salib, dan memang terbuktilah kemudian kemenangan itu.

Latihan jiwa untuk menuju Allah tidak semudah mempelajari ilmu-ilmu yang lainnya, sebab perjalanan menuju Allah memiliki berbagai macam tantangan dan rintangan dari jiwa, masyarakat dan syaitan, cobaan tersebut datang menghalangi Sheikh Ibrahim menuju Allah, tetapi Syeikh Ibrahim berhasil menepis segala halangan dan rintangan yang mengganggunya untuk mengenal Allah dan berjalan munujunya, zikir, istighfar, salawat merupakan bagian penting menuju perjalanan yang penuh dengan rintangan.

Dengan mujahadahnya Allah memilih beliau menjadi walinya, bahkan beliau mendapat gelaran wali Qutub dari seluruh para wali, dan beliau juga diantara Qutub empat yang masyhur, Qutubul Arba`ah adalah : Sheikh Abdul Qodir Jilani, Sheikh Ahamd Ar Rifa`i, Sheikh Ahmad Badawi dan Sheikh Ibrahim Ad Dasuqi, sebagaimana diyakini ulama tasawuf seperti Syekh Mahmud al-Garbawi dalam kitabnya al-Ayatuzzahirah fi Manaqib al-Awliya’ wal-Aqthab al-Arba’ah.

Diantara Karomah beliau adalah :

Beliau dilahirkan pada malam syak, yaitu hari yang di ragukan dan menjadi teka-teki apakah sudah memasuki puasa Ramadhan atau belum. Ketika para ulama ragu akan munculnya bulan sabit yang menunjukkan masuknya bulan Ramadhan, Syekh Ibnu Harun As-shufi ketika itu berkata: "Lihatlah anak yang baru lahir ini apakah dia meminum air susu ibunya"? Maka ibunya menjawab, “Dari sejak azan subuh, ia berhenti meminum air susu ibunya". Dengan demikian Syekh Ibnu Harun mengumumkan bahwa hari itu adalah hari pertama bulan ramadhan dan tanda-tanda kewalian Syekh Ibrahim Ad-Dusuqi RA sudah nampak dari sejak kelahiran beliau.

Berkata Imam al-Munawi : Seekor buaya telah menelan seorang anak di sungai nil, maka ibu sang anak mendatangi Syeikh Ibrahim Dasuqi dengan menangis tersedu-sedu, maka Syeikh meyuruh muridnya untuk memanggil buaya yang memakan anak ibu tersebut, maka datang muridnya dan berseru di tepi sungai Nil : ” Wahai sekalian buaya , siapa diantara kalian yang memakan seorang anak maka hendaklah dia muncul dan menghadap Syeikh “. maka muncullah buaya dan berjalan beserta murid sehingga sampai kehadapan Syeikh Ibrahim Ad-Dusuqi, maka Syeikh menyuruh buaya itu untuk mengeluarkan anak itu, maka buaya itu mengeluarkan anak itu dalam keadaan hidup, kemudian Sheikh Ibrahim berkata : Matilah kamu dengan seizin Allah “, maka segara buaya itupun mati.

Salah satu karamahnya yang terkenal adalah ketika beliau meramalkan kemenangan Sultan Asyraf Khalin ibn Qalawun dalam peperangan melawan tentara salib – dan ramalan itu terbukti tepat.

Sheikh Ibrahim al-Qurasyi ad-Dusuqi adalah Wali Quthub yang keempat dan yang terahir setelah Sheikh Ahmad Arrifa’i RA, Sheikh Abdul-Qadir al-Jilani RA dan Sheikh Ahmad al-Badawi RA

Syekh Dasuki ini di samping menguasai bahasa arab juga menguasai bahasa asing lain seperti bahasa Suryaniyah dan Ibriyah, karena beliau telah menulis sejumlah buku dan risalah dalam bahasa Suryaniyah. Syekh Dasuki meninggalkan banyak kitab dalam bidang fiqih, tauhid, dan tafsir. yang paling terkenal adalah kitab yang masyhur di sebut “Al-Jawahir” atau “Al-Haqaiq”, beliau juga punya Qasidah-qasidah dan Mauidzoh-mauidzoh.

Syekh Ibrahim Addasuqi RA bermazhab Syafi’ dan terkenal dengan beberapa julukan seperti Abul Ainain, abul Aunain dan Burhanul Millati Waddin.

Sheikh Ibrahim Dasuqi meninggal dunia pada tahun 676 hijriyah dan makam beliau di kota Dusuq Mesir.
Semoga Allah SWT selalu meridhoinya dan memberi kita semua manfaat dengannya. Allahumma Amin.
Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin

Sayidi Ibrahim al-Qurasyi ad-Dusuqi adalah “Wali Quthub” yang ke lima dan yang terahir setelah Syekh Ahmad Arrifa’i RA, Syekh Abdul-Qadir al-Jaelani RA, Syekh Ahmad al-Badawi RA, dan Syekh Abul Hasan Ali Assyadzily Alhasany. sebagaimana diyakini ulama tashawuf seperti Syekh Mahmud al-Garbawi dalam kitabnya al-Ayatuzzahirah fi Manaqib al-Awliya’ wal-Aqthab al-Arba’ah, dan Assayyid Abul-Huda bin Hasan al-Khalidi Asshayyadi dalam kitabnya Farhatul-Ahbab fi Akhbar al-Arba’ah al-Ahbab dan kitab Qiladatul-Jawahir fi Zikril Gautsirrifa’I wa Atba’ihil-Akabir.

Sebagaimana Nabi Muhammad saw, yang diutus paling akhir dan menjadi imam dari para nabi dan rasul sebelumnya, begitu juga sayidi Ibrahim ad-Dasuqi adalah imam dari wali qutub.

Sayidi Ibrahim al-Qurasyi ad-Dusuqi adalah pendiri Thariqah yang dikenal dengan nama Burhamiyyah atau Dusuqiyyah. Pewaris beliau sebagai syekh Thariqah Dusuqiyah Muhammadiyah pada zaman ini adalah Mawlana syekh Mukhtar Ali Muhammad Ad-Dusuqi ra. "Semoga beliau senantiasa di beri kesehatan dan di panjangkan umurnya, amin".

Dalam kitab Thabaqat al-Kubra, anda akan menemukan Syekh Abdul-Wahhab Assya’rani ra, berbicara tentang riwayat Sayidi Abul-Hasan Assyazili ra, dalam 12 halaman, Sayidi Ahmad Arrifa’i dalam 7 halaman, Sayidi Abdul-Qadir Al-Jailani ra, dalam 9 halaman dan Sayidi Ahmad al-Badawi ra, dalam 7 halaman saja, sedangkan Sayidi Ibrahim Ad-Dusuqi ra, hingga 25 halaman…!

Syekh Abdul Wahhab As-Sya’rani ra, berkata: "Tuanku, Sayidi Ibrahim Ad-Dusuqi ra, memiliki keramat yang banyak, hal-hal yang luar biasa, menguasai rahasia-rahasia malakut, sejak lahir sudah puasa, menguasai bahasa Ajami, Siryani, Ibrani, zinji, seluruh bahasa burung, binatang dan makhluk-makhluk buas lainnya.

Beberapa kitabnya orang-orang salih yang berbicara tentang karamah dan riwayat hidupnya beliau, di antaranya adalah:

1) Farhatul Ahbab Fi Akhbar al-Arba’ah al-Ahbab, oleh al-Khalidi Asshayyadi.
2) Syaikhul Islam Addasuqi Quthbussyari’ah wal-Haqiqah, oleh Rajab Atthayyib al-Ja’fari.
3) Alamul Aqthab al-Haqiqi Sayyidi Ibrahim Ad-Dusuqi, oleh Abdurrazzaq al-King.
4) Lisanutta’rif bihalil-Wali As-Syarif Sayidi Ibrahim Ad-Dusuqi ra, oleh Syekh Ahmad bin Jalaluddin al-Karki ra.
5) Al-Ayatuzzahirah fi Manaqib al-Awliya’ wal-Aqthab al-Arba’ah, oleh Syekh Mahmud al-Garbawi.
6) Abul-Ainain Ad-Dusuqi, oleh Abdul-Al Kuhail.
7) Qiladatul Jawahir fi Zikril Gautsi wa Atba’ihil Akabir, oleh Syekh Abul Huda al-Khalidi As-Shayyadi.
8) Jami’ karamat al-Awliya’, oleh Syekh Yusuf An-nabhani.
9) Al-Arif Billahi Sayyidi Ibrahim Ad-Dusuqi, oleh Sa’ad al-Qadhi.
10) Biharul-Wilayah al-Muhammadiyyah Fi Manaqib A’lam Asshufiyyah, oleh Dr. Jaudah M. Abul Yazid.
11) Nailul Khairat al-Malmusah Biziyarati Ahlilbaiti Wasshalihin bi Mishr al-Mahrusah, oleh DR Sa’id abul As’ad.
12) Atthabaqat al-Kubra, oleh Syekh Abdul-Wahhab As-Sya’rani.
13) dan lain-lain

Syekh Ibrahim Addasuqi RA bermazhab Syafi’I dan terkenal dengan beberapa julukan seperti Abul Ainain, abul Aunain dan Burhanul Millati Waddin. Beliau wafat pada tahun 606H/1296M yang ketika itu beliau berumur 63 tahun dan dimakamkan di kota Dusuq-Mesir.

Beliau pernah berkata:

ولا تنتهي الدنيا ولا أيامها # حتى تعم المشرقين طريقتي


Yang artinya : “Dunia ini tidak akan berahir, sebelum tarekat-ku tersebar di seluruh penjuru dunia”

Walaa haula wala quwwata illa billah.

Sejarah Sayid Achmad bin Idris Alhasany


بسم الله الرحمن الرحيم  
اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَـمِيْن وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالْـمُرْسَلِينَ سَيِّدِنَا مُحَمَّد وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. فِي كُلِّ لَـمْحَةٍ وَنَفَسٍ عَدَدَ مَا وَسِعَهُ عِلْمُ الله
                       أَمَّا بَعْدُ

Alhamdulillah bersyukur kehadrat Allah ـ kerana dengan taufiq dan inayahNya saya  telah diberi kekuatan menulis sebuah kerja khusus,yang memaparkan serba sedikit tentang Sayyid Ahmad ibn Idris Alhasany 
Saya memilih untuk mengkaji tentang kerana beliau merupakan pengasas Tariqat Ahmadiah yang dahulunya pernah menggegarkan dunia semasa di bawa oleh anak muridnya yang paling dikasihi beliau,Sayyid Muhammad ibn Ali al Sanusi .Sebuah kerajaan telah di bina di bumi Libya yang menjadikan al Quran dan al Sunnah sebagai pegangan utama perlembagaan mereka. Khalifah-khalifah mereka tergolong daripada ulama-ulama muhaddisin dan mufassirin yang terunggul pada zaman mereka.

Moga-moga apa yang telah saya kaji ini membawa manfaat kepada yang membaca. Sekalipun saya bukanlah orang yang layak dalam bidang ini namun di atas dasar kerja khusus dan semangat ingin mencuba saya mempersembahkan hasil kajian saya.

Saya akur,berkemungkinan terdapat terjemahan yang tersasar dari maknanya yang sebenar dan perkataan-perkataan yang kurang tepat serta salah ejaan.Justeru saya memohon ampun dan maaf atas sebarang kesilapan dan bersedia menerima sebarang teguran yang membina.

وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Syeikh al Masyaikh Sayyid Ahmad ibn Idris dilahirkan pada 21 Rejab 1163 Hijrah bersamaan 1750 Masihi di sebuah kampung terletak di Maisur,berdekatan dengan ibu kota Fas,di tepi laut Morocco.Beliau berasal dai keturunan yang mulia di Fas.

Nama beliau ialah Ahmad ibn Idris ibn Muhammad ibn Ali ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Abdullah ibn Ibrahim ibn Umar ibn Ahmad ibn Abdul Jabbar ibn Muhammad ibn Yamluh ibn Masyish ibn Abu Bakar ibn Ali  ibn Hurmah ibn Isa ibn Salam ibn Marwan ibn Haidarah ibn Muhammad ibn Idris al Asghar ibn Idris al Akbar ibn Abdullah al Kamil ibn al Hasan al Muthanna ibn Sayyidina Hasan ibn Sayyidina Ali dan Fatimah al Zahra binti Muhammad Rasulullah SAW.

Beliau tidak pernah bermegah-megah kerana beliau merupakan daripada keturunan yang mulia iaitu nasab beliau yang sampai kepada Rasulullah ص.Ketika anak murid beliau,Sayyid Muhammad ibn Ali al Sanusi meminta beliau menulis tentang nasabnya,beliau dengan tegas bekata:

نَسَبِي الْكِتَابُ وَالسُّنَةُ،أُنْظُرْ إِلَيَّ، فَإِنْ وَجَدْتَنِي عَلَى الْكِتَابِ وَالسُّنَةِ ،فَقُلْ :أَحْمَدُ بْنِ إِدْرِيسَ عَلَى الْكِتَابِ وَالسُّنَةِ ،فَهَذَا نَسَبِي ،يَقُولُوا اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى :الْيَومَ أَضَعُ أَنْسَابَكُمْ ،وَأَرْفَعُ نَسَبِي ،أَلَا وَهُوَ التَّقْوَى.

Nasabku adalah Kitab dan Sunnah.Lihatlah kepadaku,jika kamu dapati aku berada di atas landasan Kitab dan Sunnah,maka katakanlah:Ahmad ibn Idris berada di atas landasan Kitab dan Sunnah.Maka inilah nasabku. Allah berfirman: Pada hari ini,Aku merendahkan nasab-nasab kamu dan meninggikan nasabKu,iaitu Taqwa.

Semenjak kecil lagi,beliau telah ditarbiah dan diasuh dengan didikan agama yang mantap.Pada awalnya,beliau telah menghafaz al Quran dan sebahagian matan-matan ilmu.Beliau mempelajari asas-asas ilmu secara talaqqi sewaktu dipelihara oleh saudaranya yang mulia, Sayyid Muhammad ibn Idris dan Sayyid Abdullah ibn Idris.

Di kota Fas,beliau belajar dengan ramai ulama’ secara talaqqi di Masjid al Qarawiyyin selama 30 tahun. Beliau begitu tekun dan bersungguh-sungguh melazimi pengajian ahli-ahli ilmu sehingga sanggup mengharungi pelbagai keperitan dan kepayahan untuk mendapatkan ilmu-ilmu dan sanad-sanad yang begitu besar manfaatnya.

Melihat kepada latar belakang pendidikan Sayyid Ahmad ibn Idris, ternyata beliau mempunyai sanad yang meangkumi semua bidang ilmu. Beliau juga banyak meriwayatkan Hadis Musalsal dan mempunyai sanad ‘Aali sehingga mendapat pengiktirafan daripada Syeikh Muhammad Ali al Syaukani, pengarang kitab Nail al Autar yang masyhur kerana mempunyai sanad yang ‘Aali pada zamannya. Sebagai contoh, di antara Sayyid Ahmad ibn Idris dan Imam al Bukhari, hanya mempunyai 9 perantaraan.
 
Di antara tokoh ulama’ besar yang menjadi gurunya ialah:

1.Syeikh Muhaqqiq Sayyid Muhammad al Tawudi ibn Saudah al Murri
2.Syeikh Muhammad Abdul Karim ibn Ali al Zahabi
3.Al ‘Allamah Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Syaqrun
4.Al ‘Allamah al Lughawi al Ustaz Muhammad al Majidiri al Syanqiti
5.Al Qutb al Mu’ammar Sayyid Abdul Wahab al Tazi al Hasani
6.Syeikh Abu al Qasim al Fasi
7.Sayyid  Muhammad ibn Abu Bakar al Syili al ‘Alawi
 
Murid murid Sayid Achmad Bin Idris Alhasany

1.Sayyid al Toyyib ibn Muhammad ibn Idris
-Merupakan anak saudaranya.
2. Sayyid Muhammad Uthman al Mirghani
-Merupakan seorang ‘allamah yang mursyid.
3.Sayyid Muhammad ibn Ali al Sanusi
-Merupakan Al Hafiz dalam bidang hadis dan menguasai 50 bidang ilmu.
4.Sayyid Abdur Rahman ibn Sulaiman al Ahdali
-merupakan seorang yang alim dan hujjah al Islam.
5.Syeikh Zaidan ibn Muhammad
-merupakan salah seorang daripada keluarga al Qadhi.
6.Syeikh Ibrahim al Rasyid ibn al Qadhi Soleh
-merupakan seorang yang sentiasa menyampaikan sanad beliau selepas kewafatannya.
7.Syeikh Ali Abdul Haq al Qusi
8.Qadhi al Hasan ibn Ahmad al Dhamdi
9.Al Allamah Ahmad ibn Muhammad al Sowi al Misri al Khalwati al Maliki
10.Sayyid Syeikh Muhammad al Madani Zofir
11.Syeikh Muhammad al Majzub al Sawakini
-merupakan seoraang ulama’ Sudan yang masyhur dengan kasyaf,sodiq,karamah dan perkara yang mencarik adat.
12.Syeikh Muhammad ‘Abid ibn Ahmad ibn Ali al Sindi al Ansari al Madani al Hanafi
-Seorang Muhaddith dan musnid di Hijjaz serta seorang yang faqih dalam mazhab Hanafi.


Apabila kita meneliti senarai nama anak-anak muridnya,kita mendapati mereka semua adalah ulama’ besar pada zaman tersebut. Ini secara tidak langsung menunjukkan kehebatan Sayyid Ahmad ibn Idris dalam arena ilmu pengetahuan dan pentarbiahan. Oleh kerana itulah beliau layak dinobatkan sebagai Syeik al Masyaikh ataupun Ustaz al Asatizah (guru bagi segala guru) sepertimana yang disebut oleh Syeikh Soleh ibn Muhammad al Ja’fari.

Sayyid Ahmad ibn Idris س mempunyai kitab karangan yang banyak. Ada di antara kitabnya dibawa oleh anak-anak muridnya yang ditugaskan untuk berdakwah di tempat-tempat lain di serata dunia islam. Ada yang telah terbakar ketika berlaku kebakaran di dalam biliknya selepas kewafatannya dan yang masih tinggal hanyalah beberapa buah kitab yang dikumpulkan. Sebahagian daripadanya telah dicetak, manakala sebahagian yang lain masih kekal dalam bentuk tulisan tangan.

Di antara kitab karangannya yang masih tinggal dalam bentuk cetakan dan tulisan tangan ialah:

1.Tafsir Basmalah
2.Tafsir Surah al Fatihah
3.Tafsir Hizib yang pertama daripada surah al Baqarah
4.Tafsir ayat ‘inna al muslimin wa al muslimat’
5.al ‘iz al Masun fi Tafsir Surah al Tin wa al Zaitun
6.Tafsir Surah al Dhuha dan al Insyirah
7.Tafsir Surah al Kauthar
8.Tafsir potongan ayat-ayat al Quran
9.al Nafahaat al Rabbaniyah fi Syarh Hadith al Sunnah al Muhammadiyah ‘al Ma’rifah Ra’su Mali’
10.al Nafahaat al Kubra
11.Risalah Kaimiya’ al Yaqin
12.Syarh ‘Aqidah Imam al Syafi’i
13.Syarh Husul al Haqiqah bi Nuzm Usul al Toriqah li al Arif Billah Salman ibn Abi al Qasim al Ahdali
14.Risalah al Asas
15.Risalah al Qawaid
16.Risalah Perbincangan Sayyid Ahmad ibn Idris dengan Fuqaha’ Najd
17.Risalah mengenai Khalwat
18.Syarah Hadith ‘Solli Solata al Muwaddi’
19.Syarah Empat buah hadith iaitu:
a)al Din al Nasihah
b)Innama al a’malu bi al niat
c)al Halal al Bayyin wa al Haram al Bayyin
d)Min Husni al Islami al Mar’I tarkuhu ma la ya’nih
20.Syarah Qasidah Imam Junaid al Baghdadi di dalam ilmu tasawuf
21.al ‘iqd al Nafis fi Nuzum Jawahir al Tadris (kitab yang mengandungi jawapan-jawapan yang dijawab oleh Sayyid Ahmad ibn Idris di dalam majlis pengajiannya)
22.Risalah Mengenai Zikir
23.Risalah penolakan terhadap orang yang menggunakan pendapat akal semata-mata
24.Khutbah Nikah
25.Khutbah Dua hari raya dan Minta hujan
26.Risalah mengenai Tasawuf dan suluk
27.Ruh al Sunnah (Kitab ini mengandungi hadith-hadith pilihannya)
Ini merupakan kitab-kitab Sayyid Ahmad ibn Idris sebagaimana yang dinyatakan oleh cicitnya Sayyid Ahmad Mustafa.

Dakwah beliau adalah dengan menyebarkan tariqat beliau yang mulia, al Muhammadiah al Ahmadiah dan paling masyhur disebut al Ahmadiah al Idrisiah. Tariqat ini didirikan atas dasar ketaqwaan kepada Allah ـ, penghayatan terhadap makna-makna Kitab Allah dan beramal dengan Sunnah Rasulullah. Oleh kerana itu, beliau menegaskan :Tariqatku ialah al Quran dan Sunnah.
Tariqatnya telah tersebar luas pada zamannya dan dikenali di kebanyakan negara islam yang pernah di masuli oleh Sayyid Ahmad ibn Idris dan kader-kader yang diutuskannya. Dari tariqah ini, tertubuhnya banyak tariqat yang masyhur pada hari ini, seperti:

1.Tariqah al Sanusiah di Libya:Diasaskan oleh Sayyid Muhammad ibn Ali al Sanusi
2.Tariqah al Khatmiah di Sudan:Diasaskan oleh Sayyid Muhammad Uthman al Mirghani
3.Tariqah al Madaniah di Morocco:Diasaskan oleh Sayyid Syeikh Muhammad Hasan Zofir al Madani.

Sayyid Ahmad ibn Idris menggariskan manhaj yang tertentu di dalam menjayakan kelangsungan dakwahnya menyeru kepada jalan Allah ـ.Manhaj-manhaj tersebut sentiasa diserapkan di dalam seluruh madrasah sufinya. Secara ringkasnya, manhaj da’wahnya terdiri daripada 8 prinsip utama:
Konsep Islah Ummah (Memperbaiki Umat) yang diagendakan oleh Sayyid Ahmad ibn Idris menjangkau ke seluruh dunia islam. Dalam program tersebut, beliau mengembalikan umat Islam kepada sumber perundangan Islam yang utama iaitu al Quran dan al Sunnah serta mengajak mereka bermujahadah untuk memperbaiki zahir dan batin. Beliau pernah berkata kepada muridnya: Saya suka apabila sesuatu kebaikan itu dikecapi oleh setiap manusia. Mendengarnya, muridnya Syeikh Ibrahim al Rasyid bertanya kehairanan: Adakah sehingga kepada orang kafir? Kata Sayyid Ahmad ibn Idris: Ya!Saya suka sekiranya Allah ـ juga memberikan hidayahNya kepada mereka.

Sesungguhnya, gagasan inilah yang telah berjaya meroboh dan menembus tembok perkauman yang begitu menular dan menebal pada masa itu.
Beliau pandai dalam memilih anak muridnya yang sesuai sebagai kader untuk dihantar ke tempat-tempat lain bagi menyambung tugas dakwahnya.Malahan, beliau tidak lupa untuk terus memberikan perhatian dan mengikuti pekembangan mereka dengan menulis surat untuk memberikan suntikan semangat dan kata-kata nasihat dalam urusan dakwah.

Selain itu, cara terpenting yang dilakukannya ialah beliau sendiri berusaha menyampaikan pengajian dan dakwahnya ke seluruh pelusuk dunia Islam yang dilaluinya ataupun yang disinggahinya selama beberapa hari.
Sayyid ahmad ibn Idris س amat menekankan dari segi amalan (sikap-sikap yang baik) di dalam pentarbiahan beliau. Ia terbahagi kepada beberapa bahagian, seperti yang telah diterangkan oleh beliau sendiri di dalam risalah karangan beliau yang bertajuk al Qawaid (Kaedah-kaedah) yang telah dicetak beberapa kali.

Di antara kaedah-kaedah yang diperbicarakan adalah:
a) Muhasabah
-apabila kita hendak melakukan atau memperkatakan sesuatu hendaklah berfikir dahulu natijah daripada perkara tersebut samada ia baik ataupun buruk supaya apabila berada di padang Mahsyar kelak ,ketika Allah  ـ menyoal akan perbuatan kita tersebut,kita boleh menjawabnya dengan yakin.
b) Mendapat keredhaan Allah ـ
-melakukan setiap perkara hanya untuk mendapatkan keredhaan Allah ـ. Maka,dengan sikap sebegini setiap perbuatannya akan dilakukan dengan berhati-hati dan tekun. Lantas, terbitlah ikhlas di dalam segala amalannya.
c) Rahmat
-memandang setiap muslimin itu dengan kasih sayang tanpa mengira darjatnya ataupun bangsanya.
d) Kemuliaan Akhlak
-apa sahaja perkara baik yang kita inginkan terjadi pada diri kita, perlulah dibuat pada setiap makhluk Allah yang lain. Sesungguhnya Allah ـ akan memberi balasan kepada hambaNya mengikut sikap dan akhlak pergaulannya terhadap manusia yang lain.

Zaman Sayyid Ahmad ibn Idris merupakan zaman kebangkitan penyebaran Islam yang bertembung dengan penyebaran Agama Kristian. Di sinilah letaknya rahsia di sebalik tujuan penghantaran anak muridnya al Mirgahni ke kawasan Timur Sudan dan Euthopia, untuk menyeru manusia kepada Islam yang pada waktu itu berlaku perlawanan yang hebat di antara penganut Agama Kristian dengan Islam.

Dengan usaha yang dilakukan oleh al Mirgahni, maka beribu-ribu penganut ajaran penyembah berhala telah memeluk Islam dan terselamat daripada menjadi penganut Agama Kristian.

Sayyid Ahmad ibn Idris dan anak-anak muridnya juga memasuki kawasan perkampungan dan pedalaman di samping mengambil berat tentang keperluan dan kemudahan kehidupan mereka. Dengan cara mendekati kehidupan mereka ini, maka senanglah bagi Sayyid Ahmad ibn Idris untuk mengubah kehidupan mereka, seterusnya menerima dakwah yang diusahakannya.

Pendekatan ini lebih kerap dilakukan oleh Sayyid Ahmad ibn Idris pada peringkat terakhir kehidupannya.Beliau sendiri pergi memasuki kawasan selatan Mesir dan berpindah dari satu kampung ke satu kampung selama lima tahun dan akhirnya beliau mengakhiri hidupnya di daerah Asir sebuah kawasan berbukit-bukau yang didiami oleh orang-orang Badawi.

Sayyid Ahmad ibn Idris membina pusat pembangunan Islam untuk pelbagai kegunaan seperti tugas-tugas dakwah, pengajaran, penghidupan dan jihad. Usaha ini telah diteruskan oleh anak-anak muridnya. Mereka menyebarkan dakwah dengan membina tempat-tempat untuk dijadikan sebagai markaz penyebaran ilmu di kebanyakan tempat di dunia islam.

Beliau tidak pernah menggunakan senjata sebagai suatu alternatif untuk berdakwah melainkan dengan jalan aman dan berhikmah.
Di antara kata-kata yang pernah diungkapkan kepada anak-anak muridnya:
Sekiranya kamu mampu untuk tidak luput walau satu nafas dari nafas-nafas kamu melainkan mengingati Allah ـ,maka lakukanlah.

Sumbangan beliau di dalam bidang dakwah amatlah besar kerana melalui methode dakwah beliau, berjuta-juta manusia memasuki Islam, ramai anak murid beliau menjadi ulama’ besar di zaman mereka, banyak pergolakan di sesetengah negara Islam dapat dileraikan  serta banyak lagi impak yang berlaku melalui dakwah beliau.

Segalanya adalah kerana asbab tariqat yang di bawa oleh beliau serta strategi dakwahnya yang amat efisyen pada zaman tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahawa sumbangan besar beliau adalah berdasarkan jalan sufiyyah yang menekankan aspek pentarbiahan rohani, makrifah dan ilmu.

Asal-usul Tariqat Ahmadiah (Idrisiyah)

Sayyid Ahmad ibn Idris pada asalnya tidak mengambil sebarang tariqat sehinggalah beliau mendapat kepercayaan dan keizinan mengajar daripada gurunya-gurunya. Ini membuktikan bahawa sebelum beliau mengambil tariqah, beliau sudah menjadi seorang yang alim dan pakar dalam ilmu agama.
Beliau telah menerima banyak tariqat,antaranya adalah:

1) al Khidiriah al ‘Aziziah yang diterima daripada Sayyid Abdul Wahhab al Tazi al Hasani
2) al Syazuliah yang diterima daripada Sayyid Abu al Qasim al Wazir al Ghazi
3) al Khalwatiah yang diterima daripada al Arif billah Syeikh Hasan Bik al Qinaei

Sebelum beliau belajar dengan Sayyid Abdul Wahhab al Tazi, beliau belajar dengan Sayyid Muhammad al Majidiri. Beliau merupakan ulama’ yang masyhur di Syanqit dan sering ulang alik ke Fas. Sayyid Ahmad ibn Idris mengambil peluang tersebut untuk belajar dengan beliau. Sayyid Ahmad ibn Idris juga telah mempelajari beberapa kitab hadis dan kitab-kitab lain serta menerima ijazah Hizb al Saifi dan Tariqah al Syazuliah.

Kemudian  beliau belajar pula dengan Sayyid Abdul Wahhab al Tazi yang merupakan guru kepada Sayyid Muhammad al Majidiri.Tergolong dalam golongan mu’ammarin (Orang yang mempunyai usia yang panjang) kerana usianya menjangkau hampir 130 tahun. Selepas kewafatannya,Sayyid Ahmad ibn Idris ingin berguru dengan sahabat Sayyid Abdul Wahhab al Tazi, Sayyid Abdullah yang merupakan seorang arifin yang tinggi darjatnya. Beliau pun bermunajat dan beristikharah kepada Allah ـ agar diberikan petunjuk. Akhirnya, beliau tidak ditaqdirkan oleh Allah ـ untuk berguru dengan Sayyid Abdullah tetapi berguru dengan Sayyid Abu al Qasim al Ghazi yang merupakan seorang wali Allah. Semasa belajar dengan beliau, Sayyid Ahmad ibn Idrisس mendapat pengetahuan yang luas tentang tariqat.

Selepas kewafatan Sayyid Abu al Qasim, beliau berdoa kepada Allah ـ, agar ditunjukkan kepadanya seorang syeikh murabbi sama ada di timur atau pun dibarat. Beliau berkata:berkhidmat kepada guru-guru bagi saya adalah satu keuntungan yang besar. Saya menyangka bahawa saya tidak akan berhenti daripada berguru dengan seorang guru demi seorang guru, tetapi Allah ـ telah mengilhamkan kepada saya bahawa tiada lagi guru yang boleh memberikan manfaat kepada saya selepas ini melainkan al Quran. Maka selepas itu, saya pun menghabiskan masa selama beberapa tahun dengan hanya membaca al Quran dan mengkaji serta meneliti isi kandungannya. Selepas itu, Rasulullah ص mempersaudarakan saya dengan al Quran dan memerintahkan saya supaya mengajar apa sahaja ilmu-ilmu dan rahsia-rahsia yang saya perolehi.”

Oleh yang demikian, apabila Sayyid Ahmad ibn Idris ditanya tentang sesuatu daripada ayat al quran, maka beliau akan menerangkan tentang hakikat-hakikat dan kehalusan makna-makna al Quran dengan penerangan yang melebihi tahap tahap pemikiran seorang manusia dan tidak dapat ditandingi oleh ulama’ yang lain.

Setelah itu, Sayyid Ahmad ibn Idris dipertemukan dengan Rasulullah SAW secara jaga yang menjadi detik permulaan beliau menisbahkan nama tariqatnya kepada namanya sendiri, iaitu Tariqat al Ahmadiah al Muhammadiah.

Sayyid Ahmad ibn Idris wafat pada 21 Rejab 1253 Hijrah bersamaan 1837 Masihi pada malam Sabtu di antara Maghrib dan Isyak .Ada pendapat mengatakan beliau wafat di atas riba anak muridnya, Sayyid Ibrahim al Rasyid. Sayyid al Soleh al Syeikh Ahmad Uthman al ‘Uqaili dilantik untuk memandikan jenazahnya. Al Allamah al Wali Sayyid Yahya ibn Muhsin al Ni’ami al Husaini menyembahyangkan jenazahnya di atas permintaan anakandanya Sayyid Muhammad ibn Ahmad ibn Idris. Beliau dikebumikan di Sabya yang merupakan Tanah Yaman (Sekarang di bawah kuasa kerajaan Saudi).

Semenjak dari dulu lagi, kebanyakan ahli masyarakat memandang status ulama’ Tasawwuf hanya sebagai ahli ibadah dan mendidik anak-anak murid hanya untuk beribadah. Keilmuan mereka juga dibataskan hanya dalam ruang lingkup ibadah yang tidak berdasarkan dalil yang sohih, malah banyak menjurus kepada ilham dan mimpi serta meninggalkan medan perjuangan.

Mereka sebenarnya tidak nampak dan masih kabur terhadap realiti yang sebenarnya. Menyingkap kepada faktor sejarah Islam yang makin disepikan, ramai di kalangan ulama’ tasawuf merupakan pejuang dan pendakwah yang hebat. Malahan lebih hebat daripada itu, mereka membenamkan diri dalam arena perjuangan menegakkan kesucian kalimah Allah ـ dengan mengajak umat kearah kebenaran dan kedamaian.

Sayyid Ahmad ibn Idris sendiri mengakhiri riwayat kehidupannya di Yaman ketika sedang berdakwah di sana, sedangkan beliau berasal dari kota Fas, Morocco.

Ramai dari kalangan ulama’ Tasawuf mempunyai kehebatan yang tinggi dalam bidang keilmuan ahl Feqah yang tidak membidangi ilmu Tasawuf pada zamannya.

 Dan salah satu peninggalan beliau adalah Sholawat 'adhimiyah. Yang masyhur dikalangan para habaib dan muhibbin
Berikut ini Sholawat 'adhimiyah 


صلوات عظمية لسيد أحمد بن إدريس رضي الله تعالى عنه

                                                   بسم الله الرحمن الرحيم  

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ  بِنُورِ وَجْهِ اللهِ الْعَظِيْمِ, الَّذِى مَلأَ أَرْكَانِ عَرْشِ اللهِ الْعَظِيْمِ, أنْ تُصَلِّيَ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ذِى الْقَدْرِ 

الْعَظِيْمِ, وَعَلَى آلِ نَبِيِّ اللهِ الْعَظِيْمِ, بِقَدْرِ عَظَمَةِ ذَاتِ اللهِ الْعَظِيْمِ, فِي كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ عَدَدَمَا فِى عِلْمِ اللهِ  الْعَظِيْمِ, صَلاَةً

 دَائِمَةً بِدَوَامِ اللهِ  الْعَظِيْمِ, تَعْظِيْمًا لِحَقِّكَ يَامَوْلاَنَا يَا مُحَمَّد يا أحمد يا ابوالقاسم  يَاذَا الْخُلُقِ الْعَظِيْمِ, وَسَلِّمْ عَلَيْهِ  وَعَلَى آلِهِ

 مِثْلَ ذَلِكَ, وَاجْمَعْ بَيْنِى وَبَيْنَهُ كَمَا جَمَعْتَ بَيْنَ الرُّوحِ وَالنَّفْسِ, ظَاهِرًا وَبَاطِنًا, يَقْظَةً وَمَنَامًا, وَاجْعَلْهُ يَارَبِّ رُوْحًا لِذَاتِى

 مِنْ جَمِيْعِ الْوُجُوهِ فِى الدُّنْيَا قَبْلَ اْلآخِرَةِ يَاعَظِيْمُ. 

Alloohumma innii as-aluka binuuri wajhillaahil ‘azhiim, alladzii mala`a arkaana ‘arsyillaahil ‘azhiim, waqaamat bihii ‘awaalimulloohil ‘azhiim, an tushalliya ‘alaa sayyidinaa muham-madin dzil qadril ‘azhiim, wa ‘alaa aali nabiyyillaahil ‘azhiim biqadri ‘azhamati dzaa-tillaahil ‘azhiim, fii kulli lamhatin wanafasin ‘adada maa fii ‘ilmillaahil ‘azhiim. Shalaatan daa-imatan bidawaamillaahil ‘azhiim, ta’zhiiman lihaqqika yaa maulaanaa, yaa muhammad, yaa dzal khuluqil ‘azhiim, wasallim ‘alaihi wa ‘alaa aalihii mitsla dzaalik. Wajma’ bainii wabainahuu kamaa jama’ta bainar-ruuhi wan-nafsi zhaa-hiran wabaathinan, yaqzhatan wamanaaman. Waj’alhu yaa rabbi ruuhan lidzaatii min jamii’ail wujuuhi fiddunyaa qablal aakhirati yaa ‘azhiim.

Artinya : Ya Allah! Aku memohon kepada-Mu dengan perantaraan Nur ‘Wajah’ Allah yang Agung, yang memenuhi tiang-tiang penyanggah ‘arasy Allah Yang Maha Agung; yang dengan (perantaraan Nur Allah tersebut) terciptalah seluruh alam semesta Allah Yang Maha Agung. Kiranya Engkau melimpahkan rahmat ta’zhim kepada junjungan kita Nabi Muhammad yang memiliki kedudukan yang agung, dan juga kepada keluarga Nabi Allah yang besar, berkat kedudukan Keagungan Dzat Allah Yang Maha Agung. Shalawat yang terus menerus berkat Keabadian Alah Yang Maha Agung, sebagai Pengagungan terhadap Hak-hak-Mu, wahai Tuhan kami. Wahai Muhammad! Wahai Pemilik budi pekerti yang agung! Dan limpahkan salam sejahtera kepada beliau dan keluarganya seperti itu. Kumpulkanlah antara aku dan beliau, sebagaimana Engkau kumpulkan antara ruh dan jiwa, zhahir dan bathin, bangun dan tidur. Serta jadikanlah beliau, wahai Tuhanku, sebagai ruh bagi jasadku dari seluruh segi di dunia sebelum akhirat, Wahai Yang  Maha Agung   

Beberapa riwayat tentang Sholawat 'Adzimiyah

Sayyid Habib Al-Haddar Muhammad Al-Haddar mengatakan : " Barang siapa membaca shalawat Azhimiyyah 3 kali, maka dia akan mimpi bertemu nabi SAW ".

Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki berkata : "
Barang siapa membacanya sebanyak 7 kali
sebelum waktu shubuh, maka ia dapat berguna untuk mimpi bertemu Nabi SAW". 

Habib Ahmad bin Hasan Ra. berkata: " Aku
memberi salah seorang sadah (keturunan ahlul bait) ijazah untuk membaca sholawat ini, setelah beliau meninggal dunia, aku mimpi bertemu dengannya, ia berkata kepadaku : 'ketika jasadku diletakkan di kubur, datang makhluk yang menakutkan dari alam barzakh. Sholawat Agung (Azhimiyyah) ini melindungiku hingga lenyaplah rasa takut dari hatiku".

Ada sebuah peristiwa menakjubkan sehubungan dengan shalawat ini . Al-Arif billah Habib Abu Bakar bin Abdullah 'Atthas memperoleh shalawat ini dari sayyid Ahmad bin Idris secara langsung .

beliau lalu menulis shalawat ini dan menyimpannya dalam tas pakaian. sewaktu
berlayar dilaut , seorang darwis ahli sir batin dan kasyaf melihat cahaya keluar dari tas Habib Abu Bakar hingga ke langit. Ia lalu memberitahukan apa yang dilihatnya kepada Habib Au Bakar.
habib abu Bakar berkata kepadanya, " Tas ku ini hanya berisi pakaian dan shalawat". habib Abu Bakar lalu menunjukan sholawat itu kepada si Darwisy.

Sayid Ahmad Syarif as-Sanusi Ra. meriwayatkan
bahwa Sayid Muhammad bin Ali as-Sanusi Ra. suatu ketika menerangkan keutamaan membaca shalawat ‘Azhimiyyah, bahwa sesungguhnya membaca Shalawat ‘Azhimiyyah sekali menandingi bacaan Kitab Shalawat Dala-ilul khairat sebanyak 33.333 kali. Ditanyakan mengapa demikian? Karena keutamaan Shalawat Azhimiyyah itu disebabkan keutamaan para Guru-guru Ra. (yang meriwayatkannya).

Kamis, 29 Januari 2015

Sholawat Masyisyiyah Syaikh Abdussalam

Nama lengkap Syaikh Ibnu Masyisy adalah Sayidina Syaikh. Abu Abdillah Abdussalam Ibn Masyisy Ibn Abi Bakar Ibn Ali Ibn Hurmah Ibn Isa Ibn Salam Ibn Mizwar Ibn Ali Ibn Haidarah Ibn Muhammad Ibn Idris al-Azhar (almatsana) Ibn Idris al-Akbar Ibn Abdullah al-Kamil Ibn al-Hasan al-Mutsanna Ibn al-Hasan Ibn Ali bin Abi Thalib suami Fatimah az-Zahra putri Rasulullah. 
Syaikh Ibnu Masyisy lahir pada tahun 559 H. Wafat pada tahun 662 H. 

Beliau merupakan maha guru dari 3 wali Qutub; Sayyid Ibrahim al-Dasuqiy,Sayyid Ahmad al-Badawiy dan Syaikh Abul Hasan al-Syadzilliy Alhasany

Dhabit (catatan) lafaz Masyisy, ada yang membacanya dengan huruf Ba menggantikan Mim, menjadi Basyisy yang dalam bahasa Maziniyah berarti seorang pelayan yang memiliki kecerdesan luar biasa.

Ibnu Masyisy belajar membaca, menulis dan menghafal al-Qur’an di Kuttab (tempat yang digunakan untuk mengajarkan anak-anak kecil membaca, menulis dan menghafal al-Qur’an) dan dia telah hafal al-Qur’an sejak berumur kurang dari 12 tahun kemudian pergi menuntut ilmu. Syaikh Ibnu Masyisy mumpuni dalam bidang ilmu juga memiliki kezuhudan yang tinggi, Allah menyatukan dalam dirinya dua kemulian, dunia dan Agama, serta menjaga keutamaan keyakinan yang haqiqi. Dan Ibnu Masyisy mendapatkan keberhasilan atas kesungguhan kemauan dan cita-citanya, seorang yang tidak pernah menyimpang dari jalan syari’at sehelai rambut pun, berpegang teguh pada Agama dan menyampaikan keutamaan-keutamaannya.

Pada hari beliau dilahirkan, syaikh Abdul Qadir al-Jilaniy mendengar suara hatif (bisikan ruhani); “Ya syaikh Abdul Qadir, cermatilah keadaanmu kepada penduduk kota maroko, sesungguhnya yang akan menjadi wali Qutub di kota tersebut telah dilahirkan.

Syaikh Ibnu Masyisy memiliki kesungguhan dan kemauan yang keras dalam menuntut ilmu serta menjaga aurad  (bacaan-bacaan dzikir dan do’a) sehingga dia sampai kepada jalan menuju ma’rifah kepada Allah, maka Ibnu Masyisy mumpuni dalam bidang ilmu juga mendapatkan puncak kezuhudan. Di antara guru-gurunya dalam bidang ilmu pengetahuan adalah Syaikh Ahmad yang di juluki (aqtharaan), dimakamkan di daerah Abraj dekat pintu Tazah. 

Di antara para gurunya dalam bidang tasawwuf Syaikh Abdurrahman al-Madaniy yang terkenal dengan az-Zayyaat, dari beliau Ibnu Masyisy belajar tentang ilmu mua’amalah dengan masyarakat yang sumbernya berakhlak sesuai dengan akhlak Rasulullah sehingga dari ilmu tersebut Ibnu Masyisy mendapatkan yang lebih banyak.

Barang kali, penyebab tidak terlalu banyak warisan peningalan Syaikh Abdussalam Ibn Masyisy, meskipun kedududakannya tinggi. Salah satu murid beliau adalah Imam Abu al-Hasan as-Syaziliy, mengatakan: “Bahwa Syaikh Ibn Masyisy ulama yang masturul Hal (sangat tertutup) dan tidak ingin di kenal oleh manusia, di antara do’anya “Ya Allah aku mohon kepada-Mu agar makhluk berpaling dariku sehingga tidak ada tempat kembali bagiku selain kepada-Mu“. Allah mengabulkan permohonan Syaikh Ibnu Masyisy tersebut karena sangat ketertutupannya itu sampai tidak ada yang mengenal beliau kecuali Syaikh Abu al-Hasan as-Syaziliy yang sebuah thariqah dinisbahkan kepadanya. 

Adapun beberapa peninggalan ilmiyah Syaikh Ibnu Masyisy yang sampai kepada kita melalui muridnya Syaikh Abu al-Hasan as-Syaziliy adalah sekumpulan nasehat yang mengagumkan dengan ungkapan yang bersih, jernih selaras dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, di antaranya adalah: “Syaikh Abu al-Hasan as-Syaziliy berkata: “Guruku mewasiatkan kepadaku dan dia berkata:” Jangan kamu langkahkan kedua kakimu kecuali kamu hanya mengharap balasan dari Allah, janganlah kamu duduk kecuali kamu merasa aman dari maksiat kepada Allah dan jangan kamu berteman kecuali dia dapat menolongmu untuk ta’at kepada Allah“.

Dan Ibnu Masyisy berkata secara langsung kepada Abu al-Hasan as-Syaziliy: Senantiasalah kamu suci dari rasa ragu dan dari kotoran dunia, ketika kamu dalam keadaan kotor maka bersucilah, ketika kamu mulai cenderung kepada syahwat dunia maka perbaikilah dengan bertaubat, jangan sampai kamu dirusak dan ditipu hawa nafsu, maka dari itu senantiasalah kamu merasa dekat kepada Allah dengan penuh ketundukan dan ketulusan hati.

Salah satu teks penting yang sampai kepada kita dari Syaikh Abdussalam Ibn Masyisy adalah teks “shalawat Masyisyiah”, yaitu sebuah teks shalawat yang unik jika kata-katanya itu berbaur atau diucapkan oleh ruh maka akan membuat pemilik ruh tersebut terasa melayang di udara dari keluhuran dan keindahan alam malakut. Dan teks tersebut merupakan titik perhatian para pensyarah (komentator).

Banyak ulama yang ambil bagian dalam memberikan syarh (komentar) atas shalawat Masyisyiyah di antaranya: Imam Ahmad Ibn Ajibah, Syaikh Ahmad al-Shawiy al-Malikiy dan Syaikh Abdullah Ibn Muhammad al-Ghumariy.

Penyebab Imam Ibnu Masyisy keluar dari khalwatnya menentang Ibnu Abi al-Thawaajin al-Kattamiy seorang penyihir yang mengaku nabi, beliau telah mempengaruhi sebagian orang pada masanya, dan melakukan perlawanan atas dia dan para pengikutnya dengan logika dan dalil-dalil syar’i baik ucapan dan perbuatan dengan serangan atau perlawanan yang keras, mereka memotivasi untuk melakukan tipu daya dan persekutuan untuk membunuhnya, maka ia mengutus sebuah kelompok kepada Syaikh itu untuk menjebak beliau sehingga beliau turun dari khalwatnya untuk berwudhu dan shalat subuh dan di sanalah mereka membunuhnya pada tahun 662 H, semoga Allah merahmati dengan rahmat yang luas, dan mengumpulkan kami bersama dengan beliau ditempat yang diridhai Allah.

Beliau memiliki karya berbentuk tulisan yang berupa buku kumpulan refleksi tentang kehidupan beragama dan politik pada masanya ,serta pidato terkenal Nabi Muhammad (Kitab tasilya) yang ditulis ulang dan dikomentari oleh Syeh Ahmad ibn Ajiba (1747-1809),seorang ulama besar Maroko Abad 18. Selain itu, Ia adalah penulis dari sholawat indah dan keramat  yang sangat terkenal, yaitu Sholawat Masyisyiyah yang sering diwiridkan dipesantren pesantren Nusantara.

Di Maroko ,sholawat ini masih lestari dan sering dibacakan secara berjama’ah di masjid masjid, zawiyah sufiyah sampai seringkali  terdengar di radio radio kerajaan. Dan ini adalah upaya baik Kerajaan Maroko dalam melestarikan karya ulama’ agar tidak tergerus masa ,sekaligus upaya pengingat masyarakat untuk selalu bersholawat ,dan salam kepada Junjungan Kanjeng Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi wasallam.

Sholawat Masyisyiyah

Untuk menghindari gangguan ghaib, terlebih gangguan Tuyul, santet dll maka di antara SHOLAWAT yang ampuh adalah dengan membaca

“Sholawat Masyisyiyah”,

disamping sholawat tersebut mempunyai Fadhilah yang luar biasa, Sholawat Masyisyiyah juga memiliki keistimewaan,.

Barangsiapa yang membaca Sholawat Masyisyiyah 10 kali, maka Insyaallah urusan rizkinya akan di mudahkan oleh Allah,.

Untuk menangkal gangguan thuyul, ada beberapa kaifiyah dalam membaca Sholwat tersebut,.

di antara kaifiyahnya adalah dibaca setelah menunaikan Sholat Subuh sebanyak Tuju kali di dalam rumah, selanjutnya sebagai berikut :

1. Bertawasul atas Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wasalam
2. Bertawasul atas Syaikh Abdul Qodir Al Jilani
3. Bertawasul atas Syaikh ‘Abdis Salam bin Masyisy Alhasny
4. Kemudian membaca Sholawat Masyisyiyah sebanyak 7 kali,. 

Adapun Sholawatnya adalah sebagai berikut 

بسم الله الرحمن الرحيم 
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مَنْ مِنْهُ انْشَقَّتِ اْلاَسْرَارُ.وَانْفَلَقَتِ اْلاَنْوَارُ.  وَفِيْهِ ارْتَقَتِ الْحَقَائِقُ . وَتَنَزَلَتْ عُلُومُ سَيِّدِنَا اٰدَمَ عَلَيْهِ السّلاَ م فَاَعْجَزَالْخَلاَئِقُ . وَلَهُ تَضَاءَلَتِ الْفُهُومُ فَلَمْ يُدْرِكْهُ مِنَّا سَابِقٌ وَلاَ لاَحِقٌ . فَرِيَاضُ الْمَلَكُوْتِ بِزَهْرِ جَمَالِهِ مُوْنِقَةٌ . وَحِيَاضُ الْجَبَرُوْتِ بِفَيْضِ اَنْوَارِهِ مُتَدَفِّقَةٌ . وَلاَ شَيْئَ اِلاَّهُوَ مَنُوْط اِذْ لَوْلاَ الْوَاسِطَةٌ لَذَهَبَ كَمَا قِيْلَ الْمَوْسُوْط . صَلاَةً تَلِيْقُ بِكَ مِنْكَ اِلَيْهِ كَمَا هُوَ اَهْلُهُ . اَللَّهُمَّ اِنَّهُ سِرُّكَ الْجَامِعُ الدَّالُّ عَلَيْكَ وَحِجَابُكَ اْلاَعْظَمُ اْلقَائِمُ لَكَ بَيْنَ يَدَيْكَ . اَللَّهُمَّ أَلْحِقْنِى بِنَسَبِهِ . وَحَقِّقْنِىْ بِحَسَبِهِ . وَعَرِّفْنِىْ اِيَّاهُ مَعْرِفَةً اَسْلَمُ بِهَا مِن مَوَارِدِ الْجَهْلِ . وَاَكْرَعُ بِهَا مِنْ مَوَارِدِ الْفَضْلِ . وَاحْمِلْنِىْ عَلَى سَبِيْلِهِ إِلَى حَضْرَتِكَ حَمْلاً مَحْفُوْفًا بِنُصْرَتِكَ . وَاقْذِفْ بِىْ عَلَى الْبَاطِلِ فَأَدْمَغَهُ . وَزُجَّ بِىْ فِيْ بِحَارِ اْلاَحَدِيَّة . وَنْشُلْنِيْ مِنْ اَوْحَالِِ التَّوْحِيْدِ . وَأَغْرِقْنِيْ فِيْ عَيْنِ بَحْرِ الْوَحْدَةِ حَتَّى لاَأَرَى وَلاَ اَسْمَعَ وَلاَ اَجِدَ وَلاَ اُحِسَّ اِلاَّ بِهَا . وَاجْعَلْ حِجَابَ اْلاَعْظَمَ حَيَاةَ رُوْحِىْ وَرُوْحَهُ سِرَّ حَقِيْقَتِىْ وَحَقِيْقَتَهُ جَامِعَ عَوَالِمِيْ بِتَحْقِيْقِ الْحَقِّ اْلاَوَّلِ . يَا اَوَّلُ يَاآخِرُ يَاظَاهِرُ يَا باَطِنُ . اِسْمَعْ نِدَائِى بِمَا سَمِعْتَ بِهِ نِدَاءَ عَبْدِكَ زَكَرِيَّا عَلَيْهِ السّلاَمُ . وَانْصُرْنِيْ بِكَ لَكَ . وَاَيِّدْنِيِْ بِكَ لَكَ . وَاجْمَعْ بَيْنِىْ وَبَيْنَكَ وَحُلْ بَيْنِىْ وَبَيْنَ غَيْرِكَ . اَللهُ اللهُ اللهُ . إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآَنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ . رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَداً . إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا . صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ وَتَحِيَّاتُهُ وَرَحْمَاتُهُ وَبرَكَاتُهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ النَّبِىِّ الأُمِّىِّ وَعَلَى آلِه وَصَحْبِهِ عَدَدَ الشَّفْعِ وَالْوَتْرِ وَعَدَدَ كَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ الْمُبَارَكَاتِ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رب العالمين 

Penjelasan:

Dalam kitab Afdhalush Shalawat 'Alaa Sayyidis Saadaat dijelaskan mengenai shalawat masyisiyah sebagai berikut:

 هذه صلاة سيدي عبد السلام بن مشيش وهي من أفضل الصيغ المشهورة ذات الفضل العظيم. قال العلامة السيد محمد عابدين صاحب حاشية الدر في ثبته صلاة الشيخ الإمام القطب العارف بالله تعالى والدال عليه ذي الطريقة السنية المستقيمة والأحوال السنية العظيمة شريف النسب وأصيل الحسب سيدنا ومولانا السيد الشريف عبد السلام بن بشيش يقال بالباء في أوله وبالميم الحسني المغربي التي أولها اللهم صلى على من منه انشقت الأسرار وانفلقت الأنوار الخ

Artinya: 

"Shalawat di atas ini merupakan shalawat milik Sayyidi asy-Syaikh Abdus Salaam ibn Masyisy dan ia merupakan salah satu di antara sighat shalawat yang paling utama dan terkenal serta memiliki keutamaan yang agung. As-Sayyid Muhammad Abidin, penulis Hasyiyah ad-durr dalam catatannya yang diberikan untuk mengomentarai shalawat ini mengatakan, "Pemilik shalawat ini merupakan seorang imam yang Mengenal Allah, pemilik jalan yang luhur dan lurus, yang bertahtakan ketulusan dan keagungan, berasal dari keturunan yang terhormat, junjungan kami, Sayyidina wa Maulana As-Sayyid Asy-Syarif Abdussalaam bin Basyisy atau al-Masyisy al-hasani al-Maghribi, shalawat tersebut yaitu: Allaahumma Shalli 'Alaa Man Minhun Syaqqatil Asraar wan falaqatil anwar dan seterusnya.

Cara Pengamalan

Cara mengamalkan Shalawat Masyisiyah bisa bermacam-macam disesuaikan dengan ijazah yang kita terima dari ulama yang secara khusus memberikan ijazah shalawat tersebut kepada kita. Adapun admin sendiri mendapatkan ijazah khusus untuk shalawat masyisiyah ini dari Syaikh Thaifur yang waktu pengamalannya yaitu setelah shalat Dzuhur sebanyak 1x dilanjutkan membaca shalawat fatih sebanyak 100 x. Adapun dalam kitab Afdhalush Shalawat 'Alaa Sayyidis Saadaat disebutkan salah satu cara pengamalan Syaikh Ahmad an-Nakhli sebagai berikut:

قد أوردها الشهاب أحمد النخلي وتلميذه الشهاب المنيني في ثبتيهما وذكر النخلي أنه أخذها عن الشيخ أحمد البابلي والشيخ عيسى الثعالبي قال وأمراني أن أقرأها بعد صلاة الصبح مرة وبعد صلاة المغرب مرة قال ورأيت في بعض التعاليق تقرأ ثلاث مرات بعد الصبح وبعد المغرب وبعد العشاء وفي قراءتها من الأسرار ومن الأنوار ما لا يعلم حقيقته إلا الله تعالى وبقراءتها المدد الإلهي والفتح البراني ولم يزل قارئها بصدق وإخلاص مشروح الصدر ميسر الأمر محفوظا بحفظ الله تعالى من جميع الآفات والبليات والأمراض الظاهرة والباطنة منصوراً على جميع الأعداء مؤيداً بتأييد الله العظيم في جميع أموره ملحوظاً بعين عناية الله الكريم الوهاب وعناية رسوله صلى الله تعالى عليه وعلى الآل والأصحاب وتظهر فائدتها بالمداومة عليها مع الصدق والإخلاص والتقوى ومن يطع الله ورسوله ويخش الله ويتقه فأولئك هم الفائزون ا.ه. وقد زاد بعض أكابر العارفين من مشايخ الطريقة الشاذلية فيها زيادات شريفة مزجها بها وجعلها وظيفة يقرؤها أهل طريقته العلية صباحاً ومساء نفعنا الله بهم. 

Artinya: "Syaikh Ahmad an-Nakhili dan muridnya, Asy-Syihab al-Manini menyebutkan shalawat ini di dalam makalah mereka. An-Nakhili menyebutkan bahwa ia menerima shalawat ini dari Syaikh Ahmad al-Babili dan Syaikh Isa ats-Tsa'alibi. Ia berkata, "Beliau menyuruhku untuk membacanya setelah shalat subuh satu kali dan setelah shalat maghrib satu kali." Ia melanjutkan, "Dan aku lihat dalam beberapa tulisan, bahwa shalawat ini dibaca masing-masing 3 kali, setelah shalat subuh, maghrib dan isya'. Di dalam membacanya terkandung beberapa rahasia dan cahaya pencerahan yang hakikatnya hanya diketahui oleh Allah. Dan dengan membacanya pula karunia-karunia ketuhanan dan pencerahan rabbani akan tergapai. orang yang mengamalkannya akan senantisa jujur dan ikhlas, hatinya senantiasa lapang dan urusannya dimudahkan, terlindung dalam penjagaan Allah dari semua bencana, kerusakan dan dari segala macam penyakit, lahir dan batin, dibantu dalam mengalahkan musuh dengan kekuatan Allah; segala urusannya dimudahkan dengan mendapatkan inayah dari Allah, Dzat Yang Maha Pemurah lagi Maha Pemberi, dan inayah dari rasulNya, semoga shalawat dan salam tercurahkan kepadanya dan kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya. Faidahnya akan tampak dengan mengamalkannya secara rutin dengan tulus, ikhlas dan takwa, "Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasulNya, takut kepada Allah dan bertakwa kepadaNya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan." Sebagian pemuka tarekat Syadziliyah menambahkan bacaan-bacaan pada shalawat ini, lalu mereka menjadikannya sebagai wiridan wajib bagi pengikut tarekat yang mulia ini, pada waktu-waktu pagi dan sore. Semoga Allah melimpahkan manfaatNya kepada kita. Amiin

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda