Minggu, 18 Desember 2016

Belajar Dari Kisah Wafat-nya Nabi Adam as

Nabi Adam AS adalah manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT dari tanah. Dahulu nabi Adam adalah manusia penghuni surga. Sudah tinggal selama 500 tahun per setengah hari di surga, nabi Adam terbujuk rayu setan sehingga ia diturunkan ke bumi. Dan dibumilah tempat tinggalnya setelah itu.

Nabi Adam AS memiliki umur yang sangat panjang. Ia hidup selama 960 tahun dan telah memiliki banyak keturunan. Layaknya manusia pada umumnya, Nabi Adam AS juga mengalami kematian. Bahkan sebelum meninggal dunia, ia terlebih dahulu menderita sakit. Lalu, bagaimanakah detik-detik kematian Nabi Adam AS?

Dalam sebuah hadits mauquf (sanadnya tidak sampai pada Rasulullah ‎shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad ‎rahimahullah dalam Zawaidul Musnad, Jilid 5 hal. 136 yang sanadnya di shahihkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah, Jilid 1 hal. 98 diceritakan.

Dari Uttiy bin Dhamurah As-Sa'di ‎rahimahullah, dia berkata, "Aku melihat seorang Syaikh di Madinah sedang berbicara. Lalu aku bertanya tentangnya." Mereka menjawab, "Itu adalah Ubay bin Kaab." Ubay berkata, "Ketika maut datang menjemput Adam, dia berkata kepada anak-anaknya, 'Wahai anak-anakku, aku ingin makan buah Surga." Lalu anak-anaknya pergi mencari untuknya. Mereka disambut oleh para Malaikat yang telah membawa kafan Adam dan wewangiannya. Mereka juga membawa kapak, sekop, dan cangkul. Para Malaikat bertanya, "Wahai anak-anak Adam, apa yang kalian cari? Atau apa yang kalian mau? Dan ke mana kalian pergi?" Mereka menjawab, "Bapak kami sakit, dia ingin makan buah dari Surga." Para Malaikat menjawab, "Pulanglah, karena ketetapan untuk bapak kalian telah tiba." Lalu para Malaikat datang. Hawa melihat dan mengenali mereka, maka dia berlindung kepada Adam. Adam berkata kepada Hawa, "Menjauhlah dariku. Aku pernah melakukan kesalahan karenamu. Biarkan aku dengan Malaikat Tuhanku tabaraka wa ta’ala." Lalu para Malaikat mencabut nyawanya, memandikannya, mengkafaninya, memberinya wewangian, menyiapkan kuburnya dengan membuat liang lahat di kuburnya, menshalatinya. Mereka masuk ke kuburnya dan meletakkan Adam di dalamnya, lalu mereka meletakkan bata di atasnya. Kemudian mereka keluar dari kubur, mereka menimbunnya dengan batu. Lalu mereka berkata, "Wahai Bani Adam, ini adalah sunnah kalian."

Manakala maut datang menjemputnya Nabi Adam ‘alaihis salam ‎rindu buah Surga. Ini menunjukkan betapa cinta Nabi Adam ‘alaihis salam kepada Surga dan kerinduannya untuk kembali kepadanya. Bagaimana dia tidak rindu Surga, sementara dia pernah tinggal di dalamnya, merasakan kenikmatan dan keenakannya untuk beberapa saat. Bisa jadi keinginan Nabi Adam ‘alaihis salam ‎untuk makan buah Surga merupakan tanda dekatnya ajal. Sebagian Hadits menyatakan bahwa Nabi Adam ‘alaihis salam mengetahui hitungan tahun-tahun umurnya. Dia menghitung umurnya yang telah berlalu. Nampaknya dia mengetahui bahwa tahun-tahun umurnya telah habis. Perpindahannya ke alam akhirat telah dekat. Dan tanpa ragu, Nabi Adam ‘alaihis salam mengetahui bahwa anak-anaknya tidak mungkin memenuhi permintaannya. Mana mungkin mereka bisa menembus Surga lalu memetik buahnya. Anak-anak Nabi Adam ‘alaihis salam juga menyadari hal itu. Akan tetapi, karena rasa bakti mereka kepada bapak mereka, hal itulah yang mendorong mereka untuk berangkat mencari. Belum jauh anak-anak Nabi Adam ‘alaihis salam meninggalkan bapaknya, mereka telah dihadang oleh beberapa Malaikat yang menjelma dalam wujud seorang laki-laki. Mereka telah membawa perlengkapan untuk menyiapkan orang mati.

Para Malaikat memperagakan apa yang dilakukan oleh kaum muslimin terhadap jenazah seperti pada hari ini. Mereka membawa kafan, wewangian, juga membawa kapak, cangkul, dan sekop yang lazim diperlukan untuk menggali kubur. Ketika anak-anak Nabi Adam‘alaihis salam menyampaikan tujuan mereka dan apa yang mereka cari, para Malaikat meminta mereka untuk pulang kepada bapak mereka, karena bapak mereka telah habis umurnya dan ditetapkan ajalnya.

Manakala para Malaikat maut datang kepada Nabi Adam ‘alaihis salam, Hawa mengenalinya sehingga dia berlindung kepada Nabi Adam ‘alaihis salam. Sepertinya Hawa hendak membujuk Nabi Adam ‘alaihis salam agar memilih hidup di dunia, karena para Rasul tidak diambil nyawanya sebelum mereka diberi pilihan antara kehidupan dunia dan Akhirat sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita. Nabi Adam ‘alaihis salam tidak menggubris dan menghardiknya dengan berkata, "Menjauhlah dariku, karena aku pernah melakukan dosa karenamu." Nabi Adam ‎‘alaihis salam mengisyaratkan rayuan Hawa untuk makan pohon yang dilarang semasa keduanya berada di Surga.

Para Malaikat mengambil ruh Nabi Adam ‘alaihis salam. Mereka sendirilah yang mengurusi jenazahnya dan menguburkannya, sementara anak-anak Nabi Adam ‘alaihis salam melihat mereka. Para Malaikat itu memandikannya, mengkafaninya, memberinya wangi-wangian, menggali kuburnya, membuat liang lahat, menshalatinya, masuk ke kuburnya, meletakkannya di dalamnya, lalu mereka menutupnya dengan bata. Kemudian mereka keluar dari kubur dan menimbunkan tanah kepadanya. Para Malaikat mengajarkan semua itu kepada anak-anak Adam. Mereka berkata, "Wahai Bani Adam, ini adalah sunnah kalian." Yakni, cara yang Allah pilih untuk kalian dalam hal mengurusi mayat kalian. Cara ini adalah syariat umum yang berlaku untuk seluruh Rasul dan semua orang beriman di bumi ini, mulai sejak saat itu sampai sekarang. Dan cara apa pun yang menyelisihinya berarti menyimpang dari petunjuk Allah subhanahu wa ta’ala, yang besar kecilnya tergantung pada kadar penyimpangannya. Barangsiapa melihat tuntunan kaum muslimin dalam urusan jenazah yang diajarkan oleh Rasulullah ‎shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia pasti melihat kesamaan antara hal itu dengan perlakuan para Malaikat kepada Nabi Adam ‘alaihis salam.

Sepanjang sejarah, petunjuk ini telah banyak diselisihi oleh sebagian besar umat manusia. Ada yang membakar orang mati. Ada yang membangun bangunan-bangunan megah, seperti piramid, untuk mengubur orang mati dengan meletakkan makanan, minuman, mutiara dan perhiasan bersamanya. Ada yang meletakkan mayit di kotak batu atau kayu. Semua itu menuntut biaya yang mahal dan hanya membuang-buang energi untuk sesuatu yang tidak berguna. Dan yang paling utama, semua itu telah menyelisihi petunjuk yang Allah subhanahu wa ta’alasyariatkan kepada mayit Bani Adam.

Menurut riwayat yang diceritakan dalam Kitab Taurat Nabi Adam ‘alaihis salam hidup selama 930 tahun (Perjanjian Lama, Kitab Kejadian [5] : 5) dan menurut beberapa sumber Nabi Adam ‘alaihis salam hidup antara tahun 3760 SM hingga 2830 SM. Hal ini pun dijelaskan oleh Imam Ath-Thabari rahimahullah, beliau berkata bahwa umur Nabi Adam ‘alaihis salamadalah 1000 tahun (Tarikh Ath-Thabari, Jilid 1 hal. 98-99) Dengan meninggalkan keturunan yang banyak dan berkembang menjadi umat manusia yang berbangsa-bangsa dan bersuku-suku.
Nabi Adam as. telah menjalani kehidupannya bersama istri dan anak cucunya, dengan berbagai macam bentuk kehidupan. Suka dan duka telah mereka jalani dengan penuh kerelaan menerima takdir Tuhan. Penuh syukur terhadap semua nikmat yang telah diberikan Allah swt. kepada mereka. Nabi Adam as. hidup dengan membawa misi dari Allah swt. Yaitu sebagai Kholifah fi Al-Ardhi. Artinya manusia yang diberi amanah oleh Allah swt. untuk mengatur keutuhan alam. Setelah misi itu dijalankan oleh Nabi Adam as. dengan penuh keuletan dan tanpa menyerah. Allah swt. menarik kembali terutusnya Nabi Adam as; untuk kembali di hadirat Allah swt. Nabi Adam as. telah sampai pada batas kehidupannya di alam bumi. Dan Nabi Adam as. harus mengakhiri waktunya serta menyerahkan segala urusannya dan juga taggung jawabnya kepada Allah swt.

Allah berfirman : 


كل نفس ذائقة الموت

Artinya : ”Semua yang mempunyai nafas (nyawa), pasti akan mencicipi rasanya mati”. ‎

Setelah menjalani kehidupannya selama kurang lebih 960 tahun, dengan berbagai bentuk macam kehidupan, melewati jalan terjal yang membahayakan, akhirnya Nabi Adam as. kembali ke hadirat Allah swt. Yang pada saat itu anak cucunya telah mencapai 100 ribu jiwa. Baik laki-laki maupun perempuan, dengan berbagai macam bentuk, kebiasaan, istiadat serta telah menyebar ke berbagai pelosok bumi. Konon, sesaat sebelum Nabi Adam as. Meninggal, Beliau berkata kepada Allah swt. ”Wahai Tuhanku, musuhku (iblis) akan bangga mendengar kabar kematianku“, ‎
Allah swt. Menjawab:


انك سترد الى الجنة ويؤخر العين الى لنظرة ليذوق الم الموت بعد الاولين والاخرين

Artinya : “Sesungguhnya kamu (Adam as.) akan dikembalikan ke syurga. Dan Iblis yang dilaknat itu akan diakhirkan sampai masa penangguhan (akhir kiamat). Supaya ia menanggung rasa sakit matinya orang-orang terdahulu dan orang-orang yang akhir”.

Begitulah, cerita tentang Adam dan Hawa yang mengajarkan kepada kita bahwa manusia harus menyadari keberadaannya. Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan manusia dengan kedudukan yang tinggi dari makhluk-makhluk lainnya. Namun harus disadari bahwa derajat itu akan kita peroleh manakala kita mengikuti petunjuk Allah subhanahu wa ta’ala dan menjauhkan diri dari segala larangannya. Ketahuilah bahwa dalam menjalani hidup ini manusia selalu dihadapkan pada musuhnya yang utama yaitu Iblis yang berusaha menjerumuskan manusia ke dalam kesesatan.

Sekiranya, amatlah bijaksana bila kita memperhatikan diri kita dengan segala kelebihan dan kekurangannya untuk selalu mengingat Allah subhanahu wa ta’ala, memohon ampun dan petunjuk-Nya agar selamat di dunia dan akhirat.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar