Sabtu, 30 Januari 2016

Penjelasan Tentang Kisah Laba-Laba Dalam Goa Tsur

Laba-laba adalah hewan yang turut berandil dalam penyelamatan Rasulullah saw. Dimana, ketika Rasulullah saw dan Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq di kejar-kejar oleh kaum kafir Quraisy (di patroli istilah zaman sekarang), keduanya bersembunyi di sebuah gua diluar kota makkah. Saat itu kafir Quraisy merazia secara rata wilayah makkah untuk mencari dan membunuh Rasulullah saw, sampai merazia ke gua itu. Ketika ia masuk ke gua itu, ia melihat disebuah lobang ada sarang laba-laba yang melintang. Lalu kafir Quraisy itu mengira, jika ada sarang laba-laba disitu mustahil ada orang yang masuk kedalamnya, jika ada yang masuk tentu sarang laba-laba itu rusak atau putus, begitulah pikirnya, dan mereka pun pergi meninggalkan gua tersebut. Sehingga Rasulullah saw dan Sayyidina Abu Bakar Ash Shidiq terselamatkan.

Ibnu Ishaq rahimahullah berkata:” Telah mengabarkan kepada kami ‘Abdurrazzaq, (ia berkata) telah mengabarkan kepada kami Ma’mar ia berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Utsman al-Jazari bahwasanya Miqsam mantan budak Ibnu ‘Abbas mengabarkan kepadanya tentang firman-Nya Ta’ala:‎

(وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ) 

” Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Qurais) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkapmu….” (QS. Al-Anfal: 30) 

Beliau (Ibnu ‘Abbas) radhiyallahu ‘anhumaa berkata:‎

تَشَاوَرَتْ قُرَيْشٌ لَيْلَةً بِمَكَّةَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ إِذَا أَصْبَحَ فَأَثْبِتُوهُ بِالْوَثَاقِ. يُرِيدُونَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلِ اقْتُلُوهُ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ أَخْرِجُوهُ. فَأَطْلَعَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ نَبِيَّهُ عَلَى ذَلِكَ فَبَاتَ عَلِىٌّ عَلَى فِرَاشِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- تِلْكَ اللَّيْلَةَ ... فَلَمَّا رَأَوْا عَلِيًّا رَدَّ اللَّهُ مَكْرَهُمْ فَقَالُوا : أَيْنَ صَاحِبُكَ هَذَا؟ قَالَ: لاَ أَدْرِى فَاقْتَصُّوا أَثَرَهُ فَلَمَّا بَلَغُوا الْجَبَلَ خُلِّطَ عَلَيْهِمْ فَصَعِدُوا فِى الْجَبَلِ فَمَرُّوا بِالغَارِ فَرَأَوْا عَلَى بَابِهِ نَسْجَ الْعَنْكَبُوتِ فَقَالُوا: لَوْ دَخَلَ هَا هُنَا لَمْ يَكُنْ نَسْجُ الْعَنْكَبُوتِ عَلَى بَابِهِ. فَمَكَثَ فِيهِ ثَلاَثَ لَيَالٍ 

” Pada suatu malam suku Quraisy bermusyawarah, lalu sebagian mereka berkata:’ Jika pagi datang, tangkaplah dia dengan kuat –yang mereka maksud adalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.’ Sebagian lagi berkata:’ Akan tetapi keluarkan dia (dari Makkah).’ Kemudian Allah Azza wa Jalla menunjukkan hal itu kepada Nabi-Nya. Kemudian ‘Ali radhiyallahu ‘anhutidur di kasur Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada malam tersebut….Ketika mereka melihat ‘Ali, Allah membalas/mengembalikan makar (tipudaya) mereka. Lalu mereka berkata:’ Maka temanmu ini (maksudnya Nabi)?’ Dia (‘Ali) berkata:’ Aku tidak tahu.’ Kemudian mereka mencari jejak Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ketika mereka sampai ke gunung, mereka dibuat samar (kebingungan). Lalu mereka naik gunung, lalu mereka melewati sebuah gua dan melihat di pintu gua tersebut sarang (jaring) laba-laba, sehingga mereka berkata:’ Seandainya dia (Muhammad) masuk ke sini, tidak mungkin ada sarang (jaring) laba-laba di pintunya. Lalu beliau shallallahu 'alaihi wasallam menetap di dalamnya selama tiga malam.’ (Musnad Ahmad,7/334 no 3308) 

Ibnu Katsir rahimahullah berkata:" Dan ini adalah sanad yang hasan, dan ia adalah sanad yang paling baik yang diriwayatkan tentang kisah sarang (jaring) laba-laba pada mulut gua." (Al-Bidayah wa an-Nihayah 3/181) 

Namun beliau rahimahullah berkata dalam (al-Fushul):" Dan dikatakan –Wallahu A'lam- bahwasanya laba-laba tersebut menutup pintu gua, dan dua ekor merpati membuat sarang di pintunya…"(al-Fushul fii Siratir Rasul: 52) Maka beliaurahimahullah tidak menganggapnya (menghukuminya) hasan di sini, akan tetapi yang dipahami dari perkataan beliau justru sebaliknya. 

Dan dihasankan oleh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari (7/236) hanya saja beliau rahimahullah berkata tentang 'Utsman bin al-Jazri:" Pada dirinya ada kelemahan (dha'if)." (at-Taqrib 2/13) Dan dalam at-Tahdzib disebutkan bahwa Abu Hatim rahimahullah berkata tentangnya:" Haditsnya ditulis, namun tidak bisa berhujjah dengannya." Dan al-'Uqailirahimahullah berkata:" Haditsnya tidak dijadikan mutabi' (penguat)." (at-Tahdzib: 7/145) 

Oleh sebab itu hadits ini dinyatakan dha'if oleh Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah dalam ta'liq (komentar) beliau terhadap Musnad imam Ahmad rahimahullah, baliau (Ahmad Syakir) rahimahullah berkata:" Dalam sanadnya ada sesuatu yang harus diperiksa, dikarenakan keberadaan 'Utsman al-Jazri. " (Ta'liq Musnad Ahmad 5/87) 

Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar hijrah pada siang hari atau malam hari? Demikianlah terkadang pertanyaan muncul ketika membaca kitab-kitab hadits. Maka jawabnya adalah sebagaimana riwayat yang dibawakan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari (VII/278) yang menukil dari Musnad Ahmad dari Abdullah bin Abbas:

تَشَاوَرَتْ قُرَيْشٌ لَيْلَةً بِمَكَّةَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ إِذَا أَصْبَحَ فَأَثْبِتُوهُ بِالْوَثَاقِ يُرِيدُونَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ اقْتُلُوهُ وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ أَخْرِجُوهُ فَأَطْلَعَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ نَبِيَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى ذَلِكَ فَبَاتَ عَلِيٌّ عَلَى فِرَاشِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِلْكَ اللَّيْلَةَ وَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى لَحِقَ بِالْغَارِ وَبَاتَ الْمُشْرِكُونَ يَحْرُسُونَ عَلِيًّا يَحْسَبُونَهُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Kaum Quraisy bermusyawarah pada satu malam di Makkah. Dari mereka ada yang mengusulkan, jika pagi tiba: “Maka tangkap dia dengan tali!”. Maksudnya adalah Rasulullah shallallahu ‘alai wasallam. Sebagian dari mereka usul: “Bunuh saja Muhammad!”. Ada lagi yang usul: “Usir saja Muhammad!”. Maka kemudian Allah Azza wa Jalla memperlihatkan kepada Rasulullah ‎shallallahu ‘alaihi wasallam rencana tersebut, maka Ali bin Abi Thalib bermalam (tidur) di tempat tidur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar sampai (dan Abu Bakar) di gua sementara orang-orang musyrik bermalam menjaga Ali, mereka menyangka itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” (HR. Ahmad bin Hanbal)

Hadits ini menunjukkan dengan jelas bahwa keberangkatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah adalah dimalam hari.

Kemudian dalam lanjutan hadits diatas:

فَلَمَّا أَصْبَحُوا ثَارُوا إِلَيْهِ فَلَمَّا رَأَوْا عَلِيًّا رَدَّ اللَّهُ مَكْرَهُمْ فَقَالُوا أَيْنَ صَاحِبُكَ هَذَا قَالَ لَا أَدْرِي فَاقْتَصُّوا أَثَرَهُ فَلَمَّا بَلَغُوا الْجَبَلَ خُلِّطَ عَلَيْهِمْ فَصَعِدُوا فِي الْجَبَلِ فَمَرُّوا بِالْغَارِ فَرَأَوْا عَلَى بَابِهِ نَسْجَ الْعَنْكَبُوتِ

“Maka tatkala pagi hari,orang-orang musyrik menyergap Ali. Ketika mereka tahu bahwa itu adalah Ali, Allah mengembalikan makar mereka. Mereka berkata: “Manakah temanmu ini?”. Ali menjawab: “Aku tidak tahu”. Kemudian mereka mencari bekas-bekas pergi Rasulullah, dan ketika sampai di di gunung mereka dibuat bingung kemudian naik ke gunung dan melewati gua, dan melihat di pintu gua ada sarang labah-labah”. (HR. Ahmad bin Hanbal)

Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari (VII/278) menilai hadits ini sanadnya hasan.

وَذَكَرَ أَحْمَدُ مِنْ حَدِيْثِ ابْنِ عَبَّاسٍ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ

“Ahmad menyebutkan dari hadits Ibnu Abbas dengan sanad hasan”.

Sekali lagi penghasan karena syawahid.itu pun kalau syawahidnya diterima.namun aslinya lemah apalagi hanya mauquf sampai sahabat saja tidak marfu’.riwayat mauquf bukan hujjah.asal dari hadits mauquf adalah tidak bisa dipakai sebagai hujjah. Hal itu disebabkan karena hadits mauquf hanyalah merupakan perkataan atau perbuatan dari shahabat saja. Namun jika hadits tersebut telah tetap, maka hal itu bisa memperkuat sebagian hadits dla’if – sebagaimana telah dibahas pada hadits mursal – karena yang dilakukan oleh shahabat adalah amalan sunnah. Ini jika tidak termasuk hadits ‎mauquf yang dihukumi marfu’ (marfu’ hukman). Adapun jika hadits mauquf tersebut dihukumi marfu’ (marfu’ hukman), maka ia adalah hujjah sebagaimana hadits ‎marfu’.

Adapun dalam riwayat lain yang kemudian difahami bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergi hijrah disiang hari dari rumah Abu Bakar:‎

قَالَتْ عَائِشَةُ فَبَيْنَمَا نَحْنُ يَوْمًا جُلُوسٌ فِي بَيْتِ أَبِي بَكْرٍ فِي نَحْرِ الظَّهِيرَةِ قَالَ قَائِلٌ لِأَبِي بَكْرٍ هَذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَقَنِّعًا فِي سَاعَةٍ لَمْ يَكُنْ يَأْتِينَا فِيهَا فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ فِدَاءٌ لَهُ أَبِي وَأُمِّي وَاللَّهِ مَا جَاءَ بِهِ فِي هَذِهِ السَّاعَةِ إِلَّا أَمْرٌ قَالَتْ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَ فَأُذِنَ لَهُ فَدَخَلَ

“Aisyah berkata: “Ketika kami pada suatu hari duduk-duduk di rumah Abu Bakar di waktu pagi hari mendekati siang, seseorang berkata kepada Abu Bakar: “Ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” dalam keadaan bertutup yang datang ke kami di waktu yang tidak biasa”. Kemudian Abu Bakar berkata: “Tebusan baginya bapakku dan ibuku. Demi Allah, beliau tidak datang di waktu ini kecuali ada perkara penting”. Aisyah berkata: “Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang meminta izin dan kemudian Rasulullah di beri izin dan lalu beliau masuk”(HR. Bukhari).‎
Hadits ini dan kelanjutannya yang berkisah tentang kedatangan Rasulullah kepada Abu Bakar pada pagi mendekati siang bahwa Rasulullah sudah diberi izin untuk hijrah, setelah Rasulullah keluar pada malam hari dari rumah beliau yang dikepung. Hal itu karena sebelumnya Abu Bakar meminta izin untuk hijrah terlebih dahulu tetapi Rasulullah melarangnya karena beliau berkehendak supaya Abu Bakar menemani hijrah. Demikian dapat difahami dari hadits yang disampaikan oleh as-Samhudi dalam Khulashah al-Wafa’ (I/593) berikut:‎

قَالَ لِعَلِيّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ نَمْ عَلَى فِرَاشِي وَتَسَجّ بِبُرْدِي هَذَا الْأَخْضَرِ ، فَنَمْ فِيهِ فَلَنْ يَخْلُصَ إلَيْك مِنْهُمْ أَمْرٌ وَأَتَى اَبَا بَكْرٍ فَاَعْلَمَهُ وَقَالَ : قَدْ أُذِنَ لِي

“Rasulullah berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Tidurlah di atas alas tidurku dan tutupilah dengan selimutku ini yang berwarna hijau. Tidurlah didalamnya maka tidak akan sampai sesuatu dari mereka kepadamu”. Rasulullah lalu datang kepada Abu Bakar dan mengkhabarkan: “Aku telah diberi izin”.

Apa yang dilakukan oleh Imam as-Samhudi dan lain-lain merupakan penghimpunan dua hadits yang sama-sama diboleh dibuaT hujjah, yaitu hadits dalam shahih Bukhari dan hadits dalam Musnad Ahmad.

Dengan demikian dakwaan sebahagian Wahabi bahwa Rasulullah hijrah di siang hari dari rumah beliau dan riwayat tentang Ali yang tidur menggantikan Rasulullah adalah lemah telah tertolak.
he lucu..menjama’ itu jika sama2 shohih. jelas riwayat imam bukhori terbukti kebenarannya.
Berbeda sekali dengan pernyataan yang diajukan oleh riwayat Bukhari sebagai berikut: 
1.  Hijrah ke Madinah terjadi dari rumah Abu Bakar pada waktu tengah hari bukannya pada waktu malam hari.

2. Dalam riwayat Bukhari, Nabi tidak memerintahkan Ali agar tidur di atas tempat tidur Beliau pada malam terjadinya hijrah itu. Juga tidak disebutkan bahwa Nabi menaburkan pasir diatas  kepala orang-orang kafir yang menanti kesempatan untuk menyerbu rumah Rasulullah dengan maksud untuk membunuh Nabi .

3. Aisyah bersama Asma’ menyiapkan bekal untuk perjalanan Rasulullah dengan cepat-cepat karena awal hijrah terjadi saat itu juga.

4.Semua anggota keluarga Abu Bakar punya andil besar dalam menyukseskan langkah-langkah hijrah yang terjadi pada saat yang genting itu.
5. Dalam riwayat Bukhari, tidak disebutkan kisah setan yang menyamar sebagai orang tua Najdi dan menghadiri majelis musyawarah pembesar-pembesar Quraisy yang merencanakan untuk membinasakan Rasulullah .

Melihat perbedaan pendapat diatas ada beberapa analisa yang dapat diberikan mengenai pendapat-pendapat tersebut:

1- Nabi Muhammad sebenarnya melakukan hijrah pada siang hari dikarenakan kondisi di Arab pada siang hari sangat panas dimana orang-orang beristirahat dan tidak akan keluar rumah. Sedangkan pada malam hari justru digunakan bangsa Arab untuk keluar rumah dan melakukan kegiatan. Disinilah kesempatan Nabi untuk bisa berhijrah pada siang hari.

2-  Sebenarnya Ali tidak diperintahkan untuk tidur diatas tempat tidur Rasulullah. Hal ini dikarenakan orang-orang Arab yang hendak melakukan serangan ke dalam rumah adalah haram dilakukan jika mereka mengetahui terdapat wanita di dalam rumah. Jadi buat apa Rasulullah memerintahkan Ali untuk tidur diatas tempat tidurnya padahal Beliau sendiri bisa tidur nyenyak tanpa gangguan musuh.

3- Sebenarnya Nabi tidak mengetahui tentang adanya musyawarah yang dilakukan orang-orang kafir untuk membunuh Beliau. Apalagi musyawarah dihadiri oleh Iblis yang menyamar sebagai Najdi. Musyawarah tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Jika musyawarah tersebut dilakukan secara terang-terangan dan mengundang Najdi, bisa dipastikan Nabi mengetahui apa yang dimusyawarahkan dan diputuskan.

Adapun hadits yang mengkisahkan laba-laba dan merpati dimulut gua Tsur yaitu:
قَالَ: أَدْرَكْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ. وَزَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ. وَالْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ، فَسَمِعْتُهُمْ يَتَحَدَّثُونَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “أَمَرَ اللَّهُ شَجَرَةً لَيْلَةَ الْغَارِ فَنَبَتَتْ فِي وَجْهِي، وَأَمَرَ اللَّهُ الْعَنْكَبُوتَ فَنَسَجَتْ فَسَتَرَنِي، وَأَمَرَ اللَّهُ حَمَامَتَيْنِ وَحْشِيَّتَيْنِ فَوَقَفَتَا بِفَمِ الْغَارِ

“Abu Mush’ab al-Makki berkata: “Aku bertemu Anas bin Malik, Zaid bin Arqam, dan Mughirah bin Tsu’bah, aku mendengar dari mereka yang bercerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Allah memerintahkan pohon di malam saat berada di gua, maka pohon tersebut tumbuh dihadapanku. Dan Allah juga memerintahkan laba-laba dan kemudian ia menyulan dan menutupiku. Dan Allah juga memerintahkan dua merpati yang gesit dan berhenti di mulut gua”. (HR. Baihaqi dalam Dalalil an-Nubuwwah, Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir, al-Bazzar dalam Musnad)

Dalam hadits diatas terdapat perawi yang bernama Awin bin Amr al-Qaisi yang dinilai sangat lemah oleh beberapa huffazh. Tetapi al-Hafizh al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawaid (VI/65) berkata:

رَوَاهُ البَزَّارُ وَالطَّبَرَانِي وَفِيْهِ جَمَاعَةٌ لَمْ أَعْرِفْهُمْ

“Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan ath-Thabarani dan didalam sanadnya terdapat segolongan perawi yang tidak aku kenal (majhul)”.‎

Al-Hafizh al-Haitsami juga berkata dalam hadits lain:
رَوَاهُ الطَّبَرَانِي فِي الكَبِيْرِ وَمُصْعَبٌ المكِّي وَالذِي رَوَى عَنْهُ وَهُوَ عَوِيْنٌ بن عَمْرو القَيْسِي لَمْ أَجِدْ مَنْ تَرْجَمَهُمَا وَبَقِيَّةُ رِجَالِهِ ثِقَاتٌ

“Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dalam al-Kabir, dan Mush’ab al-Makki dan yang meriwayatkan darinya, yaitu Awin bin Amr al-Qaisi aku tidak menemukan biografinya (majhul). Dan perawi selebihnya adalah tsiqah.

Dengan demikian, al-Hafizh al-Haitsami menilai Awin bin Amr al-Qaisi dan Mush’ab al-Makki sebagai perawi yang majhul yang berarti haditsnya masih dhaif biasa. Meski tak dipungkiri al-Uqaili menyebut Awin bin Amr al-Qaisi adalah sangat lemah sekali, hingga sebaghagian ulama menyebut hadits merpati di mulut gua sangat lemah dan tak bisa dibuat dalil dalam kisah sekalipun.

Tentang Aun bin Amr Al Qoisi Berkata Imam Adz Dzahabi dalam Mizanul i’tidal : 6535 : Berkata Ibnu Ma’in : Tidak ada apa-apanya, berkata Imam Bukhori : dia seorang yang munkar hadits dan majhul.”

Imam Adz Dzahabi kemudian membuat contoh hadits munkar yang diriwayatkan oleh Aun, dan hadits ini adalah salah satunya.

Dan ada juga Abu Mush’ab  Dia seorang yang majhul ain sebagimana yang dikatakan oleh Bazzar dan Al Uqoili. Dan majhul ain adalah seorang yang rowi yang hanya diriwayatkan oleh seorang rowi dan tidak diketahui ketsiqohannya. Hukum hadits majhul ain adalah lemah

Al-Hafizh Ibnu Katsir meriwayatkan hadits diatas dalam as-Sirah an-Nabawiyyah(II/241) dan dalam al-Bidayah wa an-Nihayah(III/222) berkata:

وَفِيْهِ أَنَّ جَمِيْعَ حَمَّامِ مَكَّةَ مِنْ نَسْلِ تِيْكَ الحَمَّامَتَيْنِ

“Dan dalam hadits ini, semua merpati di Mekkah adalah keturunan dari dua merpati tersebut”

Ini merupakan penegasan bahwa al-Hafizh Ibnu Katsir menerima riwayat dua merpati dalam gua tersebut. Apalagi cerita ini sudah seperti mutawatir diriwayatkan oleh banyak ulama.

Jelas sekali itu hanya berdasarkan hadits aun yang jlas lemah apalagi ghorib jiddan demikian kata ibnu katsir sendiri dalam bidayah wa nihayah (2/223):
وهذا حديث غريب جدا من هذا الوجه

Terlepas dari masalah hadits diatas. Kita sebagai umat islam harus mengambil hikmah bahwa Perjuangan Rosululloh SAW sangatlah berat dan peristiwa Hijrah adalah titik awal perjuangan menuju era kemandirian dan kemuliaan Dinul Islam Rohmatan Lil'alamin.

Adapun Hukum Membunuh Laba-laba dan menghancurkan sarangnya yang biasanya ada di dalam rumah dan mengotori tempat tinggal. Kebanyakan ulama membolehkan membunuh laba-laba karena dianggap mengganggu.


فقد ذهب كثير من أهل العلم إلى جواز قتل العنكبوت لأنه من جنس المؤذي.

فلا بأس من إزالة العنكبوت من زوايا البيوت، لأنها تلوث الحيطان وربما تعشش على الكتب وعلى الملابس فتؤذي بذلك، وإن كانت أذيتها خفيفة بالنسبة لغيرها فإذا حصل منها أذية فإنه لا بأس بإزالة ما بنته من العش، ولا حرج بقتلها إذا لم يندفع أذاها إلا بقتلها.

والقاعدة الشرعية أن هذه الحشرات:

إما أن تكون مؤذية بطبيعتها فهذه قد جاء الأمر بقتلها، فقد قال النبي عليه الصلاة والسلام :(خمس من الدواب كلهن فاسق يقتلن في الحل والحرم :الغراب والحدأة والعقرب والفأرة والكلب العقور ) رواه مسلم

وإما أن تكون مما نهى الشرع عن قتله، فقد ( نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن قتل أربع من الدواب : النملة والنحلة والهدهد والصرد ) فهذه لا تقتل.

وإما أن تكون مما سكت الشارع عنه فالأولى ألا تقتل وإن قتلت فلا حرج فيها.

_________________________

الآداب الشرعية
فَصْلٌ ( أَحْكَامُ قَتْلِ الْحَشَرَاتِ وَإِحْرَاقِهَا وَتَعْذِيبِهَا ) .

وَيُكْرَهُ قَتْلُ النَّمْلِ إلَّا مِنْ أَذِيَّةٍ شَدِيدَةٍ فَإِنَّهُ يَجُوزُ قَتْلُهُنَّ وَقَتْلُ الْقُمَّلِ بِغَيْرِ النَّارِ وَيُكْرَهُ قَتْلُهُمَا بِالنَّارِ وَيُكْرَهُ قَتْلُ الضَّفَادِعِ ذَكَرَ ذَلِكَ فِي الْمُسْتَوْعِبِ .

وَقَالَ فِي الْغُنْيَةِ كَذَلِكَ وَأَنَّهُ لَا يَجُوزُ سَقْيُ حَيَوَانٍ مُؤْذٍ وَقَالَ فِي الرِّعَايَةِ يُكْرَهُ قَتْلُ مَا لَا يَضُرُّ مِنْ نَمْلٍ وَنَحْلٍ وَهُدْهُدٍ وَصُرَدٍ وَيَجُوزُ تَدْخِينُ الزَّنَابِيرِ وَتَشْمِيسُ الْقَزِّ ، وَلَا يُقْتَلُ بِنَارٍ نَمْلٌ وَلَا قُمَّلٌ وَلَا بُرْغُوثٌ وَلَا غَيْرُهَا وَلَا يُقْتَلُ ضُفْدَعٌ بِحَالٍ وَظَاهِرُهُ التَّحْرِيمُ وَمَالَ صَاحِبُ النَّظْمِ إلَى أَنَّهُ يَحْرُمُ إحْرَاقُ كُلِّ ذِي رُوحٍ بِالنَّارِ وَأَنَّهُ يَجُوزُ إحْرَاقُ مَا يُؤْذِي بِلَا كَرَاهَةٍ إذَا لَمْ يَزُلْ ضَرَرُهُ دُونَ مَشَقَّةٍ غَالِبَةٍ إلَّا بِالنَّارِ وَقَالَ إنَّهُ سُئِلَ عَمَّا تَرَجَّحَ عِنْدَهُ الشَّيْخُ شَمْسُ الدِّينِ صَاحِبُ الشَّرْحِ فَقَالَ مَا هُوَ بَعِيدٌ .

وَاسْتَدَلَّ صَاحِبُ الشَّرْحِ بِالْخَبَرِ الَّذِي فِي الصَّحِيحَيْنِ ، أَوْ صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ { أَنَّ نَبِيًّا مِنْ الْأَنْبِيَاءِ نَزَلَ عَلَى قَرْيَةِ نَمْلٍ فَآذَتْهُ نَمْلَةٌ فَأَحْرَقَ الْقَرْيَةَ فَأَوْحَى اللَّهُ تَعَالَى إلَيْهِ فَهَلَّا نَمْلَةً وَاحِدَةً } وَيُجَابُ مِنْ أَوْجُهٍ : ( أَحَدُهَا ) : أَنَّهُ خَرَجَ مَخْرَجَ التَّوْبِيخِ لَا لِلْإِبَاحَةِ بِدَلِيلِ إبْهَامِ النَّمْلَةِ الْمُؤْذِيَةِ وَهُوَ مَانِعٌ بِدَلِيلِ إبْهَامِ حَرْبِيٍّ مُسْتَأْمَنٍ فِي جَمَاعَةٍ يَحْرُمُ قَتْلُ الْكُلِّ .

( الثَّانِي ) : أَنَّهُ شَرْعُ مَنْ قَبْلَنَا وَقَدْ وَرَدَ شَرْعُنَا بِخِلَافِهِ .

( الثَّالِثُ ) : أَنَّهُ يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ لَا يَحْرُمُ وَلَا يَنْفِي الْكَرَاهَةَ جَمْعًا بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّهْيِ .

( الرَّابِعُ ) : أَنَّهُ إنْ جُعِلَ دَلِيلًا لِلْجَوَازِ دَلَّ عَلَيْهِ وَإِنْ لَمْ تُوجَدْ مَشَقَّةٌ غَالِبَةٌ فَاعْتِبَارُهَا يُخَالِفُ الْخَبَرَ .

وَاحْتَجَّ صَاحِبُ النَّظْمِ بِالْإِجْمَاعِ عَلَى جَوَازِ شَيِّ الْجَرَادِ ، وَالسَّمَكِ كَذَا قَالَ ، وَالْخِلَافُ عِنْدَنَا مَعَ التَّفْرِيقِ الْمَذْكُورِ لَيْسَ فِي السَّمَكِ ، وَالْجَرَادِ قَالَ وَقَدْ جَوَّزَ الْأَصْحَابُ إحْرَاقَ نَخْلِ الْكُفَّارِ إذَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ذَلِكَ فِي بِلَادِنَا لِيَنْتَهُوا فَإِذَا جَازَ ذَلِكَ دَفْعًا لِضَرَرِ غَيْرِهِ الْمُتَوَقَّعِ فَجَوَازُهُ دَفْعًا لِضَرَرِهِ الْوَاقِعِ أَوْلَى كَذَا قَالَ فَانْتَقَلَ مِنْ نَخْلِ الْكُفَّارِ بِالْخَاءِ الْمُعْجَمَةِ إلَى الْحَاءِ الْمُهْمَلَةِ وَهُوَ وَاضِحٌ قَالَ وَأَجَازُوا أَيْضًا تَدْخِينَ الزَّنَابِيرِ وَتَشْمِيسَ الْقَزِّ وَيُجَاب بِأَنَّ هَذَا لَيْسَ تَحْرِيقًا بِالنَّارِ إنَّمَا هُوَ تَعْذِيبٌ بِغَيْرِهَا وَلِهَذَا فَرَّقَ أَحْمَدُ بَيْنَ التَّدْخِينِ ، وَالتَّحْرِيقِ عَلَى مَا يَأْتِي وَفِي تَرْكِ التَّشْمِيسِ إفْسَادٌ لِلْمَالِ فَاحْتُمِلَ بِخِلَافِ مَسْأَلَتِنَا .

وَظَاهِرُ كَلَامِ بَعْضِ أَصْحَابِنَا فِي مَحْظُورَاتِ الْإِحْرَامِ أَنَّ قَتْلَ النَّمْلِ ، وَالنَّحْلِ ، وَالضُّفْدَعِ لَا يَجُوزُ وَهُوَ مَذْهَبُ الشَّافِعِيَّةِ وَاحْتَجَّ جَمَاعَةٌ عَلَى تَحْرِيمِ أَكْلِهَا وَأَكْلِ الْهُدْهُدِ ، وَالصُّرَدِ بِنَهْيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِهَا .

وَقَالَ فِي الْمُسْتَوْعِبِ فِي مَحْظُورَاتِ الْإِحْرَامِ فَأَمَّا النَّمْلُ وَكُلُّ مَا لَا يَضُرُّ وَلَا يَنْفَعُ كَالْخَنَافِسِ ، وَالْجُعْلَانِ ، وَالدِّيدَانِ ، وَالذُّبَابِ ، وَالنَّمْلِ غَيْرِ الَّتِي تَلْسَعُ فَقَالَ أَحْمَدُ رَحِمَهُ اللَّهُ إذَا آذَتْهُ يَعْنِي هَذِهِ الْأَشْيَاءَ قَتَلَهَا وَيُكْرَهُ قَتْلُهَا مِنْ غَيْرِ أَذِيَّةٍ فَإِنْ فَعَلَ فَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ وَقَالَ ابْنُ عَقِيلٍ فِي آخِرِ الْفُصُولِ وَلَا يَجُوزُ قَتْلُ النَّمْلِ وَلَا تَخْرِيبُ أَجْحُرِهِنَّ وَلَا قَصْدُهُنَّ بِمَا يَضُرُّهُنَّ وَلَا يَحِلُّ قَتْلُ الضُّفْدَعِ .

وَعَنْ إبْرَاهِيمَ النَّخَعِيِّ قَالَ إذَا آذَاكَ النَّمْلُ فَاقْتُلْهُ وَرَأَى أَبُو الْعَتَاهِيَةِ نَمْلًا عَلَى بِسَاطٍ فَقَتَلَهُنَّ .

وَعَنْ طَاوُسٍ قَالَ إنَّا لَنُغْرِقُ النَّمْلَ بِالْمَاءِ يَعْنِي إذَا آذَتْنَا رَوَى ذَلِكَ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ فِي مُصَنَّفِهِ وَسُئِلَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ هَلْ يَجُوزُ إحْرَاقُ بُيُوتِ النَّمْلِ بِالنَّارِ ؟ فَقَالَ يُدْفَعُ ضَرَرُهُ بِغَيْرِ التَّحْرِيقِ وَذَكَرَ فِي الْمُغْنِي فِي مَسْأَلَةِ قَتْلِ الْكَلْبِ أَنَّ مَا لَا مَضَرَّةَ فِيهِ لَا يُبَاحُ قَتْلُهُ وَاسْتَدَلَّ بِالنَّهْيِ عَنْ قَتْلِ الْكِلَابِ فَدَلَّ كَلَامُهُ هَذَا عَلَى التَّسْوِيَةِ ، وَأَنَّهُ إنْ أُبِيحَ قَتْلُ مَا لَا مَضَرَّةَ فِيهِ مِنْ غَيْرِ الْكِلَابِ أُبِيحَ قَتْلُ الْكِلَابِ وَهُوَ ظَاهِرُ كَلَامِ جَمَاعَةٍ وَهُوَ مُتَّجَهٌ وَعَلَى هَذَا يُحْمَلُ تَخْصِيصُ جَوَازِ قَتْلِ الْكَلْبِ الْعَقُورِ ، وَالْأَسْوَدِ الْبَهِيمِ لِأَنَّهُ لَمْ يُبَحْ قَتْلُ مَا لَا مَضَرَّةَ فِيهِ وَعَلَى هَذَا يُحْمَلُ كَلَامُ مَنْ خَصَّهُمَا مِنْ أَصْحَابِنَا وَإِلَّا فَلَا يُتَّجَهُ جَوَازُ قَتْلِ مَا لَا مَضَرَّةَ فِيهِ غَيْرُ الْكِلَابِ وَمُنِعَ قَتْلُ الْكِلَابِ وَهَذَا وَاضِحٌ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى وَعَلَى هَذَا الْمُرَادُ بِالْكِلَابِ غَيْرِ الْمَأْذُونِ فِي اقْتِنَائِهَا وَإِلَّا لَمْ يَجُزْ وَهَذَا مَذْهَبُ مَالِكٍ وَيُحْمَلُ نَهْيُ الشَّارِعِ عَنْ قَتْلِ الْكِلَابِ عَلَى الْكَرَاهَةِ تَخْصِيصًا لَهُ بِرَأْيِ عُثْمَانَ وَغَيْرِهِ مِمَّنْ رَأَى قَتْلَهُنَّ وَلِأَنَّ مُقْتَضَاهُ الْكَرَاهَةُ وَهُوَ وَجْهٌ لَنَا ، وَالْكَلَامُ فِي هَذَا النَّهْيِ أَخَصُّ فَإِنَّهُ نَهْيٌ بَعْدَ وُجُوبٍ .

وَقَدْ اخْتَلَفَ الْأَصْحَابُ فِيهِ هَلْ هُوَ لِلتَّحْرِيمِ ، أَوْ لِلْكَرَاهَةِ أَوْ لِإِبَاحَةِ التَّرْكِ عَلَى ثَلَاثَةِ أَوْجُهٍ وَعَلَى قَوْلِنَا يُمْنَعُ قَتْلُهَا أَنَّهَا إذَا آذَتْ بِكَثْرَةِ نَجَاسَتِهَا وَأَكْلِهَا مَا غَفَلَ عَنْهُ النَّاسُ جَازَ قَتْلُهَا عَلَى مَا يَأْتِي نَصَّ أَحْمَدُ فِي النَّمْلِ يَقْتُلهُ إذَا آذَاهُ مَعَ أَنَّ الشَّارِعَ نَهَى عَنْ قَتْلِهَا فَمَا جَازَ فِي أَحَدِهِمَا جَازَ فِي الْآخَرِ بَلْ النَّهْيُ عَنْ قَتْلِ النَّمْلِ وَنَحْوِهِ آكَدُ لِأَنَّهُ لَمْ يَتَقَدَّمْهُ أَمْرٌ بِقَتْلِهِ وَلَمْ يُرَ صَحَابِيٌّ قَتَلَهُ كَمَا فِي الْكِلَابِ وَهَذَا أَيْضًا دَالٌّ وَلَا بُدَّ عَلَى أَنَّهُ إذَا لَمْ يَحْرُمْ قَتْلُ النَّمْلِ وَنَحْوِهِ بَلْ يُكْرَهُ أَنْ يَكُونَ حُكْمُ الْكِلَابِ كَذَلِكَ مِنْ طَرِيقِ الْأَوْلَى فَقَدْ ظَهَرَ ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ حُكْمُ هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ مَذْهَبًا وَدَلِيلًا ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ .
وَسَيَأْتِي كَلَامُ صَاحِبِ الْمُسْتَوْعِبِ ، وَالْمُغْنِي ، وَالْكَلَامُ فِي قَتْلِ الْهِرِّ وَقَدَّمَ فِي الرِّعَايَةِ الْإِبَاحَةَ فَصَارَتْ الْأَقْوَالُ فِي قَتْلِ مَا لَا مَضَرَّةَ فِيهِ ثَلَاثَةً : الْإِبَاحَةُ ، وَالْكَرَاهَةُ ، وَالتَّحْرِيمُ .

قَالَ عَلِيُّ بْنُ سَعِيدٍ سَأَلْتُ أَحْمَدَ عَنْ تَشْمِيسِ الْقَزِّ يَمُوتُ الدُّودُ فِيهِ قَالَ وَلِمَ يُفْعَلُ ذَلِكَ قُلْتُ يَجِفُّ الْقَزَّ وَإِنْ تَرَكَهُ كَانَ فِي ذَلِكَ ضَرَرٌ كَثِيرٌ قَالَ إذَا لَمْ يَجِدُوا مِنْهُ بُدًّا وَلَمْ يُرِيدُوا بِذَلِكَ أَنْ يُعَذِّبُوا بِالشَّمْسِ فَلَيْسَ بِهِ بَأْسٌ ، وَسُئِلَ أَحْمَدُ فِيمَا نَقَلَ الْمَرْوَزِيُّ يُدَخِّنُ الزَّنَابِيرَ ؟ قَالَ إذَا خَشِيَ أَذَاهُمْ فَلَا بَأْسَ هُوَ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ تَحْرِيقِهِ ، وَالنَّمْلُ إذَا آذَاهُ يَقْتُلُهُ وَكَذَلِكَ رَوَاهُ ابْنُ مَنْصُورٍ عَنْ أَحْمَدَ وَإِسْحَاقَ .

وَقَالَ الْخَلَّالُ أَخْبَرْنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ حَدَّثَنِي أَبِي ثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الْوَارِثِ ثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْكَوَّازُ حَدَّثَتْنِي حَبِيبَةُ مَوْلَاةُ الْأَحْنَفِ أَنَّهَا رَأَتْ الْأَحْنَفَ بْنَ قَيْسٍ رَحِمَهُ اللَّهُ وَرَآهَا تَقْتُلُ نمْلَةً فَقَالَ لَا تَقْتُلِيهَا ، ثُمَّ دَعَا بِكُرْسِيٍّ فَجَلَسَ عَلَيْهِ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ فَقَالَ إنِّي أُحَرِّجُ عَلَيْكُنَّ إلَّا خَرَجْتُنَّ مِنْ دَارِي فَإِنِّي أَكْرَهُ أَنْ تُقْتَلْنَ فِي دَارِي قَالَ فَخَرَجْنَ فَمَا رُئِيَ مِنْهُنَّ بَعْدَ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَاحِدَةٌ .

قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ رَأَيْت أَبِي فَعَلَ ذَلِكَ خَرَجَ عَلَى النَّمْلِ ، وَأَكْبَرُ عِلْمِي أَنَّهُ جَلَسَ عَلَى كُرْسِيٍّ كَانَ يَجْلِسُ عَلَيْهِ لِوُضُوءِ الصَّلَاةِ ، ثُمَّ رَأَيْت النَّمْلَ قَدْ خَرَجْنَ بَعْد ذَلِكَ نَمْلٌ كِبَارٌ سُودٌ فَلَمْ أَرَهُنَّ بَعْدَ ذَلِكَ .
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar