Jumat, 09 Oktober 2015

Sejarah Imam Al-Qurthubi Mufassir Spanyol

Nama lengkapnya Syaikh Abu Abdillah  Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar Ibn Farrah al-Ansari, al-Khazraji, al-Andalusi, al-Qurtubi (w.671H), dan populer dengan sebutan Imam Abu Abdillah. Beliau dilahirkan di Cordova, Spanyol dan ia juga adalah salah satu pengikut madzhab fikih yaitu Imam Maliki. Metode penafsirannya akan banyak mempengaruhi para mufassir setelahnya dengan mengikuti gaya penafsirannya, seperti halnya Ibn Katsir yang menjadikan kitabnya yang terkenal yaitu al jami’ li ahkamil Qur’an atau kitab al-Qurtubi sebagai rujukan.

Dalam kehidupannya sehari-hari beliau mempunyai sifat yang unik yang memang tidak semua orang memiliknya sehingga beliau banyak dikenal akan sikap ketawaduanya, kealimannya, kezuhudannya, berkarisma dan komited dalam melakukan amal akhirat untuk dirinya. Seperti yang pernah dikatakan oleh mufassir Adz-Dzaidah bahwa ia sering terlihat ketika memakai sehelai jubah yang bersih dengan kopiah di atas kepalanya serta seluruh hidupnya digunakan untuk beribadat kepada Allah. Sisa dari waktunya dihabiskan untuk menulis dan mengkaji ilmu agama ”Dia adalah seorang ulama besar yang tawadu dan lebih mementingkan ilmu pengetahuan terlebih kepada tafsir dan hadits yang menghasilkan karya yang jauh lebih baik pada masanya”

Namun sayangnya para ulama tidak ada yang tahu dengan pasti mengenai kapan ia dilahirkan, oleh siapa ia dibesarkan dan apakah ia seorang anak yatim atau tidak namun yang ditulis dalam sejarah bahwa ia dilahirkan dan dibesarkan oleh bapaknya yang bermata pencaharian bercocok tanam yang hidup pada zaman dinasti Muwahidun yang kala itu dipimpin oleh Muhammad bin Yusuf bin Hud (625-635 H) dikisahkan pada saat itu ayahnya sedang memanen dan pada waktu itu pula terjadi sebuah pemberontakan kaum separatis Nashrani Cordova yang menuntut untuk memerdekakan diri dari Islam.

Terlepas dari itu, al-Qurtubi kecil mempelajari berbagai disiplin ilmu ditempat ia dilahirkan kepada para gurunya yang sangat membantunya ialah Ibn Rawwa (seorang Imam hadits), Ibn al-Jumaizi, al-Hassan al-Bakari dsb. Diantara ilmu-ilmu yang ia pelajari ialah tentang keagamaan seperti bahasa arab, Hadits, syair, dan al-qur’an. Disamping itu pula ia banyak belajar dan mendalami ilmu yang menjadi pendukung ilmu Qur’an yakni dengan belajar nahwu, qira’at, fikih dan juga ia mempelajari ilmu balagh.

Setelah ia tumbuh dewasa dan merasa kurang dalam mendalami ilmunya itu, kemudian dia pergi ke mesir (yang pada waktu itu kekuasaan dipegang oleh Dinasti Ayyubiah) dan Ia menetap disana sampai ajal menjemputnya pada malam senin 9 syawal 671 H/1273 M dan makamnya sendiri berada di elmania, di timur sungai nil. Berkat pengabdiannya terhadap ilmu agama dan keinginannya dalam memajukan peradaban Islam, para penduduk disana sangat menghormati jasa beliau sehingga makamnya-pun sering diziarahi oleh banyak orang.
Guru-Guru Beliau

Sebagian dari guru Imam Qurtuby antara lain : Ibnu Rawaz (Imam Muhadis Abu Muhammad Abdul Wahab bin Rawaz, dan nama aslinya adalah Dzofir bin Ali Ibnu Futuhul Azda Al-Iskandarani Al-Maliki yang wafat pada tahun 648 H.), Ibnu Jumaizi (‘Alamah Bahaudin Abu Hasan Ali bin Hantullah bin Salamah Al-Misri As-Syafi’I wafat pada tahun 649 H, beliau termasuk dari ahli hadis, fiqh dan qira’at.), Abu Abbas Ahmad bin Umar bin Ibrahim Al-Maliki Al-Qurtuby yang wafat pada tahun 656 H., Al-Hasan Al-Bakri (Al-Hasan bin Muhammad bin Muhammad bin Amruuk At-Taimi An-Naysaburi Ad-Dimaski Abu Ali Shadrudin Al-Bakri wafat pada tahun 656 H.) 

Beliau tinggal di kediaman Abu al-Hushaib.
Wafat Beliau
Imam Abu Abdillah Al-Qurthubi meninggal dunia dan dimakamkan di Mesir iaitu dikediaman Abu al-Hushaib, pada malam isnin, tanggal 09 Syawal tahun 671 H. semoga Allah merahmati dan meredhai beliau.

Dengan kemampuannya dalam berbahasa arab yang fasih dan berpengetahuan yang luas tak pelak Karya-karya yang dilahirkannya pun sepadan dengan pengetahuannya. Namun karya yang paling termashhur ialah kitab al jami’ li ahkamil Qur’an, bukan berarti bahwa karya lainnya tidak terkenal seperti :
1. Attadzkirah fi Ahwal Al mauta wa Umur al Akhirah
2. fi Afdhal ad Adzkar
3. al Asna fi Syarh Asma’ illah Alhusna
4. Syarh at-Taqashshi
5. Risalah fi Alqam alhadits
6. Kitab al-Aqdhiyyah.

Corak Tafsir al-Qurtubi

Al-Qur'an ialah kitab suci umat islam yang diturunkan Allah SWT melalui malaikat Jibril yang ditujukan kepada Nabi Muhammad saw dan untuk ditaati oleh umat muslim sebagai panduan atau landasan tindakan dalam kehidupan dunia dan mengharapkan kebahagian akhirat. Al-Qur’an yang ada sekarang adalah suatu bentukan buku duniawi yang “termuat diantara kulit muka dan kulit belakang”, Qur’an duniawi ini sebenarnya ungkapan nyata dari yang asli yang berada pada Allah, tersimpan dalam prasasti terjaga (al-LAuh al-Mahfuzh) 

Karya yang paling monumental dalam Al-Qur'an ialah mempunyai kandungan yang sangat substansial karena al-Qur’an ialah sumber inspirasi bagi setiap orang sehingga lahirlah berbagai disiplin ilmu yang dikemudian hari baru muncul pada saat setelah wafatnya Sang suksesor Nabi Muhammad saw. yang terpenting dan pertama kali berkembang ialah karya-karya yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menafsirkan al-Qur’an guna mendapatkan intisari dari ajaran kitab suci itu sendiri.

Dalam sejarahnya, tafsir pada awal Islam ditransmisikan melalui riwayat secara lisan. Rosulullah menjelaskan sebagian al-Qur'an kepada para Sahabat, lalu mereka meriwayatkannya kepada sahabat lainnya, atau mereka meriwayatkannya kepada para tabi'in dan seterusnya. Periwayatan demikian dapat dikatakan sebagai langkah pertama atau periode Transmisi lisan, atau dikenal dengan nama tafsiral-Nabiy (tafsir Nabi) ini dapat dibuktikan pada riwayat-riwayat hadits nabi yang sampai kepada mereka.

Pada zaman setelah nabi wafat para sahabat menafsirkan al-Qur’an dan mengajarkan pemahaman mereka atas al-Qur’an kepada kaum muslimin lainnya. para Sahabat dalam menafsirkan al-Qur’an dan yang menjadi sumber utama penafsiran bagi mereka adalah al-Qur’an itu sendiri, yakni pernyataan al-Qur’an yang ditafisrkan kembali dengan ayat lain yang mempunyai relevansi atas ayat yang sedang dikaji, metode ini sering dikenal dengan metode tafsir maudhu’i.

Setelah periode pertama (zaman nabi) tersebut maka masuk pada periode kedua yaitu periode tafsir tertulis. Ini agaknya dapat dikemukakan secara pasti baru pada tahun terakhir abad ke-2 H/ke-8 M. periode ini diwakili oleh Muqathil bin Sulaiman dalam karyannya Tafsir al-Qur'an, Khams Mi'ahAyah Min al-Qur'an (tafsir 500 ayat al-Qur'an) dan Kitab al-wujuh wa an-Naza'ir (kitab tentang arti dan persamaan-persamaan).    Baru pada abad ke-4 H/ke-10 M, literature tafsir benar-benar lahir secara lengkap.

Setelah bergantinya zaman dan generasi, ilmu tafsir mengalami kemajuan pesat yang diiringi dengan meluasnya wilayah imperium Islam keberbagai negeri seperti Asia kecil, Maghribi (sekarang Maroko), Andalusia (sekarang Spanyol), sebagian kecil Prancis dst. Maka tafsir pun semakin berkembang luas-bukan hanya dalam ruang lingkup jazirah Arab-dan tentunya akan melahirkan para mufassir-mufassir baru dengan ditandai lahirnya kitab-kitab tafsir yang termashur dikalangan umat islam.

Dalam kawasan Spanyol banyak sekali tokoh-tokoh Islam, namun ada satu tokoh di bidang tafsir yang pernah dilahirkan oleh Islam yang sangat masyhur dengan kitab tafsirnya yang banyak memuat ayat-ayat hukum yang berjudul al-jami’ li ahkamil Qur’an (Ensiklopedi Hukum-hukum al-Qur’an) atau lebih dikenal dengan tafsir al Qurtubi.

Imam al-Qurtubi telah menjelaskan latar belakang penamaan kitab itu sebagai berikut: “Adapun, al-Quran ini merupakan satu kitab yang penting bagi melaksanakan hukum syara’, selain sunnah dan juga kewajiban yang lain. Ia diturunkan oleh pembawa amanah dari langit (Jibril) kepada pemegang amanah di muka bumi (Rasulullah SAW). Oleh itu, aku merasakan aku ‘patut’ untuk berkhidmat dengannya sepanjang hidupku, meluangkan masa dari segala kesibukanku terhadap dunia ini. Aku berusaha untuk menulis ulasan dan uraian secara ringkas dalam al-Quran itu berdasarkan uraian dan tafsiran ulama, dari aspek bahasa, I’rab, hukum qiraat selain turut menempelak golongan yang sesat dan menyeleweng. Begitu juga, aku membentangkan beberapa hadis yang menjadi penguat dari aspek hukum dan sebab-sebab penurunan sebuah ayat tersebut dengan gabungan di antara maknanya yang tersirat. Selain itu, turut diterangkan segala isu permasalahan yang timbul berdasarkan pendapat ulama salaf dan generasi yang mengikuti jejak langkah mereka dari kalangan ulama khalaf (terkemudian)…dan aku meletakkan dua syarat di dalam kitabku ini, yaitu 
[1] menyandarkan setiap perkataan kepada orang yang menyebutnya dan
[2] menyatakan hadis dari sumbernya yang asal. Kerana para ulama menyatakan bahwa ‎keberkatan ilmu itu didapati daripada setiap komentar yang disandarkan kepada orang yang mengatakannya dan juga setiap hadis itu di sebutkan sumber asalnya. Keberkatan ilmu itu didapati daripada setiap komentar yang di’sandar’kan kepada orang yang mengeluarkan kenyataan itu. Ini kerana terlalu banyak hadisyang dikutip dari kitab fiqh dan tafsir yang diragukan kesahihannya (mubham). Tidak akan diketahui siapakah yang mengatakannya kecuali apabila dirujuk semula ke dalam kitab-kitab hadis. Jika keadaan ini tidak dinyatakan, pastilah orang yang tidak punya keahlian akan terus dalam ‘ketidaktahuan’ disebabkan tidak mengetahuai antara hadis yang sahih dan hadis yang ‘lemah’. Apa yang mereka ketahui hanyalah ilmu kulit saja (tanpa kebenaran yang sahih).

Keadaan seperti itu, sebenarnya tidak diterima sebagai hujah dan pendalilan sehingga mereka mengeluarkannya dengan ’sandaran’ kepada seseorang tokoh ulama yang terkenal, dipercayai dan disegani di kalangan ulama Islam. Maka, inilah yang kami (penulis) syaratkan di dalam kupasan kitab ini, semoga Allah menunjukkan jalannya yang benar!

Aku menghindari dari memasukkan terlalu banyak kisah-kisah para mufassir dan juga sejarawan melainkan yang benar-benar penting bagi sesuatu hal yang sememangnya perlukan penjelasan berkaitan sesebuah hukum, atau memberikan panduan kepada pengkaji untuk mendapatkan keputusannya. Aku turut meletakkan bagi setiap ayat sandaran padanya cuma satu hukum fiqh ataupun dua hukum sahaja, malah sesetengahnya ditambah dengan keterangan yang bersangkutan dengan ayat tersebut seperti sebab-sebab penurunan ayat, tafsiran, kalimah pelik (gharib) dan juga hukum. Jika tidak disebutkan hukum fiqh, aku akan menyebutkan padanya tafsiran dan takwilan… dan seterusnya hingga akhir pendahuluannya. Lalu aku namakan kitab ini sebagai “al-Jami’ li Ahkam al-Quran wa al-Mubayyin lima Tadhammanahu min al-Sunnah wa Ahkam al-Furqan”. 

Di dalam karyanya itu al Qurtubi mempunyai metode penafsiran yang sama seperti halnya at-Thabari, karena al Qurtubi sangat terpengaruh dengan penafsiran at-Thabari. Akan tetapi ia sendiri mempunyai ciri khas dalam menafsirkan al-Qur’an.

Di dalam kitab ini ia menggunakan metode tafsirbil ma’tsur yakni metode tafsir untuk menafsirkan ayat al Qur’an dengan riwayat-riwayat lainnya dari para ulama sebelumnya. Kemudian dimana letak ke unikan dalam kitab tersebut?.

Dalam kitab tersebut kita akan melihat bahwa tafsir-tafsir yang beliau gunakan dengan cara memuat hukum-hukum yang terdapat dalam al Qur’an dengan pembahasan yang lebih luas yang menyatukan hadits dengan masalah-masalah ibadah, hukum, dan linguistik. Tidak hanya samapai disana, hadits-hadits yang digunakannya yang ada dalam tafsirnya itu sudah ditakhrij dan disandarkan langsung kepada orang yang meriwayatkannya.

Lebih dari itu, kitab tafsir yang memuat banyak hukum itu tidak memuat kisah-kisah Israiliyat seperti yang ada dalam tafsir at-Thabari. Dalam hal ini al Qurtubi tidak terpengaruh oleh at-Thabari walaupun ia sedikit banyak telah terpengaruh oleh metode tafsir at-Thabari.

Disini saya akan memberikan sebagian dari contoh tafsir al Jami’ li Ahkamil Qur’an. Dalam kitab tafsir al Qurtubi pada bab fadhail al Qur’an (jil.I-2):

Di dalam sebuah surah Qur’an yang paling awal, Rasul ditegur dengan kalimat: ’kami akan menurunkan kepadamu sabda yang berat (Qur’an)’. Karena itu Qur’an dianggap sebagai beban yang agung, dan mereka yang membacanya, mempelajarinya, dan mengajarkannya disebut para pendukung (halamah) Qur’an. Tugas ini sama terhormatnya dengan balasannya bagi mereka. Qurtubi memberikan indikasi mereka sebagai :”merekalah para pembawa misteri-misteri tersembunyi dari Allah dan para pemelihara pengetahuan-Nya. Mereka para penerus (Khulafa) bagi rasul-rasul-Nya dan orang-orang kepercayaan-Nya. Mereka itu adalah pengikut-Nya dan yang terpilih di antara makhluk-makhluk-Nya.

Qurtubi kemudian mengutip sebuah hadits yang memuat pernyataan Rasul tentang umat Qur’an (yaitu mereka yang menyibukkan dirinya dengan membaca dan mengkajinya) sebagai umat Allah dan pilihan-Nya. pekerjaan mereka dianggap lebih baik dari ibadah mana pun, dimata Allah.

Maka dalam hadits Qudsi, yang dikisahkan dari Rasul berdasarkan penuturan Abu Sa’id al Khudri, Allah menyataka, “Barangsiapa yang menyibukkan dirinya dengan Qur’an, dan dengan mengingatKu dari berdo’a kepada-Ku untuk kebutuhan-kebutuhannya, maka kepadanya akan Aku berikan yang terbaik dari semua yang Aku kabulkan kepada mereka yang berdo’a” 

Kehidupan Rasul, ucapan beliau dan tindakan beliau (Sunnah) telah menjadi contoh teladan bagi laku moral dan ketaatan untuk kaum muslim dari semua masa, karena watak moral dan spiritual Rasul telah dibentuk oleh Al-Qur’an. Watak kenabian ini menjadi tujuan ideal bagi mereka yang mengabdi, tetapi juga merupakan hal yang diterima oleh umat Qur’an (yaitu mereka yang menyibukkan dirinya dengan membaca dan mengkajinya). Diriwayatkan, berdasarkan penuturan Abu Umamah, bahwa Rasul mengatakan :”Dia yang diberi sepertiga dari Qur’an diberi juga sepertiga kenabian. Dia yang diberi duapertiga dair Qur’an diberi dua pertiga kenabian. Dia yang membaca (lewat hafalan) seluruh Qur’an diberi kenabian lengkap-kecuali bahwa tidak ada yang diturunkan kepadannya.” Hadits kemudian menjelaskan status orang seperti itu pada hari kiamat. “Akan dikatakan kepadanya…’Bacalah dan bangkitlah’. Maka dia akan membaca sebuah ayat, dan bangkit satu tingkat, sampai dia membaca yang dia ketahuinya mengenai Qur’an. Kemudian akan dikatakan kepadanya, ‘Datanglah ke sini…tahukah apa yang ditanganmu? Pada tangannya adalah kehidupan yang abadi, dan pada tangan kirinya ada kenikmatan (na’im)surgawi’

Al Qurtubi adalah salah satu mufassir muslim yang dilahirkan Islam dengan mempunyai pengetahuan luas yang selalu memperjuangkan Islam dibelahan barat dunia. Dengan segenap kemampuannya ia mengumpulkan, dan menghafal hadits untuk menafsirkan ayat-ayat yang berkenaan dengan hukum baik itu hukum fikih, ibadah dsb.

Dalam setiap kitab tafisr tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Tetapi itu bukan menjadi permasalahan yang signifikan dibanding dengan mempelajari dan mengetahui secara mendalam metode yang ditafsirkannya, kalaupun memang ada sebuah kritikan yang memang perlu diungkapkan maka baginya itu lebih baik.

Berkata Ibn Farhun: “Hasil karyanya ini adalah yang paling baik pernah aku baca dan dia (al-Qurtubi) menulis banyak kitab lain yang sangat bernilai dan bermutu tinggi.”  Tafsir al-Qurthubi ini oleh Penerbit Dar Ihya wa at-Turats, Beirut dicetak dalam 20 jilid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar