Jumat, 04 Maret 2016

Hukum Seputar Barang Temuan

Secara tidak sengaja sering kali kita menemukan barang dijalan dan kita bingung harus berbuat apa terhadap barang tersebut, mau diambil atau dibiarkan saja. Kalau mau mengambil apa diperbolehkan dalam Islam, dan kalau barang tersebut dibiarkan saja apakah tidak mubadhir.Hal ini terjadi karena kita tidak mengetahui hukum menemukan barang temuan (Luqathah).
Tanah yang tidak nampak dimiliki oleh seseorang, serta tidak nampak ada bekas-bekas apapun, seperti pagar, tanaman, pengelolaan, ataupun yang lain. Menghidupkan tanah mati (ihya’ul mawat) itu artinya mengelola tanah tersebut, atau menjadikan tanah tersebut layak untuk ditanami dengan seketika. Tiap tanah mati, apabila telah dihidupkan oleh orang, maka tanah tersebut telah menjadi milik orang yang bersangkutan.

Agama islam adalah agama rahmat dan kasih sayang serta melarang kedholiman bagi siapapun dan terhadap siapapun, dalam segala hal, sampai masalah harta, Rosululloh bersabda;

لا يحل مال امرئ مسلم إلا عن طيب نفس منه

‘’Tidak halal harta seorang muslim (buat orang lain) kecuali dengan kerelaan hatinya’’‎

Demi menjaga hak milik (harta) manusia, sekalipun harta yang dimiliki seseorang hilang dari tangannya dan ditemukan oleh orang lain, maka agama Islam mengatur tata cara menyikapi barang temuan sehingga terwujudlah kehidupan yang aman tentram, dan tidak saling mendholimi sesama, serta hak- hak manusia tertunaikan, inilah yang dibahas oleh para ulama dengan istilah ‘’luqothoh’’.

Luqotoh yaitu setiap harta yang terlepas dan hilang serta tidak diketahui pemiliknya. Banyak digunakan untuk istilah selain hewan, karena untuk hewan ada penamaan sendiri yaitu dholah.

HUKUM MENGAMBILNYA

Menurut Mazhab Hanafi dianjurkan mengambil luqathah jika yang mengambil amanah dan sanggup memberitakannya, jika tidak sanggup maka yang lebih utama tidak mengambilnya, jika ia mengambilnya untuk dimanfaatkan oleh dirinya sendiri maka haram karena ia seperti orang yang ghasab.
Namun wajib mengambilnya jika ditakutkan hilang, karena harta seorang muslim wajib dijaga seperti menjaga harta dirinya sendiri, jika ia meninggalkannya sehingga tersia-siakan/hilang maka ia berdosa.
Menurut Mazhab Maliki bahwa jika yang menemukan mengetahui bahwa ia tidak akan bisa amanah maka mengambilnya adalah haram. Jika ia takut syaitan menggodanya dan ia tidak sanggup memberitahukannya maka itu makruh, namun jika ia amanah, baik ketika dengan orang-orang dan tidak takut bahwa yang lain hianat maka maka tidak apa-apa mengambilnya, namun jika ia takut yang lain hianat maka mengambilnya adalah wajib.
Menurut Imam Syafi’i jika ia mendapatkannya dan takut hilang maka jika ia amanah mengambilnya adalah lebih utama. Sedangkan dalam riwayat lain ia wajib mengambilnya karena untuk menjaga harta agar tidak hilang. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-Taubah:71
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
Seorang mu’min itu adalah penolong bagi yang lainnya maka wajib menjaganya dan tidak meninggalkannya agar tidak hilang/tersia-siakan.
Sedangkan menurut Imam Ahmad lebih baik meninggalkannya, ini juga diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas dan Ibn Umar, Jabir, Ibn Zaid dan ‘Atha. Hujah mereka adalah
عَنْ الْجَارُودِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ضَالَّةُ الْمُسْلِمِ حَرَقُ النَّارِ
dari Al Jarud bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Harta benda seorang mukmin yang hilang, adalah bahan bakarnya api neraka.” (at-Tirmidzi)

Dengan mengambilnya bisa meyebabkan ganti rugi bagi dirinya, memakannya adalah haram, menyia-nyiakan kewajiban dalam memberitahukannya dan melaksanakan amanah oleh karena itu meninggalkannya lebih utama dan lebih selamat. (al-Mausu’ah al-Kuwaitiyyah, 35:295-296)

Orang-orang yang memandang boleh memungut mentakwilkan hadits tersebut. Mereka mengatakan yang dimaksud adalah memanfaatkannya dan tidak untuk diumumkan. (Bidayat al-Mujtahid, 4:88)

Wal hasil mengambil barang temuan bagi yang amanah dan sanggup menjaga dan memberitahukannya adalah dianjurkan, adanya syariat luqathah adalah untuk menjaga harta. Menjaga harta dalam Islam merupakan salah satu dari maqasid syari’ah.
Namun jika takut tidak amanah, tidak bisa memberitahukannya dan menjaganya maka meninggalkannya adalah lebih utama. Akan tetapi jika mengambil barang temuan dengan niyat untuk memilikinya  maka haram hukumnyadan menjadi wajib ketika barang yang ditemukan berada ditempat yang tidak aman.
1. Lebih utama, jika terpercaya, sanggup mengumumkannya dan mau berusaha mencari pemiliknya. Karena bisa menjaga barang orang lain dari kehilangan dan bisa menghindarkan dari perbuatan orang lainnya yang berniat jahat. (madzhab Abu Hanifah & juga pendapat Imam Syafi’i)
2. Haram, jika orangnya khianat, tidak diumumkan dan dicari pemiliknya.
3. Hukum mengambilnya adalah mustahab ( disunnahkan ).
4. Ada pendapat yang mengatakan wajib. ini dalam keadaan jika barang yang hilang itu pemiliknya merasa tidak aman jika tidak ada yang mengambilnya.
5. Lebih baik ditinggalkan karena hadits [temuan orang mu’min adalah bahan bakar neraka] Hr Ahmad 5;80. Karena menyebabkan tanggungan dan hutang. (madzhab Ahmad dan Malik)
 

Perselisihan ini terjadi bagi orang yang merdeka, baligh dan berakal walaupun bukan muslim adapun selain itu maka tidak terbebani untuk mengambilnya.

Masalah luqotoh adalah masalah sebagaimana jabatan jika dilaksanakan sesuai dengan baik maka dapat pahala dan jika tidak maka akan menyebabkan dosa.
DALIL-DALIL
عن زيد بن خالد، رضي الله عنه، قال: جاء رجل إلى رسول الله، صلى الله عليه وسلم، فسأله عن اللقطة فقال: ” اعرف عفاصها، ووكاءها، ثم عرفها سنة، فإن جاء صاحبها، وإلا شأنك بها قال: فضالة الغنم؟ قال: هي لك أو لاخيك أو للذئب

قال: فضالة الابل؟ قال: مالك ولهامعها سقاؤها وحذاؤها وترد الماء وتأكل الشجر حتى يلقاها ربها “.رواه البخاري وغيره بألفاظ مختلفة

Artinya: Berkata zaid bin kholid – datang seseorang pada Rasulullah lalu menanyakan tentang luqotoh” lalu Rasul menjawab: umumkanlah ‘ifasnya dan wika’nya (talinya)‎ lalu umumkanlah selama setahun. Kalau datang pemiliknya maka kembalikan. Jika tidak maka bisa kamu manfaatkan. dia bertanya lagi ‘bagaimana dengan domba?’. Maka Rasul bersabda: ‘maka jadi milikmu, saudaramu atau serigala. Lalu bagaimana dengan onta?, jawabnya; ‘bukan hak kamu dan biarkanlah, karena dia bisa minum sendiri dan bisa jalan, mencari air dan makan pepohonan sampai ditemukan pemiliknya “.‎

Dan hal ini tidak berlaku untuk tanah haram. Yang berlaku yaitu diharamkan mengambilnya kecuali untuk diumumkan, karena sabda Rasul :

” ولا يلتقط لقطتها إلا من عرفها “.

Artinya: “Dan tidak diambil luqotohnya kecuali untuk diumumkan saja”

وقوله: ” لا يرفع لقطتها إلا منشد ” أي المعرف بها

Artinya: “Tidak berhak mengambilnya kecuali orang yang akan mengumumkan saja.

Diwajibkan bagi yang menemukan untuk mengumumkannya dengan menyembunyikan sifatnya.. Tujuannya adalah mengetahui kejujuran dan kedustaan orang yang mengakuinya. Dan menjaganya sebagaimana barang miliknya walau sesuatu yang berharga ataupun sangat berharga. Dan menjadi penanggungjawab terhadap barang itu namun tidak menanggung jika rusak, kecuali karena perbuatannya. Lalu diumumkan kepada masyarakat di pasar-pasar dan tempat lainnya yang memungkinkan bagi pemiliknya untuk mendapatkan barang tersebut. bisa di tempat barang tersebut ditemukan, jalan-jalan, pintu-pintu masjid. Dengan mengunakan berbagai sarana komunikasi modern apalagi dijaman kita sekarang ini. jika memang barang itu sangat penting.

Jika datang pemiliknya maka diharuskan menyebutkan ciri-barang tersebut dari yang lainnya dan tanda yang bisa menjadi bukti bahwa barang itu miliknya. Dan dibolehkan bagi orang yang mendapatkan untuk menahannya sampai ada bukti bahwa barang itu betul-betul miliknya.

Jika yang datang 2 orang, satu menyebutkan ciri dan yang lain menunjukkan bukti maka  diserahkan bagi yang membawa bukti.

Dalam kitab al-muntaha ; diundi dan disumpah bagi pengambilnya.

Jika tidak ada yang merasa memiliki barang tersebut maka diumumkan selama satu tahun.

Dan jika dalam waktu tersebut tidak ada yang merasa kehilangan maka boleh memanfaatkan barang* tersebut untuk disedekahkan  atau dimanfaatkan, baik orang tersebut kaya ataupun miskin dan dia tidak bertanggung jawab.

Dengan dalil:

عن سويد بن غفلة قال: لقيت أوس بن كعب فقال: وجدت صرة فيها مائة دينار، فأتيت النبي، صلى الله عليه وسلم، فقال: عرفها حولا. فعرفتها فلم أجد، ثم أتيته ثلاثا فقال: احفظ وعاءها ووكاءها فإن جاء صاحبها وإلا فاستمتع بها. رواه البخاري والترمذي

وسئل رسول الله في اللقطة توجد في سبيل العامرة، قال: عرفها حولا، فإن وجدت باغيها فأدها إليه، وإلا فهي لك قال: ما يوجد في الخراب؟ قال: فيه وفي الركاز الخمس

Artinya: Suwaid bin ghoflah berkata: Saya bertemu Aus bin Ka’ab lalu dia berkata: Saya menemukan kantong berisi 100 dinar, lalu saya datang pada Nabi. Maka beliau bersabda: ‘Umumkanlah setahun!’ maka aku umumkan tapi tidak kudapatkan (pemiliknya) lalu aku mendatanginya sampai tiga kali, lalu Rasul bersabda: Jagalah barang tersebut dan talinya barang kali akan datang pemiliknya dan jika tidak maka manfaatkanlah.”‎

Dan Rasulullah ditanya tentang barang temuan di jalan yang ramai. Berkata: “Umumkanlah setahun sampai ada pemiliknya dan berikan padanya. Dan jjika tidak ada maka itu menjadi milik kamu. Ada yang bertanya : bagaimana dengan yang di reruntuhan ? Beliau menjawab: Baik di dalamnya ataupun tempat-tempat yang ramai.”

فعن أنس أن النبي، صلى الله عليه وسلم، مر بثمرة في الطريق فقال: ” لولا أني أخاف أن تكون من الصدقة لاكلتها ” رواه البخاري ومسلم.

Artinya: Dari Anas bahwa Nabi menemukan sebiji buah di jalan maka beliau bersabda: Jika aku tidak khawatir kalau saja sadaqah maka aku akan memakannya “.‎

Mengapa Rasul tidak mengambilnya padahal dia pemimpin, yang harus menjaga harta yang jatuh? Karena dia biarkan untuk orang lain yang halal agar mengambilnya.

Pelajaran lain dari hadits di atas adalah;

Ke’tawadlu’an Nabi, tetap mengambil sesuatu yang remeh, karena termasuk nikmat Allah. Namun hal itu bertentangan dengan dalil yang lainnya sehingga ditinggalkannya.
أن النبي قال : إن الصدقة لا تنبغى لآل محمد إنما هي أوساخ الناس – مسلم

Artinya: “Tidak layak sadaqah bagi keluarga Muhammad. Itu tidak lain sampah manusia “‎

Kewara’an Nabi
Imam al-Hitabi berkata: “Pada hal yang masih kamu ragukan, jika kamu wara’ maka  tinggalkanlah.!”

Jika itu sesuatu yang remeh, tidak diumumkan selama setahun tapi diumumkan selama waktu diperkirakan pemiliknya tidak akan mencarinya lagi. Dan bagi yang menemukan boleh memanfaatkannya.

Dalam kitab Bidayah, pendapat fuqoha’: boleh, dengan jaminan jika datang pemiliknya dikembalikan (juga pendapat pengarang merojihkan pendapat ini). Adapun pendapat Abu Hanifah; harus disedekahkan. Sedangkan Ahlu dhohir; maka menjadi miliknya setelah masa setahun, jika datang pemiliknya maka mengantinya.

عن جابر، رضي الله عنه، قال: ” رخص لنا رسول الله، صلى الله عليه وسلم، في العصا والسوط والحبل وأشباهه يلتقطه الرجل ينتفع به ” أخرجه أحمد وأبو داود.

وعن علي، كرم الله وجهه، أنه جاء إلى النبي، صلى الله عليه وسلم، بدينار وجده في السوق، فقال النبي صلى عليه وسلم: عرفه ثلاثا ففعل فلم يجد أحدا يعرفه، فقال: كله “. أخرجه عبد الرزاق عن أبي سعيد.

Artinya: Dari Jabir berkata: Rasulullah memberi rukhsah tongkat, pecut, tali dan yang semisalnya yang ditemuakan untuk dimanfaatkan.”

Dari Ali bahwa dia mendatangi Nabi karena mendapat satu dinar di pasar, maka Rasul bersabda:“Umumkanlah 3 kali! Lalu dia mengumukannya maka tidak ada yang mengambilnya. Maka Rasul bersabda: Makanlah!”.‎

Imam Nawawi dalam Raudah al-Talibin wa 'umdatul Muftin menyatakan:

الأولى : في وجوب الالتقاط أربعة طرق أصحها وقول الأكثرين : أنه على قولين . أظهرهما : لا يجب كالاستيداع . والثاني يجب . والطريق الثاني : إن كانت في موضع يغلب على الظن ضياعها ، بأن تكون في ممر الفساق والخونة ، وجب الالتقاط ، وإلا ، فلا . والثالث : إن كان لا يثق بنفسه ، لم يجب قطعا . وإن غلب على ظنه أمانة نفسه ، ففيه القولان . والرابع : لا يجب مطلقا . فإذا قلنا : لا يجب ، فإن وثق بنفسه ، ففي الاستحباب وجهان . أصحهما ثبوته . وإن لم يثق وليس هو في الحال من الفسقة ، لم يستحب له الالتقاط قطعا . قاله الإمام . وحكى عن شيخه في الجواز وجهين . أصحهما : ثبوته ، وسواء قلنا بوجوب الالتقاط ، أو عدمه ، فلا يضمن اللقطة بالترك ، لأنها لم تحصل في يده . هذا حكم الأمين ، أما الفاسق ، فقطع الجمهور أنه يكره له الالتقاط . وأما قول الغزالي : إن علم الخيانة ، حرم الالتقاط ، وقوله في " الوسيط " : الفاسق لا يجوز له الأخذ ، فمخالف لما أطلقه الجمهور من الكراهة . 


Arti ringkasan: Mengambil barang temuan yang tercecer di jalan ada 2 (dua) pendapat yaitu tidak wajib dan wajib. Pendapat yang mewajibkan adalah apabila barang tercecer tersebut berada di kawasan yang tidak aman. Sedangkan yang tidak wajib apabila si penemu tidak yakin pada dirinya sendiri bahwa dia dapat menjaga barang tersebut.

Waktu pengumuman

Para fuqaha’ berpendapat; secepatnya, selama seminggu dan diumumkan tiap hari. Lalu selanjutnya menurut kebiasaan yang ada.

MACAM-MACAM LUQOTOH
‎ 
Sesuatu yang remeh di mata manusia, seperti cambuk, roti atau uang receh atau sesuatu yang memang dibuang oleh pemiliknya. hal itu bisa langsung menjadi miliknya dengan mengambilnya. Tapi jika ketemu pemiliknya sebelum barang tersebut rusak atau diinfakan, maka dikembalian pada yang  punya.

Onta, sapi, dan keledai

Ulama sepakat bahwa hewan tersebut tidak dianggab barang yang hilang (uqotoh).

عن زيد بن خالد أن النبي، صلى الله عليه وسلم، سئل عن ضالة الابل، فقال: ” مالك ولها، دعها فإن معها حذاءها وسقاءها، ترد الماء وتأكل الشجر حتى يجدها ربها -البخاري ومسلم

Artinya: Dari Zaid bin Kholid, Nabi ditanya tentang onta, maka beliau menjawab: “Biarkan, karena dia bisa minum, dan berjalan. Mencari air dan makanannya sampai ditemukan oleh pemiliknya.”

Maksudnya yaitu onta yang hilang menjadi tanggungan onta itu tersendiri karena tabiat dari onta adalah sabar dari kehausan dan bisa mencari makan sendiri dan tanpa kesusahan karena lehernya yang panjang butuh yang membantunya. Dan keadaan tersebut memudahkan bagi pencarinya, beda kalau harus memeriksa pada para pemilik onta.

Sebagaimana yang bisa kita saksikan sampai pada zaman Khalifah Utsman bin Affan. Lalu beliau menggantinya dengan mengambil onta tersebut, menjualnya dan jika datang pemiliknya maka uang tersebut diberikan pada pemiliknya.

Ibnu Syihab az-Zuhri berkata:  “Pada zaman Umar bin Khotob onta yang hilang akan dibiarkan sehingga pada zaman Utsman. Onta tersebut diumumkan lalu dijual lalu jika datang pemiliknya maka akan dikembalikan uang tersebut pada pemilikny. “‎

Ketika di jaman Kholifah Ali maka dibuatkan kandang khusus lalu digemukkan lalu barang siapa yang datang dengan membawa bukti yang kuat maka akan diserahkan padanya dan jika tidak maka dibiarkan dan tidak dijualnya. Pendapat ini dianggap baik oleh Ibnu Musayyab.

Dan hewan yang lain seperti sapi, kuda dan keledai maka menurut madzhab Syafi’i dan Ahmad maka seperti onta.

المنذر بن جرير قال: سمعت رسول الله، صلى الله عليه وسلم، يقول: ” لا يأوي الضالة إلا ضال ”

Almunzir bin jarir berkata, “Aku mendengar Rasul bersabda : Tidak akan mengambil onta yang hilang kecuali orang yang sesat”

Menurut abu hanifah ; boleh mengambilnya. Menurut madzhab Malik adalah diambil jika ditakutkan dari binatang buas dan jika tidak maka tidak. Juga masuk dalam kelompok ini adalah burung, karena bisa terbang atau rusa karena bias lari.

‎Temuan di tanah haram hukumnya haram kecuali untuk diumumkan

Para ulama sepakat bahwa tidak boleh memungut luqathah yang berhaji begitu juga luqathah mekkah kecuali kalau untuk diumumkan. (Bidayat al-Mujtahid, 4:89)
لَمَّا فَتَحَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ قَامَ فِي النَّاسِ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ اللَّهَ حَبَسَ عَنْ مَكَّةَ الْفِيلَ وَسَلَّطَ عَلَيْهَا رَسُولَهُ وَالْمُؤْمِنِينَ فَإِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِأَحَدٍ كَانَ قَبْلِي وَإِنَّهَا أُحِلَّتْ لِي سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ وَإِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِأَحَدٍ بَعْدِي فَلَا يُنَفَّرُ صَيْدُهَا وَلَا يُخْتَلَى شَوْكُهَا وَلَا تَحِلُّ سَاقِطَتُهَا إِلَّا لِمُنْشِدٍ
Ketika Allah subhanahu wata’ala membukakan kemenangan bagi RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam atas Kota Makkah, Beliau berdiri di hadapan manusia, maka Beliau memuji Allah dan mensucikanNya kemudian bersabda: “Sesungguhnya Allah telah melarang menawan gajah di Makkah ini dan menyerahkan urusannya kepada RasulNya dan Kaum Mu’minin, karena di tanah Makkah ini tidaklah dihalalkan bagi seorangpun sebelumku dan sesungguhnya pernah dihalalkan buatku pada suatu masa di suatu hari dan juga tidak dihalalkan bagi seseorang setelah aku. Maka tidak boleh diburu binatang buruannya, tidak boleh dipotong durinya, dan tidak boleh diambil barang temuan disana kecuali untuk diumumkan dan dicari pemiliknya. (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah)‎‎

‎Selain barang yang di atas, halal hukumnya dan bisa menjadi hak milik.

‎KAMBING

Kambing yang hilang dan sejenisnya boleh diambil karena dia mahluq yang lemah dan terancam bahaya jika ada binatang buas. Setelahnya diumumkan dan bila tidak datang pemiliknya maka boleh diambil dan menjadi piutang bagi yang punya.

Memelihara hewan tersebut dan mengeluarkan uang untuk biaya pemeliharaannya, tetapi dia tidak boleh memilikinya. Pemiliknya harus mengembalikan biaya pemeliharaan itu jika datang dan mengambil hewan tersebut. Sebab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata ketika ditanya tentang kambing temuan :
خذها؛فإنما هي لك أو لأخيك أو للذئب

“Ambillah. Sesungguhnya kambing itu bisa jadi untukmu, atau untuk saudaramu, atau untuk serigala.” (Muttafaqun ‘alaih).



Maknanya adalah : kambing itu lemah, bisa terancam mati, dan berputar pada salah satu dari tiga keadaan; yaitu antara diambil olehmu, atau saudaramu, atau dimakan oleh serigala.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata ketika menjelaskan hadits yang mulia tersebut :

فيه جواز التقاط الغنم، وأن الشاة إذا لم يأت صاحبها؛ فهي ملك الملتقط، فيخير بين أكلها في الحال وعليه قيمتها، وبين بيعها وحفظ ثمنها، وبين تركها والإنفاق عليها من ماله وأجمعوا على أنه لو جاء صاحبها قبل أن يأكلها الملتقط؛ له أخذها

“Dalam hadits tersebut ada dalil yang menunjukkan bolehnya mengambil kambing temuan, dan jika pemiliknya tidak juga datang, maka kambing temuan itu menjadi milik orang yang menemukannya. Dia diberi pilihan antara memakan kambing itu dalam keadaan dia sudah memiliki simpanan uang untuk menggantinya (bila sewaktu-waktu pemiliknya datang), atau menjual kambing itu dan menyimpan hasil penjualannya, atau membiarkannya (yakni memeliharanya, tidak dimakan atau dijual) dan mengeluarkan uang untuk biaya pemeliharaannya. Para ulama sepakat bahwa jika pemiliknya datang sebelum kambing itu dimakan oleh orang yang menemukannya, maka pemiliknya berhak mengambil kambing itu.”‎

Menurut Madzhab Imam Malik: Menjadi hak miliknya dengan mengambilnya tersebut dan dia tidak menanggungnya. Walau datang pemilik karena dalam hadits disamakan dengan serigala. Orang yang menemukan dan serigala tidak ada tangungan atasnya. Dan hal ini jika datang pemiliknya setelah kambing tersebut dimakan.

Adapun jika datangnya sebelum barang tersebut dimakan maka menurut ijma’ ulama harus dikembalikan barang tersebut.

Tata caranya adalah dengan :

Dimakan dengan ditetapkan harganya.
Dijual dan uangnya dijaga.
Dijaga sampai satu tahun. Jika tidak ada pencarinya maka dimiliki tapi secara qohry sebagaimana warisan.
Jenis selanjutnya dari barang temuan yang berharga dan tidak bisa membela diri dari binatang buas yang kecil :

Barang yang dikhawatirkan bisa rusak, misalnya semangka dan buah-buahan yang lain. Maka orang yang menemukannya hendaknya memperlakukan barang temuan tersebut dengan perbuatan yang paling baik untuk pemiliknya, yaitu dengan memakannya dan mengganti harganya bila pemiliknya datang, atau menjualnya dan menyimpan hasil penjualan itu sampai pemiliknya datang.
Barang temuan berupa seluruh harta selain dua jenis yang telah disebutkan di atas, misalnya uang dan bejana. Wajib bagi orang yang mengambilnya untuk menjaga barang tersebut sebagai amanah di tangannya, dan juga mengumumkannya di tempat-tempat berkumpulnya banyak orang.
Tidak boleh bagi seseorang untuk mengambil barang temuan dengan berbagai jenisnya, kecuali jika dia merasa bisa amanah terhadap barang itu dan mampu untuk mengumumkan barang temuan yang memang butuh untuk diumumkan. Hal ini berdasarkan hadits dari Zaid bin Khalid Al Juhani radhiallahu ‘anhu, beliau berkata :

سئل النبي صلى الله عليه وسلم عن لقطة الذهب والورق؟ فقال: “اعرف وكاءها وعفاصها، ثم عرفها سنة، فإن لم تعرف؛ فاستنفقها، ولتكن وديعة عندك، فإن جاء طالبها يوما من الدهر؛ فادفعها إليه” ، وسأله عن الشاة ؟، فقال: “فإنما هي لك أو لأخيك أو للذئب” ، وسئل عن ضالة الإبل ؟، فقال: “ما لك ولها ؟!، معها سقاؤها وحذاؤها، ترد الماء، وتأكل الشجر، حتى يجدها ربها

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang barang temuan berupa emas atau perak. Maka beliau bersabda, “Ingatlah tali pengikat dan wadahnya, kemudian umumkan selama setahun. Jika barang tersebut tidak ada yang mengakuinya, maka gunakanlah. Hendaknya barang temuan itu dianggap sebagai barang yang dititipkan padamu. Jika pada suatu hari orang yang memintanya datang, maka hendaknya engkau berikan kepadanya.”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian ditanya tentang (barang temuan berupa) kambing. Beliau bersabda, “Ambillah kambing tersebut karena itu bisa menjadi milikmu, atau milik saudaramu, atau (boleh jadi) milik serigala.”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ditanya tentang (barang temuan berupa) unta. Beliau menjawab, “Apa urusanmu dengan unta itu? Dia memiliki simpanan air dan memiliki sepatu. Dia juga bisa mendatangi air dan memakan tanaman sampai ditemukan oleh pemiliknya.” ” (Muttafaqun ‘alaih).

Makna perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam :

اعرف وكاءها وعفاصها

“Ingatlah ‘wika’  (الوكاء)dan ‘ifash’ ((العفاص nya.”

Al wika (الوكاء) adalah sesuatu yang dipakai untuk mengikat kantung yang di dalamnya terdapat harta. Sedangkan makna al ‘ifash ((العفاص adalah kantung yang di dalamnya terdapat harta.

Dan makna perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam :

ثم عرفها سنة

“…kemudian umumkan selama setahun.”

Maksudnya, umumkan kepada orang-orang di tempat mereka berkumpul, seperti pasar, pintu-pintu masjid, tempat- tempat pertemuan dan pesta. Makna lafadzسنة (selama setahun) maksudnya : selama setahun penuh. Pada pekan pertama sejak ditemukannya, diumumkan setiap hari. Sebab, pemiliknya lebih mungkin datang pada pekan tersebut. Setelah itu, diumumkan sesuai kebiasaan orang-orang dalam mengumumkan barang temuan. Hadits di atas menunjukkan wajibnya mengumumkan barang temuan.

Pada perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam :

اعرف وكاءها وعفاصها

“Ingatlah tali pengikat dan wadahnya…”

terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang yang menemukan barang tersebut wajib mengenal ciri-cirinya. Sehingga bila pemiliknya datang dan menjelaskan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, dia bisa menyerahkan barang tersebut kepadanya. Bila ciri-ciri yang dia jelaskan berbeda dengan kenyataan, barang tersebut tidak boleh diserahkan kepadanya.

Pada perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

فإن لم تعرف؛ فاستنفقها

“Jika barang tersebut tidak ada yang mengakuinya, maka gunakanlah.”

Terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang yang menemukan barang tersebut boleh memilikinya setelah satu tahun diumumkan. Tetapi dia tidak boleh menggunakannya sebelum mengenal ciri-cirinya. Maksudnya, sebelum dia hafal ciri-ciri wadah barang tersebut, tali pengikatnya, jumlah, dan jenis barang yang ada dalam wadah tersebut. Jika pemiliknya datang setelah satu tahun dan menjelaskan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, maka dia serahkan barang tersebut kepadanya. Hal ini berdasarkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

فإن جاء طالبها يوما من الدهر؛ فادفعها إليه

“Jika pada suatu hari orang yang memintanya datang, maka hendaknya engkau berikan kepadanya.”

Adapun sesuatu yang tak penting maka para fukaha mengatakan tidak ada perselisihan mengambil sesuatu yang ringan dan memanfaatkannya tanpa diberitahukan seperti kurma, pecahan barang, dan kain lap. Rasulullah saw. tidak mengingkari orang yang menemukan kurma ketika memakannya bahkan beliau bersabda:
لو لم تأتها لأتتك
Dan ketika Nabi saw. melihat kurma beliau bersabda:
لولا أني أخاف أن تكون من الصدقة لأكلتها
“Seandainya aku tidak takut bahwa pada kurma-kurma ini ada kewajiban shadaqah (zakat) tentu aku sudah memakannya” (al-Bukhari).  (al-Fiqh al-Islami, 6:4866).
Ada juga yang berpendapat bahwa dinar dan dirham yang tidak terikat  dan bukan yang disimpan/diletakkan  tidak perlu diberitahukan berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud di bawah ini:
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ دَخَلَ عَلَى فَاطِمَةَ وَحَسَنٌ وَحُسَيْنٌ يَبْكِيَانِ فَقَالَ مَا يُبْكِيهِمَا قَالَتْ الْجُوعُ فَخَرَجَ عَلِيٌّ فَوَجَدَ دِينَارًا بِالسُّوقِ فَجَاءَ إِلَى فَاطِمَةَ فَأَخْبَرَهَا فَقَالَتْ اذْهَبْ إِلَى فُلَانٍ الْيَهُودِيِّ فَخُذْ لَنَا دَقِيقًا فَجَاءَ الْيَهُودِيَّ فَاشْتَرَى بِهِ فَقَالَ الْيَهُودِيُّ أَنْتَ خَتَنُ هَذَا الَّذِي يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَخُذْ دِينَارَكَ وَلَكَ الدَّقِيقُ فَخَرَجَ عَلِيٌّ حَتَّى جَاءَ بِهِ فَاطِمَةَ فَأَخْبَرَهَا فَقَالَتْ اذْهَبْ إِلَى فُلَانٍ الْجَزَّارِ فَخُذْ لَنَا بِدِرْهَمٍ لَحْمًا فَذَهَبَ فَرَهَنَ الدِّينَارَ بِدِرْهَمِ لَحْمٍ فَجَاءَ بِهِ فَعَجَنَتْ وَنَصَبَتْ وَخَبَزَتْ وَأَرْسَلَتْ إِلَى أَبِيهَا فَجَاءَهُمْ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَذْكُرُ لَكَ فَإِنْ رَأَيْتَهُ لَنَا حَلَالًا أَكَلْنَاهُ وَأَكَلْتَ مَعَنَا مِنْ شَأْنِهِ كَذَا وَكَذَا فَقَالَ كُلُوا بِاسْمِ اللَّهِ فَأَكَلُوا فَبَيْنَمَا هُمْ مَكَانَهُمْ إِذَا غُلَامٌ يَنْشُدُ اللَّهَ وَالْإِسْلَامَ الدِّينَارَ فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدُعِيَ لَهُ فَسَأَلَهُ فَقَالَ سَقَطَ مِنِّي فِي السُّوقِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَلِيُّ اذْهَبْ إِلَى الْجَزَّارِ فَقُلْ لَهُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَكَ أَرْسِلْ إِلَيَّ بِالدِّينَارِ وَدِرْهَمُكَ عَلَيَّ فَأَرْسَلَ بِهِ فَدَفَعَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِ
dari Sahl bin Sa’d, ia telah mengabarkan kepadanya bahwa Ali Bin Abu Thalib menemui Fathimah sementara Hasan dan Husain sedang menangis, dia bertanya; apa yang membuat mereka menangis? Fathimah menjawab; rasa lapar. Kemudian Ali keluar dan dipasar dia menemukan uang satu dinar, lalu ia kembali kepada fathimah memberitahukan kepadanya, lalu Fathimah berkata; pergilah kepada fulan seorang yahudi, dan belilah tepung untuk Kami, maka dia pun mendatangi orang yahudi tersebut untuk membeli tepung. Orang yahudi tersebut berkata: apakah engkau menantu orang yang disebut sebagai Rasulullah? Dia menjawab; ya! Orang yahudi tersebut berkata; ambillah uang dinarmu dan tepung ini untukmu! Maka Ali kembali kepada Fathimah dan memberitahukan kejadian tersebut, lalu Fathimah meminta Ali untuk pergi ketukang daging untuk membeli daging satu dirham. Maka Ali menggadaikan satu dinar dengan daging seharga satu dirham lalu ia membawanya kepada Fathimah dan Fatimah pun mengadon dan membuat roti, lalu dia mengirim utusan kepada bapaknya kemudian beliau datang. Lalu ia berkata; ya RasulAllah, aku akan bercerita kepadamu, apabila anda menganggapnya halal maka Kami akan memakannya dan anda pun memakannya bersama Kami. Kemudian beliau berkata: “Makanlah dengan menyebut nama Allah.” Tatkala mereka sedang pada kondisi seperti itu tiba-tiba terdapat seorang yang mengumumkan kehilangan uang satu dinar. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk memanggilnya dan menanyakannya. Orang tersebut menjawab; uang tersebut terjatuh dariku di pasar. Kemudian Nabi shalla Allahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Wahai Ali, pergilah ke tukang daging dan katakan kepadanya bahwasanya Rasulullah shallla Allahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepadamu: “Kirimkan satu uang dinar tersebut sedangkan uang dirhammu menjadi tanggunganku.” Maka tukang daging tersebut mengembalikan satu dinar dan Rasulullah shallla Allahu ‘alaihi wa sallam menyerahkannya kepada orang tersebut.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ وَجَدَ دِينَارًا فَأَتَى بِهِ فَاطِمَةَ فَسَأَلَتْ عَنْهُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ هُوَ رِزْقُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَأَكَلَ مِنْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَكَلَ عَلِيٌّ وَفَاطِمَةُ فَلَمَّا كَانَ بَعْدَ ذَلِكَ أَتَتْهُ امْرَأَةٌ تَنْشُدُ الدِّينَارَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَلِيُّ أَدِّ الدِّينَارَ
dari Abu Sa’id Al Khudri radliallahu ‘anhu bahwasanya Ali Bin Abu Thalib radliallahu ‘anhu menemukan uang satu dinar, kemudian membawanya kepada Fathimah radliallahu ‘anha, lalu ia menanyakannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Rasulullah shallla Allahu ‘alaihi wa sallam berkata: itu adalah rizqi dari Allah ‘azza wajalla, kemudian beliau memakannya dan begitu juga Ali serta Fathimah. Kemudian setelah itu seorang wanita datang kepada beliau mengumumkan kehilangan uang satu dinar, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan kepada Ali: wahai Ali, berikan uang satu dinar tersebut kepadanya.
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ الْتَقَطَ دِينَارًا فَاشْتَرَى بِهِ دَقِيقًا فَعَرَفَهُ صَاحِبُ الدَّقِيقِ فَرَدَّ عَلَيْهِ الدِّينَارَ فَأَخَذَهُ عَلِيٌّ وَقَطَعَ مِنْهُ قِيرَاطَيْنِ فَاشْتَرَى بِهِ لَحْمًا
dari Ali Bin Abu Thalib radliallahu ‘anhu bahwa ia menemukan uang satu dinar lalu dia menggunakannya untuk membeli tepung, pedagang tepung mengetahuinya, kemudian ia mengembalikan uang dinar tersebut kepadanya dan Ali pun mengambilnya lalu dia memotongn sebagian darinya dua kirath lalu ia gunakan untuk membeli daging.
Ibn al-Qasim  mengatakan hadits ini diriwayatkan dengan lafadz–lafadz yang tidak lepas dari kritikan. Al-Hafidz dan yang lainnya menganggapnya hasan.  Dalam hadits tersebut ada dalil wajibnya mengembalikan luqathah. Ibn al-Qasim mengatakan bahwa luqathah berupa dirham dan dinar yang tidak diikat, diletakkan dan lain sebagainya tidak wajib untuk diberitahukan. Namun wajib untuk diganti. Begitu juga yang keberadaannya tidak diharapkan oleh pemiliknya. Sedangkan yang  lebih dari itu dan yang lainnya mesti diberitahukan (al-Ihkam, 3:357)

Tentang hadits Abu Sa’id di atas al-Bani mengatakan haditsnya hasan karena dua hadits yang setelahnya.  Saya menghasankan hadits tersebut- walaupun ada rawi yang majhul- karena ada syahid, yaitu  hadits berikutnya riwayat Ali dan Sahl.
Hadits riwayat Ali, al-Bani mengatakan sanadnya sahih. Hadits riwayat Sahal bin Sa’ad al-Bani mengatakan haditsnya hasan. (Sahih Abu Dawud, 5:397:398) dalam sunan Abu Dawud yang ditahqiq (diteliti) oleh Syuaib al-Arnaut dan yang lainnya hadits-hadits tersebut dikatakan hasan (Sunan Abu Dawud, 3:137:140)
Dalam hadits-hadits di atas tidak disebutkan masalah pemberitahuan namun dalam riwayat al-Baihaqi dari Atha bin Yasar dari Ali bahwa Rasulullah saw. memerintahkan Ali untuk memberitahukannya, namun tidak ada yang mengaku lalu memerintahkannya untuk memakannya. Dzahirnya riwayat menunjukkan bahwa disyaratkan memberitahukan pada waktu itu dan membolehkannya memakannya sebelum lewat satu tahun.  Hadits hadits tentang disyaratkan diberitahukan  satu tahun adalah lebih sah dan lebih banyak maka itu yang lebih utama. Mungkin juga diperbolehkannya membelanjakannya sebelum satu tahun karena madharat. Mungkin juga tidak disyaratkan lewat satu tahun dalam luqathah yang sedikit/ringan. (al-Sunan al-Kubra, 6:320)
Al-Baghawi mengatakan dzahirnya hadits bahwa luaqatah baik sedikit maupun banyak wajib diberitahukan satu tahun, Ini adalah pendapat sebagian ahlul ilmi. Sebagian lagi berpendapat bahwa yang sedikit tidak mesti diberitahukan, kemudian diantara mereka ada yang berpendapat dibawah sepuluh dinar tidak mesti diberitahukan, sebagian lagi mengatakan yang mesti diberitahukan adalah yang di atas satu dinar, berdasarkan riwayat ‘Ali. Akan tetapi Imam Syafi’i mengatakan diriwayatkan dari Atha bin Yasir bahwa Rasulullah saw. memerintahkan Ali untuk memberitahukannnya (Syarah al-sunnah, 8:312)
Bagi yang berpendapat bahwa dinar dan dirham  baik yang terikat maupun tidak juga termasuk barang temuan yang harus diberitahukan selama setahun selain beralasan dengan dzahirnya hadits riwayat Zaid bin Khalid bagi mereka hadits Ali  dhaif  sebagaiman yang dikatakan Ibn Qudamah (al-Mughni li Ibn Qudamah, 6:77)
Penulis berpendapat bahwa hadits Ali adalah  sahih dan merupakan pengecualian atau takhsis/kekhususan bagi pemberitahuan satu tahun yaitu bahwa sesuatu yang kurang berharga di bawah satu dinar dan dirham tidak perlu untuk diberitahukan selama setahun dan wajib diserahkan atau diganti rugi jika ada pemilik yang mengakuinya.

Dari apa yang telah lewat jelaslah bahwa ada beberapa perkara yang harus dilakukan kaitannya dengan barang temuan :

Pertama :

Jika seseorang menemukan barang, janganlah dia berani untuk mengambilnya kecuali jika dia mengetahui bahwa dirinya bisa amanah dalam menjaganya dan mampu untuk mengumumkannya sampai dia menemukan pemiliknya. Barangsiapa yang merasa bahwa dirinya tidak bisa amanah terhadap barang tersebut, maka dia tidak boleh mengambilnya. Jika dia mengambilnya, maka dia serupa dengan orang yang merampas harta orang lain. Sebab, dia mengambil harta orang lain dari sisi yang dia tidak diperbolehkan untuk mengambilnya. Juga karena dengan mengambilnya ketika itu, berarti ada perbuatan menyia-nyiakan harta orang lain.

Kedua :

Sebelum mengambilnya, dia harus hafal ciri-ciri barang tersebut dengan cara mengenal wadahnya, tali pengikatnya, jumlah, dan jenis barang yang ada dalam wadah tersebut. Sebab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal tersebut. Dan hukum asal perintah beliau adalah wajib.

Ketiga :

Barang temuan tersebut harus diumumkan satu tahun penuh. Pada pekan pertama sejak ditemukannya, diumumkan setiap hari. Setelah itu, diumumkan sesuai kebiasaan orang-orang dalam mengumumkan barang temuan. Dalam mengumumkannya, dia mengatakan misalnya : “Barangsiapa yang kehilangan sesuatu…,” dan kalimat yang serupa dengan itu. Pengumuman tersebut dilakukan di tempat-tempat berkumpulnya banyak orang, seperti pasar dan pintu-pintu masjid ketika tiba waktu shalat. Tetapi tidak boleh mengumumkan di dalam masjid, sebab masjid tidaklah dibangun untuk tujuan tersebut. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

من سمع رجلاً ينشد ضالة في المسجد؛ فليقل: لا ردها الله عليك

“Barangsiapa yang mendengar seseorang mengumumkan barang yang hilang di masjid, hendaknya dia berkata, “Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.” (Hadits riwayat Ibnu Majah).

Keempat :

Jika orang yang memintanya datang dan menjelaskan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, maka orang yang menemukannya wajib menyerahkan barang tersebut kepadanya tanpa perlu meminta bukti yang lain ataupun sumpah. Hal ini berdasarkan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga karena penyebutan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut telah menempati kedudukan pemberian bukti ataupun sumpah. Bahkan bisa jadi penyebutan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut lebih jelas dan lebih benar daripada pemberian bukti maupun sumpah. Orang yang menemukannya juga wajib menyerahkan hasil perkembangan dari barang tersebut, baik itu yang sifatnya bersambung maupun terpisah (misalnya bila hewan itu telah memiliki anak selama berada dalam pemeliharaannya, maka anak hewan itu wajib ikut diserahkan kepada pemiliknya).

Adapun jika orang yang datang dan mengaku-aku sebagai pemilik itu tidak bisa menjelaskan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, maka barang tersebut tidak boleh diserahkan kepadanya. Sebab barang tersebut adalah amanah di tangan orang yang menemukannya, sehingga tidak boleh diserahkan kepada orang yang belum jelas bahwa dia adalah pemiliknya.

Kelima :

Jika pemiliknya tidak datang juga setelah diumumkan selama satu tahun penuh, maka barang tersebut menjadi milik orang yang menemukannya. Tetapi wajib bagi orang itu untuk menghafal ciri-cirinya sebelum menggunakannya. Di mana bila sewaktu-waktu pemiliknya datang dan menjelaskan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, dia harus mengembalikannya kepada orang itu jika barang itu masih ada. Jika sudah tidak ada, maka dia harus mengembalikan gantinya karena kepemilikannya terhadap barang itu hanyalah kepemilikan amanah, yang akan hilang dengan sebab kedatangan pemiliknya.

Keenam :

Para ulama berselisih pendapat tentang barang temuan di tanah Haram; apakah barang tersebut hukumnya sama seperti barang temuan di selain tempat itu, yaitu boleh dimiliki setelah diumumkan selama satu tahun, atau tidak boleh dimiliki (oleh orang yang menemukannya) secara mutlak? Sebagian mereka berpendapat bahwa barang tersebut boleh dimiliki setelah diumumkan selama satu tahun, berdasarkan keumuman banyak hadits. Sebagian yang lain berpendapat bahwa barang tersebut tidak boleh dimiliki, bahkan wajib diumumkan terus. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berkata tentang Makkah Al Musyarrafah :

ولا تحل لقطتها إلا لمعرف

“Barang temuannya tidak halal untuk diambil kecuali oleh orang yang ingin mengumumkannya.”

Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, di mana beliau berkata :

لا تملك بحال؛ للنهي عنها، ويجب تعريفها أبدًا

“Barang temuannya tidak boleh dimiliki karena adanya larangan tentang hal itu, dan barang tersebut wajib diumumkan selamanya.”

Hadits di atas adalah khabar yang jelas tentang larangan memiliki barang yang ditemukan di daerah Haram.

Ketujuh :

Barangsiapa yang meninggalkan hewan miliknya di padang pasir karena hewan itu sudah tidak bisa lagi berjalan atau orang itu sudah tidak memiliki kemampuan untuk mengurusnya, maka hewan itu boleh dimiliki oleh orang yang menemukannya. Hal ini berdasarkan sebuah hadits :

من وجد دابة قد عجز أهلها عنها، فسيبوها، فأخذها؛ فهي له

“Barangsiapa yang menemukan hewan yang pemiliknya sudah tidak memiliki kemampuan untuk mengurusnya dan membiarkannya pergi, lalu orang yang menemukan itu mengambilnya, maka hewan itu menjadi miliknya.” (Hadits riwayat Abu Dawud).

Juga karena hewan itu ditinggalkan karena sudah tidak disenangi oleh pemiliknya sehingga hewan itu berkedudukan sebagai barang yang ditinggalkan karena sudah tidak disenangi oleh pemiliknya.

Barangsiapa yang sandal atau barang-barangnya yang semisal diambil oleh seseorang, tetapi di situ dia mendapati sandal atau barang yang berbeda dengan miliknya, maka hukum barang itu adalah hukum barang temuan. Dia tidak bisa memilikinya hanya dengan sekedar adanya barang itu di tempat yang seharusnya di situ ada barang miliknya. Bahkan dia harus mengumumkan barang itu. Setelah diumumkan, baru dia boleh mengambil manfaat darinya sesuai dengan kadar hak miliknya, adapun sisanya maka dia sedekahkan.‎

Kedelapan :

Jika ada anak kecil atau orang dungu menemukan suatu barang lalu mengambilnya, maka wali mereka menempati kedudukan mereka sebagai orang yang mengumumkan barang itu. Dia harus mengambil barang itu dari mereka, sebab mereka bukanlah orang yang pantas untuk memegang dan menjaga amanah. Jika dia membiarkan barang itu berada di tangan mereka lalu barang itu rusak, maka dia harus menggantinya, karena dia dianggap sebagai orang yang menyia-nyiakannya.

Jika dia sudah mengumumkannya tetapi tidak ada yang datang mengaku sebagai pemiliknya, maka barang itu menjadi milik mereka (anak kecil atau orang dungu tersebut) dengan kepemilikan amanah, sebagaimana jika seandainya barang itu berada di tangan orang dewasa dan berakal.

Kesembilan :

Jika ada seseorang yang mengambil barang temuan lalu mengembalikannya ke tempat ditemukannya, maka dia harus menggantinya (jika seandainya hilang atau rusak). Sebab barang itu adalah amanah yang sudah berada di tangannya sehingga wajib baginya untuk menjaganya sebagaimana amanah-amanah yang lain. Jika dia meninggalkannya (setelah sebelumnya diambil), berarti itu perbuatan menyia-nyiakan amanah.‎

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar