Kamis, 29 Oktober 2015

Misteri Gunung Patuha

Dataran tinggi Bandung Selatan yang merupakan kawasan Gunung Patuha, memiliki keindahan alam yang sangat mempesona. Banyak tempat wisata di area ini, dan yang paling indah adalah Danau Kawah Putih Ciwidey, Bandung. Alam pemandangan di sekitar Danau Kawah Putih Ciwidey cukup indah, dengan air danau berwarna putih kehijauan, sangat kontras dengan batu kapur yang mengitari Danau Kawah Putih. Di sebelah utara danau berdiri tegak tebing batu kapur berwarna kelabu yang ditumbuhi lumut dan berbagai tumbuhan lainnya.
 
Kawah Putih yang anda lihat saat ini sebenarnya adalah kawah Gunung Patuha. Namun, nama tersebut ternyata kalah populer dan wisatawan lebih mengenal dengan nama ‎Kawah Putih Bandung karena memang tanah dan airnya berwarna putih. konon asal mula nama Gunung Patuha ini bermula dari kata “Sepuh” yang dalam bahasa Indonesia disebut “Pak Tua”. Lambat laun, kata “Pak Tua” berubah menjadi Patuha.

Konon katanya kawasan ini merupakan tempat berkumpulnya roh halus para Prajurit Prabu Siliwangi yang Amoksa. Selain udara yang dingin, bahkan di sore hari bisa mencapai 0 derajat, suasana sunyi dan hening sangat terasa ketika memasuki Kawah Putih ini. Ditambah dengan lebatnya hutan di kanan dan kiri jalan menuju puncak kawah, semakin menambah kesan angker tempat ini.

Menurut para ahli, sejarah terbentuknya kawah bermula pada Abad X dan XII dimana terjadi sebuah letusan yang membentuk sebuah kawah besar yang sangat indah. Tapi, sayangnya keindahan ini tidak diketahui oleh masyarakat setempat, bahkan banyak dari mereka menganggap area sekitar gunung sangat angker, bahkan segerombolan burung yang terbang jarang sekali melewati gunung ini. 

Kalau pun ada, burung tersebut akan mati. Hal ini disebabkan karena menurut keparcayaan masyarakat setempat, di puncak gunung terdapat 7 makam para leluhur/sesepuh, yang setiap namanya diawali dengan eyang (Eyang Jaga Satru, Eyang  Rangsa Sadana, Eyang Camat, Eyang Ngabai, Eyang Barabak, Eyang Baskom dan Eyang Jambrong).

Salah satu puncak Gunung Patuha, Puncak Kapuk, dipercaya sebagai tempat rapat para leluhur yang dipimpin oleh Eyang Jaga Satru. Di tempat ini masyarakat sesekali melihat secara gaib sekumpulan domba berbulu putih (domba lukutan) yang dipercaya sebagai penjelmaan dari para leluhur. 

Kepercayaan mengenai keangkeran kawah lambat laun terbantahkan

Pada tahun 1837, seorang Belanda keturunan Jerman bernama Dr. Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1864) berkunjung ke Bandung bagian Selatan (Ciwidey). Saat itu, ia memandangi sebuah area gunung yang terlihat sunyi bahkan tidak ada satu ekor burung pun yang terbang di atasnya, dan hal ini membuatnya penasaran. Kemudian beliau mencari informasi melalui masyarakat setempat tentang keanehan tersebut. Hampir dari mereka menceritakan hal yang sama bahwa Gunung Patuha merupakan area yang sangat angker dimana merupakan tempat arwah para leluhur dan merupakan pusat kerajaan mahluk halus. Keadaan dan kondisi ini mungkin bagi seorang Belanda dengan latar belakang dan pemahamannya merupakan sesuatu yang kurang masuk akal sehingga membuatnya lebih penasaran. Singkat cerita, dengan segala keberaniannya ia menembus hutan yang mengelilingi area tersebut. Setelah berada di puncak gunung, Franz Wilhelm kaget karena menyaksikan sebuah danau yang begitu indah dengan air yang sedikit hijau dengan semburan larva diatasnya. Selain itu, di beberapa lokasi tertentu tercium bau blerang yang sangat menyengat.

Atas jasa Franz Wilhelm, Penerintah Belanda yang menjajah Indonesia kala itu mendirikan pabrik kapur dengan nama “Zwavel Ontgining Kawah Putih”. Namun, setelah kekuasaan diambil alih oleh pemerintah Jepang, nama inipun berubah menjadi “Kawah Putih kenzanka Yokoya Ciwidey”.
Sejak tahun 1991 sampai sekarang, Perum Perhutani mengembangkan area kawah sebagai objek wisata.
Franz Wilhem Junghuhn kini sudah lama tiada, namun penemunya yang dikenal dengan nama Kawah Putih masih tetap anggun mempesona sampai saat ini.

Kawah Putih adalah sebuah area dari kawah Gunung Patuha dengan ketinggian 2434 meter dpl (di atas permukaan air laut) yang berjarak 46 km dari Bandung (ke arah selatan). Selain Kawah Putih yang berada pada ketinggian 2194 meter dpl di Puncak Gunung Patuha, masih ada kawah lagi yaitu Kawah Saat yag terletak di puncak bagian barat. Kedua kawah tersebut terbentuk akibat letusan pada abad X dan XII. Nama Patuha sendiri konon berasal dari kata "Patua" oleh karenanya masyarakat setempat menyebutnya dengan "Gunung Sepuh" (baca: tua). Lebih dari seabad yang lalu puncak gunung Patuha oleh masyarakat setempat dianggap angker, sehingga tak seorang pun berani menginjaknya, oleh karena itu keberadaan dan keindahannya pada saat tersebut tidak diketahui oleh orang sampai akhirnya ditemukan oleh Junghuhn.

Kawah Putih merupakan salah satu tempat tujuan wisata yang sangat favorit di daerah Bandung Selatan. Letaknya yang relatif mudah dijangkau baik menggunakan kendaraan pribadi maupun umum, ditambah dengan pesona keindahannya semakin menambah pesona tempat ini. Setelah melewati daerah Soreang yang cukup macet, kalau tidak mau dikatakan ruwet, kita bisa melenggang menuju Kawah Putih, paling-paling hanya berpapasan dengan satu atau dua kendaraan. Sekitar 4 kilometer menjelang pintu masuk Kawah Putih, kebun strawberry banyak bertebaran di kanan kiri jalan, bahkan beberapa rumah langsung membuat tulisan, "bisa memetik sendiri". Bagi yang mau menikmati segarnya strawberry bisa mampir sejenak, tuk memetik buah ini secara langsung. Apalagi kalau kita sedikit mau menawar, harganya bisa lebih murah dari harga di pasar.

Setelah sekitar satu jam melewati jalan yang hanya cukup dilewati dua mobil saja, sehingga kita harus ekstra hati-hati kalau tiba-tiba berpapasan dengan mobil dari lawan arah, barulah kita sampai di pintu masuk Kawah Putih. Dengan tiket yang cukup murah, hanya Rp 3500,- per orang, kita bisa menuju puncak kawah. Ternyata puncak kawah masih 5 km dari pintu masuk pembelian tiket. Jalan yang sempit dan naik tajam, bahkan di salah satu tanjakan tertulis "Gigi satu" membuat kita harus waspada dan mematuhi rambu-rambu yang ada. Ketika rombongan kami melintas, ada beberapa mobil yang tidak kuat naik karena tidak mematuhi rambu yang ada. Penunjuk jalan yang menyertai kami, Benny mengatakan,"sepanjang jalan terjal ini kalau sore terkadang ada macan tutul yang melintas,". Serunya, katanya macan tersebut bisa benar-benar macan atau bisa jadi macan jadi-jadian.

Di shelter terakhir tersedia tempat parkir yang cukup luas, bisa menampung kurang lebih 100 mobil dengan beberapa warung di pinggir lapangan. Setelah memarkir mobil, perjalanan diteruskan dengan berjalan kaki, jalan menanjak yang tidak terlalu tajam dengan panjang kurang lebih 100 meter. Setelah lima menit berjalan kaki, lapangan luas dengan konblock sebagai alas lapangan akan nampak di hadapan kita. Lagi-lagi cerita mistis dari Benny si pemandu mengatakan ," tempat ini merupakan tempat bermain para anak jin, dan di pinggirnya ada sebuah tugu yang merupakan tempat berkumpulnya anak-anak jin tersebut setelah bermain. Di luar cerita tersebut, nuansa asri, yang tenang, kemudian diselingi oleh petikan gitar dengan lagu sundanya Pak Ayik, kita bisa bersantai sejenak duduk di bangsal kecil yang disediakan oleh pengelola yang terletak di pinggir lapangan. Dari lapangan kecil tersebut kita berjalan turun, untuk menuju kawah.

Setelah cukup lelah menempuh perjalanan, kita akan disuguhi oleh pemandangan menakjubkan yang memancar dari permukaan kawah. Dari jauh kawah tersebut nampak kebiruan, berkilau ketika diterpa sinar matahari, namun sebetulnya kawah ini berwarna putih. Sebuah kawah yang luas, dengan mengepulkan asap tipis dari permukaan airnya, serta dilatarbelakangi oleh dinding kapur yang terjal, betul-betul pemandangan yang jarang kita temui. Cerita mistis yang berkembang, bagi orang-orang tertentu yang mempunyai "kelebihan" bahwa dinding-dinding tersebut seperti pintu masuk untuk menuju sebuah kerajaan. Bahkan dinding sebelah barat dikatakan juga, merupakan tempat penyiksaan bagi para kawula yang tidak patuh terhadap titah Sang Raja. Air kawah sendiri terasa hangat ketika kita pegang, dan kalau mau coba dirasakan terasa asin dan pekat karena kandungan belerangnya. Kedalaman kawah sendiri tidak ada yang memastikan, barangkali sampai jauh ke dalam dasar bumi.

1 komentar:

  1. butuh rental mobil dari Jakarta ke Ciwidey? boleh mampir ke sini rentalmobiljakartabandung.com dijamin sampai ke Ciwidey dengan nyaman, senang dan murah.

    BalasHapus