Jumat, 12 Februari 2016

Penjelasan Tentang Harta Kekayaan

Dewasa ini masih terdapat anggapan bahwa Islam menghambat kemajuan. Beberapa kalangan mencurigai Islam sebagai factor penghambat pembangunan  (an obstacle to economic growth). Pandangan ini berasal dari para pemikir Barat. Meskipun demikian, tidak sedikit intelektual muslim yang juga menyakininya.

Kesimpulan yang agak tergesa-gesa ini hampir dapat dipastikan timbul karena kesalah pahaman terhadap Islam. Seolah-olah Islam merupakan agama yang hanya berkaitan dengan masalah ritual, bukan sebagai suatu system yang komprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah pembangunan ekonomi serta industri perbankan sebagai salah satu motor penggerak roda perekonomian.

Manusia adalah khalifah di muka bumi. Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah kepada sang khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Untuk mencapai tujuan suci ini, Allah memberikan petunjuk melalui para rasul-Nya. Petunjuk tersebut meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan manusia baik akidah, akhlak, maupun syariah.‎

Seluruh Alam adalah Milik Allah yang Diciptakan untuk Manusia
Al-Qur’an telah menjelaskan bahwasannya seluruh alam beserta isinya ini adalah milik Allah ta’ala, sebagaimana firman-Nya :
أَلا إِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَلا إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ
”Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di bumi. Ingatlah, sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui(nya).”[QS. Yunus : 55].
أَلا إِنَّ لِلَّهِ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ وَمَا يَتَّبِعُ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ شُرَكَاءَ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ
“Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allahsemua yang ada di langit dan di bumi. Dan orang-orang yang menyeru sekutu-sekutu selain Allah, tidaklah mengikuti (suatu keyakinan). Mereka tidak mengikuti kecuali prasangka-prasangka belaka, dan mereka hanyalah menduga-duga” [QS. Yunus : 66].
Dan Allah ta’ala menciptakan semuanya itu untuk kepentingan manusia, sebagaimana firman-Nya :
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا
”Dia-lah Allah, yang menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kamu….” [QS. Al-Baqarah : 29].
Dan semua apa-apa yang diciptakan Allahta’ala di alam ini untuk manusia merupakan rahmat dari-Nya yang diberikan kepada segenap umat manusia, sebagaimana firman-Nya :
وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
”Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir” [QS. Al-Jaatsiyyah : 13].
Oleh karena penciptaan alam semesta dan seisinya ini sebagai rahmat yang Allah ta’aladiberikan kepada manusia, jangan sampai manusia menggunakannya dalam jalan-jalan kebathilan. Hal ini adalah sebagaimana firman-Nya :
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” [QS. Al-Baqarah : 188].
Status Harta Bagi Manusia
Di atas telah dijelaskan bahwasannya semua yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah ta’ala. Termasuk dalam hal ini adalah harta benda. Pada hakikatnya, manusia dikaruniai oleh Allah ta’ala harta benda adalah sebagai titipan dan amanah yang harus dipergunakan sebagaimana mestinya. Hal ini dijelaskan dalam firman-Nya :
آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
”Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar” [QS. Al-Hadid : 7].
Harta merupakan perhiasan dunia yang Allahta’ala jadikan sebagai salah satu ujian keimanan/cobaan bagi manusia, sebagaimana firman-Nya :
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلا
”Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan” [QS. Al-Kahfi : 46].
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
”Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar” [QS. Al-Anfaal : 28].
Harta bukanlah tujuan, namun tidak lebih hanya sebagai salah satu sarana dan bekal untuk beribadah kepada Allah ta’ala. Allahta’ala telah berfirman dalam salah satu ayatnya :
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
”Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” [QS. At-Taubah : 41].
Selain QS. At-Taubah : 41 di atas, masih banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menempatkan harta sebagai salah satu wasilahdalam ibadah. Allah ta’ala memerintahkanshadaqah, infak, dan zakat; yang kesemuanya itu dengan menggunakan harta. Allah ta’alatelah mewajibkan haji bagi yang mampu. Itu pun juga menggunakan harta. Untuk mewujudkankannya, Allah ta’ala telah mewajibkan manusia untuk mencari nafkah yang berupa harta yang halal; yang dengan harta itu ia juga bisa menunaikan kewajibannya untuk memenuhi hak-hak istri, anak, dan keluarganya. Allah ta’ala telah berfirman :
وَمِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
”Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada Allah” [QS. Al-Qashshash : 73].
اعْمَلُوا آلَ دَاوُدَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
”Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih” [QS. Sabaa’ : 13].
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ ذَلُولا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
”Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan” [QS. Al-Mulk : 15].
Tentunya, semua perbuatan ma’ruf dan ibadah yang dilakukan oleh manusia hanya diharapkan untuk keridlaan Allah dan balasan kelak di negeri akhirat berupa kenikmatan Jannah (surga).
Nikmat harta adalah nikmat yang harus disyukuri sebagaimana firman-Nya ta’ala :
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
”Katakanlah : Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalahuntuk Allah, Tuhan semesta alam” [QS. Al-An’aam : 162].
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
”Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan : Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih” [QS. Ibrahim : 7].
Allah Telah Mengingatkan Manusia Agar Tidak Tamak terhadap Dunia dan Harta
Allah ta’ala telah menciptakan manusia dalam tabiat cinta terhadap harta. Akan tetapi, Allahta’ala mencela pada orang yang berlebihan mencintai harta hingga menyebabkan dirinya menjadi seorang yang bakhil, sombong, dan lupa terhadap Allah. Allah ta’ala telah berfirman mengenai hal tersebut :
وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا
”Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan” [QS. Al-Fajr : 20].
إِنَّ الإنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ * وَإِنَّهُ عَلَى ذَلِكَ لَشَهِيدٌ * وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ
”Dan sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya. Dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya. Dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta” [QS. Al-‘Aadiyaat : 6-8].
كَلا إِنَّ الإنْسَانَ لَيَطْغَى * أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى
”Ketahuilah ! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,karena melihat dirinya serba cukup” [QS. Al-‘Alaq : 6-7].
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الأرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ
”Dan jikalau Allah melapangkan rizki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi. Tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat” [QS. Asy-Syuura : 27].
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi” [QS. Al-Munaafiquun : 9].
Cinta yang berlebihan terhadap harta menyebabkan dia lupa mati sampai dirinya dibungkus kain kafan dan dimasukkan ke liang lahad. Allah ta’ala telah berfirman :
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ * حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ * كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ * ثُمَّ كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ * كَلا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ * لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ * ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ * ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
”Bermegah-megahan telah melalikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul-yaqiin. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)” [QS. At-Takaatsur : 1-8].
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ * الَّذِي جَمَعَ مَالا وَعَدَّدَهُ * يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ
”Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya” [QS. Al-Humazah : 1-3].
Mengapa Kita Menjadi Orang yang Miskin Harta ?
Bagi orang-orang yang muslim, cobaan atas sempitnya rizki dan kekurangan harta dapat disebabkan oleh :
1. Hukuman/balasan atas perbuatan dosa dan maksiat yang ia kerjakan.
Allah ta’ala telah berfirman :
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
”Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” [QS. Asy-Syuura : 30].
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
”Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud) padahal telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada Perang Badar) kamu berkata : “Dari mana datangnya kekalahan ini?”. Katakanlah : “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri” [QS. Aali Imran : 165].
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ
”Barangsiapa yang mengerjakan amal yang shalih maka itu untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan” [QS. Al-Jaatsiyyah : 15].
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلامٍ لِلْعَبِيدِ
”Barangsiapa yang mengerjakan amal yang shalih maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri. Dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba-Nya” [QS. Fushshilat : 46].
2. Sebagai ujian dan cobaan atas keimanannya.
الم * أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ * وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
”Alif Laam Miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka diniarkan (saja) mengatakan : “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi ? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” [QS. Al-Ankabuut : 1-3].
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
”Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”[QS. Al-Baqarah : 155].
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
”Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaandan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar” [QS. Al-Anfaal : 28].
Pandangan Ulama' Tentang Harta
Dalam pengertian umum, (bukan dalam Fiqh Islam) harta dipahami sebagai sesuatu yg memiliki nilai ekonomis, baik yg berupa benda ataupun manfaat/jasa. Dg kata lain harta adalah sesuatu yang dapat dikumpulkan, dimanfaatkan dan dimiliki oleh manusia. Dari definisi ini maka : buah-buahan seperti anggur, apel, mangga, alpukat adalah harta. Binatang ternak atau piaraan seperti ayam, kambing, sapi bahkan babi juga termasuk harta. Minuman seperti teh, kopi, sirup, bir, tuak dan minuman keras juga termasuk harta, karena semua itu memiliki nilai ekonomis dan dapat dikuasai. Ini adalah pandangan ekonomi non Islam (konvensional) tentang harta.

Sedangkan dalam Fiqh Islam, ada beberapa definisi tentang harta yang disampaikan oleh para ulama :

الموسوعة الفقهية الكويتية (36/ 32)

وَعَرَّفَ الزَّرْكَشِيُّ مِنَ الشَّافِعِيَّةِ الْمَال بِأَنَّهُ مَا كَانَ مُنْتَفَعًا بِهِ، أَيْ مُسْتَعِدًّا لأِنْ يُنْتَفَعَ بِهِ . وَحَكَى السُّيُوطِيُّ عَنِ الشَّافِعِيِّ أَنَّهُ قَال: لاَ يَقَعُ اسْمُ الْمَال إِلاَّ عَلَى مَا لَهُ قِيمَةٌ يُبَاعُ بِهَا، وَتَلْزَمُ مُتْلِفَهُ، وَإِنْ قَلَّتْ، وَمَا لاَ يَطْرَحُهُ النَّاسُ، مِثْل الْفَلْسِ وَمَا أَشْبَهَ ذَلِكَ

Imam Zarkasyi dari madzhab Syafii mendefinisikan bahwa harta adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan atau siap untuk dimanfaatkan. Imam Suyuthi, meriwayatkan bahwa Imam Syafii berkata bahwa : Tidak disebut dengan harta, kecuali benda itu memiliki nilai yang bisa dijual karena adanya nilai tersebut, dan bagi orang yang merusaknya maka wajib menanggungnya, walaupun sedikit, dan benda itu tidak termasuk sesuatu yang dibuat oleh orang pada umumnya.

Sedangkan Imam Suyuthi yang juga dari madzhab Syafii mengatakan : Tidak disebut dengan harta kecuali sesuatu itu memiliki nilai yang menyebabkan sesuatu itu bisa dijual, diwajibkan bagi yang merusaknya untuk mengganti.

Imam Ibnu Abdiin dari Ulama Hanafiah mendefinisikan harta sebagai berikut :

الدر المختار وحاشية ابن عابدين (رد المحتار) (4/ 501(

الْمُرَادُ بِالْمَالِ مَا يَمِيلُ إلَيْهِ الطَّبْعُ وَيُمْكِنُ ادِّخَارُهُ لِوَقْتِ الْحَاجَةِ، وَالْمَالِيَّةُ تَثْبُتُ بِتَمَوُّلِ النَّاسِ كَافَّةً أَوْ بَعْضِهِمْ، وَالتَّقَوُّمُ يَثْبُتُ بِهَا وَبِإِبَاحَةِ الِانْتِفَاعِ بِهِ شَرْعًا؛ …..وَحَاصِلُهُ أَنَّ الْمَالَ أَعَمُّ مِنْ الْمُتَمَوَّلِ؛ لِأَنَّ الْمَالَ مَا يُمْكِنُ ادِّخَارُهُ وَلَوْ غَيْرَ مُبَاحٍ كَالْخَمْرِ، وَالْمُتَقَوِّمُ مَا يُمْكِنُ ادِّخَارُهُ مَعَ الْإِبَاحَةِ، فَالْخَمْرُ مَالٌ لَا مُتَقَوِّمٌ، فَلِذَا فَسَدَ الْبَيْعُ بِجَعْلِهَا ثَمَنًا،

Yang dimaksud dengan al-maal (harta) adalah sesuatu yang disukai oleh tabiat manusia, dan dapat disimpan sampai waktu diperlukan,baik manusia secara keseluruhan atau sebagian. Tetapi harta akan dianggap memiliki nilai (qiimah/ mutaqawwam) apabila sesuatu itu dicintai oleh manusia dan boleh dimanfaatkan menurut syariah…. kesimpulannya: pengertian harta lebih luas dari istilah “mutaqawwam” atau “mutawwal”. Harta adalah setiap sesuatu yang bisa disimpan walaupun tidak halal seperti khamr, sedangkan mutaqawwam adalah sesuatu yang bisa disimpan dan diperbolehkan untuk dimanfaatkannya. Karena itu khamr termasuk harta yang tidak mutaqawwam atau tidak memikiki nilai, sehingga tidak boleh diperjual belikan.

DR Wahbah Az-zuhayli menjelaskan bahwa secara garis besar, dalam Fiqh Islam ada dua tentang pengertian harta, yaitu pengertian harta menurut jumhur ulama dan pengertian harta menurt madzhab hanafi, beliau menjelaskan sbb :

الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي (4/ 2875)

أما في اصطلاح الفقهاء ففي تحديد معناه رأيان:

أولاً ـ عند الحنفية: المال: هو كل ما يمكن حيازته وإحرازه وينتفع به عادة، أي أن المالية تتطلب توفر عنصرين:

-1 إمكان الحيازة والإحراز: فلا يعد مالاً: ما لايمكن حيازته كالأمور المعنوية مثل العلم   والصحة والشرف والذكاء، وما لا يمكن السيطرة عليه كالهواء الطلق وحرارة الشمس وضوء القمر.

2 - إمكان الانتفاع به عادة: فكل ما لا يمكن الانتفاع به أصلاً كلحم الميتة والطعام المسموم أو الفاسد، أو ينتفع به انتفاعاً لا يعتد به عادة عند الناس كحبة قمح أو قطرة ماء أو حفنة تراب، لا يعد مالاً، لأنه لا ينتفع به وحده. والعادة تتطلب معنى الاستمرار بالانتفاع بالشيء في الأحوال العادية، أما الانتفاع بالشيء حال الضرورة كأكل لحم الميتة عند الجوع الشديد (المخمصة) فلا يجعل الشيء مالاً، لأن ذلك ظرف استثنائي.

وتثبت المالية بتمول الناس كلهم أو بعضهم ، فالخمر أو الخنزير مال لانتفاع غير المسلمين بهما. وإذا ترك بعض الناس تمول مال كالثياب القديمة فلا تزول عنه صفة المالية إلا إذا ترك كل الناس تموله.

وقد ورد تعريف المال في المادة (621) من المجلة نقلاً عن ابن عابدين الحنفي (3) وهو: «المال: هو ما يميل إليه طبع الإنسان، ويمكن ادخاره إلى وقت الحاجة، منقولاً كان أو غير منقول».

ولكنه تعريف منتقد؛ لأنه ناقص غير شامل، فالخضروات والفواكه تعتبر مالاً، وإن لم تدخر لتسرع الفساد إليها. وهو أيضاً بتحكيم الطبع فيه قلق غير مستقر؛ لأن بعض الأموال كالأدوية المرة والسموم تنفر منها الطباع على الرغم منأنها مال. وكذلك المباحات الطبيعية قبل إحرازها من صيود ووحوش وأشجار في الغابات تعد أموالاً ولو قبل إحرازها أو تملكها.

ثانياً ـ وأما المال عند جمهور الفقهاء غير الحنفية: فهو كل ما له قيمة يلزم متلفهبضمانه. وهذا المعنى هو المأخوذ به قانوناً، فالمال في القانون وهو كل ذي قيمة مالية.

Intinya adalah bahwa harta menurut :

Jumhur Ulama menyatakan bahwa harta adalah sesuatu yang memilkiki nilai , dan diwajibkan bagi pihak yang merusakkannya untuk bertanggung jawab atas perbuatannya, definisi dari jumhur inilah yang dipakai dalam perundang-undangan, jadi harta adalah segala sesuatu yang memiliki nilai ekonomis.
Hanafiah : Harta akan disebut sebagai harta jika memuhi dua unsur yaitu (1) bisa didapatkan (ihroozuhu) dan dimiliki/dikuasai (hiyazatuhu/ saytharah ’alaihi). Hal-hal yang tidak termasuk harta adalah seperti kesehatan, kecerdasan,ilmu dan pengetahuan, cahaya matahari, cahaya bulan purnama, udara yang lepas. Sedangkan unsur ke (2) nya adalah boleh dimanfaatkan.
Dr Abdul Salam Daud Al-Ubuudy mendefiniskan:Sesuatu yang disisi manusia memiliki nilai material dan dibenarkan oleh syarak  pemanfaatannnya dalam kelapangan dan pilihan.

Dari beberapa kutipan di atas saya simpulkan bahwa pengertian harta yang dimaksudkan dalam Fiqh Islam, adalah harta yang memiliki nilai secara syariah atau yang disebut dengan “maalun mutaqawwam”. Maalun mutaqawwam inilah harta yang menjadi obyek dalam kajian fiqh mu’amalat, yang memiliki konsekwensi hokum dan boleh ditransaksikan, sedangkan harta yang tidak mutaqawwam atau tidak memiliki nilai menurut syariah maka dia tidak menjadi obyek kajian dalam fiqh mu’amalat, ketentuan-ketentuan mengenai harta dalam Islam tidak berlaku untuk harta yang tidak mutaqawwam seperti khamr dan daging babi.

Maksud dari beberapa ketentuan islam tentang harta adalah seperti : kewajiban mengeluarkan zakatnya, perintah untuk menginfakkan sebagiannya, larangan mencuri dari orang lain serta memindahkan kepemilikannya melalui berbagai akad dalam fiqh Islam. Semua contoh ketentuan ini hanya berlaku bagi maalun mutaqawwam. Contohnya adalah seseorang yang memiliki khamr dalam jumlah yang banyak, maka dia tidak diwajibkan mengeluarkan zakatnya, tidak diperintahkan untuk menginfakkan sebagian khamr kepada orang lain, tidak dianggap mencuri jika ada orang lain yang merusak/mengambil tanpa ijin, (hukumannya bukan sebagai pencuri, meskipun boleh jadi dianggap melakukan pelanggaran tetapi tidak dianggap sebagai pencuri yang hukumannya adalah potong tangan), dan tidak boleh diperjual belikan.

Selain khamr, contoh lainnya adalah pakaian yg mempertontonkan aurat, ataupun alat-alat ma'siat lain seperti VCD porno, musik porno, alat-alat perjudian, dan menyewakan tempat untuk maksiat.   Menurut ekonomi konvemsioal alat-alat maksiat yang saya contohkan tersebut akan dikategorikan sebagai harta karena memiliki nilai ekonomis, akan tetapi dalam fiqh islam dia tidak dapat disebut sebagai harta, atau disebut harta tetapi tidak memiliki nilai   (maalun ghoiru mutaqawwam) sehingga nilai akutansinya adalah nol, karena benda-benda tersebut tidak halal dimanfaatkan, dan tidak boleh ditransaksikan.

Ada beberapa ketentuan dan pandangan mengenai harta, berikut saya sampaikan beberapa pandangan Islam tentang harta :

Semua harta yang ada di langit dan dibumi adalah milik Allah swt yang diciptkan untuk kemakmuran manusia. Allah menjadikan manusia sebagai khalifah untuk mengelola alam semesta guna tercapainya tujuan penciptaan manusia. Oleh karena semua yang ada di bumi adalah milik Allah swt maka manusia harus mengenal dan melakukan pendekatan diri kepada Allah sebelum berusaha untuk mendapatkan harta, agar cara memeperoleh dan mengelolanya sesuai dengan aturan Allah swt. Manusia       tidak memiliki kebebasan secara mutlak dalam mengelola harta yang didapatkannya. Harta yang didapat oleh manusia adalah amanah dari Allah yang harus dikelola sesuai dengan keinginan (aturan) yang memberikan amanah.
           لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ   البقرة / 284.‎

Milik Allah-lah segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. QS   2: 284.

{هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (29) } [البقرة: 29]

Dia-lah Allah swt yang menciptakan segala yang ada di bumi untuk kalian, kemudian Dia menuju ke langit , lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha mengetahui terhadap segala sesuatu. QS AL-Baqarah 2: 29.

Bahwa secara fitrah manusia itu mencintai harta, kecintaan kepada harta tidak selamanya negatif, dan juga tidak selamanya positif. Cinta kepada harta bisa membawa kebaikan dan keburukan. Agar kecintaan kepada harta tidak menjadi sesuatu yang negatif, maka kecintaan kepada harta tidak boleh mengalahkan kecintaan kepada Dzat yang memiliki, membagi dan mengatur harta, yaitu Allah swt begitu pula dalam hal menafkahkan harta, manusia tidak boleh menyalahi aturan Dzat yang memberikan harta sebagai amanah. Allah swt berfirman;
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ (14)} [آل عمران: 14]

Dijadikan indah dalam pandangan manusia, cinta terhadap apa yang diinginkan, yang berupa wanita,anak, harta benda yg bertumpuk seperti emas, perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hdup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. (QS Ali Imran 3: 14)

وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ (8)} [العاديات: 8]

Dan sessungguhnya kecintaannya (manusia) kepada harta benda benar-benar berlebihan; QS Al-aadiyat 100:8.

Dalam dua aya tersebut Allah memberitahukan bahwa manusia itu diciptakan dalam kondisi cinta kepada harta, hanya saja kecintaan manusia terhadap harta, banyak yang berlebihan, itulah cinta harta yang negatif. Kesalahannya adalah ketikan manusia cinta berlebihan, bukan ketika cinta secara wajar dan bukan merupakan kesalahan kalau seseorang memiliki harta yang banyak, jika tujuannya adalah positif sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut :

نَّهُ سَمِعَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا عَمْرُو نِعْمَ المال الصالح مع الرجل الصالح

Amru bin Ash berkata, saya mendengar rasulullah saw bersabda : Wahai Amru, sebaik-baik harta yang saleh adalah yang bersama (dimiliki) oleh orang yang saleh. HR Ibnu Hibban.

Oleh karena tujuan utama/ ghoyah penciptaan manusia dan jin adalah untuk beribadah kepada Allah, maka penciptaan Allah swt terhadap mahluk yang lain harus menjadi sarana yang memudahkan terwujudnya tujuan utama itu. Harta yang diberikan oleh Allah swt kepada manusia harus dijadikan sarana untuk meningkatkan kwalitas ibadah. Cara mencari dan menggunakan harta harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ibadah itu sendiri. Karena Ibadah adalh segala sesuatu yang dicintai dan diridloi oleh Allah swt maka cara mencari dan menggunakan harta terikat kepada aturan Allah swt. Yang terpenting bukanlah banyak atau sedikitnya harta yang kita miliki, tetapi halal dan keberkahan rizki yang kita dapatkan, biar banyak yang penting halal.
{وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (56) } [الذاريات: 56، 57]

Dan Aku tidak menciptkan Jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKU. (QS Adz-dzaariyat   51: 56).

اسم جامع لما يحبه الله ويرضاه من الأقوال والأعمال الظاهرة.

Ibadah adalah nama untuk sesuatu yang menyeluruh, mencakup semua ucapan dan perbuatan yang nampak, yang dicintai dan diridloi oleh Allah swt . 

Agar upaya seseorang dalam mencari harta adalah benar-benar bernila ibadah maka dia harus memiliki niat yang benar dan cara yang benar dalam mencari dan mengelolaharta yang dimilikinya. Dengn cara pandang demikikan, maka seorang muslim tidak perlu miskin untuk menjadi seorang yang zuhud.

Allah telah menjamin rizki untuk setiap mahluknya, karena itu manusia wajib mengambil jatah rizki yang telah disiapkan oleh Allah swt. Dia akan membagikan rizki kepada setiap hambaNya. Tidak ada mahluk yang tidak memiliki jatah rizki, karena itu manusia wajib berusaha sendiri untuk mencari harta guna mencukupi kebutuhan ibadahnya dan untuk kebahagiaan dunia akhirat, manusia diwajibkan berusahan dan diharamkan meminta atau mengemis kepada manusia lain :
{وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ (6)} [هود: 6]

Dan tidak ada mahluk satupun yang berjalan di bumi kecuali dijamin oleh Allah rezekinya, Dia mengetahui tempat diamnya dan tempat menyimpannya. Semua itu tertulis dalam kitab yang jelas (lauhul mahfudz). QS Huudh 11:6.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا، فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرَ جَهَنَّمَ، فَلْيَسْتَقِلَّ مِنْهُ أَوْ لِيُكْثِرْ»

Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah sawbersabda : Siapa yang meminta harta orang lain untuk memperkaya dirinya, sesungguhnya dia hanyalah sedang meminta bara api neraka jahannam, sialhkan dia hendak memperbanyak atau meminimalisir bara api itu. HR Ibnu Majah.

Takhtimah
Ada pandangan yang sedikit berbeda mengenai harta. Sebagian besar orang memandang positif terhadap harta, namun ada sebagian kecil yang bepandangan bahwa harta itu adalah merupakan sesuatu yang negative. Dua pandangan yg berbeda ini barangkali muncul dari pemahaman yang berbeda terhadap ayat-ayat Al-Quran maupun hadits-hadits nabi tentang harta.

Diantaranya adalah firman Allah swt :
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (28)} [الأنفال: 28]

Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan, dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. QS Al-Anfaal (8):28.
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (15) } [التغابن: 15، 16]

Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang besar. QS AT-Taghabun (64):15.

Dari ayat ini sebagian orang memandang bahwa harta adalah merupakan fitnah yang sebaiknya dihindari, seorang muslim tidak boleh banyak berhubungan dengan urusan harta, tidak boleh terlalu sibuk mencari dan mengumpulkan harta karena dia merupakan fitnah yang berbahaya. Hidup miskin lebih baik daripada kaya harta.Wallahu a’lam, bagaimana kelompok ini memandang anak-anak mereka sendiri, apakah mereka menganggap anak-anak mereka sebagai fitnah ataukah karunia Allah swt??.

Saya sendiri memilih untuk mengikuti pendapat ulama’ yg berpendapat bahwa, harta dan anak bisa menjadi fitnah namun juga bisa menjadi anugerah, bisa positif bisa negative, bergantung kondisinya. Anak yang soleh adalah anugerah dari Allah swt yang kita idamkan, dia adalah permata hati yang menjadi dambaan setiap muslim, namun sebaliknya, anak yang tidak baik apalagi yang tidak beriman kepada Allah adalah merupakan fitnah besar.

Begitu pula dengan harta, harta yg halal dan barokah menurut saya adalah rizki atau anugrah yg harus disyukuri. Harta yang barokah adalah harta yang menjadikan kita bersyukur, makin dekat dan cinta kepada Allah swt. Harta yang barokah adalah harta yang sudah kita keluarkan zakatnya dan selebihnya kita pergunakan untuk hal-hal yang positif.

Adapun harta yang menjadikan seseorang lupa diri, makin banyak dosa dan maksiat, meninggalkan perintah agama dan makin jauh kepada Allah, makin sombong atau takabbur maka ini adalah fitnah yang harus kita hindari. Dengan bahasa sederhana kalau harta menjadikan kita seperti Abu bakar maka itu adalah positif, tetapi kalau harta menjadikan kita seperti Abu Jahal atau Qarun maka itu adalah negative.‎

Terkait dengan harta yg positif, rasulullah saw bersabda :
فقد قال صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فيما رواه الإمام أحمد في "مسنده " (17763) من حديث عمرو بن العاص رفعه "نعم المال الصالح للرجل الصالح" وإسناده صحيح.

Rasul bersabda : Sebaik baik harta yang soleh adalah yang dimiliki oleh orang yang soleh.

HR Ahmad dan Ibnu Hibban. (Musnah Ahmad 29/16 hadits 17763 dan sohih Ibnu Hibban 8/6) Dijelaskan bahwa hadits ini adalah sohih
Saya memahami dari hadits ini, bahwa sebaiknya kekayaan di muka bumi ini hanya dikuasai oleh orang-orang soleh, sehingga harta itu akan digunakan untuk hal-hal yang positif seperti membangun masjid, membangun panti anak yatim, memberikan bea pendidikan buat orang-orang yang menghafal Al-Quran, untuk beaya orang yang berjuang menegakkan agama Allah dsb, orang-orang baik seharusnya menjadi orang kaya sehingga mereka lebih berdaya guna.
Betapa banyak kita lihat orang-orang soleh yang tidak bisa berbuat banyak untuk masyarakat dan lingkungan serta agamanya. Untuk membangun masjid pun susah apalagi untuk membiayai pendidikan anak-anak dalam mengahafal Al-quran, serta membiayai pendidikan yang berkwalitas bagi mereka.
Dalam hadits yang sudah sangat popular, dijelaskan bahwa iri dan dengki merupakan sesuatu yang negative dan tidak boleh ada pada diri seorang muslin, akan tetapi ada dua hal yang kita boleh “iri” pada orang lain, yaitu seperti yang tersebut dalam hadits di bawah ini :‎

عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالًا، فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ حِكْمَةً، فَهُوَ يَقْضِي بِهَا، وَيُعَلِّمُهَا النَّاسَ "

Dari Ibnu Mas’ud ra berkata, saya mendengar rasulullah saw bersabda : Tidak ada hasad (iri) kecuali dalam 2 hal, seorang yang telah diberi harta kemudian dia habiskan dalam kebenaran, dan seorang yag diberikan hikmah (ilmu) dan dia menunaikannya serta mengajarkannya kepada manusia.     HR Ahmad. (Musnad Ahmad 6/162).‎

Hadits ini menjelaskan bahwa harta bisa menjadi hal yang positif, jika digunakan untuk hal yang positif, seperti menegakkan kebenaran dan melakukan kebaikan. Kita tahu bahwa untuk menegakkan kebenaran seperti mengadakan ceramah di masjid pun butuh beaya, apalagi untuk mengumpulkan ribuan orang agar mendengarkan kebenaran lewat media cetak dan elektronik seperti TV. Jika orang-orang saleh tidak menguasai harta dan kekayaan maka seperti yang kita lihat saat ini, acara TV didominasi oleh acara-acara kebathilan. Untuk memerangi kejahatan seperti miras, narkoba dan korupsi juga diperlukan dana yang tidak sedikit.‎

Intinya, harta akan menjadi fitnah manakala digunakan untuk hal yang negative karena dikuasai oleh orang-orang jahat, dan harta akan menjadi sumber kebaikan jika dimiliki oleh orang-orang yang baik untuk kegiatan yang positif.‎

Selain hadits ini, ada juga hadits lain yang menjelaskan bahwa harta yang soleh bagi orang soleh akan menjad 1 dari 3 sumber pensiunan pahala atau “ the real passive income”, karena ketika seseorang sudah wafat dan berada dalam kuburnya, dia masih bisa mendapatkan tambahan pahala . Sabda nabi :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ، انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ صَدَقَةٍ تَجْرِي لَهُ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ "

[تعليق المحقق] إسناده صحيح

Dari Abu Hurairah ra berkata ,Nabi saw bersabda : Apabila manusia telah meninggal dunia maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali dari 3 hal, yaitu: Ilmu yang dimanfaatkan, sodakoh yang mengalir untuknya atau anak soleh yang mendoakan untuk kebaikannya. HR Ad-Darimi dan tirmidzi.   (Sunan Darimi 1/462 dan sunan tirmidzi 3/53.. Sanadnya sohih.)
Maksudnya, bahwa seseorang yang telah meninggal dunia, dia tidak bisa lagi melakukan amal soleh, pahalanya sudah tidak bisa bertambah lagi karena dia sudah tidak bisa beramal atau berbuat baik, namun ada 3 amal atau perbuatan yang pahalanya masih mengalir terus, pelakunya masih mendapatkan tambahan pahala walaupun sudah berada di dalam kuburnya yaitu: (1) ilmu yang bermanfaat, misalnya para ulama’ yang mengumpulkan hadits nabi menjadi kitab-kitab yang sangat berguna seperti Imam bukhori, imam Muslim, Imam Nawawi dll, (2) wakaf atau sedekah jariyah seperti membangun masjid, pesantren, sekolah islam, lembaga pendidikan islam lain seperti TPA, pesantren dan majlis ta’lim, tempat wudlu untuk umum, asrama santri, panti asuhan dll, manakala gedung yang kita bangun masih berdiri dan memberikan manfaat kepada masyarakat maka pahala kita akan terus bertambah. Dan (3) adalah anak soleh yang mendoakan kepada orang tuanya.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar