Rabu, 21 Januari 2015

Ju Panggola (syaikh kilat)


Ju Panggola adalah sebuah gelar atau julukan. Ju dalam bahasa Gorontalo yang artinya ya, dan Panggola berarti tua. Jadi, Ju Panggola berarti ya pak tua. 

Menurut sejarah, orang yang dijuluki Ju Panggola itu adalah Ilato yang berarti kilat. Ia adalah seorang Awuliya atau Wali yang menyebarkan agama Islam di Gorontalo dan memiliki kesaktian yang tinggi, yakni mampu menghilang dari pandangan manusia dan dapat muncul seketika jika Negeri Gorontalo dalam keadaan gawat. Ia dijuluki Ju Ponggala, karena ia selalu tampil atau muncul dengan profil kakek tua berjenggot panjang dan mengenakan jubah putih.

Ju Panggola meninggalkan sebuah aliran ilmu putih yang diterapkan lewat bela diri yang oleh masyarakat gorontalo di sebut dengan langga. Semasa masih hidup, Ju Panggola mewariskan ilmunya kepada murid-muridnya dengan cara meneteskan air mata pada mata mereka. Setelah itu, sang murid akan menguasai ilmu bela diri tersebut melalui mimpi atau pun gerakan refleks.

Lokasi Makam Ju Panggola dan Pengambilan Tanah

Makam Ju Panggola termasuk makam keramat dan tanah di sekitar makam itu senantiasa menebarkan bau harum. Menurut sejarah bahwa bukit tersebut pernah dihuni oleh beliau sebagai tempat bermunajat ke hadirat Allah SWT. Setiap pengunjung yang berziarah ke makam itu mengambil segenggam tanah untuk dijadikan azimat. Mereka percaya bahwa tanah tersebut dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit atau memperlancar rezeki. Ajaibnya, walaupun sudah ribuan pengunjung mengambil tanah di sekitar makam itu, namun tanahnya tetap utuh. Bahkan, tanah bekas galian tersebut tidak meninggalkan bekas lubang sedikit pun. Keajaiban tersebut masih dapat disaksikan hingga sekarang ini.

Makam tersebut terdapat dalam sebuah masjid yang bernama Masjid Ju Panggola. Orang gorontalo sering menyebutnya Masjid Quba. Konon, jika seseorang berdoa di masjid tersebut, permohonannya akan dikabulkan. Maka tidak heran, jika banyak pengunjung yang menyempatkan diri shalat dan berdoa untuk memohon kesembuhan dari berbagai penyakit, memperlancar rezeki dan lain sebagainya.

Gerbang Lokasi Makam Keramat Ju Panggola,

Lokasi Makam Ju Panggola terletak di Kelurahan Dembe I, Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo. Makam ini terletak sekitar 7 km dari pusat Kota Gorontalo dan 1 km ke arah barat dari lokasi Benteng Otanaha. Makam keramat ini terletak di atas bukit pada ketinggian 50 meter dari jalan raya. Tepat di perbatasan Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo. Walaupun letaknya berada di atas bukit, setiap hari makam ini tidak pernah sepi dari pengunjung, baik lokal maupun mancanegara. Dari atas bukit ini kita dapat melihat keindahan panorama Danau Limboto

Untuk mencapai lokasi, pengunjung dapat menggunakan kendaraan roda empat, roda dua maupun menggunakan kenderaan bentor. Pengunjung tidak dikenakan biaya tiket masuk. Dilokasi makam ini belum disediakan fasilitas penginapan bagi pengunjung. Hanya ada beberapa rumah warga yang boleh di gunakan untuk tempat istirahat sejenak bagi pengunjung yang berziarah ke Makam Ju Panggola.

Kisah lain Ju Panggola 

Ju Panggola sesungguhnya adalah gelar, yang artinya ”tokoh yang dituakan”. Orang Gorontalo di zaman dulu selalu mengenal Ju Panggola sebagai kakek tua yang berjubah putih yang panjangnya sampai ke lutut. 

Ia juga dikenal sebagai Ilato atau Raja Kilat, karena perjuangan melawan penjajah Belanda ia mampu menghilang, dan kembali muncul jika negeri dalam keadaan gawat. Karena jasa-jasanya, 

Ju Panggola mendapat gelar adat “Ta Lo’o Baya Lipu” atau “orang yang berjasa kepada rakyat”, sebagai lambang kehormatan dan keluhuran negeri.

Ju Panggola juga dikenal sebagai penyebar agama Islam. Berkat penguasaan ilmu agama yang tinggi, ia tidak saja dikenal sebagai Ulama, tapi juga sebagai Waliyullah. Dan sebagai pejuang, ia juga dikenal sebagai pendekar yang piawai dalam ilmu persilatan di Gorontalo yang disebut Langga. Berkat kesaktiannya, ia tidak perlu melatih murid-muridnya secara fisik, melainkan cukup dengan meneteskan air kepada kedua bola mata sang murid, dan setelah itu, kontan sang murid mendapatkan jurus-jurus silat yang mengagumkan.

Tapi ada versi legenda lain yang menyebutkan bahwa Ilato adalah “Raja”. Namun tidak ada yang dapat memastikan, apakah Ilato Ju Panggola adalah juga Raja Ilato putra Raja Amai yang bergelar “Matoladula Kiki” yang memerintah kerajaan Gorontalo pada 1550 – 1585, dan menetapkan Islam sebagai agama resmi kerajaan. Yang pasti, pada sebuah batu prasasti di bukit yang juga merupakan fondasi masjid Quba, tertera tulisan: Masjid Quba, tempat makam Ta’awuliya Raja Ilato Ju Panggola, Ta Lo’o Baya Lipu, 1673 M, wafat Ahad 1 Muharam 1084 H.

Menurut silsilah pada buku yang bertuliskan huruf Arab Pegon, maka Ju Panggola atau Raja Kilat (Ilato) merupakan titisan dari Raja-Raja besar di Gorontalo seperti Raja Matolodula Kiki, Raja Amay sampai kepada Raja Yilahudu / Matolodulada’a (pendiri Kerajaan Gorontalo). Ju Panggola diganti oleh anaknya sebagai Raja yaitu Raja Humonggilu pada tahun 1673. Anak perempuan Raja Kilat yaitu putri Tataydi adalah Ibu dari Jogugu Limboto, Wadipalapa sedang Putri Otu (anak Ju Panggola) dikawini Raja Walangadi I menghasilkan 9 anak antara lain, Raja Botutihe.
Raja Kilat (Ju Panggola) bersaudara tiga yaitu 
1. Raja Putri Moliye, 
2. Raja Kilat (Ju Panggola), 
3. Padudu. 
Raja Putri Moliye dimakamkan di Gunung di Pelabuhan Gorontalo (Ta toayabu), 
Padudu dimakamkan di Batuda’a pantai dan 
Raja Kilat dimakamkan di Kelurahan Dembe Kecamatan Kota Barat, berdekatan dengan Benteng Otanaha.

Dalam buku yang bertuliskan Huruf Arab Pegon Ju Panggola adalah seorang Aulia karena Aulianya kuburannyaselalu diziarahi oleh orang-orang dari segala penjuru. Jadi Ju Panggola ini bukan seperti cerita orang bahwa beluai adalah Ta Lobutaa To Putito (yang pecah dari telur), karena jelas silsilahnya dan bukan pula kembaran dari Tolangahula.

Adapun Putri Tolangahula (Putri Bulan Purnama) yang merupakan Raja pertama Kerajaan Limboto (1330), bahwa ketika dua orang perempuan yaitu Mbuibungale dan Mbuibintela bertengkar memperebutkan suatu benda yang berkilauan ditengah danau masing-masing mengaku benda itu miliknya. 

Tiba-tiba muncul seorang tinggi besar (Pembono Bulodo II anak dari Buluati, Raja Bolaang dengan istrinya Buluwinadi cucu Raja Suwawa) mengambil benda tersebut yang terbungkus daun teratai, setelah dibuka ternyata seorang bayi perempuan yaitu putri Tolangohula. Lelaki tersebut menanyakan kepada kedua permpuan yang bertengkar itu apa mereka sudah bersuami. Karena keduanya menjawab belum bersuami maka Pembono Bulodo II meminta untuk memperistrikan keduanya dan keduanya menerima pinangan tersebut sedangkan bayi tersebut dipelihara oleh salah satunya yaitu Mbuibungale. 

Perkawinan Pembono Bulodo II dengan Mbuibungale melahirkan anak laki-laki dengan nama Yilumoto (Luneto). Setelah dewasa Yilumoto dan Tolangohula menjadi suami istri.
Jadi dapat dilihat disini bahwa Tolangohula hidup pada sekitar Tahun 1330 sebagai Raja Pertama Kerajaan Limboto, sedangkan Ju Panggola / Aulia atau Raja Kilat / Raja Limboto hidup sekitar Tahun 1500-an.

Seperti halnya banyak legenda, sebuah versi mengatakan, Ju Panggola wafat di Mekah. Tapi versi lain menyebutkan, ia tidak wafat, melainkan raib, menghilang secara gaib. Lantas bagaimana dengan makam di balik mihrab masjid Quba yang di yakini sebagai makam Ju panggola? Menurut Farha Daulima, Budayawan Gorontalo, makam tersebut dibangun oleh warga setempat hanya berkat adanya keajaiban di tanah tempat makam itu kini berada.

Tanah yang berwarna putih itu baunya sangat harum. Menurut penuturan orang-orang tua dulu, Ju Panggola pernah berwasiat, “Dimana ada bau harum dan tanahnya berwarna putih di situlah aku,” di sana pula dulu Ju Panggola tinggal sekaligus berkhalwat. Itulah sebabnya warga setempat menganggap, disana pula Ju Panggola “beristirahat panjang.”

Makam Ju Panggola terdapat dalam sebuah bilik berukuran 3 x 3 m, lantainya dari keramik warna putih, sewarna dengan kain kelambu penutup tembok dinding yang menjuntai menyentuh lantai. Tanah makam berwarna putih dan harum itu sering diambil oleh para peziarah, karena mereka percaya, sejumput tanah makam itu dapat menjadi obat. 

Bahkan ada saja gadis-gadis yang membawa pulang segumpal tanah tersebut untuk digunakan sebagai bedak lulur, bahkan diyakini dapat mempercantik diri dan dapat mempermudah mendapat jodoh.

Dibulan ramadhan, makam ini penuh dengan orang berziarah. atau jika musim paceklik tiba, banyak orang berziarah kesana. Di makam Ju Panggola yang dikeramatkan itu mereka berkhalwat selama tujuh hari sambil berpuasa, membaca shalawat dan berdoa dengan khusuk. Ada pula sebagian peziarah yang melakukan ritus khusus dengan meletakkan sebotol air putih di makam sang Waliyullah selama tiga hari tiga malam. Mereka berharap air itu menjadi obat untuk segala macam penyakit. Wallahu’ A’lam. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar