Kamis, 22 Oktober 2015

Jejak Sembah Dalem Dipati Ukur Di Gunung Wayang

Beberapa tahun kebelakang, Sungai Citarum ramai diperbincangkan oleh media-media nasional karena termasuk predikat salah satu sungai paling tercemar di dunia! Sungai Citarum ini memang sering dijadikan pembuangan limbah oleh pabrik-pabrik yang ada di sekitarnya, regulasi dari pemerintah yang kurang dan kesadaran industri kepada lingkunganlah yang menyebabkan sungai ini menjadi sangat tercemar.

Tetapi siapa disangka, Sungai Citarum ini memiliki hulu yang sangat cantik dan sangat jernih airnya. Letak hulunya berada di Situ Cisanti yang berada di Perkebunan Teh Malabar, Pangalengan. Situ Cisanti ini juga terletak di kaki Gunung Wayang. Karena letaknya yang berada di ketinggian, Situ Cisanti ini mempunyai udara yang sejuk dan fresh, cocok untuk melakukan refreshing.

Tak hanya perannya yang sangat penting bagi sumber kehidupan warga Jawa Barat Situ Cisanti merupakan salah satu dari saksi sejarah dari masa kerajaan hingga zaman kolonialisme dulu. Situ Cisanti ini merupakan sebuah petilasan (tempat persinggahan) dari Dipatiukur, yang merupakan seorang wedana para bupati Priangan pada abad ke-17. Dipatiukur memimpin pasukan untuk menyerang Belanda di Batavia pada tahun 1628. Disebutkan bahwa kekalahan Dipatiukur disebabkan oleh adanya pengkhianatan dari pemimpin masyarakat Sunda lain, sehingga akhirnya Dipatiukur dan pengikutnya mudah dikalahkan. Menurut kabar, Bujangga Manik yang masih keturunan  Raja Padjajaran, pernah mengunjungi Situ Cisanti ini pada perjalanannya mengunjungi tempat-tempat suci di Pulau Jawa dan Bali dengan berjalan kaki seorang diri.

Selain berperan penting dalam sejarah dan kehidupan masyarakat Jawa Barat, Situ Cisanti ini juga mempunyai pemandangan dan fasilitas seperti jembatan yang bisa dijadikan tempat untuk hunting foto. Selain hunting foto, aktivitas lain yang bisa dilakukan di Situ Cisanti ini yaitu memancing dan keliling danau menggunakan perahu, bahkan bisa camping

Situ Cisanti yang terletak di Kampung Pejaten Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung ini merupakan salah satu danau yang wajib anda kunjungi. Berbeda dengan situ Patenggang dari Ciwidey, Situ Cisanti terletak berlokasi januh dengan kota dan juga berada di dalam hutan. Dan itulah yang menjadikan Situ Cisanti ini tetap terjaga serta membuatnya tetap eksotis.

Situ Cisanti ini terletak di kaki Gunung Wayang yang kini masuk dalam area Perum Perhutani. Tak hanya perannya yang sangat penting bagi sumber kehidupan warga Jawa Barat. Situ Cisanti merupakan salah satu dari saksi sejarah dari masa kerajaan hingga zaman kolonialisme dulu. ‎

Yang membuatnya unik adalah bahwa situ/danau ini merupakan hulu dari Sungai Citarum dan merupakan saksi sejarah karena situ ini adalah sebuah patilasan dari Dipatiukur. Nama situ itu adalah SITU CISANTI. Situ Cisanti adalah sebuah danau yang terletak di tengah hutan eucaliptus dan situ ini terletak cukup tinggi dari permukaan laut. Banyak yang bilang bahwa Situ Cisanti bagaikan sebuah “nadi Jawa Barat” karena Situ Cisanti inilah yang menjadi hulu dari Sungai Citarum, sungai terbesar dan terlebar di Jawa Barat yang memiliki panjang sekitar 269 Km dan membelah 12 Kabupaten dan kota. 

Di Situ Cisanti ini terdapat beberapa spot yang unik dan cocok buat foto-foto dan bernarsis ria dan keren. Lokasi/Alamat Situ Cisanti Situ Cisanti terletak di kaki Gunung Wayang sekitar 60 kilometer sebelah selatan Kota Bandung dan dapat ditempuh oleh kendaraan roda dua atau roda empat sekitar 2-3 jam. Untuk mencapai lokasi bisa diakses melalui dua cara. Pertama melalui kawasan Pangalengan dengan sebelumnya menyusuri perkebunan teh Malabar. Sebenarnya dengan melewati kawasan Pangalengan ini bisa terbilang lebih dekat dengan jalan yang tidak terlalu menanjak, namun jalanan dengan rute ini cukup sulit, sepi, rusak dan lebih mudah tersesat karena kurangnya plang jalan khusus. Rute kedua adalah melalui Bandung – Ciwastra – Ciparay – Pacet – Cibeureum dan selanjutnya Kertasari. 

Bisa dibilang melalui rute kedua ini jalanan akan sedikit menanjak dan berputar, namun jalanan pada rute kedua ini lebih baik dan mulus dibandingkan dengan rute pertama. Fasilitas Situ Cisanti Bisa dibilang Situ Cisanti ini memiliki fasilitas yang cukup lengkap mulai dari toilet, mushola hingga penginapan/cottage kayu yang bisa dipakai untuk menginap dan menikmati malam di tengah hutan Situ Cisanti. Di kawasan Situ Cisanti ini juga kamu bisa berkemah dengan teman-teman yang menyukai alam terbuka. 

Situ Cisanti ini merupakan pertemuan dari 7 mata air yang ada disana. Diantaranya adalah 
mata air Cikahuripan (Pangsiraman), 
mata air Cihaniwung, 
mata air Mastaka Citarum, 
mata air Cisadane, 
mata air Cikoleberes, 
mata air Cikawedukan dan terakhir 
mata air Cisanti. 

Dari ketujuh mata air yang ada di Situ Cisanti, yang paling populer adalah mata air Pangsiraman. Mata air Pangsiraman ini dikelilingi oleh pagar besi dan terdapat bangunan bagi mereka yang ingin melakukan “ziarah” di kawasan ini. Untuk bisa masuk ke lokasi ini kamu tak bisa sendiri karena dijaga oleh seorang juru kunci yang sesekali ada disana. Di kawasan mata air Pangsiraman ini air kebiruan dan sangat jernih. Disini kamu tak bisa sembarang mandi di mata air ini karena ada sebuah tatakrama yang harus dilakukan sebelumnya.

Mitos Di Cisanti

Daerah sekitar hulu sungai citarum, ternyata memiliki cerita mitos tersendiri pula. Di sebelah atas danau cisanti ada 2 pohon tua yg batangnya berdekatan, kata orang itu adalah simbolik keris dan kujang dari raja siliwangi, yang bilamana kedua batang pohon tersebut sampai berjauhan itu adalah pertanda akan terjadi perang saudara di negeri ini ?.Daerah sekitar gunung wayang ternyata memiliki mitos sunda tentang kerajaan sunda jaman dulu ( siliwangi ), ada beberapa nama kampung yg cukup unik dan konon ada hubungan dengan cerita lama tsb, seperti pejaten (dari kata jati), sukaratu, tamansari,kertasari dll.Di sebelah gunung wayang ada bukit yg dinamakan gunung bedil, konon disanalah dulu terdapat meriam ( bedil) menuju istana kerajaan. Jalur celah bukit yg kita lewati tadi, dinamakan golodok, artinya semacam tangga naik menuju gapura istana, memang kondisi alamnya sangat unit celah tersebut diapit dua bukit yg simetris, kita memasuki sebuah lembah besar,bagaikan memasuki sebuah arena terbuka yg luas. Di dekat puncak gunung wayang, ada tempat yg sering dijadikan tempat bertapa para dalang yang ingin mencari kesaktian ilmu mendalang nya. Konon dulu di sekitar gunung wayang pada malam hari, orang sering mendengar suara2 seperti gamelan wayang, karena itu lah gunung tersebut dinamakan gunung wayang.

Semula, mata air Citarum yang berada di lereng Gunung Wayang, hanya
berupa aliran selebar satu meter lebih, dengan daerah rawa berumput
sebelum menuju hilir. Namun, sejak 2001, pemandangan tersebut berubah
menjadi sebuah situ (danau) yang indah seluas 6 hektare, lengkap
dengan keran pengatur air. Tepat di bawah pintu air utama bercat biru,
tertulis “Situ Cisanti”.

“Dinamian Cisanti, lantaran saluyu sareng salah sahiji cinyusu nu
paling ageung di dieu (Diberi nama Cisanti karena sesuai dengan salah
seorang mata air terbesar di sini),” ujar Aceng Sukma, lelaki
kelahiran 1927 yang menjadi salah satu juru kunci makam leluhur di
mata air Citarum.

Huluwotan Citarum
 
Wilayah Huluwotan Citarum sejak dulu memang dipercaya sebagai salah satu lokasi yang dianggap memiliki kekuatan spiritual yang sangat lekat. Maka tidak mengherankan, bagi sebagian masyarakat lokasi ini menjadi salah satu tujuan yang paling diminati oleh para peziarah, karena selain terdapat makam yang dianggap keramat, yaitu makam keramat Rangga Wulung Sari dan makam petilasan Eyang Dipati Ukur, juga terdapat sumber mata air yang dianggap sebagai cikahuripan.
Kedua makam ini letaknya cukup berjauhan, akan tetapi tidak memakan waktu lama.  Kedatangan mereka ke makam-makam tersebut, dimotivasi karena berbagai kebutuhan.
Makam Keramat Rangga Wulungsari terletak bersebelahan dengan dengan Mata air Cisanti. Makam ini terletak dalam sebuah bangunan berukuran 2 X 3 m. Para pengunjung, baik perorangan maupun kelompok melakukan beberapa kegiatan, seperti melakukan tahlil. Sebelumnya terlebih dahulu dibimbing oleh kuncen yang mengantarnya. Setelah melakukan tahlil dan berdo’a sesuai dengan kebutuhannya, para peziarah biasanya mereka langsung menuju lokasi Mata Air Cisanti dan melakukan ritual pemandian. Kegiatan ini dimulai dengan menaburkan bunga dan uang koin yang telah diberi do’a oleh kuncen. Jumlah uang koin disesuaikan dengan angka-angka naktu kelahiran orang yang akan melakukannya. Misalnya, orang yang lahirnya hari Jum’at, naktunya 6. Maka orang tersebut bisa melemparkan uang koin sebesar  Rp 600, Rp 6000 dan seterusnya sesuai dengan kemampuan dan keikhlasan.
Selama melakukan ritual pemandian, para peziarah sengaja menenggelamkan diri sampai ke dasarnya sambil tangannya mencoba meraih sesuatu. Hasil yang diraihnya bisa bermacam-macam. Ada yang mendapatkan koin. Ada yang berupa dedaunan, atau biji-bijian. Konon, apa yang didapat merupakan isyarat atau simbol untuk dimaknai sebagai ‘bekal’apa yang harus dilakukan kemudian. Misalnya, bila mereka mendapatkan uang koin, sering mereka tafsirkan suatu kecocokan untuk  berdagang.  Biasanya, sepulangnya dari sana, mereka pun mencoba menjalankan usaha perdagangan. Dan, apabila mendapatkan biji-bijian, ini sebagai isyarat, bahwa mereka cocok untuk mengadakan usaha pĂ©ertanian atau perkebunan.
Setelah melakukan ritual pemandian di sumur keramat Cisanti, kemudian mereka melakukan napak tilas sejarah dengan mengunjungi sebuah petilasan, yang disebut Makam Eyang Dipati Ukur.
Lokasi areal petilasan ini berukuran hanya beberapa tumbak saja. Meskipun cukup terbuka, tetapi tidak sembarang orang dapat memasuki areal ini. Biasanya para pengunjung dapat menggunakan jasa seorang kuncen untuk dapat memasuki areal yang telah memakai pembatas, berupa pagar hidup dari pepohonan. Di dalam areal pemakaman, selain terdapat makam, juga terdapat saung terbuat dari bahan bambu. Sedangkan makamnya sendiri telah dibangun secara permanen dari bahan keramik. Makam itu berukuran sekitar 2,5 X 1 m dan diberi pagar kawat setinggi orang dewasa.
Sebelum dibangun secara permanen oleh pengelola Situs Gunung Wayang, petilasan ini semula hanya terdiri dari bongkahan batu yang dihamparkan, terdiri dari batu persegian bercampur dengan batu alam. Dan terdapat batu lingga sebagai ciri.
Menurut salah seorang sumber yang mengaku turunan Dipati Ukur, yaitu keluarga dari Kawargian Bandung, Situs Petilasan Makam Eyang Dipati Ukur, sebenarnya bukan tempat penguburan jasad, melainkan hanya sebagai salah satu tempat yang pernah digunakan Dipati Ukur dalam masa-masa perjuangan menghadapi pasukan Mataram.
Disebutkan, pada masa itu, lokasi Gunung Wayang yang berada jauh dari pusat pemerintahan kadaleman, dipilih oleh Dipati Ukur sebagai salah satu lokasi untuk mengadakan kontemplasi atau perenungan terhadap kebijakan yang diambilnya. Disamping itu, juga digunakan sebagai tempat untuk meningkatkan dan menggali nilai-nilai spiritual dalam menghadapi berbagai cobaan, baik yang dierimaoleh rakyat maupun negaranya.
Bahkan, selama masa perjuangan secara gerilya, lokasi ini konon sempat dijadikan sebagai pengaturan strategi dan pelatihan perang dengan menggunakan taktik perang Pajajaran.
Sekarang, di tempat petilasan ini, pengunjung dengan dibimbing kuncen melakukan do’a. Setelah berdo’a, kemudian memotong sebuah batang dari dahan pohon. Batang dahan ini diukur  sepanjang dari ujung tangan kiri hingga ujung tangan kanan melewati dada. Batang dahan ini kemudian disimpan di atas makam dan diberi do’a oleh kuncen. Selesai diberi do’a, batang dahan tersebut dikembalikan lagi kepada pengunjung tadi. Dan kembali diukur dari ujung tangan kiri hingga ujung tangan kanan. Hasil pengukuran ini, ternyata batang dahan tadi ada yang menjadi berkurang dari ukuran semula, ada juga yang bersisa antara 2 hingga 5 cm. Sisa kelebihan potongan itulah yang harus dibawa oleh pengunjung, setelah dibungkus dengan kain putih. Tentu saja setelah diberi do’a oleh kuncen.
Bagi para pengunjung yang berminat ingin meneruskan napak tilas, bisa saja langsung menuju puncaknya. Tapi, sangat sedikit yang sampai di sana. Di puncak gunung wayang itulah terdapat beberapa arca dan makam kuno. Di sana, biasa para pengunjung melakukan tapa sampai berhari-hari. Tentu saja hal ini karena didorong rasa keinginannya untuk mencapai suatu maksud tertentu.
Kini, lokasi Situs Huluwotan Citarum yang terletak di wilayah Desa Tarumanagara, Kecamatan Kertasari, selain dikelola oleh Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Propinsi Jawa Barat, juga melibatkan lembaga lain, seperti Perhutani serta aparat pemerintah setempat dengan melibatkan masyarakat sekitarnya.
Pengelolaan secara bersama-sama ini, sebenarnya memiliki keuntungan tersendiri bagi pengembangan pelestarian dan pemanfaatan Situs Huluwotan Citarum. Terutama untuk memenuhi berbagai kepentingan pelestarian lingkungan alam maupun pelestarian budaya. Begitu juga dengan pemanfaatan sumber daya air di dalamnya, yang semata-mata tidak hanya untuk warga sekitar.‎
Melihat potensi pengunjung yang sangat besar, kemudian ada upaya dari kalangan pemerintah untuk pengembangan sebagai salah satu asset wisata ziarah dan wisata budaya.‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar