Senin, 18 Januari 2016

Kebijaksanaan Akan Mengarahkan Jiwa Pada Kebenaran

Kita telah tahu bahwa ada dua sisi berbeda dari jiwa manusia, yang satu mengarah kepada kebaikan dan yang satunya lagi mengarah kepada kejahatan. Bijaksana atau tidaknya seseorang bergantung pada dua sisi jiwa orang itu. Al-Qur'an memberitahu kita bahwa tingkah laku yang mengikuti nafsu adalah tidak bijaksana. Sebaliknya, setia kepada sisi baik dari jiwa membawa kepada kebijaksanaan.

Semua nabi dan rasul, termasuk Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam diutus oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala supaya mengajarkan persoalan kebijaksanaan. Sebagaimana Firman Alloh dalam kitab Suci al-Qur’an:

كَمَا اَرْسَلْنَا فِيْكُمْ رَسُوْلًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ ايتِنَا وَيُزَكِّيْكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتبَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَالَمْ تَكُوْنُوْا تَعْلَمُونَ  [البقرة:151]‎
“Sebagaimana Kami telah mengutus seorang Rasul di antara kamu supaya membacakan ayat-ayat Kami, mensucikanmu dan mengajarkanmu al-kitab dan kebijaksanaan (al-hikmah) dan mengajarkanmu apa-apa yang belum kamu ketahui.” (QS: al-Baqarah; 151).

Seseorang yang menjadi budak dari hawa nafsunya tidak dapat mengisi hatinya dengan ingat kepada Allah, maka dengan segera dia kehilangan kebijaksanaan. Al-Qur'an merujuk orang-orang seperti ini sebagai orang-orang yang kehilangan kebijaksanaan. Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;

لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِي قُرًى مُحَصَّنَةٍ أَوْ مِنْ وَرَاءِ جُدُرٍ ۚ بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ ۚ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ

Mereka tiada akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti.Al-Hasyr:14

Awalnya memang tak dapat dipahami. Sebab kebanyakan orang menganggap bahwa semua orang itu bijaksana dan menganggap bahwa kebijaksanaan itu tidak pernah berubah. Namun ada hal yang lebih membingungkan seputar perbedaan kebijaksanaan dan kecerdasan. Orang menganggap bahwa keduanya sama padahal berbeda. Setiap orang dapat memiliki kecerdasan tetapi kebijaksanaan hanya dimiliki oleh orang-orang yang beriman.

Dengan mengetahui bahwa sisi jahat jiwa dapat membuat seseorang kehilangan kebijaksanaan, maka kita harus tahu bagaimana cara memperoleh kebijaksanaan. Jawabannya jelas. Seseorang memperoleh kebijaksanaan ketika dia mematuhi kesadarannya yang memberinya cara untuk menghalangi sisi jahat dari jiwanya mengambil alih.

Kebijaksanaan sebagaimana diacu di dalam Al-Qur'an, merupakan gejolak yang dialami di dalam jiwa. Dalam lebih dari satu ayat diterangkan bahwa hati belajar untuk bijaksana. Dengan demikian kita mengetahui bahwa kebijaksanaan berbeda dari kecerdasan yang merupakan fungsi otak semata. Kebijaksanaan ada di dalam hati dan jiwa manusia. Al-Qur'an menjelaskan bahwa kebijaksanaan ada di dalam hati, dan orang yang tanpa kebijaksanaan, akan kurang pemahamannya karena hati mereka terkunci. Firman Alloh Subhanahu Wata'ala:

أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
Apakah mereka yang mendustai Rasul itu tidak pernah bepergian di muka bumi ini, supaya hatinya tersentak untuk memikirkan kemusnahan itu, atau mengiang di telinganya untuk didengarkan? Sebenarnya yang buta bukan mata yang ada di kepala, tetapi hati yang ada di dalam dada. Al-Hajj:46
Yang dimaksud bukanlah buta mata, melainkan buta pandangan hati. Kendatipun pandangan mata seseorang sehat dan tajam, tetapi tidak dapat mencerna pelajaran-pelajaran dan tidak dapat menanggapi apa yang didengar. Alangkah indahnya apa yang dikatakan oleh seorang penyair berikut sehubungan dengan pengertian ini. Dia adalah Abu Muhammad Abudullah ibnu Muhammad ibnu Hayyan Al-Andalusi Asy-Syantrini yang tutup usia pada tahun 517 Hijriah. Dia mengatakan seperti berikut:

يَا مَن يُصيخُ إِلَى دَاعي الشَقَاء، وقَد ... نَادَى بِهِ الناعيَان: الشيبُ والكبَرُ ...
إِنْ كُنتَ لَا تَسْمَع الذكْرَى، فَفِيمَ تُرَى ... فِي رَأسك الوَاعيان: السمعُ والبَصَرُ? ...
ليسَ الأصَمّ وَلَا الأعمَى سوَى رَجُل... لَمْ يَهْده الهَاديان: العَينُ والأثَرُ...
لَا الدَّهْرُ يَبْقَى وَلا الدُّنْيَا، وَلا الفَلَك الْـ ... أَعْلَى وَلَا النَّيّران: الشَّمْسُ وَالقَمَرُ ...
لَيَرْحَلَنّ عَن الدَّنْيَا، وَإن كَرِها فرَاقها، الثَّاوِيَانِ: البَدْو والحَضَرُ ...

Hai orang yang mendengar dengan patuh kepada penyeru yang mencelakakannya, padahal dua pembela sungkawa telah berseru kepadanya, yaitu uban dan usia yang lanjut.
Jika kamu tidak dapat mendengar peringatan, maka apakah kamu tidak melihat dua peringatan yang ada pada kepalamu, yaitu pendengaran dan penglihatan.
Sesungguhnya orang yang buta dan tuli itu hanyalah seorang lelaki yang tidak dapat memanfaatkan dua pemberi petunjuknya, yaitu mata dan jejak-jejak peninggalan (umat terdahulu).
Masa tidak dapat membuat­nya hidup kekal, begitu pula dunia, cakrawala yang tinggi, api, matahari, dan rembulan.
Ia pasti pergi meninggalkan dunia ini, sekalipun ia tidak menginginkannya; berpisah dengan dua tempat tinggalnya, yaitu tubuh kasar dan keramaian tempat tinggalnya.

Karenanya kebijaksanaan yang diacu dalam Al-Qur'an secara langsung berhubungan dengan hati dan jiwa.

Satu hal yang pantas untuk disebutkan di sini, kebijaksanaan tidaklah tetap namun berubah-ubah. Kecerdasan tetap dan tidak akan berubah kecuali kalau secara fisik terluka atau gila. Setiap orang memiliki IQ tetap. Sebaliknya kebijaksanaan dapat meningkat atau menurun, bergantung pada penguatan jiwa dan rasa takut kepada Allah (taqwa). Dalam hal ini seseorang memperoleh patokan yang dengan patokan itu dia dapat membedakan benar dan salah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, pasti Dia akan memberimu furqan Suatu petunjuk merupakan pelita hati yang dapat membedakan antara yang salah dan yang benar antara yang terang dan yang gelap dan sebagainya, akan menghapus segala kesalahanmu dan mengampunimu. Allah mempunyai karunia yang amat besar. Al-Anfal:29

Ibnu Abbas, As-Saddi, Mujahid, Ikrimah, Ad-Dahhak, Qatadah, dan Muqatil ibnu Hayyan serta ulama lainnya yang bukan hanya seorang telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:. Furqan. (Al-Anfal: 29) Bahwa yang dimaksud ialah jalan keluar. 
Menurut Mujahid di tambahkan di dunia dan akhirat. 
Menurut suatu riwayat dari Ibnu Abbas, yang dimaksiat dengan Furqan ialah keselamatan. Sedangkan menurut  riwayat yang lain —Juga dari Ibnu Abbas— yang dimaksud dengan furqan ialah pertolongan Allah.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa makna furqan ialah pemisah antara perkara yang hak dan yang batil. ‎

Tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Ishaq ini pengertiannya lebih mencakup daripada pendapat lainnya, dan memang apa yang dikemukakannya itu mencakup kesemuanya. Karena sesungguhnya orang yang bertakwa kepada Allah dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya berarti dia mendapat taufik untuk mengetahui perbedaan antara perkara yang hak dan yang batil. Maka yang demikian itu merupakan penyebab datangnya pertolongan Allah, jalan keselamatan, dan jalan keluar dari semua urusan dunia serta kebahagiaan di hari kiamat, penghapus segala dosa, beroleh ampunan dan disembunyikan dari semua orang serta menjadi penyebab beroleh pahala Allah yang berlimpah. Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيَجْعَلْ لَكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat­-Nya kepada kalian dua bagian, dan menjadikan untuk kalian cahaya yang dengan cahaya itu kalian dapat berjalan dan Dia mengampuni kalian. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Hadid: 28)

Di samping itu Allah swt. menjanjikan kepada mereka itu akan menghapus segala kesalahan mereka dan mengampuni dosa-dosa mereka lantaran mereka itu bertakwa, dan diberi pula furqan, sehingga mereka dapat mengetahui mana perbuatan yang harus dijauhi karena dilarang Allah, serta dapat pula memelihara dirinya dari hal-hal yang menjatuhkan kepada kerusakan. Orang-orang yang mendapat pengampunan Allah berarti ia hidup bahagia. Hal yang demikian ini dapat mereka capai adalah karena karunia Allah semata. 

Di akhir ayat Allah swt. menegaskan bahwa Allah mempunyai karunia yang besar karena Dialah yang dapat memberikan keutamaan yang besar kepada makhluk-Nya, baik keutamaan yang merata kepada hamba-Nya di dunia atau pun magfirah dan surga-Nya yang diberikan kepada hamba-Nya yang dikasihi di akhirat.

Seseorang yang tidak takut kepada Allah sepenuhnya kehilangan patokan untuk membedakan antara benar dan salah. Seseorang bisa saja sangat cerdas. Dia mungkin seorang fisikawan hebat, ahli sosiologi, atau seseorang yang terhormat di masyarakat. Dia bisa saja memiliki prestasi yang luar biasa demi kabanggaannya. Namun jika dia tidak memiliki suara hati, dia akan kurang bijaksana. Dengan menjadi ilmuwan terkenal, dia mungkin menemukan misteri tubuh manusia tapi dia tidak memiliki semangat dan pengertian untuk memahami Pencipta dari tubuh itu. Ketimbang menunjukkan keheranan atas keajaiban penciptaan dan memuji penciptanya, dia lebih suka memuji dirinya sendiri atas penemuannya. Ilmuwan semacam ini adalah "orang yang telah mengambil nafsu menjadi tuhannya"; karenanya Allah sengaja membiarkannya tersesat.

Seseorang yang cerdas bisa saja kekurangan pengertian dan kemampuan untuk membedakan benar dan salah. Dia bisa jadi menemukan penemuan yang luar biasa, dia bisa jadi seorang usahawan yang berhasil, atau unggul dalam politik. Akan tetapi dia kurang pemahaman akan perkara benar dan perkara salah. Walaupun dia sudah diberitahu berulang-ulang, dia tetap buta dan tuli kepada pesan Al-Qur'an. Ini adalah akibat nyata dari kurangnya pengertian.

"Hati mereka terkunci sehingga mereka tidak dapat paham" adalah pernyataan penting di dalam Al-Qur'an yang menandakan berartinya hati dan pengertian.

Di dalam Al-Qur'an sejumlah ayat menerangkan hubungan antara hati dan kelakuan manusia. Hubungan ini dihadirkan dalam beberapa judul.

ALLAH HADIR ANTARA MANUSIA DAN HATINYA

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman! Perkenankanlah seruan Allah dan Rasul, bila kamu dipanggilnya ke jalan kehidupan rohaniahmu Maksudnya kehidupan yang kekal dengan kenikmatan yang abadi di akhirat. Dan ketahuilah bahwa Allah membuat batasan antara manusia dan hatinya Hati adalah pusat pengatur seluruh aktifitas jasmaniah dan rohaniah manusia, misalnya daya sadar, daya cipta, daya tindak dan sebagainya. Allah menghalangi kegiatan daya-daya tersebut, yang menjurus kepada kejahatan, dan bahwasanya kepada dialah kamu akan dikumpulkan. Al-Anfal:24 

Imam Bukhari mengatakan bahwa makna istajibu ialah penuhilah, dan limayuhyikum artinya sesuatu yang memperbaiki keadaan kalian. 


حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ: سَمِعْتُ حَفْصَ بْنَ عَاصِمٍ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي سَعِيدِ بْنِ الْمُعَلَّى قَالَ: كُنْتُ أُصَلِّي، فَمَرَّ بِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَدَعَانِي فَلَمْ آتِهِ حَتَّى صَلَّيْتُ، ثُمَّ أَتَيْتُهُ فَقَالَ: "مَا مَنَعَكَ أَنْ تَأْتِيَنِي؟ " أَلَمْ يَقُلِ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ} ثُمَّ قَالَ: "لَأُعَلِّمَنَّكَ أَعْظَمَ سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ أَخْرُجَ"، فَذَهَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَخْرُجَ، فَذَكَرْتُ لَهُ -وَقَالَ مُعَاذٌ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ خُبَيْب بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، سَمِعَ حَفْصَ بْنَ عَاصِمٍ، سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَا -وَقَالَ: " هِيَ {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} السَّبْعُ الْمَثَانِي"

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ishaq, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari khubaib ibnu Abdur Rahman yang mengatakan, "Saya pernah mendengar Hafs ibnu Asim menceritakan hadis berikut dari Abu Sa'd ibnu Al-Ma'la r.a. yang menceritakan bahwa ketika ia sedang salat, tiba-tiba Nabi Saw. lewat dan memanggilnya, tetapi ia tidak memenuhi panggilannya hingga ia menyelesaikan salatnya. Setelah itu barulah datang kepada beliau. Maka beliau Saw. bertanya,' Apakah gerangan yang menghalang-halangi dirimu untuk datang kepadaku? Bukankah Allah Swt. telah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan'Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu surat yang paling besar dari Al-Qur’an sebelum aku keluar dari Masjid ini.' Rasulullah Saw. bangkit untuk keluar dari masjid, lalu saya mengingatkan janji beliau itu."  Mu'az mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Khubaib ibnu Abdur Rahman, bahwa ia pernah mendengar Hafs ibnu Asim menceritakan hal berikut dari Abu Sa'id, bahwa ada seorang lelaki dari kalangan sahabat Nabi Saw. yang mengatakan surat yang dimaksud di atas, yaitu firman Allah Swt. yang mengatakan: Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (Al-Fatihah: 2)hingga akhir surat. Itulah yang dimaksud dengan sab’ul masani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dalam salat). 
Demikianlah menurut lafaz yang di­ketengahkannya berikut huruf-hurufnya tanpa ada yang dikurangi. Pembahasan mengenai hadis ini telah disebutkan dalam tafsir surat Al-Fatihah berikut semua jalur periwayatannya.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Yakni kepada perkara yang hak. 
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Maksudnya kepada Al-Qur'an ini; di dalamnya terkandung keselamatan, kelestarian, dan kehidupan. 
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Di dalam agama Islam terkandung kehidupan bagi mereka yang pada sebelumnya mereka mati karena kekafiran. ‎
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ja'far ibnuz Zubair, dari Urwah ibnuz Zubair sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Yakni kepada peperangan yang menyebabkan Allah memenangkan kalian dengan melaluinya, sebelum itu kalian dalam keadaan terhina (kalah). Allah menjadikan kalian kuat karenanya, sebelum itu kalian dalam keadaan lemah. Dan Dia mencegah musuh kalian untuk dapat menyerang kalian, sebelum itu kalian kalah oleh mereka.

Firman Allah Swt.:


{وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ}

dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah mendinding antara manusia dan hatinya.(Al-Anfal: 24)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah menghalang-halangi orang mukmin dan kekafiran, serta orang kafir dan keimanan. Demikianlah menurut riwayat Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya secara mauquf (hanya sampai pada Ibnu Abbas). Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Mus­lim) tidak mengetengahkannya. 

Imam Ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya melalui jalur lain dengan sanad yang marfu' (sampai kepada Nabi Saw.), tetapi predikatnya tidak sahih, mengingat sanadnya lemah, justru yang berpredikat mauquf-lah yang sahih sanadnya. 

Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa'id Ikrimah, Ad-Dahhak, Abu Saleh, Atiyyah, Muqatil bin Hayyan, dan As-Saddi. 
Menurut riwayat lain, dari Mujahid, sehubungan dengan makna firman-Nya:mendinding antara manusia dan hatinya.(Al-Anfal: 24) Maksudnya yaitu hingga Allah meninggalkan (membiarkan)nya sampai dia tidak menyadarinya. 
Menurut As-Saddi, makna yang dimaksud ialah Allah menghalang-halangi antara seseorang dan hatinya, sehingga ia tidak dapat beriman —tidak pula kafir— kecuali hanya dengan seizin Allah.‎

Qatadah mengatakan bahwa ayat ini semakna dengan firman-Nya:


{وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ}

dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Qaf: 16)‎

Banyak hadis dari Rasulullah Saw. yang menerangkan hal yang selaras dengan pengertian ayat ini. ‎

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولُ: " يَا مُقَلِّب الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ". قَالَ: فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، آمَنَّا بِكَ وَبِمَا جِئْتَ بِهِ، فَهَلْ تَخَافُ عَلَيْنَا؟ قَالَ نَعَمْ، إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ تَعَالَى يُقَلِّبُهَا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Anas ibnu Malik r.a. yang menceritakan bahwa Nabi Saw. acapkali mengucapkan doa berikut: Wahai (Tuhan) yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Anas ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Lalu kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, kami telah beriman kepadamu dan kepada apa yang engkau sampaikan, maka apakah engkau merasa khawatir terhadap iman kami?' Rasulullah Saw. menjawab: 'Ya, sesungguhnya hati manusia itu berada di antara dua jari kekuasaan Allah Swt. Dia membolak-balikkannya'.”

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi di dalam pembahasan mengenai takdir, bagian dari kitab Jami-nya, dari Hannad ibnus Sirri, dari Abu Mu'awiyah Muhammad ibnu Hazim Ad-Darir (tuna netra), dari Al-A'masy yang namanya ialah Sulaiman ibnu Mahran, dari Abu Sufyan yang namanya Talhah ibnu Nafi', dari Anas, kemudian Imam Ahmad mengatakan bahwa hadis ini hasan. Telah diriwayatkan pula melalui berbagai perawi yang tidak hanya seorang, semuanya bersumber dari Al-A'masy. Dan sebagian dari mereka telah meriwayatkannya dari Abu Sufyan, dari Jabir, dari Nabi Saw. Tetapi hadis Abu Sufyan dari Anas lebih sahih sanadnya.
Hadis lain diriwayatkan oleh Abdu ibnu Humaid di dalam kitab Musnad-nya. Dia mengatakan bahwa: 
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الْحَكَمِ، عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ بِلَالٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو: "يَا مُقَلِّب الْقُلُوبِ ثَبِّت قَلْبِي عَلَى دينك".

Telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Hakam, dari Ibnu Abu Laila, dari Bilal r.a., bahwa Nabi Saw. pernah berdoa dengan doa berikut: Wahai (Tuhan) yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu.

Hadis ini jayyid sanadnya, hanya padanya terdapat inqita’. Tetapi sekalipun demikian predikat hadis ini sesuai syarat ahlus sunan, hanya mereka tidak mengetengahkannya.‎

Hadis yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa: ‎

حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ جَابِرٍ يَقُولُ: حَدَّثَنِي بُسْرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ: أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيَّ يَقُولُ: سَمِعْتُ النَّوَّاسَ بْنَ سَمْعَان الْكِلَابِيَّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " مَا مِنْ قَلْبٍ إِلَّا وَهُوَ بَيْنُ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، إِذَا شَاءَ أَنْ يُقِيمَهُ أَقَامَهُ، وَإِذَا شَاءَ أَنْ يُزِيغَهُ أَزَاغَهُ". وَكَانَ يَقُولُ: "يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى دِينِكَ". قَالَ: "وَالْمِيزَانُ بِيَدِ الرَّحْمَنِ يَخْفِضُهُ وَيَرْفَعُهُ".

Telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Jabir mengatakan, telah menceritakan kepadanya Bisyr ibnu Ubaidillah Al-Hadrami, ia mendengar dari Abu Idris Al-Khaulani yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar An-Nuwwas ibnu Sam'an Al-Kilabi r.a. mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda:Tidak ada suatu hati pun melainkan berada di antara kedua jari kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah, Tuhan semesta alam. Jika Dia menghendaki kelurusannya, maka Dia akan meluruskannya; dan jika Dia menghendaki kesesatannya, maka Dia akan menyesatkannya Dan tersebutlah bahwa Nabi Saw. acapkali mengucapkan doa berikut: Wahai (Tuhan) yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Nabi Saw. telah bersabda pula:Neraca itu berada di tangan kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah; Dialah Yang merendahkan dan yang mengangkatnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah melalui hadis Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, lalu disebutkan hal yang semisal.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Imam Ahmad menga­takan:
 
حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنِ الْمُعَلَّى بْنِ زِيَادٍ، عَنِ الْحَسَنِ؛ أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: دَعَوَاتٌ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو بِهَا: "يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ". قَالَتْ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ تُكْثِرُ تَدْعُو بِهَذَا الدُّعَاءِ. فَقَالَ: "إِنَّ قَلْبَ الْآدَمِيِّ بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ، فَإِذَا شَاءَ أَزَاغَهُ وَإِذَا شَاءَ أَقَامَهُ

Telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Al-Ma'la ibnu Ziyad, dari Al-Hasan, bahwa Siti Aisyah pernah mengatakan bahwa di antara doa-doa yang sering diucapkan oleh Rasulullah Saw. ialah: Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati. tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sering sekali mengucapkan doa ini." Maka beliau Saw. menjawab: Sesungguhnya kalbu anak Adam itu berada di antara dua jari kekuasaan Allah jika Dia menghendaki kesesatannya (niscaya Dia membuatnya sesat), dan jika Dia menghendaki kelurusannya (niscaya Dia membuatnya lurus)‎
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa: ‎

حَدَّثَنَا هَاشِمُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ، حَدَّثَنِي شَهْرٌ، سَمِعْتُ أُمَّ سَلَمَةَ تُحَدِّثُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُكْثِرُ فِي دُعَائِهِ يَقُولُ: "اللَّهُمَّ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ". قالت: فقلت  يا رسول الله، أو إن الْقُلُوبَ لَتُقَلَّبُ  ؟ قَالَ: "نَعَمْ، مَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ بَشَرٍ مِنْ بَنِي آدَمَ إِلَّا أَنَّ قَلْبَهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، فَإِنْ شَاءَ أَقَامَهُ، وَإِنْ شَاءَ أَزَاغَهُ. فَنَسْأَلُ اللَّهَ رَبَّنَا أَنْ لَا يُزِيغَ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَانَا، وَنَسْأَلُهُ أَنْ يَهَبَ لَنَا مِنْ لَدُنْهُ رَحْمَةً إِنَّهُ هُوَ الْوَهَّابُ". قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلَا تُعَلِّمُنِي دَعْوَةً أَدْعُو بِهَا لِنَفْسِي؟ قَالَ: " بَلَى، قُولِي: اللَّهُمَّ رَبَّ النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ، اغْفِرْ لِي ذَنْبِي، وَأَذْهِبْ غَيْظَ قَلْبِي، وَأَجِرْنِي مِنْ مُضِلَّاتِ الْفِتَنِ مَا أَحْيَيْتَنِي"

Telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid, telah menceritakan kepadanya Syahr; ia telah mendengar Ummu Salamah menceritakan bahwa-di antara doa yang sering diucapkan oleh Rasulullah Saw. ialah:Ya Allah Wahai Tuhan Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah hati itu dapat dibolak-balikkan?" Rasulullah Saw. menjawab: Ya, tidak sekali-kali Allah menciptakan manusia dari Bani Adam melainkan kalbunya berada di antara dua jari kekuasaan Allah Swt. Jika Dia menghendaki kelurusannya (tentu Dia melurus­kannya), dan jika Dia menghendaki kesesatannya (tentu Dia menyesatkannya). Maka kami memohon kepada Allah Tuhan kami. semoga Dia tidak menyesatkan hati kami sesudah Dia menunjuki kami. DanJkami memohon kepada-Nya semoga Dia menganugerahkan kepada kami dari sisi-Nya rahmat yang luas. Sesungguhnya Dia Maha Pemberi karunia. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, sudikah kiranya engkau mengajarkan kepadaku suatu doa yang akan kubacakan untuk diriku sendiri?" Rasulullah Saw. bersabda: Tentu saja. Ucapkanlah, "Ya Allah, Tuhan Nabi Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, lenyapkanlah kedengkian hatiku, dan lindungilah aku dari fitnah-fitnah yang menyesatkan selama Engkau membiarkan aku hidup.‎

Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa: 
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا حَيْوَةُ، أَخْبَرَنِي أَبُو هَانِئٍ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبَلي  أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو؛ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: " إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ، كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّف كَيْفَ شَاءَ. ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللَّهُمَّ مُصَرِّف الْقُلُوبِ، صَرِّف قُلُوبَنَا إلى طاعتك".

Telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Haiwah, telah menceritakan kepadanya Abu Hani; ia pernah mendengar Abu Abdur Rahman Al-Habli mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya hati Bani Adam itu berada di antara dua jari kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah seperti halnya satu hati, Dia mengaturnya menurut apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian Rasulullah Saw. berdoa: Ya Allah, Tuhan Yang membolak-balikkan hati, arahkanlah hati kami untuk taat kepada Engkau.
Hadis ini diketengahkan oleh Imam Muslim secara munfarid dari Imam Bukhari. Dan ia meriwayatkannya bersama Imam Nasai melalui hadis Haiwah ibnu Syuraih Al-Misri.

Bagaimana juga perbedaan pendapat di kalangan para mufassir mengenai penafsiran ayat ini, tetapi hal yang tidak dapat disangkal ialah bahwa Allah swt. telah membuat bakat-bakat dalam diri seseorang. Bakat baik dan bakat buruk kedua-duanya dapat berkembang menurut sunah Allah yang telah ditetapkan bagi manusia. Berkembangnya bakat-bakat itu bergantung pada situasi, kondisi dan lingkungan. Apabila seseorang dididik dengan baik, niscaya jiwanya akan menjadi baik. Sebaliknya apabila jiwa itu dididik dengan jahat, atau berada dalam lingkungan yang jahat niscaya jiwa itu akan menjadi jahat. Hati adalah merupakan pusat dari perasaan, kemampuan serta kehendak seseorang yang dapat mengendalikan jasmaninya untuk mewujudkan amal perbuatan. 
Maka pantaslah kalau di dalam ayat ini dikatakan, bahwa Allah mendinding antara seseorang dengan hatinya, karena Allahlah Yang lebih mengetahui hati nurani seseorang. Dan Dialah Yang menguasai hati itu, karena Dialah pula yang menciptakan bakat-bakat yang terdapat dalam hati dan Dia pula yang paling dapat menentukan ke mana hati itu mengarah. 
Kemudian di akhir ayat Allah swt. menegaskan, bahwa sesungguhnya seluruh manusia itu akan dikumpulkan kepada Allah swt., yaitu mereka pada hari akhir akan dikumpulkan di padang Mahsyar untuk mempertanggungjawabkan segala macam amalnya dan menerima pembalasan yang setimpal dengan amal perbuatan mereka.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar