Minggu, 06 November 2016

Pungutan Liar (Pungli) Termasuk Dzolim Dan Dosa Besar

Manusia adalah makhluk yang diberi akal oleh Allah swt, karenanyalah manusia disebut sebagai makhluk yang paling sempurna. Akal manusia digunakan untuk berfikir tentang segala hal yang ada. Termasuk tentang segala tindakan yang akan dilakukannya. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh cara berfikir mereka terhadap apa yang sedang mereka hadapi.

Kebiasaan-kebiasaan dalam bertindak menimbulkan tabiat dalam diri kita. Hal inilah yang akan disebut dengan kebiasaan baik atau kebiasaan buruk. Dalam bertindak buruk ada yang disebut dengan perbuatan zhalim. Zhalim ini ada yang mengartikan dengan tidak menempakan sesuatu pada tempanya, berbuat aniaya termasuk kepada diri sendiri.

Orang yang zalim adalah orang yang melanggar perintah Allah swt, berbuat apa yang bertentangan dengan hati nurani yang suci, berbuat kejam, tidak syukur ni’mat, menyia-nyiakan amanat, menghianati janji, berbuat menang sendiri, korupsi, penyalahgunaan jabatan, berbuat zina, menyekutukan Allah swt. Semua itu termasuk perbuatan zalim. Intinya segala perbuatan yang menerjang nilai-nilai agama dan nilai-nilai kemanusiaan disebut perbuatan zalim.


وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ يُعْرَضُونَ عَلَىٰ رَبِّهِمْ وَيَقُولُ ٱلْأَشْهَٰدُ هَٰٓؤُلَآءِ ٱلَّذِينَ كَذَبُوا۟ عَلَىٰ رَبِّهِمْ ۚ أَلَا لَعْنَةُ ٱللَّهِ عَلَى ٱلظَّٰلِمِينَ

Artinya : Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata: “Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka”. Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim, (QS. Hud [11] : 18)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنﱠ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ »

“Jagalah diri kalian dari perbuatan zalim, karna sesungguhnya kezaliman itu akan menjadi kegelapan pada hari kiamat”.
(Hadits Shahih, Riwayat Ahmad).
Risywah merupakan fenomena yang tidak asing dalam masyarakat kita. Banyak istilah yang digunakan untuk masalah ini, seperti dari ucapan terima kasih, parsel, money politik, uang pelicin, pungli dan lain sebagainya.

Dalam pandangan masyarakat masih beranggapan bahwa risywah bukan sebuah kejahatan, tetapi hanya kesalahan kecil. Sebagian lain, walaupun mengetahui bahwa risywah adalah terlarang, namun mereka tidak peduli dengan larangan tersebut. Apalagi karena terpengaruh dengan keuntungan yang didapatkan. 

Di pihak lain masayarakat menganggap risywah itu sebagai hadiah atau tanda terima kasih. Malah ada yang beranggapan sebagai uang jasa atas bantuan yang telah diberikan seseorang, sehingga mereka tidak merasakan hal itu sebagai sebuah kesalahan atau pelangaran apalagi kejahatan.
 
Risywah ini sudah menjadi rahasia umum, betapa banyak risywah yang diberikan untuk mendapatkan pekerjaan, terutama menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota polisi dan tentara, dan malah di dunia pendidikan pun hal ini terjadi. 

Agaknya hal ini memerlukan kajian yang mendalam, agar umat memahami dan mengerti dengan baik sehingga mereka berbuat sesuai dengan ajaran Islam. Makalah ini akan berusaha mengkaji persoalan ini sebatas litaratur yang ditemukan. Namun demikian penulis masih sangat mengharapkan masukan dari Bapak Ibu/ Saudara/i untuk memperdalam kajian ini.

Risywah secara bahasa, Risywah (رشوةِِِِِِِِِِِِِِِِِِِِِِِِِ) berasal dari kata rasyâ (رشا) yang berarti al-ja’lu (menyuap). rasywah adalah sesuatu yang menyampaikan pada keperluan dengan jalan menyogok (الوُصْلَةُ إِلـى الـحاجة بالـمُصانعة). Al-Râsyi adalah orang yang memberikan risywah secara bathil, al-Murtasyi adalah orang yang mengambil risywah dan al-Ra`isy adalah orang yang bekerja sebagai perantara risywah yang minta tambah atau minta kurang. 

Risywah secara istilah bermakana:


الرشوة ما يعطى لإبطال حق أو لإحقاق باطل

Artinya: ”Memeberikan suatu hak untuk kebathilan atau untuk hak-hak yang bathil”. 


ما يعطيه الشخص الحاكم وغيره ليحكم له أو يحمله على ما يريد وجمعها

Artinya: ”Risywah (suap) berarti pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk 

memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan”. 
Dari penjelasan di atas dan beberapa litaratur lain dapat didefinisikan bahwa risywah adalah pemberian harta bergerak kepada orang lain dengan tujuan untuk menghormati (ikram), memuliakan (ta’zhim), mengasihi (tawaddud) dan mencintainya (tahabbub) ditujukan untuk hal-hal yang dilarang syara’ (haram).
Ada beberapa hadis-hadis Rasulullah SAW yang melarang tentang risywah ini. Hadis-hadis tersebut antara lain sebagai berikut:
 
حدثنا قتيبة حدثنا أبو عوانة عن عمرو بن أبي سلمة عن أبيه عن أبي هريرة قال : لعن رسول الله صلى الله عليه و سلم الراشي والمرتشي في الحكم.(رواه الترمذى). 

Artinya:”Hadis diterima dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah SAW melaknat orang yang menyogok dan yang menerima sogok dalam hukum”. (HR. al-Turmuzi).

حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِىُّ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى ذِئْبٍ عَنْ خَالِهِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ 
أَبِى سَلَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الرَّاشِى وَالْمُرْتَشِى.(رواه الترمذى). 

Artinya:”Hadis diterima dari Abdullah bin Amr, beliau berkata: Rasulullah SAW melaknat orang yang menyogok dan menerima sogok”. (HR. al-Turmuzi).

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنِى أَبِى حَدَّثَنَا الأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ - يَعْنِى ابْنَ عَيَّاشٍ - عَنْ لَيْثٍ عَنْ أَبِى الْخَطَّابِ عَنْ أَبِى زُرْعَةَ عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الرَّاشِىَ وَالْمُرْتَشِىَ وَالرَّائِشَ. يَعْنِى الَّذِى يَمْشِى بَيْنَهُمَا. )رواه أحمد( 

Artinya:”Hadis diterima dari Tsauban, beliau berkata: Rasulullah melaknat orang yang menyogok dan yang menerima sogok serta orang yang menjadi perantara, yaitu orang yang berjalan di antara keduanya”. (HR. Ahmad).

أخبرنا عمران بن موسى بن مجاشع قال : حدثنا العباس ابن الوليد النرسي قال : أخبرنا أبو عوانة عن عمر بن أبي سلمة عن أبيه عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : ( لعن الله الراشي والمرتشي في الحكم ).(صحيح ابن حبان). 

Artinya:”Hadis diterima dari Abû Hurairah, beliau dari Nabi SAW ia berkata Allah melaknat orang yang menyogok dan yang menerima sogok dalam hukum”. (HR. Shahîh Ibnu Hibbân). 

أخبرنا أبو العباس محمد بن أحمد المحبوبي ثنا أحمد بن سيار ثنا القعنبي و أحمد بن يونس قالا : ثنا بن ابن أبي ذئب عن الحارث بن عبد الرحمن عن أبي سلمة عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال : لعن رسول الله صلى الله عليه و سلم الراشي و المرتشي .(المستدراك الحاكم). 

Artinya:”Hadis diterima dari ‘Abdullâh bin Umar RA, dia berkata Rasulullâh SAW melaknat orang yang menyogok dan yang menerima sogok”. (HR. al-Mustadrak al-Hâkim).

حدثنا علي بن محمد . حدثنا وكيع . حدثنا ابن أبي ذئب عن خاله الحارث بن عبد الرحمن عن أبي سلمة عن عبد الله بن عمرو قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ( لعنة الله على الراشي والمرتشي ).(ابن ماجة) 

Artinya:”Hadis diterima dari ‘Abdullâh bin Umar, dia berkata bersabda Rasulullâh SAW Allah melaknat (orang yang menyogok dan yang menerima sogok)”. (HR. Ibnu Mâjah).
Di antara dalil yang menunjukkan bahwa pungutan liar termasuk dalam Al Kabair yaitu firman Allah Ta’ala,

إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih” (QS. Asy Syura: 42).‎
          
Secara etimologis kata "المكس" adalah bentuk masdar atau infinitive dari kata kerja "مكس - يمكس" yang artinya memungut cukai, menurunkan harga dan menzalimi. ‎Ibnu Manzur juga mengartikan kata "المكس" dengan "الجباية" cukai bahkan secara lebih detail dia mengemukakan :

المكس : دراهم كانت تؤخذ من بائع السلع فى الأسواق فى الجاهلية

(Al-Maksu adalah sejumlah uang (dirham) yang diambil dari para pedagang di pasar-pasar pada zaman jahiliyah).

Al-A'rabi seperti dikutip oleh Ibnu Manzur mengartikan kata "المكس" dengan "درهم كان يأخذه المصدق بعد فراغه" uang yang diambil kembali oleh seseorang yang bersedekah setelah dia laksanakan sedekah itu. Di dalam hadis, demikian Ibnu Manzur menjelaskan disebutkan bahwa pelaku pungli tidak mungkin masuk surga, kata "المكس" dalam hadis ini artinya "الضر يـبة التى يأخذها الماكس وأصله الجباية" pungutan liar yang diambil oleh pelaku pada mulanya, pengutan liar ini adalah cukai.
              
Senada dengan Ibnu Manzur, Ahmad Siharanfuri dalam Bazl al-Majhûd juga mengutip definisi di atas. Bahkan dia mengutip definisi al-maksu sebagai yang disebut dalam kitab an-Nihayah sebagai berikut :

المكس الضر يية التى يأخذها الماكس وهو العشار لأن الغالب فيه الظلم فالأمير يستحق النار بأمره بذلك والعشار يستحق النار بإعانته فى ذلك

(Al-maksu adalah cukai yang diambil pelaku yaitu sebesar 1/10 (dari harta seluruhnya) dalam hal ini umumnya terdapat unsur kezaliman. Seseorang penguasa akan masuk neraka karena kebijakannya mengarah kepada kezaliman tersebut dan para pemungut 1/10 (dari seluruh harta pedagang) akan masuk neraka karena membantu penguasa dalam melaksanakan pemungutan dimaksud).
Lebih lanjut Ahmad Siharanfuri mengutip uraian pengarang kitab al-Hasyiyah yang mendefiniskan al-maksu dengan mengambil bentuk isim fa'ilnya yaitu :

الماكس من العمال من ينقص من حقوق المساكين لايعطيها كاملا بتمامها وأما من يأخذ الصدقة
 والعشر بحق ففيه أجر وهو شاب

(Pengawai-pegawai pemungut cukai adalah orang yang mengurangi hak-hak orang-orang miskin tidak diberikannya secara sempurna (dikorup). Adapun petugas pemungut zakat dan pungutan sebanyak 1/10 dengan cara benar atau secara sah / resmi dia justru akan mendapatkan pahala (dengan manjalankan tugas ini), tugas ini dilakukan oleh anak-anak remaja).
              
Sementara itu Muhammad bin Salim bin Sa'id Babasil mendefinisikan al-maksu sebagai berikut :

المكس وهو ماترتبه الظلمة من السلاطين فى أموال الناس بقوانين ابتدعوها

(Al-Maksu adalah suatu aturan yang ditentukan oleh penguasa-penguasa secara zalim, berkaitan dengan harta-harta manusia, (aturan ini) diatur dengan undang-undang yang sengaja dibuat / diada-adakan).
              
Dengan definisi al-maksu seperti ini menunjukkan adanya arogansi seseorang atau sistem dalam sebuah rezim yang kuat, sehingga bisa melegalisasi suatu aturan yang pada satu sisi menguntungkan pihak penguasa, tetapi di sisi lain merugikan pihak-pihak yang diatur. Dalam hal ini para pedagang dan pelaku bisnis. Babasil lebih lanjut menjelaskan bahwa para pihak yang biasanya terlibat dalam melaksanakan jarimah al-maksu ini meliputi beberapa kelompok. Dalam hal ini ia berkata :

والمكاس بسائر أنواعه من جابى المكس وشاهده ووازنه وكائله وغيرها من أكبر أنواع الظلمة بل هو منهم فلهم يأخذون مالا يستحقون ويدفعونه لغير مستحقة

(Para pelaku pungli dengan berbagai macamnya terdiri dari pihak pemungut, pencatat, pihak yang menyaksikan, pihak yang menimbang, pihak yang menakar dan lain-lain yang terlibat dalam kezaliman besar ini, bahkan masing-masing pihak dianggap sama saja sebab mereka telah mengambil sesuatu yang bukan hak mereka dan menolak sesuatu yang bukan / tidak termasuk haknya).
              
Definisi al-maksu terakhir dijelaskan oleh Syamsul Haq Azim dalam'Aun al-Ma'bud. Dengan  mengutip definisi pengarang kitab Syarh as-Sunnah ia berkata :

أراد بصاحب المكس : الذى يأخذ من التجار إذامروا مكسا باسم العشر, فأماالساعى الذى يأخذ الصدقة ومن يأخذ من أهل الذمة العشر الذى صولحوا عليه فهو محتسب مالم يتعدى فيأثم بالتعدى والظلم

(Maksud dari sâhib al-maks adalah seseorang yang mengambil pungutan-pungutan dari para pedagang yang lalu lalang dengan nama pungutan 1/10. Adapun orang yang mengambil zakat atau mengambil (jizyah) dari ahl az-zimmah sejumlah 1/10 yang mana mereka telah tunduk dan sepakat dengan kewajiban jizyah ini, maka orang itu justru dinilai (sebagai petugas resmi) selama tidak melampaui batas, sebab kalau melampaui batas dan bersikap zalim maka tetap dianggap berdosa).
              
Pada bagian akhir definisi al-maksu yang dikemukakan oleh Syamsul Haq Azim ini dijelaskan mengenai petugas pemungut zakat atau jizyah di mana keduanya jelas tidak termasuk dalam cakupan pungli yang pelakunya diancam pasti masuk neraka. Hal senada juga dikemukakan oleh Ahmad Siharanfuri yang juga mensyarahi atau menjabarkan makna kitab Sunan Abi Dawud. Istilah sâhib al-maksi atau ‎sâhibu maksin juga dijelaskan oleh Imam an-Nawawi ketika mengemukakan hadis tentang tobatnya seorang wanita pelaku zina sebagaimana penulis bahas pada bab dua mengenai wanita al-Ghamidiah yang berzina.‎ Penjelasan Imam an-Nawawi dimaksud adalah sebagai berikut :

قوله صلى الله عليه وسلم لقد تبت توبة لوتابها صاحب مكس لغفرله فيه أن المكس من أقبح المعاصى والذنوب الموبقات وذلك لكثرة مطالبات الناس له وظلاماتهم عنده وتكرر ذلك منه وانتهاكه للناس وأخذ أموالهم بغير حقها وصرفها فى غير وجهها

(Sungguh wanita al-Ghamidiah itu telah bertobat, jika tobat itu dilakukan oleh para pemungut cukai illegal pasti tetap akan mendapat ampunan. Dalam cakupan hadis ini terdapat sebuah ketentuan bahwa cukai illegal atau pungutan liar termasuk jenis dosa dan kemaksiatan yang paling jelek, sebab dalam mekanismenya banyak merugikan dan menzalimi pihak-pihak lain, bahkan kezaliman ini terjadi secara terus-menerus dengan cara memperkosa hak orang lain, merampas harta benda secara sewenang-wenang bukan dengan jalan yang benar, bahkan juga membelanjakan (harta hasil punglinya) pada jalan yang tidak semestinya).
              
Dari uraian tentang pengertian al-maksu di atas, bisa penulis simpulkan bahwa tradisi pungutan liar atau cukai illegal sudah dikenal sejak masa permulaan lahirnya Islam, bahkan sejak zaman jahiliah sudah sering terjadi kasus-kasus pemerasan oleh kelompok-kelompok tertentu kepada para pedagang di pasar-pasar. Biasanya jumlah nominal yang ditetapkan sebesar 1/10 dari harta yang mereka bawa pada hari itu, sebab hal ini terjadi secara terus-menerus, bahkan terkadang melibatkan aparat setempat dengan membuat-buat aturan yang mengada-ada agar terkesan resmi, padahal unsur kezaliman bakan tendensi pemerasannya tetap dominan.

Dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa pelaku kezaliman akan rugi, karena kebaikan-kebaikan selama hidup bisa jadi akan dipindahkan kepada pihak yang teraniaya. Hadis dimaksud dikutip oleh Imam Nawawi dalam Riyadus Salihin sebagai berikut :

عن أبي هريرة:  أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال ( من كانت عنده مظلمة لأخيه فليتحلله منها فإنه ليس ثم دينار ولا درهم من قبل أن يؤخذ لأخيه من حسناته فإن لم يكن له حسنات أخذ من سيئات أخيه فطرحت عليه ) {رواه البخارى}

(Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW bersabda, barang siapa pernah melakukan kezaliman terhadap saudaranya dan merugikan harga dirinya atau hal-hal lainnya, maka hendaknya segera minta dihalalkan (diselesaikan) saat ini, sebelum datang sebuah masa yang mana dinar dan dirham tidak berharga (laku) lagi. Sebab (kelak di akhirat) jika pihak yang berbuat zalim itu mempunyai amal-amal salih akan diambil (dipotong) sesuai dengan seberapa banyak kezaliman yang pernah dilakukannya terhadap saudaranya. Tetapi jika ternyata pihak yang berbuat zalim tidak memiliki kebaikan maka dosa-dosa saudaranya (yang dizalimi) itu akan dibebankan kepada pihak yang berbuat zalim (HR. al-Bukhari).
Dalam hadis lain dinyatakan bahwa pelaku cukai illegal atau pungutan liar tidak akan masuk surga. Hadis dimaksud adalah sebagai berikut :

عن عقبة بن عامر قال:  سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم قال " لايدخل الجنة صاحب مكس { رواه أبوداود}

(Dari 'Uqbah bin Amir, berkata, Rasulullah SAW bersabda : "orang yang melakukan pungutan liar tidak akan masuk surga. (HR. Abu Dawud).
              
Dengan redaksi yang berbeda, Imam Ahmad meriwayatkan hadis tentang konsekwensi pelaku pungli ini sebagai berikut :

عن يزدبن أبى حبيب عن أبى الخير قال عرض مسلمة بن مخلد وكان أميرا على مصر على رويفع بن ثابت أن يوليه العشور فقال إنى سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول أن صاحب المكس فى النار

(Dari Yazid bin Abi Habib dari Abul Khair berkata, Maslamah bin Makhlad, gubernur Mesir mengangkat Ruwaifi' bin Sabit untuk menjadi petugas pemungut cukai (yang ukurannya 1/10). Maka pada saat itu Ruwaifi' berkata, saya mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwa pelaku pungutan liar ada dalam neraka). (HR. Ahmad).
Kedua hadis riwayat Abu Dawud dan Imam Ahmad yang menyebut bahwa pelaku pungli tidak akan masuk surga dan pasti akan ada dalam neraka, dikomentari oleh Babasil dengan pernyataannya sebagai berikut :

لأنه نبت من حرام ولتقلده بمظالم العباد ومن أين له يوم القيامة أن يؤدي ماأخذ من الناس فيأخذوه من حسـناته إن كانت

(Karena pemungut cukai illegal tumbuh (dagingnya) dari barang haram dan karena tindakannya berupa menzalimi pihak lain, bagaimana mungkin di hari kiamat ia bisa (menikmati hasil) yang dirampasnya dari orang-orang (yang dizalimi)?, di sini justru merekalah yang akan mengambil amal-amal baik pelaku, itupun kalau ia memiliki amal saleh).
Pada bagian akhir pernyataan Babasil disebutkan bahwa akibat kezalimannya, dia akan dituntut oleh pihak yang terzalimi kalau ia mempunyai amal saleh, pahalanya akan diambil dan diberikan kepada pihak yang terzalimi, tetapi kalau tidak ada amal saleh justru dosa-dosa pihak yang terzalimi akan dipindahkan kepada pihak yang menzalimi. Inilah makna hadis al-Bukhari yang dikutip Imam an-Nawawi dalam Riyadus Salihin min Kalami Sayyid al-Mursalin di atas.
              
Di samping dua hadis di atas masih terdapat sebuah hadis riwayat Ibnu Majjah bab al-Ma'âzir yang pada akhirnya menyebut kata "صاحب مكس" yaitu :

عن جوذان قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من اعتذر إلى أخيه بمعذرة فلم يقبلها كان عليه مثل خطيئة صاحب مكس {رواه إبن ماجه}

(Dari Jauzan berkata, Rasulullah SAW bersabda, barang siapa mengemukakan suatu alasan kepada saudaranya tetapi saudaranya tersebut tidak menerimanya maka ia berdosa seperti dosanya pelaku pungutan liar. (HR. Ibnu Majjah).
Hadis ini mirip sekali dengan sabda Rasulullah SAW riwayat Imam Muslim, pada saat menegur Khalid bin Walid ketika terkena percikan darah segar yang mengalir dari wajah wanita al-Ghamidiah, pelaku zina muhsan yang dihukum rajam. Pada saat itu beliau bersabda :

 ... مهلا يا خالد فوالذي نفسي بيده لقد تابت توبة لو تابها صاحب مكس لغفر له ... {رواه مسلم}

(… pelan-pelan wahai Khalid, demi Allah yang jiwaku ada dalam genggamanNya wanita ini telah bertobat yang jika tobat itu dilakukan oleh pelaku pungutan liar, pasti diampuni…) (HR. Muslim)
Letak kemiripan kedua hadis ini adalah bahwa persoalan pelaku pungutan liar menurut keduanya hanya sebagai anak kalimat dan sekedar sebagai perbandingan, sebab pada hadis Ibnu Majjah pokok masalahnya adalah tentang dosa seseorang yang tidak bisa menerima alasan pihak lain dan pada hadis Muslim, inti persoalannya adalah mengenai tobatnya seorang wanita al-Ghamidiah pelaku zina muhsan. Keduanya tidak sedang membahas persoalan al-maksu. Namun demikian dari keduanya bisa diketahjui bahwa pelaku pungli jelas berdosa besar sebagaimana hadis riwayat Abu Dawud dan Ahmad terdadulu yang menyatakan diancam hukuman neraka para pelaku pungutan liar.
              
Itulah nas-nas syar'iyyah yang menyatakan bahwa pungutan liar, cukai illegal atau al-maksu merupakan salah satu bentuk tindak pidana ekonomi yang jelas akan merugikan pihak lain termasuk pelaku pungli itu sendiri. Dalil-dalil yang menyatakan bahwa al-maksu merupakan jarimah, ada yang secara langsung dan ada yang hanya menyebut secara sekilas dikaitkan dengan persoalan pelanggaran jenis lain, semuanya menggunakan istilah Sâhibu Maksin.

Telah berkata Adz-Dzahabiy rahimahullah :

الكبيرة السابعة والعشرون : المكاس ، وهو داخل في قول الله تعالى : {إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُوْلَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} ، والمكاس من أكبر أعوان الظلمة، بل هو من الظلمة أنفسهم ، فإنه يأخذ ما لا يستحق ويعطيه لمن لا يستحق ، ولهذا قال صلى الله عليه وسلم : "لا يدخل الجنة صاحب مكس " رواه أبو داود، وما ذاك إلا لأنه يتقلد مظالم العباد، ومن أين للمكاس يوم القيامة أن يؤدي للناس ما أخذ منهم ، إنما يأخذون من حسناته - إن كان له حسنات -، وهو داخل في قول النبي صلى الله عليه وسلم : "أتدرون من المفلس ؟". قالوا: يا رسول الله ! المفلس فينا من لا درهم له ولا متاع . قال : "إن المفلس من أمتي من يأتي بصلاة وزكاة وحج ويأتي وقد شتم هذا وضرب هذا وأخذ مال هذا، فيؤخذ لهذا من حسناته ولهذا من حسناته ، فإن فنيت حسناته قبل أن يقضي ما عليه ، أخذ من سيئاتهم فطرحت عليه ثم طرح في النار"، وفي حديث المرأة التي طهرت نفسها بالرجم : "لقد تابت توبة لو تابها صاحب مكس لغفر له أو لقبلت توبته "، والمكاس فيه شبه من قاطع الطريق ، وهو من اللصوص ، وجابي المكس وكاتبه وشاهده وآخذه من جندي وشيخ وصاحب رواية شركاء في الوزر، آكلون للسحت الحرام . . . والسحت : كل حرام قبيح الذكر يلزم منه العار. . .

“Dosa besar ketujuhbelas : Penarik pajak. Ia masuk dalam firman Allah ta’ala :‘Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat lalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih’ (QS. Asy-Syuuraa : 42). Penarik pajak adalah termasuk penolong kedhaliman yang paling besar, bahkan ia merupakan kedhaliman itu sendiri. Karena, ia mengambil sesuatu yang ia tidak berhak mengambilnya dan kemudian ia memberikan kepada orang yang tidak berhak menerimanya. Oleh karena itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Tidak akan masuk surga penarik pajak’. Diriwayatkan oleh Abu Dawud.
Penarik pajak memikul tanggung jawab penganiayaan terhadap manusia. Pada hari kiamat kelak, para penarik pajak akan (dituntut) mengembalikan pada manusia apa-apa yang telah ia ambil dari mereka. Mereka hanyalah akan mengambil (pahala) kebaikan-kebaikan darinya – jika ia mempunyai kebaikan - , sebagaimana masuk dalam sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Apakah kalian mengetahui siapa itu ‘muflis’ (orang yang bangkrut) itu ?’. Para shahabat menjawab : ‘Muflis itu menurut kami adalah orang yang tidak punya dirham maupun kekayaan lainnya’. Beliau bersabda : ‘Sesungguhnya muflis (orang yang bangkrut) dari kalangan umatku adalah orang yang datang dengan membawa (pahala) shalat, zakat, dan haji. Namun di samping itu, ia pun datang dengan keadaan mencaci maki seseorang, memukul seseorang, atau mengambil harta seseorang. Maka akan diambil amal kebaikannya untuk dosa ini dan amal kebaikan ini untuk dosa itu. Hingga apabila telah habis kebaikan-kebaikannya sebelum bisa menunaikan apa yang ditanggungnya, akan diambil kejelekan-kejelekan (dosa) mereka yang kemudian ditimpakan kepadanya, hingga kemudian ia dilemparkan ke dalam neraka’.
Dan juga dalam hadits tentang seorang wanita yang menyucikan dirinya dengan hukuman rajam : ‘Sungguh ia telah bertaubat dengan satu taubat yang seandainya penarik pajak bertaubat, niscaya ia akan diampuni atau akan diterima taubatnya’.
Penarik pajak itu menyerupai para perampok/pembegal jalanan. Ia termasuk pencuri. Semua orang yang terlibat dalam pemungutan pajak, seperti penulisnya, saksinya, dan pemungutnya; baik dari tentara, syaikh (sesepuh), atau orang yang berilmu, semuanya bersekutu dalam dosa. Mereka semua memakan barang yang haram…. Barang yang haram adalah setiap barang yang jelek yang jika disebutkan mengkonsekuensikan padanya aib/cela” [Al-Kabaair, hal. 185-186].

حَدِيثُ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : اسْتَعْمَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنَ الْأَسْدِ يُقَالُ لَهُ ابْنُ اللُّتْبِيَّةِ عَمْرٌو وَابْنُ أَبِي عُمَرَ عَلَى الصَّدَقَةِ فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ هَذَا لَكُمْ وَهَذَا لِي أُهْدِيَ لِي قَالَ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَقَالَ مَا بَالُ عَامِلٍ أَبْعَثُهُ فَيَقُولُ هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي أَفَلَا قَعَدَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ أَوْ فِي بَيْتِ أُمِّهِ حَتَّى يَنْظُرَ أَيُهْدَى إِلَيْهِ أَمْ لَا وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَنَالُ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنْهَا شَيْئًا إِلَّا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى عُنُقِهِ بَعِيرٌ لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةٌ لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةٌ تَيْعِرُ ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَتَيْ إِبْطَيْهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ مَرَّتَيْنِ *

Diriwayatkan dari Abu Humaid as-Saaidi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi tugas kepada seorang lelaki dari Kaum al-Asad yang dikenali sebagai Ibnu Lutbiyah. Ia ikut Amru dan Ibnu Abu Umar untuk urusan sedekah. Setelah kembali dari menjalankan tugasnya, lelaki tersebut berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Ini untuk Anda dan ini untukku karena memang dihadiahkan kepadaku. Setelah mendengar kata-kata tersebut, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atas mimbar. Setelah mengucapkan puji-pujian ke hadirat Allah, beliau bersabda: “Adakah patut seorang petugas yang aku kirim untuk mengurus suatu tugas berani berkata: Ini untuk Anda dan ini untukku karena memang dihadiahkan kepdaku? Kenapa dia tidak duduk di rumah bapak atau ibunya (tanpa memegang jabatan apa-apa) sehingga ia menunggu, apakah dia akan dihadiahi sesuatu atau tidak? Demi Dzat Muhammad yang berada di tangan-Nya, tidaklah salah seorang dari kalian mengambil sesuatu darinya kecuali pada Hari Kiamat kelak dia akan datang dengan memikul di atas lehernya (jika yang diambil itu seekor unta maka) seekor unta itu akan mengeluarkan suaranya, atau seekor lembu yang melenguh atau seekor kambing yang mengembek. “ Kemudian beliau mengangkat kedua-dua tangannya tinggi-tinggi sehingga nampak kedua ketiaknya yang putih, dan beliau bersabda: “Ya Allah! Bukankah aku telah menyampaikannya,” sebanyak dua kali * (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَذَكَرَ الْغُلُولَ فَعَظَّمَهُ وَعَظَّمَ أَمْرَهُ ثُمَّ قَالَ لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ بَعِيرٌ لَهُ رُغَاءٌ يَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ فَرَسٌ لَهُ حَمْحَمَةٌ فَيَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ شَاةٌ لَهَا ثُغَاءٌ يَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ نَفْسٌ لَهَا صِيَاحٌ فَيَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ رِقَاعٌ تَخْفِقُ فَيَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ صَامِتٌ فَيَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada bersama kami, beliau menceritakan dengan begitu serius tentang orang yang suka menipu dan khianat. Kemudian beliau bersabda: Pada Hari Kiamat nanti, aku akan bertemu dengan salah seorang dari kamu datang dengan memikul seekor unta yang sedang melenguh di atas tengkuknya dan berkata: Wahai Rasulullah! Tolonglah aku. Lalu aku katakan kepadanya: Aku sudah tidak berwewenang apa-apa lagi untuk (menolong)mu, semuanya telah aku sampaikan (larangan itu) kepadamu. Pada Hari Kiamat nanti, aku juga akan bertemu dengan salah seorang dari kamu datang dengan memikul seekor kuda yang sedang meringkik di atas tengkuknya. Dia berkata: Wahai Rasulullah! Tolonglah aku. Lalu aku katakan kepadanya: Aku sudah tidak mempunyai wewenang apa-apa lagi untuk (menolong)mu, semuanya sudah aku sampaikan kepadamu. Seterusnya pada Hari Kiamat nanti, aku akan bertemu dengan salah seorang dari kamu datang dengan memikul seekor kambing yang sedang mengembek di atas tengkuknya. Dia berkata: Wahai Rasulullah! Tolonglah aku. Maka aku katakan kepadanya: Aku sudah tidak mempunyai wewenang apa-apa untuk (menolong)mu, semuanya sudah aku sampaikan kepadamu. Begitu juga pada Hari Kiamat nanti, aku akan bertemu dengan salah seorang dari kamu datang dengan memikul seorang manusia yang sedang menjerit di atas tengkuknya. Dia berkata: Wahai Rasulullah! Tolonglah aku. Lalu aku katakan kepadanya: Aku sudah tidak mempunyai wewenang apa-apa untuk(menolong)mu, semuanya sudah aku sampaikan kepadamu. Pada Hari Kiamat nanti, aku juga akan bertemu dengan salah seorang dari kamu datang dengan membawa selembar pakaian yang compang-camping di atas tengkuknya dan dia berkata: Wahai Rasulullah! Tolonglah aku. Maka aku katakan kepadanya: Aku sudah tidak mempunyai wewenang apa-apa untuk(menolong)mu, semuanya sudah aku sampaikan kepadamu. Begitu juga pada Hari Kiamat nanti, aku akan bertemu dengan salah seorang dari kamu datang dengan memikul sejumlah harta terdiri dari emas dan perak di atas tengkuknya dan berkata: Wahai Rasulullah! Tolonglah aku. Maka aku katakan kepadanya: Aku sudah tidak mempunyai wewenang apa-apa untuk (menolong)mu, semuanya telah aku sampaikan kepadamu * (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

1 komentar:

  1. Terjemahan nya tidak konsisten dalam menerjemahkan kata AL MUKSU. kadang diartikan pajak, cukai, pungutan liar.

    Padahal dari penjelasan yg ada menunjukkan bahwa ALMUKSU lbh tepat diterjemahkan pungutan liar

    Wallahu A'lam

    BalasHapus