Selasa, 13 Oktober 2015

Hukum Bercelak Mata Bagi Pria Dan Wanita

Anjuran Rasulullah tentang memakai celak mungkin sudah banyak terdengar dimana-mana. Bahkan banyak diantaranya yang menggunakan celak karena hal ini merupakan salah satu hal yang disunahkan oleh Rasulullah SAW.

Tidak heran bahwa sekarang banyak sekali wanita yang menggunakan celak karena selain menunjang penampilan, hal tersebut juga disunahkan oleh Rasulullah. Terlebih kepada mereka para wanita yang sudah bersuami.

Bercelak sendiri dibedakan menjadi dua macam. 

Yang pertama adalah bercelak untuk menguatkan pandangan, mengobati rabun, atau untuk membersihkan pandangan mata tanpa ada maksud berhias sedikit pun. Bahkan Rasulullah SAW pun menggunakan celak pada kedua mata beliau. Dan akan lebih baik lagi jika memakai itsmid.

Yang kedua adalah bercelak dengan tujuan untuk berhias diri. Jenis seperti ini biasanya dilakukan oleh para wanita. Karena anjuran seorang wanita untuk mempercantik dan berhias diri untuk suaminya.

Namun dalam hal ini ditegaskan bahwa terdapat larangan yang mana laki-laki tidak boleh meniru kebiasaan yang menyerupai perempuan. Begitu juga dengan sebaliknya. Jangan hanya dengan bercelak lantas dijadikan sebagai alasan untuk menyerupai perempuan.

Pada dasarnya, memakai celak dikatakan boleh. Karena justru hal tersebut lah yang disyari'atkan kepada kaum laki-laki maupun perempuan dengan kadar yang sama.

Dalam hadits lain dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Rasulullah SAW mempunyai bekas celak mata khas. Apabila mencelak matanya, Baginda SAW menyapu sebanyak tiga kali” (Ibnu Majah – At Tibbun Nabawi).

Jadi, ulama telah menetapkan bawasannya bercelak untuk laki-laki dan perempuan adalah diperbolehkan. Tidak ada yang melarangnya melainkan bila seorang tersebut tengah mengerjakan ibadah haji. Maka hukumnya adalah makruh.

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwasanya celak dapat menyehatkan mata dan memperjelas penglihatan atau pandangan mata. Dan hal ini telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melalui sabdanya yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas:

اكْتَحِلُوا بِالإِثْمِدِ فَإِنَّهُ يَجْلُو البَصَرَ، وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ

“Celakilah mata kamu dengan itsmid, sesungguhnya dia dapat memperjelas penglihatan dan menyuburkan bulu mata” HR Tirmidzi

Akan tetapi celak lebih identik dengan kewanitaan, yakni “celak lebih banyak digunakan oleh para wanita”. Lantas bagaimanakah hukum penggunaan celak untuk para lelaki ??

Maka jawabannya adalah boleh. Karena nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam pun menggunakan celak setiap malam. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbbas:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَتْ لَهُ مُكْحُلَةٌ يَكْتَحِلُ بِهَا كُلَّ لَيْلَةٍ ثَلَاثَةً فِي هَذِهِ، وَثَلَاثَةً فِي هَذِهِ

“Bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam memiliki celak. Dia bercelak setiap malam 3 kali pada mata yang ini dan 3 kali pada mata sebelahnya” HR Tirmidzi

Dalam riwayat lain, Rasulullah menggunakannya sebelum tidur.

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَكْتَحِلُ بِالْإِثْمِدِ كُلَّ لَيْلَةٍ قَبْلَ أَنْ يَنَامَ، وَكَانَ يَكْتَحِلُ فِي كُلِّ عَيْنٍ ثَلَاثَةَ أَمْيَالٍ

“Bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bercelak dengan itsmid setiap malam tatkala sebelum tidur, dan beliau bercelak tiga kali pada setiap mata” HR Ahmad

Hukum Bercelak 

Hadits 1:
Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi bersabda:

اكْتَحِلُوا بِالْإِثْمِدِ فَإِنَّهُ يَجْلُو الْبَصَرَ وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ

“Bercelaklah kalian dengan itsmid, karena dia bisa mencerahkan mata dan menumbuhkan rambut.” (At Tirmidzi, 6/383/1679. Ahmad, 32/76/15341. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, 10/212/12325)

Status hadits:

Berkata At Tirmidzi: hasan gharib (ibid). Dishahihkan oleh Ibnu Hibban (Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri, Tuhfah Al Ahwadzi, 4/455. Al Hafizh Ibnu Hajar, Fathul Bari, 16/223). Syaikh Al Albani menshahihkan dengan lafazh seperti ini saja, tanpa kalimat tambahan. (Shahih At Targhib wat Tarhib, 2/236/2104)

Hadits 2:

Dari Jabir bin Abdullah, bahwa Nabi bersabda:

عَلَيْكُمْ بِالْإِثْمِدِ عِنْدَ النَّوْمِ فَإِنَّهُ يَجْلُو الْبَصَرَ وَيُنْبِتُ الشَّعَرَ

“Hendaknya kalian (bercelak) memakai itsmid ketika tidur, karena dia bia mencerahkan pandangan dan menumbuhkan rambut.” (HR. Ibnu Majah, 10/318/3487. Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, 5/430. Ini lafazh dari Ibnu Majah)

Status hadits:

Menurut Syaikh Al Albani: hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari. (Silsilah Ash Shahihah, 2/223/724)

Hadits 3:

Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi bersabda:

وَإِنَّ خَيْرَ أَكْحَالِكُمُ الْإِثْمِدُ يَجْلُو الْبَصَرَ وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ

“Sebaik-baiknya celak kalian adalah istmid, dia bisa mencerahkan pandangan dan menumbuhkan rambut.” (HR. Abu Daud, 10/378/3380. An Nasa’i, 15/351/5024. Ibnu Majah, 10/319/3488. Ahmad, 5/141/2109. Ibnu Hibban, 22/380/5514)

Status Hadits:

Imam Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab shahihnya. Imam At Trmidzi mengatakan: hasan shahih. (Imam Abu Thayyib Syamsul Haq Al ‘Azhim, ‘Aunul Ma’bud, 9/85)

Fiqih Hadits:

Itsmid dengan huruf hamzah dan mim dikasrahkan, adalah celak hitam. Dikatakan: dia adalah kata yang dipindahkan ke bahasa Arab. Berkata Ibnu Al Baithar dalam Al Minhaj: itu adalah celak dari daerah Ashfahan. Hal ini disukung oleh ucapan sebagian mereka, bahwa tsmid adalah barang tambang daerah masyriq (Timur). (Imam Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Ali Al Qayyumi, Al Mishbah Al Munir fi Gharibi Asy Syarh Al Kabir , 2/ 31)

As Sairafi mengatakan, Itsmid adalah serupa dengan batu untuk bercelak. (Murtadha Az Zubaidi, Tajjul ‘Aruus, Hal. 1912)

Itsmid dikenakan sebagai pelindung mata digosok di sekitar kelopak mata, sebagai obat dan penghias. (Mu’jam Lughah Al Fuqaha, Hal. 378)

Diceritakan bahwa itsmid merupakan batu hitam yang sudah dikenal, agak kemerahan, adanya di negeri Hijaz, namun yang paling bagus adalah dari Asbahan. Terjadi perselisihan, apakah itsmid itu merupakan nama batu yang diambil sebagai celak, atau dia adalah celak itu sendiri, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Sayyidih. Al Jauhari juga mengisyaratkan demikian, demikian pula dalam Fathul Bari. At Turbasyti mengatakan, itsmid adalah batu tambang dan disebutkan bahwa dia merupakan celak dari Ashfahan, yang mampu mengeringkan air mata dan bisul, menyehatkan mata dan pandangan, apalagi buat orang jompo dan anak-anak. (Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri, Tuhfah Al Ahwadzi, 4/455)

Makna ‘Rambut’ dalam hadits-hadits ini adalah Al Hudbu (bulu mata), yang tumbuh di asyfar (tempat tumbuhnya bulu mata). (Ibid)

Hadits-hadits ini menunjukkan sunahnya memakai celak, sebab diredaksikan dengan bahas perintah, yakni iktahiluu (bercelaklah kalian …) atau ‘Alaikum bil itsmid .. (hendaknya kalian menggunakan itsmid …). Ini semua menunjukkan anjurannya, termasuk buat laki-laki sebab kata perintah tersebut menggunakan dhamir untuk mudzakkar (MASKULIN) namun belum diketahui adanya ulama yang mengatakan wajib. Ada pun jika bercelak tujuannya untuk berhias seperti wanita, maka bukan hanya bercelak, yang lain pun tidak boleh jika dilakukan dengan tujuan menyerupai wanita.

Khusus bulan Ramadhan, para ulama berbeda pendapat, apakah dia bisa membatalkan puasa atau tidak, dan sebagian memakruhkannya, dan yang lain membolehkannya.

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:

اكْتَحَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ صَائِمٌ

“Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bercelak ketika dia sedang puasa.” (HR. Ibnu Majah, 5/189/1668)

Hadits ini dhaif, lantaran dalam sanadnya terdapat Sa’id bin ‘Abdi Al Jabbar Az Zubaidi Al Himshi. Imam Az Zaila’i mengatakan bahwa dia telah disepakati kedhaifannya. Imam At Tirmidzi mengatakan dalam masalah ini tak satu pun hadits yang shahih. (Imam Az Zaila’i, Nashbur Rayyah, 4/435-436. Al Hafizh Ibnu Hajar, Bulughul Maram, Hal. 120. No. 556. Darul Kutub Al Islamiyah).

Imam An Nawawi mengatakan, dalam Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab bahwa hadits ini dhaif, lantaran Said bin Abi Said ini seorang yang majhul (tidak dikenal). Namun, hal ini dibantah oleh Al Hafizh Ibnu Hajar, bahwa Said bin Abi Said ini tidak majhul, namun dia dhaif. Ibnu ‘Adi membedakan antara Said bin Abi Said A Zubaidi, katanya: majhul, dengan Said bin Abdil Jabbar, katanya: dhaif. Padahal keduanya adalah orang yang sama. (Al Hafizh Ibnu Hajar, At Talkhish Al Habir, 3/19)

Dari Abu ‘Atikah, dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اشْتَكَتْ عَيْنِي أَفَأَكْتَحِلُ وَأَنَا صَائِمٌ قَالَ نَعَم

“Datang seorang laki-laki kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu dia berkata: “Mataku sakit, apakah aku boleh bercelak sedangkan aku berpuasa?” , Nabi menajwab: Ya.” (HR. At Tiirmidzi, 3/172/658)

Imam At Tirmidzi mengatakan, sanad hadits ini tidak kuat, dan tidak yang shahih dari nabi tentang Bab ini. Abu ‘Atikah ini didhaifkan. Para ulama berbeda pendapat tentang memakai celak bagi orang yang berpuasa. Sebagian ada yang memakruhkan, itulah pendapat Sufyan, Ibnul Mubarak, Ahmad, dan Ishaq. Sebagian lain memberikan keringanan bagi orang berpuasa untuk memakai celak, yakni Asy Syafi’i. (Ibid)

Tentang Abu ‘Atikah, telah disepakati kedhaifannya. Namun, dalam hadits ini menunjukkan kebolehan bercelak tanpa dimakruhkan, bagi orang berpuasa, dan ini pendapat kebanyakan ulama. (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/262)

Ibnu Abi Laila dan Ibnu Syubrumah mengatakan, bercelak bisa merusak puasa. Sementara yang lain mengatakan tidak. (Imam Ash Shan’ani, Subulus Salam,)
Dan syaikh Ibnu Baaz juga pernah berfatwa akan kebolehan lelaki memakai celak. Beliau berkata dalam fatwanya:

أما الكحل فلا بأس؛ لأنه مشروع للرجال والنساء على حد سواء، فكونه يكحل عينيه فلا بأس، والكحل طيب نافع، «وكان النبي صلى الله عليه وسلم يكتحل » ، فلا بأس بذلك.

“Adapun celak maka tidak mengapa, karena celak disyariatkan untuk lelaki dan wanita dengan kadar yang sama. Dan celak adalah dzat yang baik dan bermafaat. Dan dahulu Nabi shallallahu alaihi wa sallam bercelak, maka tidak mengapa lelaki menggunakan celak” Majmu’ Fatawa 29/41

Sehingga dapat disumpulkan bahwasanya celak boleh digunakan oleh lelaki karena celak dapat menyehatkan mata.

Yang perlu dingat juga, bahwasanya celak tidak boleh digunakan oleh wanita tatkala keluar rumah karena hal ini termasuk tabarruj. Celak hanya boleh digunakan oleh wanita jika untuk suaminya atau digunakan didepan mahram-mahramnya saja. Adapun digunakan tatkala keluar rumah (yang mana para lelaki yang bukan mahram dapat melihatnya) maka hukumnya adalah haram.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوْ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي اْلإِرْبَةِ مِنْ الرِّجَالِ أَوْ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ

“Dan janganlah wanita menampakkan perhiasannya kecuali kepada suaminya, bapaknya, bapak dari suaminya, puteranya, putera dari suaminya, saudaranya, putera dari saudara laki-lakinya, putera dari saudara perempuannya, perempuan muslim (lainnya), hamba sahaya yang mereka miliki, pelayanan yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan” QS An Nur: 31

Jenis Celak Terbaik
Jenis-jenis celak bermacam-macam,namun yang terbaik adalah itsmid.Yaitu celak yang berasal dari batu celak berwarna hitam cenderung kemerahan.
Berkata Murtadha az Zabidiy: ” Itsmid adalah batu celak berwarna hitam kemerahan, berasal dari Ashbahan dan juga ada di Moroko namun lebih keras .Ia merupakan jenis celak terbaik” (Taajul Arus:4/468).
 Rasulullah bersabda:
إِنَّ خَيْرَ أَكْحَالِكُمُ الْإِثْمِدُ يَجْلُو الْبَصَرَ وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ
” Sebaik-baik celak kalian adalah itsmid.Ia menerangkan pandangan dan menumbuhkan bulu mata” H.R.Abu Dawud:3878,An Nasa’iy:5113,Ibnu Majah:3497 dan dishahihkan oleh Syaikh al Baniy dalam shahih sunan Abu Dawud

Dalam riwayat lain Rasulullah memerintahkan agar bercelak dengan menggunakan celak itsmid:

اكْتَحِلُوا بِالإِثْمِدِ فَإِنَّهُ يَجْلُو البَصَرَ ، وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ
“ Bercelaklah dengan Itsmid sebab ia sebaik-baik celak kalian.Ia menerangkan pandangan dan menumbukkan bulu mata”.H.R.At Tirmidziy:1757 dan dishahihkan oleh syaikh al Baniy dalam shahih sunan at Tirmidziy.
Dan dalam riwayat lain Rasulullah bersabda:
عَلَيْكُم بِالإِثْمِد فَإِنَّهُ مَنْبَتَةٌ للشَّعْرِ ، مَذْهَبَةٌ للقَذَى ، مَصْفَاةٌ لِلْبَصَرِ

“ Pakailah celak itsmid karena ia menumbuhkan bulu mata ,menghilangkan kotoran mata,menjernihkan pandangan”.H.R.Ath Thabraniy dalam Mu’jam al Kabir:183 dan dihasankan oleh al Mundziri, al Iraqiy dan Ibnu Hajar .
Disunnahkan Bercelak Tiga Kali Olesan
Disunnahkan apabila memakai celak dengan bercelak sebanyak tiga kali olesan karena inilah yang dilakukan oleh Nabi.
Berkata Anas bin Malik: “Sesugguhnya Nabi bercelak sebanyak tiga kali olesan pada matanya sebelah kanan  dan dua kali pada mata sebelah kirinya”.H.R Abu Dawud:3837 dan dishahihkan oleh syaikh Muhammad Nashiruddin dalam silsilah ahadits shahihah,no:633.
Berkata Ibnu Qudamah: “Disunnahkan untuk bercelak sebanyak tiga kali” (Al Mughniy:1/106)

Berkata Imam an Nawawiy: “Yang benar menurut para ulama’ ahli tahqiq adalah (memakai celak dengan ) hitungan ganjil di setiap mata” (Majmu’ syarh muhadzab:1/334)

Waktu Terbaik Untuk Bercelak

Seorang wanita ketika di hadapan suaminya atau mahramnya atau di rumahnya diperbolehkan untuk bercelak kapanpun juga ia menginginkannya,namun yang terbaik adalah ketika menjelang tidur.
Jabir bin Abdillah berkata, Rasulullah bersabda:
 عليكم بالإثمد عند النوم ، فإنه يجلو البصر ، ويُنبت الشّعر
“Pakailah celak itsmid ketika akan tidur,sebab ia menerangkan pandangan dan menumbuhkan bulu mata”.H.R.Ibnu Majah,ath Thabraniy dan dishahihkan syaikh Muhammad Nashiruddin al AlBaniy dalam shahihul jami:’ 4045
Berkata Ibnu Qayim:‎
“Celak dapat menjaga kesehatan mata,memperkuat cahaya mata,membersihkan unsur-unsur yang jelek dan mengeluarkannya dan di antara jenis dan macam-macamnya berfungsi sebagai hiasan dan ketika tidur memiliki kelebihan keutamaan karena mencakup atas celak dan gerakan yang tidak membahayakan”.(Zaadul Ma’ad:4/281)
Hukum Memakai  Celak  Bagi  Kaum Wanita Ketika Di Rumah
Celak merupakan hiasan mata yang sangat bermanfaat untuk menjaga kesehatan mata.
Berkata Ibnu Qayim:
 “Celak dapat menjaga kesehatan mata,memperkuat cahaya mata,membersihkan unsur-unsur yang jelek dan mengeluarkannya dan di antara jenis dan macam-macamnya berfungsi sebagai hiasan “.(Zaadul Ma’ad:4/281)
Adapun tentang hukum memakainya, syaikh Muhammad bin sholih  mengatakan:
Bercelak ada dua macam:
a.Untuk memperkuat mata,menjernihkan selaput mata dan  membersihkan dengan tanpa ada maksud berhias.Maka ini tidaklah mengapa bahkan sebaiknya dilakukan,terlebih lagi jika menggunakan celak itsmid karena Nabi bercelak di kedua belah mata Beliau.
b.Untuk hiasan dan mempercantik diri, maka bagi kaum wanita dianjurkan karena kaum wanita dianjurkan untuk berhias untuk suaminya.Adapun bagi kaum lelaki maka perlu adanya pertimbangan dan saya belum dapat memberikan hukum secara pasti.

Bisa jadi dibedakan antara pemuda yang apabila bercelak maka ditakutkan akan menyebabkan fitnah sehingga diharamkan dan antara orang tua yang tidaklah ditakutkan timbulnya fitnah karenanya sehingga tidak diharamkan”.(Majmu’ Fatawa syaikh Muhammad bin Shalih:11/73).
Hukum Memakai Celak Bagi Kaum Wanita Ketika Keluar Rumah

Seorang wanita ketika keluar dari rumahnya diwajibkan untuk menutupi perhiasannya dari lelaki asing (bukan mahramnya) berdasarkan firman Allah 
ta’ala:
وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ

Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita…” (An-Nur:31)
Perhiasan yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah  celak,make up, permata dan lain-lainnya. 

Disebutkan dalam Fatwa Lajnah Daimah: “ menggunakan celak adalah disyari’atkan tetapi tidaklah diperkenankan menampakkan perhiasannya baik celak dan lainnya kepada selain suaminya atau mahramnya berdasarkan firman Allah (yang artinya):
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita ..An-Nur:31 (17/128).

Bercelak Ketika Wanita Di Masa Berkabung

 Bagi wanita yang ditinggal mati suaminya, maka ia wajib menjalani masa ihdaad (berkabung), di mana ketika itu ia tidak boleh berhias diri (termasuk memakai celak) dan tidak boleh memakai harum-haruman Mengenai masa ihdaad disebutkan dalam hadits,

لاَ يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ ، إِلاَّ عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا

“‎Tidak dihalalkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berkabung (menjalani masa ihdaad) atas kematian seseorang lebih dari tiga hari, kecuali atas kematian suaminya, yaitu (selama) empat bulan sepuluh hari.” (HR. Bukhari no. 5334 dan Muslim no. 1491).‎

Ummu Athiyah radhiyallahu ‘anhaberkata,‎

كُنَّا نُنْهَى أَنْ نُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا وَلَا نَكْتَحِلَ وَلَا نَتَطَيَّبَ وَلَا نَلْبَسَ ثَوْبًا مَصْبُوغًا إِلَّا ثَوْبَ عَصْبٍ وَقَدْ رُخِّصَ لَنَا عِنْدَ الطُّهْرِ إِذَا اغْتَسَلَتْ إِحْدَانَا مِنْ مَحِيضِهَا فِي نُبْذَةٍ مِنْ كُسْتِ أَظْفَارٍ وَكُنَّا نُنْهَى عَنْ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ

“Kami dilarang ihdaad (berkabung) atas kematian seseorang di atas tiga hari kecuali atas kematian suami, yaitu selama empat bulan sepuluh hari. Selama masa itu kami tidak boleh bercelak, tidak boleh memakai wewangian, tidak boleh memakai pakaian yang berwarna kecuali pakaian ashab. Dan kami diberi keringanan bila hendak mandi seusai haid untuk menggunakan sebatang kayu wangi. Dan kami juga dilarang mengantar jenazah.” (HR. Bukhari no. 302 dan Muslim no. 2739). 

Pakaian ashab adalah: Jenis pakaian dari Yaman yang dicelup dengan cara benangnya diikat lalu dicelup dan setelah itu dilepas sehingga benang yang diikat masih tetap tampak putih tidak terkena celupan sehingga tampak sebagai hiasan (berwarna putih bergaris hitam )‎

Allahu ta’ala a’lam. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar