Jumat, 09 Oktober 2015

Sejarah Kehidupan Imam Ibnu Khuzaimah Ra

Ibnu Khuzaimah adalah salah satu tokoh dalam bidang Hadits abad ke-4, yang telah banyak mencurahkan sebagian besar hidupnya untuk mengkaji hadits. Karena perannya yang begitu besar, banyak para ulama yang menyebutnya sebagai imamnya para imam. Nama lengkap Ibn Khuzaimah adalah Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah Al-Naisaburi. Beliau lahir pada bulan Safar 223 H = 838 M di Naisabur (Nisapur), sebuah kota kecil di Khurasan, di bagian timur laut,negara Iran sekarang.
                                   
Sejak kecil beliau telah mempelajari al-Qur’an. Hingga benar-benar memahaminya. Kemudian barulah setelah itu ayahnya memberi izin untuk mencari dan mempelajari hadis-hadis Nabi dengan melawat ke Marwa dan menemui Muhammad bin Hisyam dan Ibnu Qutaibah.

 Guru-guru Ibn Khuzaimah:
                                
Sekitar tahun 240 H = 855 M, ketika Ibn Khuzaimah berusia 17 tahun, beliau giat mengadakan lawatan intelektual ke berbagai kawasan Islam. Di Nisapur beliau belajar kepada Muhammad bin Humaid (w. 230 H = 844 M), Ishaq bin Rahawaih, (w. 238 H = 852 M) dan lain-lain. Di Marwa kepada Ali bin Muhammad, di Roy kepada Muhammad bin Maran dan lain-lain. Di Syam kepada Musa bin Sahl al-Ramli dan lain-lain. Di jazirah kepada ‘Abd al-Jabbar bin al-A’la, dan lain-lain. Di Wasit kepada Muhammad bin Harb, dan lain-lain. Di Bagdad kepada Muhammad bin Ishaq al-Sagani, dan lain-lain. Di Basrah kepada Nasr bin ‘Ali al-Azadi AL-Jahdimi dan lain-lain. Dan di Kufah kepada Abu Kuraib Muhammad bin al-‘Ala al-Hamdani dan lain-lain.
            
Selain itu, ia pun banyak meriwayatkan hadis dari Ahmad bin Mani, Muhammad bin Rafi, Muhammad bin Basyar, Bandar Muhammad bin Ismail al Bukhari, Muhammad bin Yahya al-Zuhali, Ahmad bin Sayar al-Marwazi, dan sebagainya. Ia juga menerima hadis dari imam al-Bukhari, Muslim, dan Khalaq. Guru-guru Ibn Khuzaimah memang sangat banyak jumlahnya. Beliau sagat hati-hati dalam meriwayatkan hadis, beliau tidak mau meriwayatkan hadis-hadis Nabi saw yang telah di terima dari guru-gurunya sebelum betul-betul memahaminya, dan seringkali diperlihatkan catatan-catatannya itu kepada gurunya.

Para ulama yang beliau riwayatkan haditsnya

Beliau meriwayatkan dari banyak imam seperti Ahmad bin Manii’, Muhammad bin Raafi’, ‘Aliy bin Hujr, Muhammad bin Basyaar, Muhammad bin Al-Mutsanna, Muhammad bin Ismaa’iil Al-Bukhaariy, Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhliy, Ahmad bin Sayaar Al-Marwaziy, Mahmuud bin Ghailaan, Muhammad bin Abaan Al-Mustamaliy, Ishaaq bin Muusa Al-Kuthamiy, ‘Utbah bin ‘Abdillaah Al-Yahmadiy, Bisyr bin Mu’aadz, Abu Kuraib, Yuunus bin ‘Abdul A’la, Nashr bin ‘Aliy Al-Jahdhamiy, ‘Aliy bin Khasyram, dan lain-lain

Murid-muridnya:
            
Murid-murid yang pernah meriwayatkan hadis dari Ibn Khuzaimah juga banyak. Bahkan disebutkan bahwa sejumlah gurunya pun ada yang menerima hadis darinya, seperti al-Bukhari, Muslim, dan Muhammad bin Abdullah bin Abd al-Hakam. Diantara murid-murid Ibn Khuzaimah adalah Yahya bin Muhammad bin Sa’id, Abu Ali an-Naisaburi dan Khalaiq. Yang paling akhir meriwayatkan hadis darinya di Nisapur adalah cucunya sendiri yaitu Abu Tahir Muhammad bin al-Fadl.
            
Hadis-hadisnya pun banyak diriwayatkan para ulama terkemuka pada zamannya. Diantara yang meriwayatkan hadis darinya adalah Abu al-Qosim Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub at-Tabra’i, Abu Hatim, Muhammad bin Hibban, al-Busyti, Abu Ahmad, ‘Abd Allah ibn ‘Abd al-Jurjani, Abu Ishaq Ibrahim bin ‘Abd Allah bin al-Bihani, Abu Bakar Muhammad bin Ismail as-Sasi, al-Qafal al-Kabir, dan lain-lain.

Para ulama yang meriwayatkan dari beliau

Diantara para ulama yang meriwayatkan darinya adalah Al-Bukhaariy dan Muslim -didalam kitab selain Ash-Shahiihain-, Muhammad bin ‘Abdillaah bin ‘Abdul Hakam, Abu ‘Amr Ahmad bin Al-Mubaarak Al-Mustamaliy, Ibraahiim bin Abu Thaalib -dan mereka semua adalah para ulama yang lebih senior darinya-, Yahya bin Muhammad bin Shaa’id, Abu ‘Aliy An-Naisaabuuriy, Ishaaq bin Sa’ad An-Naswiy, Abu ‘Amr bin Hamdaan, Abu Haamid Ahmad bin Muhammad bin Baaliwaih, Abu Bakr Ahmad bin Mihraan Al-Muqriy, Muhammad bin Ahmad bin ‘Aliy bin Nashr Al-Mu’addil, cucunya yaitu Muhammad bin Al-Fadhl bin Muhammad bin Ishaaq, Abu Haatim bin Hibbaan Al-Bustiy (Imam Ibnu Hibbaan), Abul Qaasim Ath-Thabraaniy (Imam Ath-Thabraaniy), Abu Ahmad ‘Abdullaah bin ‘Adiy Al-Jurjaaniy (Imam Ibnu ‘Adiy), dan lain-lain.
   
Kepribadian dan pendapat para ulama terhadap Ibn Khuzaimah:
            
Beliau adalah seorang yang ulet dalam mencari ilmu pengetahuan dan cerdas, sehingga menjadi seorang imam besar di Khurasan. Beliau banyak menggeluti hadis dengan mempelajari dan mendiskusikannya. Karena itulah beliau juga terkenal sebagai seorang hafiz dan diberi gelar imam al-‘aimmah (pemimpin diantara pemimpin).
            
Dari segi kepribadian, Ibn Khuzaimah dikenal sebagai orang yang baik. Banyak kesaksian dan komentar dari banyak orang tentang hal ini. Beliau dikenal sebagai orang yang berani menyampaikan kebenaran, kritik dan koreksi, sekalipun terhadap penguasa, terutama berkaitan dengan penyampaian hadis yang keliru. Hal ini misalnya sebagaimana yang disampaikan oleh Abu Bakar bin Baluih, yaitu ketika Ibn Khuzaimah mengkritik Ismail bin Ahmad, salah seorang penguasa saat itu, yang menyampaikan hadis yang didalam sanadnya terdapat periwayat yang tidak jelas yaitu Abu Zar al-Qadi.       
                  
Ibn Khuzaimah juga dikenal sangat dermawan dan suka bersedekah. Abu Tahir Muhammad bin al-Fadl (w. 387 H = 997 M), cucu Ibn Khuzaimah, menyatakan bahwa kakeknya suka bekerja keras dan suka memberi uang dan pakaian kepada pecinta ilmu meskipun sesungguhnya yang demikiannya itu sangat terbatas. Sementara al-Hakim menyatakan bahwa Ibn Khuzaimah sering melakukan dakwah secara besar-besaran di Bustan. Dan turut hadir juga dalam acara tersebut baik orang kaya maupun miskin.  
                  
Beliau adalah seorang yang mempunyai kecerdasan dan kekuatan hafalan yang luar biasa. Abu Ali al-Husain bin Muhammad al-Hafiz an-Naisaburi berkata, “Aku belum pernah menemukan orang sehebat Muhammad bin Ishaq (Ibn Khuzaimah). Beliau sangat mampu menghafal hukum-hukum fiqih dari hadis-hadis Nabi sebagaimana dari hafalan al-Qur’an.” Hal senada juga dikemukakan ad-Daruqutni yang menyatakan bahwa ia adalah seorang pakar hadis yang sangat terpercaya dan sulit mencari bandingannya. Sementara itu Ibnu Abi Hatim memberi komentar bahwa Ibn Khuzaimah adalah orang yang sangat mumpuni. Ar-Rabi’, salah seorang guru Ibn Khuzaimah dalam bidang fiqih, di samping Ibn Ruwaih dan al-Muzani, juga menuturkan secara tulus bahwa ia pun banyak memperoleh manfaat dari Ibn Khuzaimah.

Sirahnya dan Perkataan Para Ulama Naqd Tentangnya

Ibnu Hibbaan berkata :

كان -رحمه الله- أحد أئمة الدنيا علما وفقها وحفظا وجمعا واستنباطا، حتى تكلم في السنن بإسناد لا نعلم سبق إليها غيره من أئمتنا، مع الإتقان الوافر والدين الشديد إلى أن توفى رحمه الله

“Ia – rahimahullah – salah seorang imam dunia dalam ilmu, kefaqihan, hapalan, pengumpulan (ilmu-ilmu), dan istinbaath. Hingga, ia mampu berkata/meriwayatkan hadits-hadits dengan sanad yang kami tidak mengetahui ada orang yang mendahuluinya dari kalangan imam-imam kami; bersamaan dengan pengetahuannya yang sempurna dan kebenaran agamanya hingga ia meninggal dunia, rahimahullaah” [Ats-Tsiqaat oleh Ibnu Hibbaan, 9/156].

ما رأيتُ على وجه الأرض من يحفظ صناعة السنن، ويحفظ ألفاظها الصحاح، وزياداتها، حتى كأنَّ السنن كلها بين عينيه إلا محمد بن إسحاق بن خزيمة فقط

“Aku tidak pernah melihat di muka bumi orang yang menghapal hadits-hadits, menghapal lafadh-lafadh shahihnya, dan penambahannya hingga seakan-akan seluruh hadits berada di depan matanya, selain dari Muhammad bin Ishaaq bin Khuzaimah saja” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 14/372].

Ad-Daaruquthniy berkata :

كان ابن خزيمة إمامًا ثبتًا معدوم النظير

“Ibnu Khuzaimah adalah seorang imam yangtsabat, tidak ada bandingannya” [Suaalaat As-Sulamiy lid-Daaruquthniy, hal 101].

Abu Sa’d As-Sam’aaniy berkata :

اتفق أهل عصره على تقدمه في العلم...وكان أدرك أصحاب الشافعي وتفقه عليهم

“Orang-orang di jamannya telah sepakat mendahulukannya dalam hal ilmu….. dan ia pernah menjumpai shahabat-shahabat Syaafi’iy dan belajar kepada mereka” [Al-Ansaab, 2/362].

Abul-‘Abbaas bin Suraij berkata :

يُخْرِج النُّكت من حديث رسول الله صلى الله عليه وآله بالمِنقَاش

“Ia mengeluarkan intisari/faedah dari hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam dengan pahat[1]” [Ma’rifatu ‘Uluumil-Hadiits oleh Al-Haakim, hal. 283].

Abu ‘Abdillah Al-Haakim berkata :

فضائل هذا الإمام مجموعة عندي في أوراق كثيرة، وهي أكثر وأشهر من أن يحتملها هذا الموضع

“Keutamaan imam ini terkumpul padaku dalam banyak kertas. Hal itu lebih banyak dan lebih terkenal/masyhur dari yang disebutkan di tempat ini” [idem, hal. 284].

Muhammad bin Sahl Ath-Thuusiy berkata :

سمعت الربيع بن سليمان وقال لنا: هل تعرفون ابن خزيمة؟ قلنا: نعم. قال: استفدنا منه أكثر مما استفاد منا

“Aku pernah mendengar Ar-Rabii’ bin Sulaimaan, dan ia berkata kepada kami : ‘Apakah kalian mengetahui Ibnu Khuzaimah ?’. Kami berkata : ‘Ya’. Ia berkata : ‘Kami lebih banyak mengambil faedah darinya, daripada ia mengambil faedah dari kami” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 14/371].

Al-Haafidh Abu ‘Aliy An-Naisaabuuriy berkata :

كان ابن خزيمة يحفظ الفقهيات من حديثه كما يحفظ القارئ السورة

“Ibnu Khuzaimah menghapal permasalahan-permasalahan fiqh dari haditsnya sebagaimana ia seorang qaari’ menghapal satu surat (dalam Al-Qur’an)” [idem, 14/372].
لم أر أحدًا مثل ابن خزيمة

“Aku tidak pernah melihat seorang pun yang semisal dengan Ibnu Khuzaimah”.

Adz-Dzahabiy memberikan komentar atas perkataan di atas :

يقول مثل هذا وقد رأى النسائي

“Ia telah berkata semisal dengan ini padahal ia pernah melihat An-Nasaa’iy” [idem, 14/372-373].

Ibnu Abi Haatim pernah ditanya tentang Ibnu Khuzaimah, lalu ia berkata :

ويْحَكُم! هو يُسال عنّا ولا نُسال عنه ! هو إمام يُقتدى به

“Celaka kamu, ia lah yang seharusnya ditanya tentang kami, dan bukan kami yang ditanya tentangnya. Ia adalah seorang imam yang diteladani” [idem, 14/377].

Adz-Dzahabiy berkata :

عنى في حداثته بالحديث والفقه، حتى صار يُضرب به المَثل في سعة العلم والاتقان

“Ia menyibukkan diri di masa mudanya dengan hadits dan fiqh, hingga menjadi patokan dalam keluasan ilmu dan itqaan” [idem, 14/365].

لابن خزيمة عظمة في النفوس، وجلالة في القلوب لعلمه ودينه، واتباعه السنة

“Ibnu Khuzaimah mempunyai kebesaran jiwa dan keagungan hati karena ilmu dan (kebaikan) agamanya, serta sikap ittiba’-nya terhadap sunnah” [idem, 14/374].

Ibnu Katsiir berkata :

كان بحرًا من بحور العلم، طاف البلاد ورحل إلى الآفاق في الحديث وطلب العلم، فكتب الكثير وصنف وجمع، وكتابه الصحيح من أنفع الكتب وأجلها، وهو من المجتهدين في دين الاسلام، حكى الشيخ أبو إسحاق الشيرازي في طبقات الشافعية عنه أنه قال: ما قلدتُ أحدًا منذ بلغت ست عشرة سنة

“Ia adalah laut dari lautan ilmu, mengembara ke berbagai negeri untuk mencari hadits dan ilmu. Lalu ia banyak mencatatnya, menulisnya, dan mengumpulkannya. Dan kitabnya Ash-Shahiih adalah kitab yang paling besar dan bermanfaat. Ia termasuk mujtahid dalam agama Islam. Asy-Syaikh Abu Ishaaq Asy-Syiiraaziy menghikayatkan dalam Thabaqaat As-Syaafi’iyyah darinya (Ibnu Khuzaimah), bahwasannya ia pernah berkata : ‘Aku tidak pernah bertaqlid kepada siapapun sejak aku berusia 16 tahun” [Al-Bidaayah wan-Nihaayah, 11/170].

Ibnu ‘Abdil-Haadiy berkata :

الحافظ الثبت، إمام الأئمة، وشيخُ الإسلام، أبو بكر، محمد بن إسحاق بن خزيمة

“Seorang haafidh yang tsabat, imamnya para imam, syaikhul-Islaam, Abu Bakr Muhammad bin Ishaaq bin Khuzaimah” [Thabaqaat ‘Ulamaa Al-Hadiits, 2/441].

Muhammad bin Al-Fadhl berkata :

استأذنت أبي في الخروج إلى قتيبة، فقال: اقرإ القرآن أولا حتى آذن لك. فاستظهرت القرآن، فقال لي: امكث حتى تصلي بالختمة. ففعلت، فلما عيَّدنا، أذن لي، فخرجت إلى مرو، وسمعت بمرو الرُّوذ من محمد بن هشام صاحب هشيم، فَنُعِيَ إلينا قتيبة

“Aku pernah mendengar kakekku (Ibnu Khuzaimah) berkata : ‘Aku meminta ijin ayahku untuk keluar menemui Qutaibah’. Maka ayahku berkata : ‘Bacalah (hapalkanlah) Al-Qur’an terlebih dahulu, hingga aku berikan ijin kepadamu’. Aku pun menghapalkan Al-Qur’an’. Lalu ayahku berkata lagi : ‘Tinggallah dulu hingga engkau shalat dengan mengkhatamkan Al-Qur’an’. Lalu, aku pun melakukannya. Ketika kami merayakan hari raya ‘Ied, ayahku mengijinkanku. Aku pun keluar menuju daerah Marwi, dan aku mendengar di Marwi dari Muhammad bin Hisyaam, shahabat Husyaim. Lalu sampailah kepada kami khabar wafatnya Qutaibah” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 14/371].

Ibnu Khuzaimah berkata :

كنت إذا أردت أن أصنف الشيء أدخل في الصلاة مستخيرًا حتى يفتح لي، ثم أبتدئ التصنيف

“Dulu, jika aku hendak menulis sesuatu, maka aku mengerjakan shalat istikharah, hingga Allah membukakan bagiku, (setelah itu) lalu aku mulai menulis” [idem, 14/365].

Abu Ahmad Husainak pernah bertanya kepada Ibnu Khuzaimah : “Berapa hadits yang dihapal oleh syaikh (yaitu Ibnu Khuzaimah)”. Maka Ibnu Khuzaimah memukul kepalanya dan berkata : 

ما أكثر فضولك ! ثم قال: يا بني! ما كتبتُ سوداء في بياض إلا وأنا أعرفه

“Betapa banyak kelebihan (bicara)-mu. Wahai anakku, tidaklah aku menulis tinta hitam di atas kertas putih kecuali aku mengetahui/menghapalnya” [idem, 14/373].

Ibnu Khuzaimah pernah ditanya : “Dari siapakah engkau mendatangi/mencari ilmu ?”. Ia menjawab :


قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "ماء زمزم لما شُرب له." وإني لما شربت سألت الله علمًا نافعًا

“Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Air zamzam itu sesuai dengan yang diinginkan peminumnya’. Dan aku ketika meminumnya berdoa kepada Allah agar memperoleh ilmu yang bermanfaat” [idem, 14/370].

Karya-karyanya Ibn Khuzaimah
                  
Selama masa hayatnya Ibn Khuzaimah banyak menghasilkan karya tulis. Abu ‘Abd Allah al-Hakim menyebutkan bahwa karya Ibn Khuzaimah mencapai lebih dari 140 buah. Akan tetapi, sebagian karya-karya beliau tidak sampai ke tangan kita, meskipun sekedar nama atau judulnya. Karyanya yang masih dapat dijumpai saat ini hanya dua, yaitu kitab at-Tauhid dan kitab Sahih (Mukhtasar) ‎nya.
                  
Namun, berdasarkan penelusuran M.M. Azami terhadap kedua kitab tersebut didalamnya beliau menemukan ada 35 buah nama kitab yang pernah disebutkan oleh Ibn Khuzaimah. Nama-nama kitab tersebut ialah:
1. al-Asyribah, 2. al-Imamah, 3. al-Ahwal, 4. al-Iman, 5. al-Iman wa al-Nuzur, 6. al-Birr wa al-Silah, 7. al-Buyu’, 8. al-Tafsir, 9. al-taubah, 10. al-Tawakkal, 11. al-Janaiz, 12. al-Jihad, 13. al-Duha 14. al-Da’awat, 15. Zikr Na’im al-Jannah, 16. Zikr Na’im al-Akhirah, 17. al-Sadaqat, 18. al-Sadaqat min kitabihi al-Kabir, 19. Sifat Nuzul al-Qur’an, 20. al-Mukhtasar min Kitab al-Salah, 21. al-Salat al-Kabir, 22. al-Salat, 23. al-Siyam, 24. al-Tibb wa al-Raqa, 25. al-Zihar, 26. al-Fitan, 27. Fadl Ali bin Abi Talib, 28. al-Qadr, 29. al-Kabir, 30. al-Libas, 31. Ma’ani al-Qur’an, 32. al-Manasik, 33. al-Wara, 34. al-Wasaya, 35. al-Qira’ah Khalfa al-Imam.
           
Menurut M.M. Azami, dari penyebutan 35 nama kitab diatas, term-term “kitab” tersebut dapat memiliki tiga kemungkinan;
1.      Merupakan judul/nama buku tersendiri,
2.      Hanya merupakan bagian atau bab dari satu buku,
3.      Dapat pula berarti kedua-duanya, yakni terkadang sebagai judul/nama buku tersendiri, dan terkadang sebagai bagian atau bab dari suatu buku.

M.M. Azami berpendapat bahwa kemungkinan terakhirlah yang lebih kuat. Ia mengakui bahwa para ulama hadis seringkali menyusun kitab/bukunya terdiri dari beberapa kitab. Hal itu misalnya dapat dilihat dalam Kitab Sahih al-Bukhari yang terdiri dari beberapa kitab yaitu kitab al-Iman, kitab al-Ilmi, kitab al-Wudu, dan seterusnya.

Wafatnya Sang Imam

Setelah mengisi masa hidupnya dengan berbagai perjuangan dan pengabdian, akhirnya pada malam sabtu tanggal 2 Dzulqa’dah 311 H/ 924 M, Ibn Khuzaimah wafat dalam usia kurang lebih 89 tahun. Jenazahnya dimandikan, dikafani, disalatkan, dan dimakamkan di bekas kamarnya yang kemudian dijadikan makam.
‎Disebutkan mengenai wafatnya beliau oleh Adz-Dzahabiy dalam At-Tadzkirah dan Al-‘Iraaqiy dalam Muqaddimah Tharhut Tatsriib. Adz-Dzahabiy berkata Ibnu Khuzaimah wafat pada usia 88 tahun. 
Abu Ishaaq Asy-Syairaaziy berkata dalam Thabaqaat Al-Fuqahaa’, Ibnu Khuzaimah wafat pada tahun 312 H. 
Yang shahih adalah tahun 311 H sebagaimana disebutkan Adz-Dzahabiy dalam Al-‘Ibar, Ibnu Katsiir dalam Al-Bidaayah, Ibnul ‘Imaad dalam Syadzaraatu Adz-Dzahab dan As-Subkiy dalam Thabaqaat Asy-Syaafi’iyyah.

Semoga Allah Ta’ala merahmati beliau dan memasukkannya dalam jannahNya bersama orang-orang yang mencintainya.

SETTING SOSIAL POLITIK

Ibn Khuzaimah mengalami masa hayatnya pada abad ke 3 Hijrah hingga awal abad ke 4 Hijrah (223-311 H = 838-924 M). Pada masa ini pemerintahan yang berkuasa adalah dinasti Abbasiah  angkatan pertama dan kedua yang mengalami kemunduran (833-945 M). Dalam konteks perkembangan hadis Nabi, Ibn Khuzaimah ini hidup pada periode ke 5 dan ke 6. Periode ke 5 berkisar pada abad ke 3 H merupakan masa pemurnian, penyehatan dan penyempurnaan (‘asr al-tajrid wa al-tashih) hadis, sedang periode ke 6 yang dimulai sejak abad ke 4 hingga abad ke 7 Hijrah merupakan masa pemeliharaan, penertiban dan penghimpunan (‘asr at-tahzib wa al-tartib wa al-istadrak wa al-jam’) Hadits.

Secara umum selama masa tersebut keadaan politik dan militer pemerintahan sedang mengalami kemerosotan dan kemunduran. Akan tetapi dalam bidang ilmu pengetahuan semakin mengalami kemajuan. Hingga abad ke 4 Hijrah daulah Abbasiah mengalami masa keemasan dalam bidang ilmu pengetahuan, termasuk dalam bidang hadis. Hal demikian karena negara-negara bagian dari Kerajaan Islam Raya berlomba-lomba dalam memberi kedudukan terhormat terhadap para ulama dan para pujangga.

Sebagaimana disebutkan bahwa pada zaman ini berbagai cabang ilmu telah berkembang demikian halnya dengan Ilmu Islam juga telah tumbuh subur, seperti yang telah dilukiskan oleh ahli sejarah George Zaidan: “Pada awal sejarahnya ilmu-ilmu Islam berkembang dalam bidang qiroah, tafsir dan hadis; kemudian menyusul Ilmu Fiqih. Ilmu-ilmu ini bertambah subur berkembang, sesuai dengan evolusi kemajuan masyarakat. Telah diketahui bahwa Ilmu Fiqih berkembang pada masa Daulah Abbasiah I, dan hadis pada masa Daulah Abbasiah II. Pada pertengahan itu, lahir pula cabang-cabang ilmu Islam yang lain, mengiringi berkembangnya filsafat dan ilmu-ilmu lama lainnya. 

Menjelang kelahiran Ibn Khuzaimah, daulah Islamiyyah saat itu berada dalam kekuasaan Dinasti Abbasiah angkatan pertama, tepatnya khalifah al-Makmun (w. 218 H/ 833 M). Khalifah ini sangat memperhatikan ilmu pengetahuan. Beliau sangat tekun mempelajari al-Qur’an, sunah dan filsafat. Kemudian setelah al-Makmun wafat tahun 218 H=833 M, maka diganti oleh al-Mu’tashim, khalifah ke-8, hingga beliau wafat tahun 227 H=842 M. Pada masa pemerintahan khalifah al-Mu’tasim (218-227 H=833-842 M) inilah Ibn Khuzaimah lahir, yakni pada tahun 223 H=838 M. Selama kira-kira sembilan tahun al-Mu’tasim berkuasa.
                                   
Selanjutnya kekhalifahan terus mengalami perpindahan kekuasaan (pemimpin). Hingga sampai pada khalifah al-Mutawakkil (232-246 H=847-861 M). Berbeda dengan khalifah sebelumnya, yaitu dari al-Makmun, al-Mu’tasim, dan al-Watsiq yang sama-sama mempunyai kebijakan sangat keras terhadap ahli hadis, karena peristiwa mihnah terjadi pada masa tersebut. Adapun pada saat kekuasaan khalifah al-Mutawakkil, usia Ibn Khuzaimah berarti berkisar antara 10-24 tahun. Pemahaman khalifah al-Mutawakkil lebih sejalan dengan para ulama ahli hadis. Beliau sangat menaruh perhatian dan minat yang sangat tinggi terhadap sunnah atau hadis-hadis Nabi. Beliau pun sangat menghormati para ulama ahli hadis dan sering mengundang mereka ke istana. Selama pemerintahan inilah penyebaran, pencarian, dan kajian hadis mengalami perkembangan yang sangat pesat.
                                   
Di sisi lain, konflik sosial politik yang semakin menajam sejak masa-masa sebelumnya turut memotivasi pembuatan dan penyebaran hadis-hadis palsu serta kisah-kisah yang menyesatkan umat semakin merajalela. Dalam situasi kondisi tersebut bangkitlah para ulama dan peminat hadis, termasuk Ibn Khuzaimah, untuk aktif menekuni hadis.
        
Pada periode ini pun para ulama hadis menyusun kitab-kitab koleksi hadis secara sistematis. Hingga penghujung abad ke-3 Hijrah, berbagai kitab koleksi hadis baik dalam bentuk penyusunan kitab sahih, kitab sunan, maupun kitab musnad telah banyak dilakukan oleh para ulama hadis. Keadaan tersebut mempengaruhi dan memotivasi Ibn Khuzaimah untuk mencari dan mempelajari hadis. Karenanya, beliau giat melawat mencari hadis ke berbagai daerah hingga beliau menyusun kitab koleksi hadisnya, yang kemudian lebih populer disebut sahih Ibn Khuzaimah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar