Jumat, 16 Oktober 2015

Kriteria Dalam Mencari Pendamping Hidup

Terikatnya jalinan cinta dua orang insan dalam sebuah pernikahan adalah perkara yang sangat diperhatikan dalam syariat Islam yang mulia ini. Bahkan kita dianjurkan untuk serius dalam permasalahan ini dan dilarang menjadikan hal ini sebagai bahan candaan atau main-main.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

ثلاث جدهن جد وهزلهن جد: النكاح والطلاق والرجعة

“Tiga hal yang seriusnya dianggap benar-benar serius dan bercandanya dianggap serius: nikah, cerai dan ruju.’” (Diriwayatkan oleh Al Arba’ah kecuali An Nasa’i. Dihasankan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah)

Salah satunya dikarenakan menikah berarti mengikat seseorang untuk menjadi teman hidup tidak hanya untuk satu-dua hari saja bahkan seumur hidup, insya Allah. Jika demikian, merupakan salah satu kemuliaan syariat Islam bahwa orang yang hendak menikah diperintahkan untuk berhati-hati, teliti dan penuh pertimbangan dalam memilih pasangan hidup.
Islam sebagai agama samawi terakhir, diyakini sebagai agama yang universal tidak terbatas waktu dan tempat. Al-Qur’an sendiri menyatakan bahwa Islam datang sebagai rahmat bagi alam semesta. (QS. al-Anbiya’ [21]: 107) Di sisi lain, ajaran Islam diyakini sebagai risalah yang sempurna dan dapat digunakan sebagai pedoman umat manusia. Salah satu ajaran Islam yang disepakati ulama setelah al-Qur’an adalah hadis. Oleh karena itu, hadis berperan sebagai sumber ajaran Islam setelah al-Qur’an.
Salah satu masalah yang dibahas dalam sumber ajaran Islam adalah masalah perkawinan. Ajaran Islam sebagaimana yang terdapat dalam Q.S. al-Nuur (24): 32 menjelaskan anjuran untuk menikahi orang yang baik (sholeh) dan yang masih bujang. Di samping itu, al-Qur’an juga menekankan akan adanya keluarga yang sakinah, mawaddah dan penuh rahmat bagi setiap pasangan yang secara langsung mengarungi bahtera rumah tangga. Banyak cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satunya adalah upaya mencari calon isteri atau suami yang baik. Upaya tersebut bukan merupakan suatu yang kunci, namun keberadaannya dalam rumah tangga akan dapat menentukan baik tidaknya.
Permasalahan di atas dapat ditemukan jawabannya dalam hadis. Hadis telah disepakati oleh ulama sebagai dalil hukum. Sebagai sumber kedua setelah al-Qur’an, hadis memiliki perbedaan dengan al-Qur’an. Salah satu perbedaannya adalah terletak dari periwayatannya. Al-Qur’an seluruhnya diriwayatkan secara mutawatir  sedangkan tidak semua hadis diriwayatkan secara mutawatir. Kecuali terhadap hadis mutawatir, terhadap hadis  kritik tidak saja ditujukan kepada sanad tetapi juga terhadap matan. Di samping itu, dalam perspektif historis terungkap bahwa tidak seluruh hadis tertulis di zaman Nabi Muhammad saw., adanya pemalsuan hadis yang disebabkan adanya perbedaan mazhab dan aliran, proses penghimpunan hadis yang memakan waktu yang lama, jumlah kitab hadis dan metode penyusunan yang beragam serta adanya periwayatan bi al-ma’na. Sebab-sebab itulah yang mendorong pentingnya melakukan penelitian hadis.

Urusan jodoh adalah rahasia Allah. Kadang ada orang yang begitu gampangnya berproses kemudian tanpa hitungan bulan sudah menikah. Namun tidak sedikit pula yang merasa ”gagal” karena begitu berlikunya proses yang dilalui.
Ketika sudah merasa cocok, sang akhwat yang menolak. Atau sebaliknya. Ada pula yang  keduanya sudah sama-sama mantap, tetapi muncul alasan lain seperti keluarga, organisasi, pekerjaan, dll menjadi penghalang.
Bagi mereka yang beriman dan berfikir positif, maka mereka akan yakin bahwa semua merupakan kondisi terbaik yang telah ditakdirkan Allah untuknya. Ia yakin bahwa tidak suatu kejadian pun, kecuali sudah ditakdirkan oleh Allah dan bagi orang yang beriman, hal tersebut merupakan suatu kebaikan.
Allah berfirman,
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu mencintai sesuatu padahal itu jelek bagimu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui dan kalian tidak mengetahui
Artinya, bahwa bagi seorang mukmin, yang paling penting adalah bagaimana dirinya melakukan usaha yang terbaik. Urusan jodoh, tentang siapa yang akan menjadi pasangan kita dan kapan ia akan datang, adalah sesuatu yang telah Allah tentukan. Ia harus yakin bahwa semua hasil usaha ditentukan oleh Allah.
Rasulullah bersabda,
كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخُلُقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.
Allah telah mencatat takdir makhluk-Nya lima puluh ribu tahun sebelum Ia menciptakan langit dan bumi.
Dan jodoh sebagai takdir Allah telah juga dicatat sebelumnya. Artinya bahwa jodoh tersebut tidak mungkin akan tertukar dengan orang lain.
Hanya saja, hal ini tidak berarti kemudian dirinya berdiam diri. Kewajiban usaha sangat diperlukan, bukan hanya bermimpi. Untuk itu, beberapa hal berikut ini paling tidak bisa dilakukan oleh mereka yang ingin menemukan pasangan hidupnya.
Pertama, memperbaiki kualitas diri.
Hal ini sangat penting karena jodoh kita hakikatnya adalah cerminan diri kita. Bagaimana mungkin kita menginginkan pasangan yang sholehah dan rajin mengaji sementara kita adalah seorang yang tidak sholeh dan banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal yang kurang bermanfaat.
Sungguh sahabat, dua hati yang berbeda antara laki-laki dan wanita ibarat gelombang radio. Bagaimana mungkin mereka akan bisa saling tergetar (untuk saling mencintai karena Allah) sementara frekuensi gelombang keimanan mereka tidak sama.
Jika pun ada perasaan maka hal itu tidak lebih dari sebatas suka, yang mungkin lebih didominasi oleh penampilan lahiriah. Padahal kecocokan batin tidaklah didapatkan semudah kecocokan fisik.
Ada banyak mereka yang cantik secara fisik, tetapi belum tentu hatinya bisa mengimbangi. Apalagi di zaman yang penuh fitnah ini.
Oleh karena itu, tidak ada jalan lain kecuali memaksimalkan usaha dan potensi untuk semakin meningkatkan kualitas diri dan keimanan kepada Allah.
Allah telah berfirman,
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ ۖ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ
Wanita yang keji untuk lelaki yang keji, lelaki yang keji untuk wanita yang keji. Dan wanita yang baik untuk lelaki yang baik, dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik (pula).
Kedua, bersikap realitis.
Point ini sebenarnya masih berhubungan dengan point sebelumnya. Realistis maksudnya tidak terlalu berhayal dalam menentukan pasangan hidup.
Ada cerita seseorang yang mohon bantuan ustadz untuk dicarikan jodoh. Akan tetapi ia memberikan syarat yang begitu sempurna. Ia menginginkan seorang akhwat yang cantik, pintar, kuliah kedokteran, kaya, dari keluarga baik-baik, hafal alqur’an, dst. Padahal dirinya tidaklah sebaik itu.
Oleh sang ustadz, malah dijawab, ”jika saya menemukan akhwat seperti itu, maka insyaAllah tidak saya kasih ke antum, tapi saya akan jadikan istri kedua”.
Lagi pula, perlu diketahui bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Harapan yang terlalu tinggi terhadap calon pasangan kita, justru akan memunculkan peluang kekecewaan demi kekecewaan bertambah besar.
Tidak mustahil, beberapa hari setelah pernikahan ia sudah akan merasakan bahwa pernikahan ternyata tidak seindah yang dibaca di buku-buku. Inilah yang akan terjadi, bagi mereka yang tidak mempunyai kesiapan untuk menerima pasangan hidup apa adanya.
Padahal seharusnya, kekurangan dan kelebihan satu sama lain akan menjadi indah jika disinergiskan untuk saling melengkapi. Kelebihan pasangan adalah karunia yang perlu disyukuri seperti halnya kekurangan pasangan yang bisa menjadi kesempatan bagi kita untuk bersabar dan saling memperbaiki.
Rasulullah bersabda,‎
عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكاَنَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Ajaib urusan kaum mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah baik dan tidaklah demikian bagi seorang pun kecuali bagi orang mukmin. Ketika diberikan kesenangan ia bersyukur, dan itu baik baginya. Dan ketika ditimpakan kesusahan ia bersabar, dan itu baik baginya.
Ketiga, membangun jaringan dan komunikasi yang baik dengan orang-orang sholeh, misalnya para ustadz.
Ustadz yang kami maksud tentu saja mereka yang benar-benar paham dengan agama ini dengan dalil. Dan terbukti akhlaknya baik dan mampu bersikap bijak. Bukan sekedar mereka yang ”diustadzkan” hanya karena penampilan lahiriah.
Tidak jarang para ustadz seperti ini mempunyai murid-murid yang sholeh dan sholehah. Maka memohon bantuan mereka adalah hal yang cukup efektif untuk mencari jodoh.
Kesalahan banyak orang adalah bahwa mereka tidak membangun komunikasi yang baik dengan para ustadz tadi, dan ujuk-ujuk minta bantuan dicarikan jodoh. Padahal sang ustadz juga tidak cukup kenal dengan yang bersangkutan.
Wahai sahabat, sungguh, menjadi perantara dalam mempertemukan dua hati bukan perkara mudah. Seorang ”mak comblang” juga perlu memperhatikan kualitas dan ke-kufu’an kedua belah pihak. Jangan sampai belum berapa lama setelah pernikahan berlangsung, muncul masalah yang sebenarnya bisa diantisipasi.
Memang kami pernah menemukan kasus dimana ”mak comblang” tadi berlepas diri dari persoalan keluarga baru yang ia fasilitasi. Akan tetapi akhirnyaa hal ini malah membuat hubungan dan silaturahmi yang selama ini terjalin dengan baik menjadi terganggu. Padahal rasulullah sangat menuntunkan kita agar menjaganya.
Rasulullah bersabda,
لَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ
Tidak dihalalkan bagi seseorang menghajr (mendiamkan) saudaranya lebih dari tiga (hari)
Keempat, komitment dengan proses yang syar’i
Tidaklah suatu keluarga yang sakinah mawaddah warahmah akan bisa dibentuk melalui proses yang diharamkan oleh Allah. Kebahagiaan dan ketenangan Allah adalah milik Allah dan tidak mungkin diberikan kepada orang yang tidak mengingat-Nya.‎
Allah berfirman,
أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ‎
Ketahuilah hanya dengan berdzikir kepada Allah hati menjadi tenang.
Dzikir yang dimaksud tidak hanya dalam artian dzikir di hati dan lisan, tetapi juga tercerminkan dari penjagaan diri kita terhadap hal-hal yang dilarang. Mereka yang benar-benar berdzikir mencoba menghadirkan sikap ikhsan dalam hidupnya.
Rasulullah bersabda tentang ihsan,
أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك
Kalian menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika tidak bisa (dan memang tidak mungkin bisa) sesungguhnya Ia (Allah) melihat engkau.
Hal ini pula yang menyebabkan tidak sedikit mereka yang sudah berpacaran selama bertahun-tahun kemudian maghlia rumah tangga mereka kandas hanya dalam hitungan bulan.
Sebaliknya mereka yang menikah atas dasar ibadah kepada Allah dan melalui proses yang syar’i, proses perkenalan yang tidak tergolong lama sekali pun, membuat benih cinta di antara mereka tumbuh dan bersemi dengan suburnya.
Kelima, bermohon dan tawakal kepada Allah.
Doa adalah sesuatu yang penting. Tidaklah mungkin doa seorang yang beriman akan ditolak oleh Allah.
Allah berfirman,
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Berdoalah kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan.
Akan tetapi kita juga perlu menyadari bahwa Allah menjawab doa seorang hamba melalui tiga bentuk, langsung dikabulkan, diganti dengan nikmat lain yang setimpal atau ditunda (bahkan di akhirat nanti).
Salah satu bentuk doa adalah dengan melakukan sholat istikhorah. Ketika ingin menentukan suatu pilihan (misalnya karena adanya beberapa pilihan calon pasangan), maka kita harus benar-benar memohon petunjuk Allah selain meminta pendapat orang-orang bijak dan sholeh tentunya. Jangan hanya mengandalkan emosi sesaat atau keputusan logika saja.
Dalam hadits diriwayatkan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كُلِّهَا
Sesungguhnya dulu rasulullah salallahu ’alaihi wassalam mengajarkan sahabat-sahabatnya untuk beristikhorah pada setiap urusan.
Terakhir, kita perlu tawakal atas apapun yang ditentukan oleh Allah. Yang perlu kita lakukan adalah memaksimalkan usaha. Cukuplah Allah yang menentukan hasil dari usaha kita. InsyaAllah jika kita sudah melakukan yang terbaik dan berusaha semakin lebih baik, hasil yang kita dapatkan pun adalah sesuatu yang terbaik.‎‎
Sebagai salah satu rukun perkawinan, adanya calon suami atau istri, maka kedudukan keduanya menjadi penting. Perempuan dan laki-laki yang dapat dinikahi mempunyai kriteria tertentu sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw. dalam sebuah hadisnya yang menyebutkan bahwa perempuan dinikahi karena empat hal. Walaupun khitab hadis tersebut terhadap perempuan, namun esensi kriterianya juga dapat diterapkan dalam teknik memilih jodoh yang baik.‎

Adapun bunyi teks hadis adalah sebagai berikut:


حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَكِيمٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ النِّسَاءُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

Artinya:
Perempuan dinikahi karena empat faktor. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka menangkanlah wanita yang mempunyai agama, engkau akan beruntung.

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, al-Nasa’i, Abu Dawud Ibn Majah Ahmad ibn Hanbal, dan al-Darimi dalam kitabnya dari sahabat Abu Hurairah ra.
Hadis di atas mengisyaratkan tentang cara memilih jodoh yang baik. Rasulullah menjelaskan bahwa ada empat kriteria wanita yang dinikahi. Keempat kriteria tersebut adalah harta, nasab, kecantikan dan agama. Eksplorasi lebih jauh atas hadis-hadis tentang mencari jodoh ternyata tidak demikian adanya. Ada hadis yang hanya mencukupkan tiga syarat yakni harta benda, kecantikan dan agama. 

Namun, kesemuanya sabda Nabi Muhammad saw. tersebut lebih mengutamakan kebaikan dari sisi agama.
Ulama banyak yang memberikan syarat-syarat tertentu dalam memilih jodoh dalam pernikahan. Tentu satu dengan yang lainnya berbeda dalam menginterpretasikah hadis di atas. Bahkan ada yang mencukupkan diri syarat wanita yang dinikahi adalah mempunyai akhlak yang baik. Pembahasna tersebut terutama dapat dijumpai dalam masalah perwalian dan kafaah (kesepadanan).‎

Pada suatu saat Nabi Muhammad saw. melarang perkawinan terhadap wanita yang dilandasi dengan kecantikan, dan harta benda. Lebih lanjut Rasulullah saw. memberikan penyelesaian yang terbaik dengan kriteria agama dengan mengibaratkan terhadap budak wanita yang hitam legam yang beriman lebih utama untuk dinikahi. Sifat perempuan yang baik juga pernah dituturkan oleh Nabi Muhammad saw. Nabi menggambarkan seorang wanita yang dapat menyenangkan suaminya ketika dipandang dan melakukan apa yang diperintah-kan suaminya adalah sosok wanita yang baik. Di samping itu wanita yang tidak pernah menyalahi terhadap suaminya dalam hal harta benda dan hal-hal yang dibenci suaminya.
Permasalahan tersebut menjadi penting karena calon mempelai merupakan sesuatu yang penting karena dari sinilah rumah tangga nanti dibangun. Sekilas nampak bahwa wanita sebagai obyek dari hadis tersebut. Namun, jika ditelusuri secara mendalam, terdapat hadis lain yang memfokuskan masalah dengan memilih jodoh yang berspektif gender di mana perempuan juga dapat beperan dalam menentukan jodohnya. Hadis yang terakhir tidak banyak diekspos dan dalam kajian fiqh cenderung dimasukkan dalam permasalah perwalian yang di mana hak tersebut disandang kaum laki-laki.
Untuk mendudukkan bagaimana tuntunan Islam tentang pencarian jodoh sebagaimana tersebut dalam hadis di atas, maka penelitian ini penting dilakukan. Karena sering seseorang melaksanakan pemilihan jodoh dengan melandasi pikirannya dengan landasan normatif seperti al-Qur’an dan hadis. Oleh karena itu, agar pembahasan menarik, maka penelitian ini juga mengakitkan berbagai persoalan dan perdebatan yang hangat di kalangan ulama fiqh dan dalam tradisi Jawa. Upaya tersebut untuk mendapatkan pemahaman hadis dalam konteks kekinian yang lebih bersperspektif dan berkeadilan gender. 

Kriteria Memilih Pasangan Hidup Menurut Islam‎
Setelah kita mengetahui tentang tujuan menikah maka Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup karena hidup berumah tangga tidak hanya untuk satu atau dua tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk selama-lamanya sampai akhir hayat kita.

Muslim atau Muslimah dalam memilih calon istri atau suami tidaklah mudah tetapi membutuhkan waktu. Karena kriteria memilih harus sesuai dengan syariat Islam. Orang yang hendak menikah, hendaklah memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila seorang Muslim atau Muslimah sudah menjatuhkan pilihan kepada pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya. Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi anak istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap pasangan hidup pilihan kita setelah berumah tangga kelak.‎

Sungguh sayang, anjuran ini sudah semakin diabaikan oleh kebanyakan kaum muslimin. Sebagian mereka terjerumus dalam perbuatan maksiat seperti pacaran dan semacamnya, sehingga mereka pun akhirnya menikah dengan kekasih mereka tanpa memperhatikan bagaimana keadaan agamanya. Sebagian lagi memilih pasangannya hanya dengan pertimbangan fisik. Mereka berlomba mencari wanita cantik untuk dipinang tanpa peduli bagaimana kondisi agamanya. Sebagian lagi menikah untuk menumpuk kekayaan. Mereka pun meminang lelaki atau wanita yang kaya raya untuk mendapatkan hartanya. Yang terbaik tentu adalah apa yang dianjurkan oleh syariat, yaitu berhati-hati, teliti dan penuh pertimbangan dalam memilih pasangan hidup serta menimbang anjuran-anjuran agama dalam memilih pasangan.

Setiap muslim yang ingin beruntung dunia akhirat hendaknya mengidam-idamkan sosok suami dan istri dengan kriteria sebagai berikut:

1. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya

Ini adalah kriteria yang paling utama dari kriteria yang lain. Maka dalam memilih calon pasangan hidup, minimal harus terdapat satu syarat ini. Karena Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa.”(QS. Al Hujurat: 13)

Sedangkan taqwa adalah menjaga diri dari adzab Allah Ta’ala dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka hendaknya seorang muslim berjuang untuk mendapatkan calon pasangan yang paling mulia di sisi Allah, yaitu seorang yang taat kepada aturan agama. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pun menganjurkan memilih istri yang baik agamanya,

تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك

“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إذا جاءكم من ترضون دينه وخلقه فزوجوه إلا تفعلوه تكن فتنة في الأرض وفساد كبير

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan lighoirihi)

Jika demikian, maka ilmu agama adalah poin penting yang menjadi perhatian dalam memilih pasangan. Karena bagaimana mungkin seseorang dapat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, padahal dia tidak tahu apa saja yang diperintahkan oleh Allah dan apa saja yang dilarang oleh-Nya? Dan disinilah diperlukan ilmu agama untuk mengetahuinya.

Maka pilihlah calon pasangan hidup yang memiliki pemahaman yang baik tentang agama. Karena salah satu tanda orang yang diberi kebaikan oleh Allah adalah memiliki pemahaman agama yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

“Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan akan dipahamkan terhadap ilmu agama.” (HR. Bukhari-Muslim)

2. Al Kafa’ah (Sekufu)

Yang dimaksud dengan sekufu atau al kafa’ah -secara bahasa- adalah sebanding dalam hal kedudukan, agama, nasab, rumah dan selainnya (Lisaanul Arab, Ibnu Manzhur). Al Kafa’ah secara syariat menurut mayoritas ulama adalah sebanding dalam agama, nasab (keturunan), kemerdekaan dan pekerjaan. (Dinukil dariPanduan Lengkap Nikah, hal. 175). Atau dengan kata lain kesetaraan dalam agama dan status sosial. Banyak dalil yang menunjukkan anjuran ini. Di antaranya firman Allah Ta’ala,

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ

“Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An Nur: 26)

Al Bukhari pun dalam kitab shahihnya membuat Bab Al Akfaa fid Diin (Sekufu dalam agama) kemudian di dalamnya terdapat hadits,

تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك

“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (keislamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)

Salah satu hikmah dari anjuran ini adalah kesetaraan dalam agama dan kedudukan sosial dapat menjadi faktor kelanggengan rumah tangga. Hal ini diisyaratkan oleh kisah Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dinikahkan dengan Zainab binti Jahsyradhiyallahu ‘anha. Zainab adalah wanita terpandang dan cantik, sedangkan Zaid adalah lelaki biasa yang tidak tampan. Walhasil, pernikahan mereka pun tidak berlangsung lama. Jika kasus seperti ini terjadi pada sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apalagi kita?

3. Menyenangkan jika dipandang

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang telah disebutkan, membolehkan kita untuk menjadikan faktor fisik sebagai salah satu kriteria memilih calon pasangan. Karena paras yang cantik atau tampan, juga keadaan fisik yang menarik lainnya dari calon pasangan hidup kita adalah salah satu faktor penunjang keharmonisan rumah tangga. Maka mempertimbangkan hal tersebut sejalan dengan tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا

“Dan di antara tanda kekuasaan Allah ialah Ia menciptakan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram denganya.” (QS. Ar Ruum: 21)

Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan 4 ciri wanita sholihah yang salah satunya,

وان نظر إليها سرته

“Jika memandangnya, membuat suami senang.” (HR. Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih)

Oleh karena itu, Islam menetapkan adanya nazhor, yaitu melihat wanita yang yang hendak dilamar. Sehingga sang lelaki dapat mempertimbangkan wanita yang yang hendak dilamarnya dari segi fisik. Sebagaimana ketika ada seorang sahabat mengabarkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia akan melamar seorang wanita Anshar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أنظرت إليها قال لا قال فاذهب فانظر إليها فإن في أعين الأنصار شيئا

“Sudahkah engkau melihatnya?” Sahabat tersebut berkata, “Belum.” Beliau lalu bersabda, “Pergilah kepadanya dan lihatlah ia, sebab pada mata orang-orang Anshar terdapat sesuatu.” (HR. Muslim)

4. Subur (mampu menghasilkan keturunan)

Di antara hikmah dari pernikahan adalah untuk meneruskan keturunan dan memperbanyak jumlah kaum muslimin dan memperkuat izzah (kemuliaan) kaum muslimin. Karena dari pernikahan diharapkan lahirlah anak-anak kaum muslimin yang nantinya menjadi orang-orang yang shalih yang mendakwahkan Islam. Oleh karena itulah, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih calon istri yang subur,

تزوجوا الودود الولود فاني مكاثر بكم الأمم

“Nikahilah wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya ummatku.” (HR. An Nasa’I, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam Misykatul Mashabih)

Karena alasan ini juga sebagian fuqoha (para pakar fiqih) berpendapat bolehnya fas-khu an nikah (membatalkan pernikahan) karena diketahui suami memiliki impotensi yang parah. As Sa’di berkata: “Jika seorang istri setelah pernikahan mendapati suaminya ternyata impoten, maka diberi waktu selama 1 tahun, jika masih dalam keadaan demikian, maka pernikahan dibatalkan (oleh penguasa)” (Lihat Manhajus Salikin, Bab ‘Uyub fin Nikah hal. 202)

Kriteria Khusus untuk Memilih Calon Suami

Khusus bagi seorang muslimah yang hendak memilih calon pendamping, ada satu kriteria yang penting untuk diperhatikan. Yaitu calon suami memiliki kemampuan untuk memberi nafkah. Karena memberi nafkah merupakan kewajiban seorang suami. Islam telah menjadikan sikap menyia-nyiakan hak istri, anak-anak serta kedua orang tua dalam nafkah termasuk dalam kategori dosa besar. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كفى بالمرء إثما أن يضيع من يقوت

“Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih).

Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membolehkan bahkan menganjurkan menimbang faktor kemampuan memberi nafkah dalam memilihsuami. Seperti kisah pelamaran Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha:

عن فاطمة بنت قيس رضي الله عنها قالت‏:‏ أتيت النبي صلى الله عليه وسلم، فقلت‏:‏ إن أبا الجهم ومعاوية خطباني‏؟‏ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم‏:‏‏”‏أما معاوية، فصعلوك لا مال له ، وأما أبوالجهم، فلا يضع العصا عن عاتقه

“Dari Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah telah melamarku”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Adapun Mu’awiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta. Adapun Abul Jahm, ia tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya”.” (HR. Bukhari-Muslim)

Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merekomendasikan Muawiyah radhiyallahu ‘anhu karena miskin. Maka ini menunjukkan bahwa masalah kemampuan memberi nafkah perlu diperhatikan.

Namun kebutuhan akan nafkah ini jangan sampai dijadikan kriteria dan tujuan utama. Jika sang calon suami dapat memberi nafkah yang dapat menegakkan tulang punggungnya dan keluarganya kelak itu sudah mencukupi. Karena Allah dan Rasul-Nya mengajarkan akhlak zuhud (sederhana) dan qana’ah (menyukuri apa yang dikarunai Allah) serta mencela penghamba dan pengumpul harta. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تعس عبد الدينار، والدرهم، والقطيفة، والخميصة، إن أعطي رضي، وإن لم يعط لم يرض

“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah dan celakalah hamba khamilah. Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah.”(HR. Bukhari).

Selain itu, bukan juga berarti calon suami harus kaya raya. Karena Allah pun menjanjikan kepada para lelaki yang miskin yang ingin menjaga kehormatannya dengan menikah untuk diberi rizki.

وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ

“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kalian. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An Nur: 32)

Kriteria Khusus untuk Memilih Istri

Salah satu bukti bahwa wanita memiliki kedudukan yang mulia dalam Islam adalah bahwa terdapat anjuran untuk memilih calon istri dengan lebih selektif. Yaitu dengan adanya beberapa kriteria khusus untuk memilih calon istri. Di antara kriteria tersebut adalah:

1. Bersedia taat kepada suami

Seorang suami adalah pemimpin dalam rumah tangga. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء

“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS. An Nisa: 34)

Sudah sepatutnya seorang pemimpin untuk ditaati. Ketika ketaatan ditinggalkan maka hancurlah ‘organisasi’ rumah tangga yang dijalankan. Oleh karena itulah, Allah dan Rasul-Nya dalam banyak dalil memerintahkan seorang istri untuk taat kepada suaminya, kecuali dalam perkara yang diharamkan. Meninggalkan ketaatan kepada suami merupakan dosa besar, sebaliknya ketaatan kepadanya diganjar dengan pahala yang sangat besar.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ

“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.” (HR. Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Al Albani)

Maka seorang muslim hendaknya memilih wanita calon pasangan hidupnya yang telah menyadari akan kewajiban ini.

2. Menjaga auratnya dan tidak memamerkan kecantikannya kecuali kepada suaminya

Berbusana muslimah yang benar dan syar’i adalah kewajiban setiap muslimah. Seorang muslimah yang shalihah tentunya tidak akan melanggar ketentuan ini. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً

“Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’” (QS. Al Ahzab: 59)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengabarkan dua kaum yang kepedihan siksaannya belum pernah beliau lihat, salah satunya adalah wanita yang memamerkan auratnya dan tidak berbusana yang syar’i. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نساء كاسيات عاريات مميلات مائلات رؤسهن كأسنة البخت المائلة لا يدخلن الجنة ولا يجدن ريحها وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا

“Wanita yang berpakaian namun (pada hakikatnya) telanjang yang berjalan melenggang, kepala mereka bergoyang bak punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan bahkan mencium wanginya pun tidak. Padahal wanginya surga dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)

Berdasarkan dalil-dalil yang ada, para ulama merumuskan syarat-syarat busana muslimah yang syar’i di antaranya: menutup aurat dengan sempurna, tidak ketat, tidak transparan, bukan untuk memamerkan kecantikan di depan lelaki non-mahram, tidak meniru ciri khas busana non-muslim, tidak meniru ciri khas busana laki-laki, dll.

Maka pilihlah calon istri yang menyadari dan memahami hal ini, yaitu para muslimah yang berbusana muslimah yang syar’i.

3. Gadis lebih diutamakan dari janda

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar menikahi wanita yang masih gadis. Karena secara umum wanita yang masih gadis memiliki kelebihan dalam hal kemesraan dan dalam hal pemenuhan kebutuhan biologis. Sehingga sejalan dengan salah satu tujuan menikah, yaitu menjaga dari penyaluran syahawat kepada yang haram. Wanita yang masih gadis juga biasanya lebih nrimo jika sang suami berpenghasilan sedikit. Hal ini semua dapat menambah kebahagiaan dalam pernikahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عليكم بالأبكار ، فإنهن أعذب أفواها و أنتق أرحاما و أرضى باليسير

“Menikahlah dengan gadis, sebab mulut mereka lebih jernih, rahimnya lebih cepat hamil, dan lebih rela pada pemberian yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al Albani)

Namun tidak mengapa menikah dengan seorang janda jika melihat maslahat yang besar. Seperti  sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang menikah dengan janda karena ia memiliki 8 orang adik yang masih kecil sehingga membutuhkan istri yang pandai merawat anak kecil, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallampun menyetujuinya (HR. Bukhari-Muslim)

4. Nasab-nya baik

Dianjurkan kepada seseorang yang hendak meminang seorang wanita untuk mencari tahu tentang nasab (silsilah keturunan)-nya.

Alasan pertama, keluarga memiliki peran besar dalam mempengaruhi ilmu, akhlak dan keimanan seseorang. Seorang wanita yang tumbuh dalam keluarga yang baik lagi Islami biasanya menjadi seorang wanita yang shalihah.

Alasan kedua, di masyarakat kita yang masih awam terdapat permasalahan pelik berkaitan dengan status anak zina. Mereka menganggap bahwa jika dua orang berzina, cukup dengan menikahkan keduanya maka selesailah permasalahan. Padahal tidak demikian. Karena dalam ketentuan Islam, anak yang dilahirkan dari hasil zina tidak di-nasab-kan kepada si lelaki pezina, namun di-nasab-kan kepada ibunya. Berdasarkan hadits,

الوَلَدُ لِلْفِرَاشِ ، وَلِلْعَاهِرِ الْحَجْرُ

“Anak yang lahir adalah milik pemilik kasur (suami) dan pezinanya dihukum.” (HR. Bukhari)

Dalam hadits yang mulia ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya menetapkan anak tersebut di-nasab-kan kepada orang yang berstatus suami dari si wanita. Me-nasab-kan anak zina tersebut kepada lelaki pezina menyelisihi tuntutan hadits ini.

Konsekuensinya, anak yang lahir dari hasil zina, apabila ia perempuan maka suami dari ibunya tidak boleh menjadi wali dalam pernikahannya. Jika ia menjadi wali maka pernikahannya tidak sah, jika pernikahan tidak sah lalu berhubungan intim, maka sama dengan perzinaan. Iyyadzan billah, kita berlindung kepada Allah dari kejadian ini.

Oleh karena itulah, seorang lelaki yang hendak meminang wanita terkadang perlu untuk mengecek nasab dari calon pasangan.

Demikian beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan oleh seorang muslim yang hendak menapaki tangga pernikahan. Nasehat kami, selain melakukan usaha untuk memilih pasangan, jangan lupa bahwa hasil akhir dari segala usaha ada di tangan Allah ‘Azza Wa Jalla. Maka sepatutnya jangan meninggalkan doa kepada Allah Ta’ala agar dipilihkan calon pasangan yang baik. Salah satu doa yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan shalat Istikharah. Sebagaimana hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

إذا هم أحدكم بأمر فليصلِّ ركعتين ثم ليقل : ” اللهم إني أستخيرك بعلمك…”

“Jika kalian merasa gelisah terhadap suatu perkara, maka shalatlah dua raka’at kemudian berdoalah: ‘Ya Allah, aku beristikharah kepadamu dengan ilmu-Mu’… (dst)” (HR. Bukhari)‎‎

Penjelasan 
Kriteria Memilih Calon Istri

Dalam memilih calon istri, Islam telah memberikan beberapa petunjuk di antaranya :

1. Hendaknya calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik karena wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :

Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Dalam hadits di atas dapat kita lihat, bagaimana beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menekankan pada sisi agamanya dalam memilih istri dibanding dengan harta, keturunan, bahkan kecantikan sekalipun.

Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu … .” (QS. Al Baqarah : 221)

Sehubungan dengan kriteria memilih calon istri berdasarkan akhlaknya, Allah berfirman :

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula) … .” (QS. An Nur : 26)

Seorang wanita yang memiliki ilmu agama tentulah akan berusaha dengan ilmu tersebut agar menjadi wanita yang shalihah dan taat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wanita yang shalihah akan dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana firman-Nya :

“Maka wanita-wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara dirinya, oleh karena itu Allah memelihara mereka.” (QS. An Nisa’ : 34)

Sedang wanita shalihah bagi seorang laki-laki adalah sebaik-baik perhiasan dunia.

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)

2. Hendaklah calon istri itu penyayang dan banyak anak.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda :

Dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ” … kawinilah perempuan penyayang dan banyak anak … .” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

Al Waduud berarti yang penyayang atau dapat juga berarti penuh kecintaan, dengan dia mempunyai banyak sifat kebaikan, sehingga membuat laki-laki berkeinginan untuk menikahinya.

Sedang Al Mar’atul Waluud adalah perempuan yang banyak melahirkan anak. Dalam memilih wanita yang banyak melahirkan anak ada dua hal yang perlu diketahui :

a. Kesehatan fisik dan penyakit-penyakit yang menghalangi dari kehamilan. Untuk mengetahui hal itu dapat meminta bantuan kepada para spesialis. Oleh karena itu seorang wanita yang mempunyai kesehatan yang baik dan fisik yang kuat biasanya mampu melahirkan banyak anak, disamping dapat memikul beban rumah tangga juga dapat menunaikan kewajiban mendidik anak serta menjalankan tugas sebagai istri secara sempurna.

b. Melihat keadaan ibunya dan saudara-saudara perempuan yang telah menikah sekiranya mereka itu termasuk wanita-wanita yang banyak melahirkan anak maka biasanya wanita itu pun akan seperti itu.

3. Hendaknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah nikah.

Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang agung, di antara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dari hal-hal yang akan menyusahkan kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan, dan menyebarkan polusi kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang sama akan mengeratkan tali cinta kasih suami istri. Sebab gadis itu akan memberikan sepenuh kehalusan dan kelembutannya kepada lelaki yang pertama kali melindungi, menemui, dan mengenalinya. Lain halnya dengan janda, kadangkala dari suami yang kedua ia tidak mendapatkan kelembutan hati yang sesungguhnya karena adanya perbedaan yang besar antara akhlak suami yang pertama dan suami yang kedua. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjelaskan sebagian hikmah menikahi seorang gadis :

Dari Jabir, dia berkata, saya telah menikah maka kemudian saya mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan bersabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Apakah kamu sudah menikah ?” Jabir berkata, ya sudah. Bersabda Rasulullah : “Perawan atau janda?” Maka saya menjawab, janda. Rasulullah bersabda : “Maka mengapa kamu tidak menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu.”

4. Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan.

Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-penyakit yang menular atau cacat secara hereditas.

Sehingga anak tidak tumbuh besar dalam keadaan lemah atau mewarisi cacat kedua orang tuanya dan penyakit-penyakit nenek moyangnya.

Di samping itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan mempererat ikatan-ikatan sosial.

 Kriteria Memilih Calon Suami

Islam.

Ini adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang Muslimah dalam memilih calon suami sebab dengan Islamlah satu-satunya jalan yang menjadikan kita selamat dunia dan akhirat kelak.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

“ … dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al Baqarah : 221)

Berilmu dan Baik Akhlaknya.

Masa depan kehidupan suami-istri erat kaitannya dengan memilih suami, maka Islam memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat beragama.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Apabila kamu sekalian didatangi oleh seseorang yang Dien dan akhlaknya kamu ridhai maka kawinkanlah ia. Jika kamu sekalian tidak melaksanakannya maka akan terjadi fitnah di muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan.” (HR. At Tirmidzi)

Islam memiliki pertimbangan dan ukuran tersendiri dengan meletakkannya pada dasar takwa dan akhlak serta tidak menjadikan kemiskinan sebagai celaan dan tidak menjadikan kekayaan sebagai pujian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (nikah) dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur : 32)

Laki-laki yang memilki keistimewaan adalah laki-laki yang mempunyai ketakwaan dan keshalihan akhlak. Dia mengetahui hukum-hukum Allah tentang bagaimana memperlakukan istri, berbuat baik kepadanya, dan menjaga kehormatan dirinya serta agamanya, sehingga dengan demikian ia akan dapat menjalankan kewajibannya secara sempurna di dalam membina keluarga dan menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai suami, mendidik anak-anak, menegakkan kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga dengan tenaga dan nafkah.

Jika dia merasa ada kekurangan pada diri si istri yang dia tidak sukai, maka dia segera mengingat sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yaitu :

Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Jangan membenci seorang Mukmin (laki-laki) pada Mukminat (perempuan) jika ia tidak suka suatu kelakuannya pasti ada juga kelakuan lainnya yang ia sukai.” (HR. Muslim)

Sehubungan dengan memilih calon suami untuk anak perempuan berdasarkan ketakwaannya, Al Hasan bin Ali rahimahullah pernah berkata pada seorang laki-laki :

“Kawinkanlah puterimu dengan laki-laki yang bertakwa sebab jika laki-laki itu mencintainya maka dia akan memuliakannya, dan jika tidak menyukainya maka dia tidak akan mendzaliminya.”

Untuk dapat mengetahui agama dan akhlak calon suami, salah satunya mengamati kehidupan si calon suami sehari-hari dengan cara bertanya kepada orang-orang dekatnya, misalnya tetangga, sahabat, atau saudara dekatnya.

Demikianlah ajaran Islam dalam memilih calon pasangan hidup. Betapa sempurnanya Islam dalam menuntun umat disetiap langkah amalannya dengan tuntunan yang baik agar selamat dalam kehidupan dunia dan akhiratnya. Wallahu A’lam Bis Shawab.

Umumnya setiap orang yang dewasa pasti ingin menikah untuk membentuk keluarga sakinah mawaddah war rahmah atau keluarga yang bahagia di dunia dan akhirat. Apalagi nikah adalah satu perintah agama:

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [An Nuur:32]

Barangsiapa kawin (beristeri) maka dia telah melindungi (menguasai) separo agamanya, karena itu hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam memelihara yang separonya lagi. (HR. Al Hakim dan Ath-Thahawi)

Hadis riwayat Anas ra.:

Bahwa beberapa orang sahabat Nabi saw. bertanya secara diam-diam kepada istri-istri Nabi saw. tentang amal ibadah beliau. Lalu di antara mereka ada yang mengatakan: Aku tidak akan menikah dengan wanita. Yang lain berkata: Aku tidak akan memakan daging. Dan yang lain lagi mengatakan: Aku tidak akan tidur dengan alas. Mendengar itu, Nabi saw. memuji Allah dan bersabda: Apa yang diinginkan orang-orang yang berkata begini, begini! Padahal aku sendiri salat dan tidur, berpuasa dan berbuka serta menikahi wanita! Barang siapa yang tidak menyukai sunahku, maka ia bukan termasuk golonganku. (Shahih Muslim No.2487)

Hadis riwayat Sa`ad bin Abu Waqqash ra., ia berkata:

Rasulullah saw. melarang Usman bin Mazh`un hidup mengurung diri untuk beribadah dan menjauhi wanita (istri) dan seandainya beliau mengizinkan, niscaya kami akan mengebiri diri. (Shahih Muslim No.2488)

Abdullah Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.” Muttafaq Alaihi.

Nah bagaimana caranya agar kita bisa memiliki keluarga yang bahagia?

Itu semua tak lepas dari usaha, doa, dan tawakkal kita kepada Allah SWT. Allah dan RasulNya sudah memberi petunjuk di Al Qur’an dan Hadits.

Melihat dan berkenalan

Sebelum memutuskan untuk menikah, kita harus melihat dulu calon pasangan kita. Ini agar tidak seperti membeli kucing dalam karung:

Menurut riwayat Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah bertanya kepada seseorang yang akan menikahi seorang wanita: “Apakah engkau telah melihatnya?” Ia menjawab: Belum. Beliau bersabda: “Pergi dan lihatlah dia.”

Jangan Berpacaran

Meski kita harus ta’aruf atau mengenal, tapi pacaran dalam Islam adalah hal yang terlarang.

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” [Al Israa’:32]

Ada orang yang berpacaran sampai bertahun-tahun lebih. Bahkan ada pula yang sampai kumpul kebo dengan alasan agar bisa mengenal calon pasangannya. Itu adalah haram. Toh begitu menikah, banyak juga yang cerai.

Sebab bagaimana pun juga orang pacaran itu selalu menutupi kekurangannya dan hanya menampilkan yang baik-baik saja. Banyak ulama mengatakan, kalau pacaran itu tidak pernah kita mendengar suara kentut dari pasangan kita. Tapi begitu menikah, sering sekali kedengaran. Jadi pacaran itu bukanlah hal yang yang tepat untuk mengenal pasangan.

Untuk mengenal pasangan anda, carilah informasi dari orang dekatnya entah itu saudara, teman, atau tetangganya. Minta juga penilaian dari orang tua dan keluarga anda. Sebab orang yang jatuh cinta itu banyak yang “buta.” Tidak dapat melihat kekurangan orang yang dia cinta.

Dari statistik Ohio University dijelaskan bahwa 1 dari 3 wanita di AS pernah diperkosa. Kemudian dari Ensiklopedi MS Encarta juga dijelaskan 80% pelaku adalah pacar dari si korban.

Hanya 16% kasus perkosaan yang dilaporkan.

Banyak kasus perzinahan mungkin sebetulnya adalah perkosaan di mana si pacar mendesak untuk diberi jatah.

Jadi pacaran itu dampak negatifnya cukup banyak.

Sulit Mencari Jodoh?

Ada juga orang yang sulit mencari jodoh. Kemungkinan orang ini terlalu pilih-pilih atau selektif. Yang penting itu sebenarnya akhlak dan agamanya. Tampang itu yang biasa-biasa saja, begitu pula yang lainnya.

Selain itu seringlah bersilaturrahim ke tempat saudara atau mengikuti pengajian. Makin luas silaturrahim anda, makin mudah pula anda mencari jodoh. Jangan lupa untuk senantiasa senyum sehingga orang tidak kabur ketika melihat anda…

Jangan Melamar Wanita yang Sedang Dilamar Orang Lain

Ada pepatah Perancis: “Cherchez la Femme” Artinya, (jika ada keributan) carilah wanitanya. Ini karena sering terjadi perkelahian untuk memperebutkan wanita. Tak jarang berakhir dengan maut. Oleh karena itu, Islam melarang seseorang untuk melamar wanita lain yang sedang dilamar pria lain.

Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah seseorang di antara kamu melamar seseorang yang sedang dilamar saudaranya, hingga pelamar pertama meninggalkan atau mengizinkannya.” Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.

Memilih Pasangan Hidup

Pertama-tama kita harus mencari pasangan hidup yang baik menurut agama. Mungkin banyak orang mengeluh karena dia sulit mendapat jodoh. Tidak ada pria/wanita yang mendekati dirinya. Nah orang itu harus introspeksi diri.

Pertama apakah penampilannya kucel dan semrawut? Jika ya, jangan heran jika banyak orang tidak menengok dirinya. Kita harus berpenampilan bersih, rapi, dengan wajah yang ceria. Jika wajah murung atau cemberut tentu orang juga enggan mendekat. Itulah sebabnya Nabi berkata “Senyum itu sedekah”

Kemudian lihat pergaulan atau jaringan teman dan keluarga anda. Apakah anda sehari-hari hanya berkurung diri di kamar saja? Tentu saja anda tidak harus melakukan dugem di diskotik yang akhirnya paling hanya dapat pecandu narkoba/alkohol sebagai suami/istri. Tapi anda bisa mengikuti pengajian di lingkungan rumah anda.

Bagaimana pun juga keluarga dan teman bisa jadi mak comblang/perantara yang ampuh untuk mencari jodoh.

Jangan pasang kriteria terlalu tinggi, misalnya harus ganteng/cantik, harus cerdas lulus S3, kaya, dan beriman. Sulit mencari orang yang sempurna. Jika pun anda bisa menemukan orang yang seperti itu, belum tentu dia mau dengan anda.

Pilihlah wanita yang beriman dan saleh untuk jadi pasangan anda:

Sesungguhnya dunia seluruhnya adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita (isteri) yang sholehah. (HR. Muslim)

Wanita dinikahi karena empat faktor, yakni karena harta kekayaannya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Hendaknya pilihlah yang beragama agar berkah kedua tanganmu. (HR. Muslim)

Wanita yang baik akan senantiasa menjaga auratnya. Dia tidak akan menerima tamu pria yang bukan muhrimnya jika anda pergi bekerja.

Sebaliknya, jangan pilih wanita yang mengumbar auratnya/sexy untuk menggoda para pria. Banyak terjadi wanita seperti ini ketika suaminya pergi, maka dia selingkuh dengan pria lain. Bahkan tidak jarang akhirnya membunuh suaminya agar bisa tetap bersama pacarnya. Semoga hal ini tidak menimpa kita semua.

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin” [An Nuur:3]

Pilih wanita yang beriman. Bukan yang musyrik/beda agama:

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” [Al Baqarah:221]

Sebelum anda jatuh cinta dengan seseorang, teliti dulu agamanya. Islam apa bukan? Jika Islam, perhatikan lagi, sholat apa tidak? Jika tidak sholat, sebaiknya tinggalkan karena sholat adalah pembeda antara orang yang beriman dengan orang kafir.

Seganteng atau secantik apa pun orang yang membuat anda jatuh hati, jika dia kafir niscaya akan dibakar dengan api neraka sehingga wujudnya akan jadi mengerikan. Jika anda pernah menyaksikan mayat yang hangus hitam terbakar, ingatlah itu. Seganteng apa pun orang itu misalnya seganteng Primus atau Keanu Reves, tapi jika dia kafir maka wajahnya akan mengerikan bukan hanya di neraka. Tapi juga di kubur. Ingatlah hal ini agar anda tidak tertarik dengan orang kafir yang ganteng atau cantik.

Meski mungkin sudah banyak yang tahu, ada baiknya kita baca ayat di bawah tentang siapa yang tidak boleh kita nikahi:

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [An Nisaa’:23]

Amati Bagaimana Amarahnya

Setiap orang pasti pernah marah. Cuma ada yang melampiaskan kemarahannya dengan perbuatan yang menyakitkan, ada juga yang sekedar mengeluarkan kata-kata kotor, ada pula yang sekedar diam saja.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terjadi akibat pasangan tidak mampu mengontrol amarahnya. Kadang bukan sekedar melukai, tapi juga bisa membunuh pasangan atau anaknya. Oleh karena itu anda harus bisa mengetahui bagaimana sifat calon pasangan anda jika marah agar tidak menyesal nantinya. Jangan sampai, terutama kaum wanita, jadi sansak hidup yang selalu dipukul oleh suaminya.

Ada wanita yang baru tahu suaminya kasar setelah menikah. Sering memukul hingga membuat dia berdarah. Sebelum menikah, katanya calon suaminya sangat baik. Oleh karena itu tak ada salahnya jika anda sekali dua kali mencoba membuat pasangan anda marah agar hal semacam itu bisa dideteksi secara dini. Jika anda terlanjur menikahi orang seperti ini, sebaiknya segera mencari perlindungan dan bercerai. Memang setelah marah mereka sangat baik dan sangat cepat menjadi baik lagi karena seluruh kemarahannya mereka keluarkan kepada anda. Tapi pasti mereka akan mengulanginya lagi.

Sebaik-baik orang adalah yang diam jika dia marah. Jika pun berkata, dia sekedar mengungkapkan hal yang dia tidak suka tanpa menyebut anda dengan sebutan yang buruk.

Paling dekat dengan aku kedudukannya pada had kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya dan sebaik-baik kamu ialah yang paling baik terhadap keluarganya. (HR. Ar-Ridha)

Bila seorang dari kamu sedang marah hendaklah diam. (HR. Ahmad)

Selama menikah, Nabi belum pernah memukul istri atau pun anak-anaknya.

Pada saat anda sudah menikah, sebaiknya hanya ada 1 pihak saja yang marah. Yang lain sebaiknya mengalah. Ketika marah, jangan sekali-kali mengucapkan kata “Cerai.” Sebab itu bukanlah kata yang bisa diucapkan secara main-main atau untuk mengancam.

Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tiga hal yang bila dikatakan dengan sungguh akan jadi dan bila dikatakan dengan main-main akan jadi, yaitu: nikah, talak dan rujuk (kembali ke istri lagi).” Riwayat Imam Empat kecuali Nasa’i. Hadits shahih menurut Hakim.

Jangan pula anda mengeluarkan kata-kata dari “Kebun Binatang” atau pun sebutan menyakitkan lainnya.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri (sesama Muslim) dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” [Al Hujuraat:11]

Jangan Mencintai Pasangan Anda Secara Berlebihan

Menurut pepatah Inggris: “Love me little, love me long”. Cintai aku sedikit, tapi abadi. Biasanya pasangan yang cintanya berlebihan, sehingga di depan umum pun tampil sangat mesra, dalam beberapa tahun saja pasti bercerai. Ini karena rasa cintanya terlalu diumbar sehingga dalam waktu singkat sudah “habis.”

Dalam Islam, kita tidak boleh berlebihan. Kita harus mengutamakan cinta kita kepada Allah dan Rasulnya. Jika pun kita mencintai sesama atau pasangan kita, itu karena Allah.

Barangsiapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, maka sempurnalah imannya. (HR. Abu Dawud)

Jika kita mencintai pasangan kita lebih daripada Allah, niscaya hati kita akan hancur dan putus asa jika pasangan kita meninggalkan kita baik karena cerai atau pun karena mati.

Sebaliknya jika kita mencintai Allah di atas segalanya, niscaya kita akan selalu tegar dan tabah karena kita yakin bahwa Allah itu Maha Hidup dan Abadi serta selalu bersama dengan hambanya yang Saleh.

Menikahlah Karena Cinta

Seharusnya kita menikah karena cinta. Bukan karena paksaan. Oleh karena itu, sebetulnya kisah kawin paksa antara Siti Nurbaya dengan Datuk Maringgih itu bertentangan dalam Islam.

Dari Zakwan ia berkata: Aku mendengar Aisyah berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah saw. tentang seorang gadis perawan yang dinikahkan oleh keluarganya, apakah ia harus dimintai persetujuan ataukah tidak? Beliau menjawab: Ya, harus dimintai persetujuan! Lalu Aisyah berkata: Aku katakan kepada beliau, perempuan itu merasa malu. Rasulullah saw. bersabda: Itulah tanda setujunya bila ia diam. (Shahih Muslim No.2544)

Syiarkanlah Pernikahan

Dalam Islam, pernikahan itu meski itu adalah pernikahan kedua, ketiga, atau keempat (poligami) harus disiarkan ke masyarakat luas agar nanti tidak terjadi fitnah.

Dari Amir Ibnu Abdullah Ibnu al-Zubair, dari ayahnya Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sebarkanlah berita pernikahan.” Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Hakim.

Hadis riwayat Anas bin Malik ra.:

Bahwa Nabi saw. melihat warna bekas wangian pengantin di tubuh Abdurrahman bin Auf, lalu beliau bertanya: Apakah ini? Abdurrahman menjawab: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku baru saja menikahi seorang wanita dengan mahar seharga lima dirham emas. Rasulullah saw. lalu bersabda: Semoga Allah memberkahimu dan rayakanlah walaupun dengan seekor kambing. (Shahih Muslim No.2556)

Dari Anas Ibnu Malik ra bahwa Nabi SAW pernah melihat bekas kekuningan pada Abdurrahman Ibnu Auf. Lalu beliau bersabda: “Apa ini?”. Ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menikahi seorang perempuan dengan maskawin senilai satu biji emas. Beliau bersabda: “Semoga Allah memberkahimu, selenggarakanlah walimah (resepsi) walaupun hanya dengan seekor kambing.” Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim.

Sering orang melakukan pernikahan secara diam-diam atau nikah siri sehingga orang banyak tidak tahu apakah mereka berdua menikah atau tidak. Itu jelas tidak sesuai dengan sunnah Nabi. Jika yang dilakukan pernikahan siri adalah istri kedua sementara istri pertama dirayakan, maka itu adalah ketidak-adilan yang tidak bisa ditolerir.

Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda: “Barang siapa memiliki dua orang istri dan ia condong kepada salah satunya (tidak adil), ia akan datang pada hari kiamat dengan tubuh miring.” Riwayat Ahmad dan Imam Empat, dan sanadnya shahih.

Jangan Bercerai

Perceraian adalah hal yang halal tapi dibenci Allah:

Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Perbuatan halal yang paling dibenci Allah ialah cerai.” Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah

Kenapa begitu?

Karena perceraian bukan hanya menyakitkan pihak yang bercerai, tapi juga anak-anaknya.

Agar tidak bercerai, maka suami harus bertanggung-jawab memberi nafkah lahir dan batin pada istrinya dan keluarganya serta memperlakukan mereka dengan baik.

Istri juga harus paham bahwa suami adalah pemimpin keluarga dan menghormatinya.

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)..” [An Nisaa’:34]

Sediakanlah makan dan minuman bagi suami dan keluarganya. Karena wanita bertanggung-jawab mengatur hal itu. Masing-masing punya tugas dan tanggung–jawab.

Jika marah, sebaiknya diam. Jangan melontarkan kata-kata yang menyakitkan. Apalagi sampai main tangan. Jika ada satu yang marah, yang lain hendaknya mengalah. Sebab kalau keduanya sama-sama marah bisa berakibat “fatal.”

Istri juga harus menghargai orang tua suami, begitu pula sebaliknya karena kedua orang tua tersebut seolah-olah sudah jadi orang tua mereka semua.

Sering perceraian terjadi karena faktor ekonomi, misalnya suami penghasilannya kurang atau bahkan diPHK. Istri hendaknya tidak diam atau justru merongrong suaminya. Sebaliknya coba bantu suaminya mencari nafkah.

Meski wanita tidak wajib mencari nafkah, toh Khadijah yang merupakan wanita yang paling utama, membantu Nabi dengan harta kekayaannya.

Saya lihat juga para istri yang langgeng menikah dengan suaminya, aktif membantu suaminya mencari uang dengan membuka katering atau berdagang di rumah sehingga mereka bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga kuliah.

Rajinlah berolahraga agar anda bisa memberi nafkah lahir dan batin. Bagaimana pun juga menurut Nabi Kesehatan adalah nikmat terbaik setelah iman. Karena itu peliharalah dengan berolahraga.

Seringlah berdoa: “Robbana hablana min azwaajina wa dzurriyatina qurrota a’yuun. Waj’alna lil muttaqiina imaama” (Ya Allah, jadikanlah istri-istri dan anak-anak kami sebagai penghibur hati. Dan jadikanlah kami sebagai pemimpin orang-orang yang takwa).‎‎

Allah telah berfirman:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ 
الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)."

Dari ayat diatas bisa kita ambil sebuah makna,bahwa mencintai dan dicintai itu adalah fitrahnya manusia,akan tetapi dijaman sekarang ini banyak manusia yang salah mengerti akan hal itu,terus bagaimanakah CINTA yg sebenarnya itu,yakni cinta yg berdasarkan al-qur'an dan al-hadits.‎

Rasulallah pernah berkata:‎
"Jika kau mencintai seseorang cintailah sekedarnya saja,karena bisa jadi orang yg kmu cintai sa'at ini esok hari mnjadi orng yg paling kamu benci,dan jika kau membenci seseorang bencilah sekedarnya saja,karena bisa jadi orang yang kmu benci sa'at ini esok hari menjadi orang yang kamu paling cintai."
lantas bagaimana tuntunan hadits dalam memilih jodoh....????
Rasul Bersabda :‎



"Wanita dinikahi karena empat faktor, yakni karena harta kekayaannya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Hendaknya pilihlah yang beragama agar berkah kedua tanganmu. (HR. Muslim)

Yang pertama dari kekaya'anya,akan tetapi kita jg harus ingat bahwa biasanya kekayaan bisa mendatangkan kesombongan,kekaya'an tanpa keimanan akan hancur,apalagi yg kaya itu dari pihak perempuanya,maka akan hilanglah wibawa seorang laki2 di dlm rumah tangganya nanti yg padahal kita hrus tw bahwasanya

 الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ 

(kaum laki2 itu adalah pemimpin bagi kaum wanita),maka kekayaan jangan dijadikan acuan pertama dlm hal ini.

Yang kedua kedudukan/keturunan,pepatah mengatakan buah mangga jatuh tdk akn jauh dr pohonya,diharapkan dr yg kedua ini kalau kita menikahi dri benih yg baik maka hasilnya akn baik jg,akn tetapi kita jg hrus ingat keturunan bukanlah acuan yg terpenting pula dlm hal ini,disebabkan kalau hidayah itu datang kpd manusia,bisa jadi anak kiai jd maling,dan bisa jadi anak maling jadi Kyai.
Yang  ketiga kecantikan/kegagahan,akan tetapi kta jg hrus ingat bisanya kecantikan hanya akan membawa kita kepada kehancuran dlm rumah tangga jikalau kecantikan itu tdk disertai dg ke-imanan,diceritakan dari seorang sahabat telah mengadu pada baginda nabi "ya rasul istri saya selalu menjamah/mnerima orng yg slalu ngajak bersalamn denganya"(kata sahabat)"rasul mnjawab "Ceraikan saja"...'tapi saya cinta ya rasul'...'kalo kmu cinta ajarkan dan tanamkan rasa keimanan d dalam hatinya',dari sedikit cerita d atas bsa kta ambil sebuah makna,punya istri yg cantik tanpa iman kadang membuat kehidupan kita mnjadi buah simalakama,dibiarin makan hati,diomongin jg takut diceraikan,simalakama jadinya,makanya jangan pernah jadikan kecantikan/kegagahan itu hal yg paling pertama dlm mencari jodoh.
Rasul Berkata :‎
''Barangsiapa mengawini seorang wanita karena memandang kedudukannya maka Allah akan menambah baginya kerendahan, dan barangsiapa mengawini wanita karena memandang harta-bendanya maka Allah akan menambah baginya kemelaratan, dan barangsiapa mengawininya karena memandang keturunannya maka Allah akan menambah baginya kehinaan, tetapi barangsiapa mengawini seorang wanita karena bermaksud ingin meredam gejolak mata dan menjaga kesucian seksualnya atau ingin mendekatkan ikatan kekeluargaan maka Allah akan memberkahinya bagi isterinya dan memberkahi isterinya baginya. (HR. Bukhari)''

Yang keempat ke-imanan/agamanya,inilah yg paling terpenting,carilah pasangan hidupmu dari hal keimananya/agamanya,insya Allah kalo kita mencintainya karena ke-imanannya/agamanya keluarga kita akan menjadi keluarga sakinah,mawadah,dan warohmah seperti idaman semua orang..amiin ya robbal alamiin...

Wallahualam..‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar