Sabtu, 04 Juni 2016

Janganlah Sembarangan Menceritakan Mimpi

Bagian dari kesempurnaan syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengajarkan semua hal penting dalam kehidupan manusia. Hanya saja, ada orang yang berusaha memahaminya dan ada yang melupakannya. Seseorang akan bisa merasakan dan meyakini betapa sempurnanya Islam, ketika dia memahami aturan syariat yang demikian luas. Di saat itulah, seorang muslim akan semakin yakin dengan agamanya. Anda bisa buktikan dan mencobanya.

Tentang mimpi yang Baik

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ ، أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ ، عَنْ أَبِي قَتَادَةَ قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ مِنَ اللهِ وَالْحُلْمُ مِنَ الشَّيْطَانِ فَمَنْ رَأَى شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَنْفِثْ عَنْ شِمَالِهِ ثَلاَثًا وَلْيَتَعَوَّذْ مِنَ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهَا لاَ تَضُرُّهُ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَتَزَايَا بِي.

"Menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair, menceritakan kepada kami Al-Laits, dari `Ubaidillah bin Abi Ja'far, mengabarkan kepadaku Abu Salamah, dari Qatadah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,"Mimpi yang baik datangnya dari Allah, sedangkan mimpi yang buruk datangnya dari Syaitan, barangsiapa yang mimpi buruk maka hendaklah meludah ke sebelah kirinya tiga kali, dan hendaklah berlindung dari syaitan, maka hal itu tidak akan membahayakannya, dan sesungguhnya syaitan itu, tidak mampu menyerupaiku (meskipun dalam mimpi).

Redaksi dan sanad hadits di atas ana ambil dari kitab Shahih Bukhari.
Al-Hafiz Al-Mundziri dalam kitabnyaal-Targhib wa al-Tarhib hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, Tirmidzi, an-Nasa'i, dan Ibnu Majah, semoga Allah merahmati mereka dan membalas jasa mereka dalam mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah SAW (Mendoakan para ulama hadits ketika mengutip hadits ataupun pendapat mereka adalah satu di antara adab para ahli hadits). 

Ana katakan bahwa hadits ini tidak perlu lagi dipertanyakan keshahihannya, karena Imam Bukhari dan Muslim, adalah dua Imam yang keshahihan hadits mereka berada setelah Al-Qur'an.

Dalam hadits yang lain dalam Shahih Bukhari, bahwa ada tiga jenis mimpi, yaitu:

1) Mimpi yang baik (al-Ru'yah al-Shalihah),atau disebut juga dengan kabar gembira dari Allah (al-Busyra minallah); atau disebut juga dengan salah satu tanda kenabian jika konteksnya adalah para nabi.

Rasulullah SAW menyatakan:
وَرُؤْيَا الْمُؤْمِنِ جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ

"Mimpi (yang baik) dari seorang mu'min adalah salah satu bagian dari 47 bagian tanda kenabian." (Shahih Bukhari)

Jika kita bermimpi dengan mimpi yang baik, maka hendaklah memuji Allah dan menceritakannya kepada orang lain sebagai bentuk tahadduts bi al-ni`mah, tentunya tujuannya bukan untuk dipuji dengan hal tersebut.

Rasulullah SAW menyatakan:

إِذَا رَأَى أَحَدُكُمُ الرُّؤْيَا يُحِبُّهَا فَإِنَّهَا مِنَ اللهِ فَلْيَحْمَدِ اللهَ عَلَيْهَا وَلْيُحَدِّثْ بِهَا.

"Jika seseorang di antara kalian bermimpi dengan mimpi yang disukainya (baik), maka hendaklah ia memuji Allah dan menceritakannya (mimpinya tersebut kepada yang lain)." (Shahih Bukhari)

Diantaranya petunjuk tentang mimpi. Meskipun Islam tidak mengajarkan umatnya tentang takwil mimpi yang mereka alami, namun rambu-rambu yang diberikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah sangat memadai untuk menjadi panduan dalam mensikapi mimpi. Tak terkecuali, mimpi buruk.

Ada beberapa hal yang dijelaskan dalam Islam, terkait mimpi buruk.

Sebagaimana kita ketahui, Mimpi merupakan suatu kejadian yang dialami manusia ketika tidur. Mimpi adakalanya benar dan tidak benar. Tidak hanya terjadi pada manusia awam saja, Namun para Nabi pun juga mengalami mimpi.

Mimpi pada seseorang adakalanya menyenangkan dan ada juga menyeramkan dan menyedihkan. Contohnya mimpi bertemu dengan orang yang kita cintai, mimpi dikejar makhluk halus, mimpi mati dan lain sebagainya. Kebanyakan mimpi orang awam terjadi dengan campur tangan setan. Sedangkan mimpi para Nabi dan Rasul merupakan mimpi petunjuk dari Allah SWT.

Disebutkan dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرؤيا ثلاث حديث النفس وتخويف الشيطان وبشرى من الله

“Mimpi itu ada tiga macam: bisikan hati, ditakuti setan, dan kabar gembira dari Allah.”

Hukum Menceritakan Mimpi Buruk Pada Orang Lain

Dalam hadits shahih lainnya, Rasulullah SAW pernah menegaskan bahwasanya mimpi buruk berasal dari syaithon. Entah mimpi tersebut mimpi yang menakutkan atau mimpi yang menyedihkan dan mimpi yang tidak kita sukai; ketiganya masuk dalam kategori mimpi buruk yang dimaksud oleh Nabi.


عَنْ جَابِرٍ قَالَ جَاءَ أَعْرَابِىٌّ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ رَأَيْتُ فِى الْمَنَامِ كَأَنَّ رَأْسِى ضُرِبَ فَتَدَحْرَجَ فَاشْتَدَدْتُ عَلَى أَثَرِهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِلأَعْرَابِىِّ « لاَ تُحَدِّثِ النَّاسَ بِتَلَعُّبِ الشَّيْطَانِ بِكَ فِى مَنَامِكَ . وَقَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- بَعْدُ يَخْطُبُ فَقَالَ لاَ يُحَدِّثَنَّ أَحَدُكُمْ بِتَلَعُّبِ الشَّيْطَانِ بِهِ فِى مَنَامِهِ

Dari Jabir radhiallahu ‘anhu, Ada seorang Arab badui datang menemui Nabi kemudian bertanya, “Ya rasulullah, aku bermimpi kepalaku dipenggal lalu menggelinding kemudian aku berlari kencang mengejarnya”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada orang tersebut, “Jangan kau ceritakan kepada orang lain ulah setan yang mempermainkan dirimu di alam mimpi”. Setelah kejadian itu, aku mendengar Nabi menyampaikan dalam salah satu khutbahnya, “Janganlah kalian menceritakan ulah setan yang mempermainkan dirinya dalam alam mimpi” (HR Muslim)

Berdasarkan hadits riwayat Imam Muslim diatas, Nabi melarang kita untuk menceritakan mimpi buruk pada orang lain, Mimpi buruk terjadi karena ulah setan yang mempermainkan perasaan dan akal manusia. Hal ini dilarang karena jika kita menceritakannya maka bisa jadi orang lain yang mendengarnya akan mentakwilkan atau mengartikannya dengan pendapat masing-masing sehingga tak jarang malah menimbulkan fitnah, ketakutan dan rasa resah gelisah bagi orang yang mengalami mimpi buruk tersebut.

Lalu bagaimana jika mimpi buruk itu terjadi pada diri kita? Jangan khawatir, Rasulullah SAW telah memberikan tuntunan pada kita agar syaithon yang mengganggu segera menjauh dan mimpi buruk tersebut tidak membahayakan pada orang yang mengalaminya.

Begitu terbangun karena mimpi buruk, segeralah minta perlindungan pada Allah dengan membaca ta’awudz; A’udzu billahi minasy syaithanir rajiim (aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk).

الْحُلْمُ مِنْ الشَّيْطَانِ فَإِذَا حَلَمَ فَلْيَتَعَوَّذْ مِنْهُ وَلْيَبْصُقْ عَنْ شِمَالِهِ فَإِنَّهَا لَا تَضُرُّهُ

“Mimpi buruk berasal dari setan, maka jika salah seorang diantara kalian bermimpi buruk, hendaklah meminta perlindungan kepada Allah karenanya” (HR. Bukhari)

Disunnahkan membaca ta'awudz ini tiga kali sebagaimana sabda Rasulullah dalam hadits lainnya.

Setelah berlindung kepada Allah, hendaknya orang yang bangun dari mimpi buruk meludah ke kiri tiga kali.

إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ الرُّؤْيَا يَكْرَهُهَا فَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ ثَلَاثًا وَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ ثَلَاثًا وَلْيَتَحَوَّلْ عَنْ جَنْبِهِ الَّذِي كَانَ عَلَيْهِ

“Apabila salah seorang kamu bermimpi dengan mimpi yang tidak disenanginya, maka hendaklah ia meludah ke kiri tiga kali, berlindunglah kepada Allah dari gangguan syetan tiga kali…” (HR. Muslim)


Menurut penjelasan hadits diatas, urutannya adalah meludah dulu, baru kemudian membaca ta’awudz.

Abu Qatadah (perawi hadis) mengatakan,

إن كنت لأرى الرؤيا أثقل علي من جبل، فما هو إلا أن سمعت بهذا الحديث، فما أباليها

“Sesungguhnya saya pernah bermimpi yang saya rasa lebih berat dari pada gunung, setalah aku mendengar hadis ini aku tidak peduli mimpi tersebut.”

Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرُّؤْيَا ثَلَاثٌ، فَرُؤْيَا حَقٌّ، وَرُؤْيَا يُحَدِّثُ بِهَا الرَّجُلُ نَفْسَهُ، وَرُؤْيَا تَحْزِينٌ مِنَ الشَّيْطَانِ فَمَنْ رَأَى مَا يَكْرَهُ فَلْيَقُمْ فَلْيُصَلِّ

“Mimpi itu ada tiga: mimpi yang benar, mimpi bisikan perasaan, dan mimpi ditakut-takuti setan. Barangsiapa bermimpi yang tidak disukainya (mimpi buruk), hendaklah dia melaksanakan shalat.” (HR. at-Tirmidzi)‎

Langkah selanjutnya adalah mendirikan shalat. Jika ta’awudz adalah meminta perlindungan Allah dengan ucapan, Maka shalat adalah meminta pertolongan Allah dengan ucapan sekaligus perbuatan. Untuk bisa menunaikan shalat, seorang muslim harus berwudhu terlebih dahulu, sedangkan wudhu juga termasuk salah satu cara untuk menjaga seseorang dari gangguan syetan.

Hadits dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhu,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا اقْتَرَبَ الزَّمَانُ لَمْ تَكَدْ رُؤْيَا الْمُسْلِمِ تَكْذِبُ وَأَصْدَقُكُمْ رُؤْيَا أَصْدَقُكُمْ حَدِيثًا وَرُؤْيَا الْمُسْلِمِ جُزْءٌ مِنْ خَمْسٍ وَأَرْبَظِينَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ وَالرُّؤْيَا ثَلاَثَةٌ فَرُؤْيَا الصَّالِحَةِ بُشْرَى مِنَ اللَّهِ وَرُؤْيَا تَحْزِينٌ مِنَ الشَّيْطَانِ وَرُؤْيَا مِمَّا يُحَدِّثُ الْمَرْءُ نَفْسَهُ فَإِنْ رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يَكْرَهُ فَلْيَقُمْ فَلْيُصَلِّ وَلاَ يُحَدِّثْ بِهَا النَّاسَ

Dari Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Jika telah dekat zamannya, hampir-hampir mimpi seorang muslim itu didustakan. Yang paling benar mimpinya adalah orang yang paling jujur perkataannya. Mimpi seorang muslim merupakan satu dari 45 bagian tanda kenabian. Mimpi ada tiga jenis, [1] mimpi yang benar merupakan kabar gembira dari Allah, [2] mimpi yang membuat sedih berasal dari syaithon, [3] mimpi yang di dalamnya seseorang menceritakan dirinya sendiri. Jika salah seorang dari kalian melihat dalam mimpinya hal yang dia benci maka hendaklah dia berdiri untuk mengerjakan sholat dan janganlah dia menceritakannya kepada orang lain” (HR. Muslim)


Setelah shalat, mungkin seseorang yang telah bermimpi buruk ingin tidur lagi. Rasulullah menjelaskan, hendaknya orang yang telah bermimpi buruk mengubah posisi tidurnya.

إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ الرُّؤْيَا يَكْرَهُهَا فَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ ثَلَاثًا وَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ ثَلَاثًا وَلْيَتَحَوَّلْ عَنْ جَنْبِهِ الَّذِي كَانَ عَلَيْهِ

“Jika salah seorang kamu bermimpi dengan mimpi yang tidak disenanginya, maka hendaklah ia meludah ke kiri tiga kali, berlindunglah kepada Allah dari gangguan syetan tiga kali, dan mengubah tidurnya dari posisi semula.” (HR. Muslim)‎

Tidak menceritakan mimpi

Dan yang terakhir ini sudah dibahas diatas, Jangan sekali kali menceritakan mimpi buruk pada orang lain; baik kepada keluarga sendiri maupun saudara dan teman karib.

فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يُحِبُّ فَلَا يُحَدِّثْ بِهِ إِلَّا مَنْ يُحِبُّ وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَلْيَتْفِلْ ثَلَاثًا وَلَا يُحَدِّثْ بِهَا أَحَدًا فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرَّهُ

“Siapa yang bermimpi yang tidak disukainya, hendaklah meminta perlindungan kepada Allah dari kejahatannya dan dari kejahatan setan, dan hendaklah meludah tiga kali dan jangan menceritakannya kepada seorang pun, niscaya mimpi itu tidak membahayakannya.” (HR. Bukhari)

Dalam redaksi lain disebutkan,

الرُؤْيَا الحَسَنَةُ مِنَ اللهِ فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يُحِبُّ فَلَا يُحَدِّثْ بِهِ إِلَّا مَنْ يُحِبُّ وَإِذَا رَأَى مَا يُكْرَهُ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَلْيَتْفِلْ ثَلَاثًا وَلَا يُحَدِّثْ بِهَا أَحَدًا فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرَّهُ


“Mimpi yang baik itu dari Allah, jika salah seorang dari kalian melihat dalam mimpinya hal yang dia sukaimaka janganlah dia menceritakannya kecuali kepada orang yang dia sukai/yang menyukainya. Jika salah seorang kalian melihat dalam mimpinyahal yang dia tidak sukai/benci maka hendaklah dia memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan mimpi tersebut dan dari keburukan syaithon kemudian hendaklah dia meludah kecil sebanyak 3x dan janganlah dia mencerikannya kepada seorang pun karena hal itu tidak akan membahayakannya”.‎

Dalam lafaz yang lain,

وَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ الرُؤْيَا يُحِبُّها فإنها مِنَ اللهِ فَلْيَحْمَدِ اللهَ عَلَيْهَا وَلْيُحَدِّثْ بِهَا وَإِذَا رَأَى غَيْرَ ذَلِكَ مِمَّا يُكْرَهُ فَإِنَّمَا هِيَ مِنَ الشَّيْطَانِ فَلْيَسْتَعِذْ مِنْ شَرِّهَا وَلَا يَذْكُرْهَا لِأَحَدٍ فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرُّهُ


“Jika salah seorang dari kalian melihat dalam mimpinya sesuatu yang dia sukai maka sesungguhnya hal itu dari Allah. Maka hendaklah dia memuji Allah atasnya, kemudian hendaklah dia menceritakannya. Dan apabila dia melihat dalam mimpinya suatu yang dia tidak sukai/benci maka hal itu dari syaithon dan hendaklah dia memohon perlindungan dari keburukannya dan janganlah dia menceritakannya kepada seorangpun karena hal itu tidak akan membahayakannya”‎.‎

Jika kita lihat kedua riwayat di atas, maka dapat kita simpulkan :

Jika mimpi yang kita lihat adalah mimpi yang kita sukai maka hendaklah kita memuji Allah dan boleh menceritakannya namun hanya kepada orang yang suka anda suka.
Ibnu Hajar Rohimahullah mengatakan,‎

‘Sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam (فَلَا يُحَدِّثْ بِهِ إِلَّا مَنْ يُحِبُّ) maka telah berlalu bahwa hikmahnya adalah jika dia menceritakan mimpi yang baik kepada orang yang tidak dia sukai/menyukainya maka boleh jadi orang tersebut menafsirkan mimpi itu dengan hal yang dia tidak sukai karena dengki atau hasad. Maka hal ini muncul karena adanya sifat dengki dan hasad. Atau boleh jadi orang tersebut menyegerakan hal yang dia sukai tadi kepada dirinya sendiri karena sedih dan keinginan menghalangi anda. Maka NabiShollallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan anda untuk hal itu yaitu tidak menceritakan kepada orang yang tidak anda sukai karena hal itu’‎.‎‎

“Sudah seyogyanya bagi seorang muslim yang melihat mimpi yang baik/benar berbahagia dan mengabarkannya kepada orang lain…….”.‎

Beliau juga mengatakan,

“Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam memberikan petunjuk untuk tidak menceritakan mimpi yang baik kecuali kepada orang yang anda sukai/menyukainya. Karena dia akan mengharapkan kebaikan untuk anda dan tidak hasad kepada anda jika dia mengetahui bahwa mimpi yang baik itu merupakan kabar gembira akan datangnya nikmat dari Allah Subhana wa Ta’alabagi orang yang bermimpi. Demikian juga maka orang tersebut akan menafsirkan mimpi anda dengan sebaik-baik penafsiran”‎.‎

Namun orang yang terbaik yang sepatutnya anda ceritakan mimpi anda tersebut kepadanya adalah orang yang berilmu dan orang yang menginginkan kebaikan kepada anda dengan iklhas.

“Tidak menceritakan mimpi tersebut kecuali kepada orang yang berilmu/ulama atau orang yang menginginkan kebaikan kepada anda dengan iklhas. Karena sesungguhnya orang yang berilmu/ulama lah yang mengetahui tafsir mimpi dan orang yang menginginkan kebaikan kepada anda dengan iklhas adalah orang yang akan mampu memberikan kepada orang yang bermimpi. Sehingga menafsirkan mimpi dengan sebaik-baik penafsiran. Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda sebagaimana yang diriwayatkan dari shahabat Abu Huroiroh ‎Rodhiyallahu ‘anhu,

لا تُقَصُّ الرُّؤيا إِلَّا عَلَى عَالِمٍ أَوْ نَاصِحٍ


“Janganlah engkau menceritakan mimpi kecuali kepada seorang yang berilmu/ulama atau orang yang menginginkan kebaikan kepada anda dengan iklhas”.‎

Jika mimpi yang kita lihat adalah mimpi yang buruk maka kita tidak boleh menceritakannya kepada seorangpun.
Adapun hikmahnya mengapa kita dilarang menceritakan mimpi yang buruk atau tidak kita sukai kepada orang lain adalah sebagaimana yang disampaikan Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi As Sayyid Nada hafizhahullah. Beliau mengatakan,

“Hendaknya seseorang tidak menceritakan mimpi buruk tersebut kepada orang agar dia tidak menafsirkan dengan tafsiran yang buruk/salah, atau orang-orang yang benci kepadanya senang atas hal itu”‎.‎

“Banyak orang tidak beradab dengan adab yang dituntunkan Islam yang telah disebutkan. Sesungguhnya hal itu akan berakhir buruk dan berakibat buruk”.

Tidak menafsirkan mimpi dengan penafsiran negatif


Rasulullah menjelaskan bahwa mimpi buruk itu tak akan terjadi di dunia nyata kecuali setelah ditafsirkan. Karenanya, kalaupun terpaksa menafsirkan mimpi, maka tafsirkanlah dengan hal-hal yang baik atau positif.

الرُّؤْيَا عَلَى رِجْلِ طَائِرٍ مَا لَمْ تُعْبَرْ فَإِذَا عُبِرَتْ وَقَعَتْ

“Mimpi itu berada di kaki burung (mengambang) selama tidak di ta’birkan/ditafsirkan, jika dita’birkan bisa jadi mimpi itu akan terjadi.” (HR. Ibnu Majah)

Tidak Terburu-buru Menafsirkan Mimpi
Rasulullah saw. bersabda: 
الرُّؤْيَا عَلَى رِجْلِ طَائِرٍ مَا لَمْ تُعْبَرْ فَإِذَا عُبِرَتْ وَقَعَتْ قَالَ وَالرُّؤْيَا جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا مِنْ النُّبُوَّةِ قَالَ وَأَحْسِبُهُ قَالَ لَا يَقُصُّهَا إِلَّا عَلَى وَادٍّ أَوْ ذِي رَأْيٍ
"Mimpi itu berada di kaki burung selama tidak ditakwilkan. Maka jika ditakwilkan, niscaya ia akan jatuh (terjadi)." Beliau bersabda: "Janganlah menceritakan mimpi kecuali kepada orang yang menyukai dan bijaksana."


Tidak Berdusta dalam Menceritakan Mimpi

Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ تَحَلَّمَ حُلُمًا كَاذِبًا كُلِّفَ أَنْ يَعْقِدَ بَيْنَ شَعِيرَتَيْنِ وَيُعَذَّبُ عَلَى ذَلِكَ
"Barangsiapa menceritakan mimpi yang  tidak ia lihat, niscaya ia akan dibebani untuk mengikat dua biji gandum dan ia tidak akan mampu melakukannya." 


Janganlah Seorang Hamba Mengabarkan kepada Orang Lain Permainan Syaitan ataas Dirinya dalam Mimpi.

Nabi saw. bersabda: 
إِذَا لَعِبَ الشَّيْطَانُ بِأَحَدِكُمْ فِي مَنَامِهِ فَلَا يُحَدِّثَنَّ بِهِ النَّاسَ
"Jika syaitan mempermainkan salah seorang dari kalian dalam mimpi, maka janganlah ia menceritakannya kepada seorang pun." 

Beliau juga bersabda kepada seorang Arab badui yang bermimpi seakan-akan kepalanya terputus lalu mengggelinding dan ia mengikutinya: لَا يُخْبِرْ النَّاسَ بِتَلَعُّبِ الشَّيْطَانِ بِهِ فِي الْمَنَامِ

‎Janganlah engkau menceritakan kepada seorangpun permainan syaitan atas dirimu dalam mimpi.

Hukum Menceritakan Mimpi Baik Kepada Orang Lain

Lalu bagaimana jika kita mengalami mimpi baik, Apakah tidak boleh diceritakan juga seperti halnya mimpi buruk? Nabi pernah menjelaskan bahwa mimpi baik itu datang dari Allah, dan menceritakan mimpi baik tidak dilarang, Dengan catatan, hanya orang orang terdekat saja yang diberitahu tentang mimpi baik tersebut. Sebagaimana yang dimuat dalam hadits berikut,

Diriwayatkan dari Abu Usamah, ia berkata, “Aku pernah melihat sebuah mimpi yang membuat aku sakit hingga aku mendengar Qatadah berkata, ‘Aku pernah melihat sebuah mimpi yang membuat aku sakit hingga aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Mimpi baik berasal dari Allah. Jika salah seorang kalian melihat apa yang kalian sukai maka janganlah ia ceritakan mimpi tersebut kecuali kepada orang yang menyukainya saja dan jika ia melihat mimpi yang tidak ia sukai maka hendaklah ia meminta perlindungan kepada Alloh dari kejahatan mimpi tersebut dan dari kejahatan syaitan, kemudian meludah lah tiga kali dan jangan ia ceritakan kepada siapapun, sebab mimpi itu tidak akan mendatangkan kemudharatan’,” (HR Bukhari dan Muslim)

Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri r.a, “Bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Jika salah seorang kalian melihat mimpi yang ia sukai, sesungguhnya mimpi tersebut dari Allah, hendaklah ia memuji Allah atas mimpi tersebut dan silahkan beritahu orang lain. Dan apabila ia melihat mimpi yang tidak ia sukai, sesungguhnya mimpi tersebut dari syaitan, hendaklah ia memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan mimpi tersebut dan jangan ia ceritakan kepada siapapun, sebab mimpi tersebut tidak akan mendatangkan mudharat’,” (HR Bukhari)

Berdasarkan petunjuk hadits diatas, Ketika mengalami mimpi baik, hendaknya waktu bangun kita memuji Allah dan memohon kepadanya agar segera merealisasikannya di dunia nyata dan jangan menceritakan mimpi baik kecuali kepada orang yang mencintainya atau dekat dengannya. 

Hendaknya Orang yang Menafsirkan Mimpi Mengambil Faedah dari al-Qur’an d‎an as-Sunnah

Bahwasanya Nabi saw. telah menakwilkan susu dengan ilmu dan menakwilkan tali dengan keteguhan memegang agama dan lain sebagainya. Maka seharusnya seorang yang menjelaskan mimpi mengikuti Nabi saw. dalam hal ini semampunya. Demikian juga mengambil faedah dari apa yang disebutkan dalam kitabullah, berkaitan dengan takwil mimpi yang disebutkan dalam surah Yusuf.

Oleh sebab itu saat Nabi Yusuf bermimpi melihat bulan, matahari dan sebelas bintang bersujud kepadanya, ia menceritakan mimpi tersebut pada bapaknya yakni Nabi Ya'qub. Namun ayahnya memerintahkan pada Nabi Yusuf untuk tidak menceritakan mimpi baik tersebut pada saudara-saudaranya.

Alloh SWT Berfirman 

إِذْ قَالَ يُوسُفُ لأبِيهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ (4) 

(Ingatlah) ketika Yusuf berkala kepada ayahnya, "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas buah bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.” (QS Yusuf Ayat 4)

Allah Swt. berfirman, "Ceritakanlah kepada kaummu, hai Muhammad, dalam kisah-kisahmu kepada mereka tentang kisah Yusuf. Yaitu ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, Nabi Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim a.s."

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْكَرِيمُ، ابْنُ الْكَرِيمِ، ابْنِ الْكَرِيمِ، ابْنِ الْكَرِيمِ، يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Dinar, dari ayahnya, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang mulia anak orang mulia anak orang mulia adalah Yusuf ibnu Ya’qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim.

Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari secara munfarid. Imam Bukhari meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Muhammad, dari Abdus Samad dengan sanad yang sama.

قَالَ الْبُخَارِيُّ أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ، أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ، عَنْ عُبَيْد اللَّهِ، عَنْ سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سُئِل رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ النَّاسِ أَكْرَمُ؟ قَالَ: "أَكْرَمُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاهُمْ". قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: "فَأَكْرَمُ النَّاسِ يُوسُفُ نَبِيُّ اللَّهِ، ابْنُ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ خَلِيلِ اللَّهِ". قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: "فَعَنْ مَعَادِنِ الْعَرَبِ تَسْأَلُونِي؟ " قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: "فَخِيَارُكُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارِكُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقِهوا".

Imam Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdah, dari Ubaidillah, dari Sa'id ibnu Abu Sa'id, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya, "Siapakah orang yang paling terhormat?" Rasulullah Saw. bersabda: Orang yang paling terhormat di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Mereka berkata, "Bukan itu yang kami tanyakan kepada engkau." Rasulullah Saw. bersabda: Orang yang paling mulia adalah Yusuf Nabi Allah anak Nabi Allah anak Nabi Allah anak kekasih Allah. Mereka berkata, "Bukan itu yang kami tanyakan kepada engkau." Rasulullah Saw. bersabda, "Apakah kalian menanyakan kepadaku tentang orang-orang Arab yang paling mulia?" Mereka menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bersabda: Orang-orang yang terpandang dari kalian di masa Jahiliah adalah orang-orang yang terpandang pula di masa Islam jika mereka mengerti (yakni masuk Islam).

Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa periwayatan hadis ini diikuti pula oleh Abu Usamah, dari Ubaidillah.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa mimpi para nabi adalah wahyu. Ulama tafsir telah membahas tentang makna mimpi ini, bahwa ungkapan sebelas bintang dimaksudkan adalah saudara-saudara Nabi Yusuf yang jumlah keseluruhannya ada sebelas orang; jumlah anak Nabi Ya'qub ada dua belas orang termasuk Nabi Yusuf. Sedangkan yang dimaksud dengan matahari dan bulan adalah ayah dan ibunya. Hal ini telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ad-Dahhak, Qatadah, Sufyan As-Sauri, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Takwil mimpi Nabi Yusuf ini baru terealisasi sesudah selang empat puluh tahun kemudian, pendapat lain mengatakan sesudah delapan puluh tahun. Yang demikian itu terjadi ketika Nabi Yusuf mempersilakan kedua orang tuanya untuk menduduki kursi singgasananya, sedangkan semua saudaranya berada di hadapannya.

{وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا وَقَالَ يَا أَبَتِ هَذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا}

Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf "Wahai ayahku, inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan.”(Yusuf: 100)

Di dalam sebuah hadis disebutkan nama bintang-bintang yang sebelas tersebut.

Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan:

حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ سَعِيدٍ الْكِنْدِيُّ، حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ ظُهَيْرٍ، عَنِ السُّدِّيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ، [عَنْ جَابِرٍ] قَالَ: أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ مَنْ يَهُودَ يُقَالُ لَهُ: "بُسْتَانَةُ الْيَهُودِيُّ"، فَقَالَ لَهُ: يَا مُحَمَّدُ، أَخْبِرْنِي عَنِ الْكَوَاكِبِ الَّتِي رَآهَا يُوسُفُ أَنَّهَا سَاجِدَةٌ لَهُ، مَا أَسْمَاؤُهَا؟ قَالَ: فَسَكَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَاعَةً فَلَمْ يُجِبْهُ بِشَيْءٍ، وَنَزَلَ [عَلَيْهِ] جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَأَخْبَرَهُ بِأَسْمَائِهَا. قَالَ: فَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِ فَقَالَ: "هَلْ أَنْتَ مُؤْمِنٌ إِنْ أَخْبَرْتُكَ بِأَسْمَائِهَا؟ " فَقَالَ: نَعَمْ. قَالَ: "خَرْتَانِ والطارِقُ، والذَّيَّال وَذُو الكَنَفَات، وَقَابِسٌ، ووَثَّاب، وعَمُودَان، والْفَيلَقُ، والمُصَبِّحُ، والضَّرُوحُ، وَذُو الْفَرْغِ، والضِّيَاُء، والنُّور"، فَقَالَ الْيَهُودِيُّ: إيْ وَاللَّهِ، إِنَّهَا لَأَسْمَاؤُهَا.

Telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Sa'id Al-Kindi, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Zahir, dari As-Saddi, dari Abdur Rahman ibnu Sabit dari Jabir yang menceritakan bahwa seorang Yahudi yang dikenal dengan nama Bustanah datang menghadap Nabi Saw., lalu bertanya, "Hai Muhammad, ceritakanlah kepadaku bintang-bintang yang dilihat oleh Yusuf dalam mimpinya bersujud kepadanya, apa sajakah nama-nama bintang-bintang tersebut?" Rasulullah Saw. diam sesaat, tidak men­jawab sepatah kata pun. Lalu Jibril a.s. turun dan menceritakan kepada Nabi Saw. semua nama bintang itu. Maka Nabi Saw. menyuruh agar lelaki Yahudi itu dipanggil menghadap. Setelah lelaki Yahudi itu sampai, maka Nabi Saw. bertanya, "Apakah engkau mau beriman jika aku sebutkan kepadamu nama bintang-bintang itu?" Lelaki Yahudi itu menjawab, "Ya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Jiryan, Tariq, Zayyal, Zul Kanfat, Qabis, Wassab, 'Amudan, Faliq, Misbah, Daruh, Zul Farag, Diya, dan Nur. Lelaki Yahudi itu berkata, "Memang benar, demi Allah, itulah nama bintang-bintang tersebut."

Imam Baihaqi meriwayatkannya di dalam kitab Dalail-nya melalui hadis Sa'id ibnu Mansur, dari Al-Hakam ibnu Zahir.

Hadis ini diriwayatkan pula oleh dua orang Hafiz, yaitu Abu Ya'la Al-Mausuli dan Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab Musnad masing-masing, juga oleh Ibnu Abu Hatim di dalam kitab Tafsir-nya.Adapun menurut riwayat Abu Ya’la, maka ia menceritakannya dari empat orang gurunya, dari Al-Hakam ibnu Zahir, dengan sanad yang sama. Di dalam riwayatnya ditambahkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

"لَمَّا رَآهَا يُوسُفُ قَصّها عَلَى أَبِيهِ يَعْقُوبَ، فَقَالَ لَهُ أَبُوهُ: هَذَا أَمْرٌ مُتَشَتَّتٌ يَجْمَعُهُ اللَّهُ مِنْ بَعْدُ؛ قَالَ: وَالشَّمْسُ أَبُوهُ، وَالْقَمَرُ أُمُّهُ"

Setelah Yusuf melihat mimpinya itu dan ia menceritakannya kepada ayahnya Ya’qub, maka Ya’qub berkata kepadanya, "Ini merupakan suatu perkara yang berpecah belah, lalu Allah menghimpunkannya kembali sesudah itu.” Matahari adalah ayahnya, sedangkan bulan adalah ibunya.

Hal ini diriwayatkan secara munfarid oleh Al-Hakam ibnu Zahir Al-Fazzari. Para imam menilainya daif dan banyak ulama yang tidak memakai hadisnya. Al-Jauzani mengatakan bahwa hal itu tidak benar, dia adalah pemilik hadis yanghasan. Kemudian ia menceritakan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Jabir, bahwa seorang Yahudi bertanya kepada Nabi Saw. tentang nama bintang-bintang yang dilihat oleh Nabi Yusuf dalam mimpinya, yakni apakah nama bintang-bintang tersebut. Lalu Nabi Saw. menjawabnya. Kemudian ia menyebutkan bahwa hadis ini diriwayatkan secara munfarid oleh Al-Hakam ibnu Zahir yang dinilai daif oleh Arba'ah.

Firman-Nya 

قَالَ يَا بُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلإنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ (5) ‎

Ayahnya berkata "‎Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia." (QS Yusuf : 5)

Allah Swt. menyebutkan tentang perkataan Nabi Ya'qub kepada anaknya yaitu Nabi Yusuf setelah Yusuf menceritakan kepadanya apa yang telah dilihatnya dalam mimpinya itu. Mimpi itu berarti bahwa kelak semua saudara Yusuf akan tunduk dan menghormatinya dengan penghormatan yang sangat besar; karena kelak mereka akan bersujud kepadanya demi menghormati, mengagungkan, dan memuliakannya. Maka Ya'qub merasa khawatir bila Yusuf menceritakan mimpinya itu kepada saudara-saudaranya, karena mereka pasti akan merasa dengki terhadapnya, lalu mereka akan membuat tipu daya untuk membinasakannya. Untuk itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا}
Janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk mem­binasakan)mu. (Yusuf: 5)
Yakni niscaya mereka akan membuat makar dan tipu daya terhadapmu untuk membinasakan dirimu.
Di dalam sebuah hadis dari Rasulullah Saw. disebutkan bahwa beliau Saw. pernah bersabda:
"إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يُحِبُّ فَلْيُحَدِّثْ بِهِ، وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ فليتحوَّل إِلَى جَنْبِهِ الْآخَرِ وَلْيَتْفُلْ عَنْ يَسَارِهِ ثَلَاثًا، وَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّهَا، وَلَا يُحَدِّثْ بِهَا أَحَدًا، فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرَّهُ"
Apabila seseorang di antara kalian melihat (dalam mimpinya) sesuatu yang disukainya, hendaklah ia membicarakannya. Dan apabila ia melihat sesuatu yang tidak disukainya, hendaklah ia beralih ke sisi yang lain (dalam tidurnya), lalu hendaklah ia meludah ke arah kirinya sebanyak tiga kali dan hendaklah ia minta perlindungan kepada Allah dari kejahatan mimptnya itu, dan janganlah ia membicarakannya kepada seorang pun; maka sesungguhnya mimpi buruknya itu tidak akan membahayakannya.
Di dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan sebagian penulis kitab Sunan ‎disebutkan melalui riwayat Mu'awiyah ibnu Haidah Al-Qusyairi yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"الرُّؤْيَا عَلَى رِجْلِ طَائِرٍ مَا لَمْ تُعَبر، فَإِذَا عُبرت وَقَعَتْ"
Mimpi itu merupakan bayangan bagi seseorang selagi dia tidak membicarakannya; apabila dia membicarakannya, maka akan menjadi kenyataan.
Dari pengertian hadis ini dapat disimpulkan, hendaklah seseorang menyembunyikan nikmat kabar gembira melalui mimpinya itu sebelum menjadi kenyataan, seperti yang disebutkan di dalam hadis lainnya yang mengatakan:
"اسْتَعِينُوا عَلَى قَضَاءِ الْحَوَائِجِ بِكِتْمَانِهَا، فَإِنَّ كُلَّ ذِي نِعْمَةٍ مَحْسُودٌ"
Jadikanlah menyembunyikan tujuan sebagai sarana untuk meraih hal-hal yang didambakan, karena sesungguhnya semua orang yang beroleh kenikmatan itu ada yang iri kepadanya.
Demikianlah penjabaran tentang Hukum terkait Menceritakan Mimpi Buruk dan Baik pada Orang Lain.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar