Sabtu, 02 Januari 2016

Penjelasan Kisah Pelacur Yang Mendapat Ampunan-Nya

Di sisi Allah sajalah kunci-kunci gaib. Adapun bagi manusia, lorong-lorong gaib itu tertutup dan gelap.

Manusia tidak mengetahui apa yang akan ia lakukan esok hari, tidak pula mengetahui di bumi mana ajal menjemputnya, nasib dirinya tidak ia mengerti apalagi nasib orang lain. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Luqman:34

Saudaraku fillah, banyak hal membuat manusia tertegun, dan merasa lemah di hadapan ilmu dan kekuasaan Allah.  Seseorang, di awal kehidupannya demikian buruk, namun di akhir hayatnya berbalik keadaan, Rahmat Allah meliputinya, Allah ampuni dosa-dosanya.

Demikian pula manusia hanya bisa bertasbih, bertakbir tatkala mendengar berita bahwa satu amalan yang sepertinya remeh namun ternyata Allah membalasinya dengan pahala besar. Allahu akbar.

Itulah yang terjadi pada seorang wanita pelacur Bani Israil. Kehidupannya yang kelam, hari-harinya yang penuh dosa, tubuhnya yang selalu berkubang di lumpur kenistaan,  membuat kita terkejut ketika kemudian dia meraih rahmat Allah dengan sebab sayangnya yang tulus kepada seekor anjing yang lemah.

Di kisahkan pada jaman dahulu, hiduplah seorang wanita tuna susila dari keturunan Bani Israil. Suatu ketika dia berjalan menyusuri padang pasir yang luas, dia sangat kehausan. Maka dia mencari sumber mata air, padahal waktu itu matahari tengah teriknya dan dia berada di luasnya padang pasir. Karena kegigihannya dia akhirnya menemukan sumber mata air itu yang berupa sumur. Maka ketika dia sampai pada sumur tersebut, Ia melihat seekor anjing yang terengah-engah sambil terus menjulurkan lidahnya. Tampaknya anjing itu sangat kehausan sekali. Tergerak hatinya karena merasa kasihan dan tidak tega pada anjing tersebut. Di lepasnya sepatunya lalu di ikatnya dengan kerudungnya untuk menimba air sumur itu, lalu diberinya anjing itu minum. Padahal dia sendiri belum sempat minum air dari sumur itu. Setelah anjing itu minum, wanita itu meninggal dunia di panggil oleh Rabb Nya.‎

Kisah wanita pelacur bani Israil diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

بَيْنَمَا كَلْبٌ يَطِيْفُ بِرَكِيَّةٍ قَدْ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ ؛ إِذْ رَأَتْهُ بَغْيٌ مِنْ بَغَايَا بَنِيْ إِسْرَائِيْل فَنَزَعَتْ مُوْقَهَا فَاسْتَقَتْ لَهُ بِهِ فَسَقَتْهُ إِيَّاهُ فَغَفَرَ لَهَا بِهِ
“Tatkala ada seekor anjing yang mengelilingi sebuah sumur, ia hamper-hampir mati karena haus. Tiba-tiba ia dilihat oleh seorang wanita pelacur di antara pelacur-pelacur Bani Israil. Kemudian wanita itu melepaskan selopnya seraya mengambilkan air untuk anjing itu dengan menggunakan selop itu. Ia pun memberi minum kepada anjing itu. Lantaran itu Allah mengampuni dosa wanita itu”. [HR. Al-Bukhary dalam Ash-Shahih (3278) dan Muslim dalam Ash-Shahih (2245). Lihat Ash-Shahihah (30)]

Al-Bukhari menambahkan bahwa wanita itu dengan penuh ketulusan mengikat sepatunya dengan kain penutup kepalanya. Rasulullah saw bersabda:

غفر لامرأة مومسة مرت بكلب على رأس ركي يلهث قال كاد يقتله العطش فنـزعت خفها فأوثقته بخمارها فنـزعت له من الماء فغفر لها بذلك

“Wanita pezina diampuni tatkala melewati seekor anjing di sebuah sumur sembari menjulurkan lidahnya, hampir-hampir haus membunuhnya. Segera Ia lepas sepatunya, dan ia ikat dengan kain penutup kepalanya, ia ambilkan air untuk anjing maka Allah ampuni dengan sebab itu.”

Kisah mengharukan itu terjadi di hari yang panas, membakar dan menyengat sebagaimana ditunjukkan dalam riwayat Muslim.

أن امرأة بغيَّا رأت كلباً في يومٍ حار يطيف ببئر قد أدلع لسانه من العطش فنزعت له بموقها فغفر لها

Seorang wanita pezina melihat seekor anjing di hari yang sangat panas mengelilingi sumur dengan menjulurkan lidahnya karena kehausan. Dia ambilkan air untuk anjing, iapun diampuni.

Adakah rohmah itu terselip di kalbu kita. Apa yang kiranya kita lakukan ketika di tengah padang pasir, panas menyengat, kita sendiri kehausan lalu seekor anjing menjulurkan lidahnya terengah kehausan, adakah kita sempatkan melepas sepatu, lalu kita ikat dengan kain baju kita untuk mendapatkan air untuk anjing. 

Semua jalan-jalan periwayatan hadits, menunjukkan bahwa berita ini menempati posisi puncak kesahihan.

Saudarakku fillah, ada kisah lain yang serupa dengan kisah diatas diriwayatkan Imam Muslim melalui guru beliau Qutaibah bin Sa’id Al-Baghlani dengan sanadnya kepada Abu Hurairah ra Rasulullah saw pernah bersabda:

بينما رجل يمشي بطريق اشتد عليه العطش فوجد بئرا فنزل فيها فشرب ثم خرج فإذا كلب يلهث يأكل الثرى من العطش فقال الرجل لقد بلغ هذا الكلب من العطش مثل الذي كان بلغ مني فنزل البئر فملأ خفه ماء ثم أمسكه بفيه حتى رقي فسقى الكلب فشكر الله له فغفر له قالوا يا رسول الله وإن لنا في هذه البهائم لأجرا فقال في كل كبد رطبة أجر

“Pada suatu ketika, seorang lelaki sedang berjalan melalui sebuah jalan, lalu dia merasa sangat kehausan. Dia dapatkan sebuah sumur, lalu turun ke dalamnya untuk minum. Begitu keluar dari sumur, dia dikejutkan oleh seekor anjing menjulurkan lidahnya menjilat-jilat tanah karana kehausan. Orang itu berkata, “Sungguh anjing ini kehausan seperti yang baru kualami” lalu dia turun kembali ke dalam sumur, ia penuhi sepatunya dengan air, dia gigit sepatunya dengan mulutnya, dibawanya naik ke atas dan diberi minumkannya kepada anjing itu. Maka Allah bersyukur kepada lelaki itu, dan diampuni Nya dosanya” Para sahabat bertanya “Ya Rasulullah saw. Apakah kami mendapat pahala ketika kami (menyayangi) hewan-hewan ini?” Jawab rasulullah saw “Menyayangi setiap makhluk hidup ada pahalanya,”

Kisah wanita pelacur Bani Israil sungguh menunjukkan betapa besar kasih sayang Allah, terlebih hamba-hamba-Nya yang merahmati sesama. Baginda Rasul pernah bersabda dalam hadits Usamah bin Zaid:

  إنما يرحم الله من عباده الرحماء

“Sungguh Allah merahmati hamba-hamba-Nya yang penyayang”

“Kasihilah yang berada di bumi, niscaya Allah yang berada di atas langit akan mengasihimu.”

Betapa indahnya andai sifat penyayang menghiasi kalbu kita. Betapa bahagianya andai diri  kita yang penuh dengan kedzaliman diampuni dan dirahmati oleh-Nya.

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Wahai Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”.

Faedah-faedah Hadist

1) Islam adalah agama yang mendorong pemeluknya berbuat baik kepada hewan-hewan yang tidak diperintahkan untuk dibunuh. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:

إن الله كتب الإحسان على كل شيء …..

Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat baik (ihsan) atas segala sesuatu …. Al-Hadits[2]

2) Kebaikan wanita pelacur dan pemuda dalam dua kisah di atas kepada anjing bukan berarti dibolehkannya seorang memelihara anjing.

3) Hadits ini menunjukkan betapa Maha adilnya Allah, sekecil apapun amalan, Allah akan memberikan balasan walaupun seberat dzarrah, semua tercatat, semua diberi balasan. Allah berfirman:

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ

Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya.     

4) Pentingnya keikhlasan dan harapan kepada Allah dalam beramal. Amalan shaleh walaupun sepertinya kecil dan remeh, namun akan bernilai besar di sisi Allah dengan keikhlasan dan besarnya pengharapan kepada-Nya, seperti apa yang di lakukan wanita pelacur. Al-Imam Abdullah bin Mubarak Al-Marwazi (198 H) berkata, “Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil hanya karena niat.”

Amal yang dinilai kecil di mata manusia, apabila ikhlas dan sesuai dengan bimbingan Rasulullah saw, Allah akan menerimanya bahkan melipat gandakan pahala dari amal tersebut. Allah berfirman:

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Al-Baqarah: 261

Perhatikan contoh lain yang pernah Rasulullah kisahkan, beliau pernah bersabda: “Seorang laki-laki melihat dahan pohon di tengah jalan, ia berkata: Demi Allah aku akan singkirkan dahan pohon ini agar tidak mengganggu kaum muslimin, Maka ia pun masuk surga karenanya.” (HR. Muslim)

Sebaliknya amalan yang besar seperti jihad Bisa tidak bernilai sama sekali di sisi Allah jika diiringi dengan riya, ujub atau pembatal amalan lainnya. Seorang laki-laki pernah datang kepada Rasulullah  sawdan bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang berperang untuk mendapatkan pahala dan agar dia disebut-sebut oleh orang lain?” maka Rasulullah saw menjawab: “Dia tidak mendapatkan apa-apa.” Orang itu pun mengulangi pertanyaannya tiga kali, Rasulullah pun menjawab: “Dia tidak mendapatkan apa-apa.”Kemudian beliau berkata: “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan kecuali apabila amalan itu dilakukan ikhlas karenanya.” (Hadits Shahih Riwayat Abu Daud dan Nasai dari hadits Abu Umamah Al-Bahili).

5) Rahmat Allah ta’ala demikian luas maka tidak pantas seorang berputus asa dari rahmat-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ

Kisah ini diantara contoh bahwasannya amalan kebaikan menghapus amalan kejelekan. Allah berfirman:
وَأَقِمِ الصَّلاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ

Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. Huud:114

7) Kisah ini menetapkan sifat Maghfiroh (mengampuni) bagi Allah, sekaligus bantahan bagi Mu’aththilah, kelompok pengingkar sifat.

8) Kisah di atas juga menetapkan sifat Syukur bagi Allah. Allah bersyukur atas kebaikan hamba-Nya, dengan menerima amalan saleh hamba-Nya dan memberikan balasan yang lebih dari apa yang hamba-Nya perbuat

9)Amalan itu sesuai dengan akhirnya.

10) Hadits ini juga bantahan bagi Khawarij yang mengafirkan pelaku dosa besar.

11) Keutamaan memberi minum, dan ini termasuk sebaik-baik amalan. Banyak hadits-hadits shahih yang secara tegas menunjukkan keutamaan amalan memberi air minum.
Takhtimah

Pelacuran serta kemaksiatan lainnya sangat banyak di sekitar kita. Alangkah baiknya jika kita berusaha untuk menyadarkan dan membina serta mengarahkan mereka dalam ibadah dan kebaikan.

Penjelasan diatas sudah jelas bahwa Alloh menyayangi Hamba-hambaNya walaupun hamba-hambaNya adalah manusia durhaka dan ahli maksiat. Limpahan ampunan-Nya selalu tercurah kan untuk Semua Hamba-hambaNya.

Dan janganlah kita menghina dan mencela orang lain yang kita pandang sebagai orang yang jahat ataupun ahli maksiat. Mereka butuh bimbingan. Mereka butuh perhatian. Mereka butuh arahan untuk mendapatkan hidayah dalam menjalani kehidupan.

Kita dilarang oleh Alloh mencela orang lain dalam kehidupan ini

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا خَيْراً مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاء مِّن نِّسَاء عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْراً مِّنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mencela kumpulan lainnya, boleh jadi yang dicela itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim “ (QS. Al Hujuraat :11)

Nabi Sholallohu 'Alaihi Wasallam Bersabda ;‎

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ بِذَنْبٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَعْمَلَهُ ». قَالَ أَحْمَدُ مِنْ ذَنْبٍ قَدْ تَابَ مِنْهُ.
Dari Muadz bin Jabal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang mencela saudaranya sesama muslim karena sebab dosa yang pernah dia lakukan maka orang yang mencela tersebut tidak akan mati sampai melakukannya”. Ahmad bin Mani’, salah seorang perawi hadits, “Yang dimasudkan adalah dosa yang pelakunya telah bertaubat darinya” (HR Tirmidzi no 2505)


Jangan sampai kita menghina atau mencaci dan mencela orang lain, sebab siapa tahu yang kita benci lebih bagus/lebih baik daripada (kita) orang yang membenci. Siap tahu yang kita hina lebih bagus/sholeh daripada (kita) yang menghina. Untuk membendung dan mengendalikan itu, buanglah perasaan: lebih bagus/baik kita daripada orang lain, merasa cukup menjadi ahli ibadah, menyangka orang lain salah terus, dan selalu memperlihatkan kelebihan diri. Untuk menahannya hanya dengan bersih hati dan ikhlas rasa. Ingat, jangan melakukan ibadah dibarengi dengan takabbur, ria, ujub, dan merendahkan orang lain, karena ibadahnya bisa tidak jadi ibadah. Jangan merendahkan orang lain, mengejek, menertawakan untuk mengecilkan, mencaci, mencela, memberikan panggilan yang buruk atau laqob pada orang lain.


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلاً بِالفِسْقِ أَوِ الكُفْرِ ، إِلاَّ ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ ، إنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كذَلِكَ

“Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kefasikan atau kekufuran, melainkan akan kembali kepadanya tuduhan tersebut jika yang dituduhnya tidak demikian.” (HR Bukhari)

Dalam rangka mencegah perbuatan buruk ini, syariat juga menetapkan bahwa orang yang pertama mencela lebih besar dosanya dari dua orang yang saling mencela.

الْمُسْتَبَّانِ مَا قَالاَ فَعَلَى الْبَادِئِ مَا لَمْ يَعْتَدِ الْمَظْلُومُ

“Dua orang yang saling mencela, maka dosa yang dikatakan keduanya akan ditanggung oleh orang yang pertama kali memulai, selama yang terzalimi tidak melampuai batas.” (HR Muslim)

Sebagaimana menyakiti orang lain dengan tangan dilarang oleh syariat, begitu pun kezaliman dengan lisan juga dilarang. Semakin seorang muslim jauh dari perbuatan tercela tersebut, akan semakin tingginya derajatnya dalam Islam.
Ingatlah orang  jadi mulia di sisi Allah dengan ilmu dan takwa. Jangan sampai orang lain diremehkan dan dipandang hina. Allah Ta’ala berfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadilah: 11)
Seorang mantan budak pun bisa jadi mulia dari yang lain lantaran ilmu. Coba perhatikan kisah seorang bekas budak berikut ini.
أَنَّ نَافِعَ بْنَ عَبْدِ الْحَارِثِ لَقِىَ عُمَرَ بِعُسْفَانَ وَكَانَ عُمَرُ يَسْتَعْمِلُهُ عَلَى مَكَّةَ فَقَالَ مَنِ اسْتَعْمَلْتَ عَلَى أَهْلِ الْوَادِى فَقَالَ ابْنَ أَبْزَى. قَالَ وَمَنِ ابْنُ أَبْزَى قَالَ مَوْلًى مِنْ مَوَالِينَا. قَالَ فَاسْتَخْلَفْتَ عَلَيْهِمْ مَوْلًى قَالَ إِنَّهُ قَارِئٌ لِكِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَإِنَّهُ عَالِمٌ بِالْفَرَائِضِ. قَالَ عُمَرُ أَمَا إِنَّ نَبِيَّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- قَدْ قَالَ « إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ »‎

Dari Nafi’ bin ‘Abdil Harits, ia pernah bertemu dengan ‘Umar di ‘Usfaan. ‘Umar memerintahkan Nafi’ untuk mengurus Makkah. Umar pun bertanya, “Siapakah yang mengurus penduduk Al Wadi?” “Ibnu Abza”, jawab Nafi’. Umar balik bertanya, “Siapakah Ibnu Abza?” “Ia adalah salah seorang bekas budak dari budak-budak kami”, jawab Nafi’. Umar pun berkata, “Kenapa bisa kalian menyuruh bekas budak untuk mengurus seperti itu?” Nafi’ menjawab, “Ia adalah seorang yang paham Kitabullah. Ia pun paham ilmu faroidh (hukum waris).” ‘Umar pun berkata bahwa sesungguhnya Nabi kalian -shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda, “Sesungguhnya suatu kaum bisa dimuliakan oleh Allah lantaran kitab ini, sebaliknya bisa dihinakan pula karenanya.” (HR. Muslim no. 817).
Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari riwayat tersebut.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar