Jumat, 09 Oktober 2015

Sejarah Imam Al-Hakim An-Naisaburi Rh

Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah al-Hakim al-Naisaburi (321 H/933 M - 405 H/1014 M) atau terkenal dengan sebutan ‎Al-Hakim saja, adalah salah seorang imam di antara ulama-ulama hadits dan seorang penyusun kitab yang terkemuka di zamannya. Namanya lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Handawaihi bin Nu'aim al-Dhabbi al-Thahmani al-Naisaburi as-Syafi'i, juga terkenal dengan sebutan gelarnya Ibnu al-Baiyi.

Beliau lahir di Naisabur pada hari Senin, 3 Rabiul Awwal, tahun 321 H. Ia mempunyai banyak kitab dalam ilmu hadits diantaranya adalah: al-Ilal wa Amali, Ma’rifatu Ulumil Hadits dan karya beliau yang terkenal yaitu al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain lain lainnya. Menurut riwayat kitabnya lebih kurang 1.500 juz.

Ayah al-hakim, Abdullah bin Hammad bin Hamdun adalah seorang pejuang yang dermawan dan ahli ibadah yang sangat loyal terhadap penguasa bani Saman yang menguasai daerah Samaniyyah. Dalam catatan sejarah daerah Samaniyah pada abad ke 3 telah melahirkan ahli hadits ternama diantaranya Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Abu Daud, al-Tirmidzi, al-Nasa'I, dan ibn Majah. Di tempat inilah al-Hakim dilahirkan dan dibesarkan. Kondisi sosiokultural ini yang mempengaruhi al-Hakim sebagai seorang pakar hadits abad 4 H

Abu Abdillah Al-hakim menuntut ilmu di mulai semenjak masih kecil melalui berkat bimbingan dan arahan ayah serta paman dari ibunya.Adapun pertama kali dia mendengarkan hadits tahun 330 Hijriyah ketika baru berumur tujuh tahun.Dia mendapatkan hadits secara imla’ dari Abu Hatim Ibnu Hibban pada tahun 334 Hijriyah. Setelah itu, Abu Abdillah Al-hakim melakukan perjalannya mencari ilmu dari Naisaburi ke Irak pada tahun 341 Hijriyah, selang beberapa bulan setelah Isamail As-Shaffar meninggal dunia.Kemudian dia melakukan ibadah haji dan selanjutnya meneruskan perjalannya mencari ilmu kenegeri Khurasan, daerah ma wara’an an-nahri dan lainnya.

Abu Abdillah Al-hakim belajar ilmu qira’at dari Ibnul Imam, Muhammad bin Abu Manshur Ash-Sharam, Abu Abu Ali bin An-Naqqar Al-Kuffi dan Abu Isa Bakkar Al-Baghdadi. Dan, dia belajar tengtang madzhab dari Ibnu Abi Hurairah, Abu Sahal Ash-Shu’luki dan Abu Al-Walid Hisan Bin Muhammad. Al-Hakim sering berdiskusi dengan Al-Ja’labi, Ad-Daruquthni dan yang lain. Selama masa hidupnya (321- 405 H) beliau telah memberikan kotribusi yang cukup besar dalam bidang ilmu hadis, melalui karya monumentalnya Al-Mustadrak ‘ala al- ṣaḥiḥaini. Beliau meninggal dalam usia 84 tahun, tepatnya pada bulan Shaffar 405 H.

Guru-guru al- Hakim

Adapun para guru Abu Abdillah Al-hakim di naisaburi sendiri jumlahnya mencapai 1000 syaikh. Sedangkan guru-guru yang diperoleh selain dari naisaburi pun kurang lebih 1000 syaikh. 

Diantara guru-gurunya adalah :
a)      Muhammad bin Ya’qub al-‘A’sam
b)      Muhammad bin Ali Al-Muzakkir
c)      Al-Daruqutni
d)       Ibnu Hibban
e)      Al-Hasan bin Ya’qub Al-Bukhari
f)        Abu Ali Al-Naisaburi
g)      Muhammad bi al-Qasim al-Ataki
h)      Ismail bin Muhammad al-Razi
i)        Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad bin Abdillah al-Baghdadi al-Jamal
j)        Ali bin Hamsad al-adl.


Murid-murid al-Hakim

Banyak sekalii murid yang dimiliki oleh al-hakim, di antara murid-murid al-Hakim yang pernah meriwayatkan hadis darinya adalah :
a.      Abu Al-Falah bin Ubay bin al-Fawari
b.      Abu al-A’la al-Wasiti
c.       Muhammad bin Ahmad bin Ya’qub
d.      Abu Zarr al-Hirawi
e.      Abu Ya’la al-Khalili
f.        Abu Bakar al- Baihaqi
g.       Abu al-Qasim al-Qusyairi
h.      Abu Shaleh Al-Muadzin
i.        Az-Zaki Abdul Hamid Al-buhari
j.        Utsman Bin Muhammad Al-Mahmahi
k.       Abu Bakar Ahmad bin Ali Bin Khalaf Asy-Syairazi,  dan masih banyak yang lainnya.

Sanjungan para ulama terhadapnya

Abu Ath-Thahrir As-Salafi berkata,” aku telah mendengar Ismail bin Abdul Jabar Al-Qadhi di daerah Qazwain berkata,” aku telah mendengar Al-Khalil bin Abdullah Al-Hafizh ketika menyebut nama Abu Abdillah Al-hakim dengan penuh hormat, dia berkata,” Abu Abdillah Al-hakim telah dua kali mengunjungi Irak dan Hijaz. Kunjungan keduanya terjadi pada tahun 338 Hijriyah, dimana dia berdiskusi dengan Imam Ad-Daruquthni sampai ia ridha atas Abu Abdillah Al-hakim. Abu Abdillah Al-hakim adalah seorang yang Tsiqah, mempunyai ilmu luas dan karya mencapai kurang lebih lima ratus juz. 

Abu Hazim Umar bin Ahmad bin Ibrahim Al-Abdawi Al-Hafidz berkata, “ sesungguhnya Abu Abdillah Al-hakim pernah diangakat menjadi hakim didaerah Nasa’ pada tahun 359 Hijriyah ketika daulah As-Samaniyah berkuasa dengan perdana menterinya yang bernama Abu Ja’far Al-Atabi. 

Abu Abdurrahman As-silmi berkata: Saya bertanya kepada Darauqotni: Siapakah diantara keduanya yang paling menjaga hafalannya ? maka ia menjawab: Saya yakin yang paling menjaga hafalan adalah Ibnul Bayyi (Al-Hakim).

Pada waktu itu, Al-Khalil bin Ahmad As-Sijzi Al-Qadhi menemui Al-Atabi dan berkata,” Allah telah menganugrahkan kepadamu dengan syaikh (Abu Abdillah Al-hakim). Dia telah mnyiapkan diri ke Nasa’ dengan membawa 300.000 hadits Rasulullah S.A.W. “mendengar berita yang dibaca Al-Khalil As-Sijzi ini, wajah Al-Atabi lalu Nampak berseri-seri karena gembira. Kemudian jabatan Abu Abdillah Al-hakim sebagai hakim hendak dipindahkan tugaskan ke Jurjan, akan tetapi dia menolaknya. Aku telah mendengar para syaikh kami berkata,”Abu Bakar Ibnu Ishaq dan Al-walid An-Naisaburi sering bertandang menemui Abu Abdillah Al-hakim untuk menanyakan tentang Jarh wa At-Ta’dil, Illat hadits dan menemukan hadits-hadits yang shahih dari yang tidak shahih.

Pada waktu itu ia tinggal bersama Abu Abdillah Al-Ashami kurang lebih tiga tahun lamanya. Tak satu pun syaikh yang kau ketahui lebih bertaqwa dan cepat bereaksi daripada Abu Abdillah Al-Ashami . Apabila ia menemui dalam hadits, maka dia menyuruhku untuk menanyakan kepada Abu Abdillah Al-hakim dan menulis jawabannya. Jika apa yang aku tulis dari Imam Al-Hakim terdapat jawabannya, maka Abu Abdillah Al-AShami akan memberikan hukum keputusan hadits tersebut dengan jawaban Al-Hakim. Dia telah memilih para gurunya selama 50 tahun.”

Abdul Ghafir Al-Farisi berkata,” Abu Abdillah Al-hakim hanya berteman dengan imam pada masanya, yaitu Abu Bakar Ahmad bin Ishaq Ash-Shibghi. Dia selalu bertanya kepada Ibnu Ishaq Ash-Shighi tentang Jarh Wa Ta’dil dan illat hadits. 

Abu Bakar Ahmad Ibnu Ishaq As-Sibghi juga berwasiat kepada Al-hakim mnengenai permasalahan madrasahnya Dar As-Sunah, sampai Abu Bakar mempercayakn urusan madrasahnya kepada Abu Abdillah Al-hakim.

Aku juga sering mendengar para guru kami menceritakan hari-harinya dimasa lalu dengan berkata, “sesungguhnya para imam terkemuka dan terdepan dimasanya semisal Imam Sahl Ash-Shu’luki, Imam Ibnu Furak dan beberapa imam lainnya menghormati Abu Abdillah Al-hakim melebihi dari merka sendiri. Mereka mengutamakan dan mendahulukan kepentingan Abu Abdillah Al-hakim karena kelebihan dan kemampuan menghafal makrifat yang dimilikinya.”

Ketika Abu Abdillah Al-hakim menghadiri suatu pengajian, para syaikh dan peserta yang hadir akan memuliakannya. Mereka setia mendengarkan apa yang disampaikan Abu Abdillah Al-hakim karena hormat dan fasihnya pembicaraanya .”

Al-Abdawi berkata, “ aku telah mendengar Abu Abdurrahman As-Sulami berkata, “pada waktu itu aku akan menulis hadits di juz kitab bagian luar dari hadits Imam Abi Al-Husain Al-Hajjaji Al-Hafizh; ketika aku mengambil pena untuk menulisnya, tiba-tiba Al-Hafizh membantingku dan berkata, “apa-apaan ini! Aku (Al-Hafizh) telah menghafalnya dan Abu Abdillah Al-hakim lebih hafizh dariku. Sedangkan aku tidak menjumpai seorangpun yang hafizh selain Abu Ali An-Naisaburi dan Abu Abbas Ibnu Uqdah.”kemudian aku (As-Sulami) bertanya kepada Ad-Daruquthni,” siapakah yang lebih hafizh di antara Ibnu Mandah dan Abu Abdillah Al-hakim? Ad-Daruquthni menjawab,” Abu Abdillah Al-hakim lebih mutqin (mantap) hafalannya”. Ad-Dzahabi,” Abu Abdillah Al-hakim adalah seorang imam yang hafizh, kritukus perawi hadits yang dalam ilmunya serta syaihknya para ulama ahli hadits.”

Adz-Dzahabi berkata lebih lanjut, “barang siap mernungkan karya-karya Imam Abu Abdillah Al-hakim, pembahsannya ketika meberikan imla’ dan analisa pandanganya menganai jalur-jalur periwayatan hadits, maka ia kan mengakui kecerdasan dan kelebihan yang dimiliki Imam Abu Abdillah Al-hakim. Sesungguhnya Imam Al-Hakim mengikuti jejak para pendahulunya dimana para ulama setelahnya akan kerepotan mengikuti jerih payah sebagaimana yang di lakukan Abu Abdillah Al-hakim. Dia hidup dengan terpuji dan tidak ada seorang pun setelahnya menyamainya.”

Tajudin As-Subki mengatakan bahwasannya Abu Abdillah Al-hakim adalah seorang imam yang mulia, hafizh yang banyak hafalannya dimana ulama telah mengakui kemampuannya yang telah dia miliki. Banyak ahli hadits berdatangan untuk menemuinya dari berbagai Negara karena keluasan ilmunya dan banyaknya hadits yang diriwayatkannya. Para ulama sepakat bahwasanya Abu Abdillah Al-hakim termasuk ulama yang paling pandai yang telah Allah utus guna memelihara agama-Nya ini.

Abu Hazim berkata, “orang pertama kali yang popular mengusai dan menghafal hadits berikut I’llat-I’llatnya di naisaburi setelah Imam Muslim bin Al-Hajjaj Adalah Ibrahim bin Abi Thalib yang semasa denagn imam An-Nasa’I dan Ja’far Al-Faryabi.

Periode berikutnya adalah Abu Hamid Asy-Syarqi yang semasa dengan Abu Bakar bin Ziyad An-Naisaburi dan Abu Al-Abbas bin Said. Kemudian Abu Ali Hafizh yang semasa dengan Abu Ahmad Al-Assal dan Ibrahim bin Hamzah. Setelah itu adalh Asy-Syaikhani, Abu Al-Husain Al-Hajjaj dan Abu Ahmad Al-hakim yang semasa dengan Ibnu Adi, Ibnu Al-Mudzhaffar dan Ad-Daruqthuni. Dari Abdul Ghofir berkata: Al-Hakim Abu Abdillah dia ad;ah seorang imam ahli hadist pada masanya, dan dia sangat arif dan luas pengetahuannya.

Sedangkan, Abu Abdillah Al-hakim dimasanya adlah seorang diri yang tidak ada ulama lain selain dirinya, baik di Hijaz, Irak, Jabal, Rai Thabaristan, Qaus, Khurasan, dan daerah mawara’an an-nahri.” Inilah sebagian penuturan Abu Hazim yang disampaikan dalam biografi Imam Abu Abdillah Al-hakim. Di akhir kisahnya , Abu Hazim berkata,”semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang pandai bersyukur atas nikmatnya ini.

Karya-karya al- Hakim

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, al- Hakim adalah salah satu intelektual muslim yang hidup pada aabad 4 H. Beliau termasuk ulama yang memegang komitmen keilmuannya. 

Di antara kitab-kitab yang pernah di tulis al-Hakim adalah :
a)      Takhrij al-Sahihain
b)      Tarikh al-Naisabur
c)      Fadail al-Imam al-Syafi’i
d)      Fadail al-Syuyukh
e)      Al-‘Ilal
f)       Tarikh ‘Ulama al-Naisabur
g)      Al-Madkhal ila ‘Ilm al-Sahih
h)       Al-Madkal ila al-Iklil, Ma’rifah ‘Ulum al-Hadis,
i)        Al-Muzakkina li Ruwat al-Akhbar


Pujian Para Ulama Terhadapnya

Adz-Dzahabi berkata, “Dia seorang Imam ahli hadits, kritikus, sangat pandai, dan syaikhnya para muhaddits.”

Ibnu Katsir berkata, “Dia seorang ahli agama, orang yang dapat dipercaya, dapat menjaga diri, teliti (kuat hapalannya), objektif, dan wara’"

Ibnu Khalkan berkata, “Dia seorang Imam hadits pada masanya dan penulis kitab-kitab yang belum pernah dikarang sebelumnya. Dia orang yang memiliki ilmu yang luas."

Pandangan ulama atas penilaian sahih al-Hakim.

Beliau juga termasuk imam yang mendapat tuduhan tasahul secara muthlaq di dalam menilai sahih suatu hadits oleh sebagian orang karena berpegang dengan ucapan para ulama pengkritiknya tanpa meninjuanya lebih dalam lagi. Ini juga suatu kekeliruan yang patut dihilangkan.

Para ulama hadits senantiasa menukil tautsiq al-Hakim dan berpegang dengannya, kitab-kitab ulama hadits penuh dengan penukilan tautisq al-Hakim. Karena beliua seorang imam hadits di masanya, dan memiliki pengetahuan luas tentang jarh dan ta’dil serta illat-illat hadits. Sampai-sampai imam ad-Daruquthni mendahulukannya daripada guru-gurunya yang lainnya. Al-Hafidz Abu Hatim al-Abdawi mengatakan :

وسمعت مشيختنا يقولون : كان الشيخ أبو بكر بن إسحاق ، وأبو الوليد النيسابوري يرجعان إلى أبي عبد الله الحاكم في السؤال عن الجرح والتعديل ، وعلل الحديث ، وصحيحه ، وسقيمه

“Aku mendengar guru-guruku berkata, “ Syaikh Abu Bakar bin Ishaq dan Abul Walid an-Naisaburi merujuk kepada Abu Abdillah al-Hakim di dalam pertanyaan tentang jarh dan ta’dil, illat hadits, sahih dan cacatnya “.

Para ulama hadits memang sepakat tentang sikap tasahul imam al-Hakim, di antaranya :

Al-Hafidz Ibnu Shalah, beliau mengatakan :

أنه واسع الخطو في شرط الصحيح متساهل في القضاء به».

“ Al-Hakim berluas dalam melangkah di dalam pensyaratan sahih, dan bermudah-mudahan di dalam memtuskan kesahihan “

Imam an-Nawawi :

الحاكم متساهل كما سبق بيانه مرارا

“ al-Hakim orang yang mutasahil sebagaimana penjelasan terdahulu berulang-ulang “

Adz-Dzahabi mengatakan :

يصحح في مستدركه أحاديث ساقطة ويكثر من ذلك

“ Menilai sahih di dalam kitab mustadraknya beberapa ahdits yang gugur dan banyak sekali “

Akan tetapi sikap tasahul al-Hakim adalah hanya khusus pada kitab al-Mustadrak beliau saja dan tidak pada yang lainnya, karena di saat beliau menulis al-Mustadrak usia beliau sudah menginjak 70 tahun ke atas dan beliau tidak sempat mengkaji keseluruhannya karena telah didahului oleh ajal beliau. 

Sebagaimana disebutkan oleh al-Laknawi :

وكم من حديث حكم عليه الحاكم بالصحة وتعقبه الذهبي بكونه ضعيفا أو موضوعا: فلا يعتمد على المستدرك للحاكم ما لم يطالع معه مختصره للذهبي

“ Berapa banyak hadits yang dinilai sahih oleh al-Hakim lalu dikomentari oleh adz-Dzhahabi dengan dhaif atau maudhu’, maka tidak dipegang kitab al-Mustadrak al-Hakim semenjak tidak mempelajari bersamanya kitab mukhtahsahrnya karya adz-Dzahabi “

Al-Mu’allimi al-Yamani juga mengatakan :

هذا وذكرهم للحاكم بالتساهل إنما يخصونه بالمستدرك فكتبه في الجرح والتعديل لم يغمزه أحد بشيء مما فيها فيما أعلم

“ Hal ini apa yang mereka katakan bahwa al-Hakim bersikap tasahul adalah hanya khusus dalam kitab al-Mustadrak beliau saja, maka kitab-kitab beliau di dalam jarh dan ta’dil tidak seorang pun yang mencelanya sedikit pun apa yang ada di dalamnya sepengetahuanku “

Manhaj al-Hakim dalam kitab al-Mustadraknya.

Dalam kitab beliau al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, terbagi menjadi beberapa bagian :

1. Hadits-hadits yang dikatakan oleh al-Hakim, “ sesuai syarat dua syaikh (Bukhari dan Muslim) akan tetapi tidak ditakhrij oleh keduanya. Ini benar

2. Hadits-hadits yang dikatakan oleh al-Hakim, “ sesuai syarat Bukhari “. Ini benar

3. Hadits-hadits yang dikatakan oleh al-Hakim, “ sesuai syarat Bukhari “. Ini benar

4. Hadits-hadits yang dikatakan oleh al-Hakim, “ sesuai syarat dua syaikh (Bukhari dan Muslim) akan tetapi tidak ditakhrij oleh keduanya di dalam ushul dan mengeluarkannya di dalam syawahid.

5. Hadits-hadits yang dikatakan oleh al-Hakim, “ sesuai syarat Bukhari “akan tetapi tidak ditakhrijnya di dalam ushul dan hanya ditakhrij di dalam syawahid saja.

6. Hadits-hadits yang dikatakan oleh al-Hakim, “ sesuai syarat muslim “akan tetapi tidak ditakhrijnya di dalam ushul dan hanya ditakhrij di dalam syawahid saja.

7. Hadits-hadits yang dikatakan oleh al-Hakim, “ sesuai syarat dua syaikh (Bukhari dan Muslim) akan tetapi ia tidak menolah pada susunan sanadnya.

8. Hadits-hadits yang dikatakan oleh al-Hakim, “ sesuai syarat Bukhari “ akan tetapi ia tidak menolah pada susunan sanadnya.

9. Hadits-hadits yang dikatakan oleh al-Hakim, “ sesuai syarat Muslim “ akan tetapi ia tidak menolah pada susunan sanadnya.

10. Hadits-hadits yang beliau sahihkan yang bukan sesuai syarat salah satu dua syaikh dan beliau mengatakannya sahih isnadnya.

11.  Hadits-hadits yang beliau istidrak atas dua syaikh, padahal sudah ditakhrij oleh dua syaikh tersebut, akan tetapi beliau luput darinnya.

12. Hadits-hadits yang beliau istidrak atas imam Bukhari, padahal sudah ditakhrij oleh imam Bukhari tersebut, akan tetapi beliau luput darinnya.

13. Hadits-hadits yang beliau istidrak atas imam Muslim, padahal sudah ditakhrij oleh imam Muslim tersebut, akan tetapi beliau luput darinnya.

14. Hadits-hadits yang dinilai sesuai syarat dua syaikh atau salah satunya atau beliau sendiri yang mensahihkannya, akan tetapi faktanya bernilai hasan. Karena al-Hakim tidak membedakan Antara Hasan dan Sahih, menurutnya hasan termasuk bagian sahih seperti prinsip Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban.

15. Hadits-hadits yang dinilai sesuai syarat dua syaikh atau salah satunya atau beliau sendiri yang mensahihkannya, akan tetapi faktanya bernilai dhaif dengan kedhaifan yang memungkinkan.

16.  Hadits-hadits yang dinilai sesuai syarat dua syaikh atau salah satunya atau beliau sendiri yang mensahihkannya, akan tetapi faktanya bernilai dhaif dengan kedhaifan yang sangat. 

17. Hadits-hadits maudhu’ yaitu kurang lebih ada sekitar 100 hadits sebagaimana dikumpulkan oleh adz-Dzahabi dalam karya tersendirinya.

Al-Hafidz adz-Dzhahabi membagi lima bagian di dalam kitab al-Mustadrak imam al-Hakim sebagai berikut :

1. Bagian yang banyak yang sesuai syarat sahih dua syaikh.

2. Bagian yang banyak yang sesuai syarat salah satunya, kemungkinan semua berjumlah sepertiga kitab bahkan kurang karena kebanyakan hadits-hadits secara zahir sesuai syarat salah satu dua syaikh atau keduanya, akan tetapi secara bathin memiliki illat yang samar yang berpengaruh.

3. Sebagian isi kitabnya isnadanya baik dan jayyid sekitar seperempat kitabnya.

4. Sisa isi kitabnya terdapat hadits-hadits mungkar dan asing.

5. Dan di sebagian kecilnya ada hadits-hadits sekitar 100 hadits yang hati menyaksikan kebathilannya (maudhu’). Aku telah menyisihkan juznya secara tersendiri juga hadits thair yang dinisbatkannya.

Kesimpulannya penilaian sahih beliau dipegang oleh para ulama, namun apa yang ada dalam kitab al-Mustadrak beliau perlu ditinjau ulang dan merujuk kepada penilaian para ulama tsiqah lainnya itu pun hanya sebagian kecil dalam kitab al-Mustadrak tidak keseluruhannya. Wa Allahu A’lam..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar