Sabtu, 21 Januari 2017

Imam Al-Auza'i Ad-Dimiasqi

Nama beliau adalah Abu Amru Abdurrahman bin Amru bin Muhammad al-Auza’i ad-Dimasyqi adalah ulama dari Syam yang kemudian berpindah ke ke Beirut sampai wafatnya, yang mendapat julukan Syaikhul Islam.

Beliau dikenal dengan nama nisbahnya, Al-Auza’i, nisbah ke daerah Al-Auza’, salah satu wilayah di Damaskus. Beliau dilahirkan pada tahun 88 H  tatkala sebagian para sahabat Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam masih hidup, beliau mengalami masa kanak-kanak dalam keadaan yatim.  

Imam auza’I masih ada jalur kekerabatan dengan imam yahya bin amar Asy-Syaibani, Imam Auza’i pada imam yahya masih supupunya. Ada pendapat yang tidak sama dengan pendapatnya abu zur’ah, pendapat itu menyatakan bahwa imam auza’I itu lahir di desa ba’labak dan tumbuh hidup dimasa kecilnya di desa baqo’ dalam keadaan ditingga oleh ayahnya dan menyandang yatim di pangkuan sang ibu. Berpindah dari satu Negara ke Negara yang lain selalu dilakukan oleh ibunya imam auza’I dengan selalu membawa auza’I kecil dan juga ibunya sendiri yang mendidik auza’I kecil hingga beranjak dewasa.
                
Kehidupan sang Imam auza’I tidak ada dalam naungan kerajaan, kholifah, penguasa, pedagang, dan yang lain yang tidak lebih masuk akal. Tidak ada yang tidak lebih wara’, tidak lebih tahu, tidak lebih fasih, tidak lebih bagus bacaannya, tidak lebih aris , tidak lebih banyak diamnya dari pada  imam Auza’I. dan juga imam Auza’I tidak akan berkata satu kalimat pun kecuali kalimat itu tertentu pada orang yang akan mendengarkan dari imam Auza’I. dan imam Auza’I juga penolong surat-surat dan tulisan.‎

Masa Muda Al-Auza’i

Pengembaraan:  
                
Imam Auza’I penah menulis tentang perjalanannya menuju ke kota yamamah karena dia diutus, di tempat itu Imam Auza’I mendengarkan hadits dari yahya bin abi katsi, namun hal ini t idak terjadi lama terputus di tengah jalan. Kemudian kerena khawatir Imam auza’I kecewa, sang guru memberi petunjuk kepada Imam auza’I untuk pergi ke kota bashroh, supaya Imam auza’I dapat mendengarkan hadits dari dua guru besar hadits yaitu imam ibnu sirin dan hasan.
                
Atas perintah dari sang guru, Imam auza’I segera melaksanakan dengan penuh khidmah, dia pergi ke kota bashroh. Namun sesampainya Imam auza’I kekota bashroh, Imam auza’I mendapat berita bahwa imam hasan telah wafat dua bulan yang lalu. Sedangkan imam ibnu sirin sendiri dalam keadaan sakit. Imam auza’I menjadi bingung mendengarkan ini semua.
                
Sekian lama Imam auza’I menungngu akan kesembuhan imam ibnu sirin hasilnya nihil, malah sakit yang di derita oleh imam ibnu sirin tambah parah, sehingga selang beberapa hari imam ibnu sirin menginggal dunia. Dan Imam auza’I tidak satu pun hadits yang dia dengar dari imam ibnu sirin.  Jadi dari kedua ulama’ besar hadits hasilnya bagi Imam Auza’I adalah nihil.
                
Atas kejadian ini semua, Imam auza’I pergi ke kota damaskus dan Imam auza’I menetap disana yang merupakan daerah yang ada di perbatasan paradis.
                
Imam auza’I pada masanya, menjadi pembesar dalam penduduknya dan Negara-negara yang lain dalam bidang fiqih, hadits, peperangan dan lain sebagain dari beberapa ilmuan islam. Dan ada dari sebagian tabi’in yang menutu masa dari Imam auza’I. sedangkan para pembesar ulama’ islam yang meriwayatkan hadits dari Imam auza’I itu sangat banyak, seperti imam malik bin anas, imam tsauri dan imam zuhri. Akan hal ini tidak sedikit ulama’ yang memuji pada kehebatan Imam auza’I.
                
Umat islam sepakat akan keadilan dan ke imamannya Imam auza’I. diantara meraka banyak yang berkomentar, seperti imam malik” Imam auza’I itu adalah imam yang patut diikuti” dan juga komentar dari imam sufyan bin unayyah “Imam auza’I adalah imam dimasanya”.

Imam auza’I dan imam malik sering bertukar pikiran dan hafalan di kota madinah. Imam auza’I dan imam malik memulai takror dari waktu sholat dhuhur sampai waktu sholat ashar, dari waktu sholat ashar hingga waktu maghrib.

Pernah suatu ketika Imam auza’I bertukar pemikiran dan pendapat dengan imam tsauri di masjid khif, dalam masalah mengangkat tangan ketika ruku’ dan I’tidal. Imam auza’I berargumen tentang mengangkat tangan dengan hadits yang di riwayatkan dari zuhri, dari salim, dari ayahnya “ bahwa nabi Muhammad shollahu ‘alaihi wa sallam, mengangkat tangan saat beliau ruku’ dan I’tidal”.

Imam tsauri tidak mau kalah, dia juga mengeluarkan argumennya akan hal yang sama. Namum dengan hadits yang diriwayatkan dari yazid bin abi ziyad.

Imam auza’I marah besar dengan apa yang telah di argumankan oleh imam tsauri, lantas Imam auza’I berkata “ hadits yang di lontarkn kamu itu bertentangan dengan hadits yan diriwayatkan dari imam zuhri. Sedangkan hadits kamu yang di riwayatkan dari yazid bin abi ziyad itu adalah orang lelaki yang dalam periwayatan hadits lemah”.
                
Wajah imam tsauri menjadi merah merona dan merunduk karena malu atas apa yang telah di kemukakan oleh Imam Auza’I.
                
Selain terkenal akan keluasan ilmu keislaman, Imam Auza’I juga terkenal dalam kata-katnya yang sangat bijak. Tidak sedikit ulama’ yang meriwayatkan akan kata-kata bijak Imam Auza’i. diantara ulama’ yang meriwayatkannya adalah ulama’ yang terkenal dengan karyanya yang sangat di kenal dan di pakai di santero bumi, yaitu imam ghozali dengan ihya ulumuddin yang dia karang.
                
Dalam kitab tersebut tertulis akan kata Imam Auza’I yang diantaranya adalah : “ tiada sesuatu yang lebih dibenci oleh allah melainkan orang alim yang berkunjung ke penguasa/pegawai”. 

Al-Abbas bin al-Walid bercerita bahwa guru-gurunya berkata, bahwa al-Auza’i bercerita, “Ayahku meninggal ketika aku masih kecil. Pada suatu hari aku bermain-main dengan anak-anak sebayaku, maka lewatlah seseorang (dikenal sebagai seorang syaikh yang mulia dari Arab), lalu anak-anak lari ketika melihatnya, sedangkan aku tetap di tempat. Lantas Syaikh tersebut bertanya kepadaku, “Kamu anak siapa?”; maka saya menjawabnya. Kemudian dia berkata lagi, “Wahai anak saudaraku, semoga Allah merahmati ayahmu.” Lalu dia mengajakku kerumahnya, dan tinggal bersamanya sehingga aku baligh. Dia mengikutsertakan aku dalam dewan (kantor/mahkamah pengadilan) untuk bermusyawarah dan juga ketika pergi bersama rombongan ke Yamamah. Tatkala aku sampai di Yamamah, aku masuk ke dalam masjid jami’. Pada waktu keluar masjid ada seorang temanku berkata kepadaku, “Saya melihat Yahya bin Abi Katsir (salah seorang ulama Yamamah) kagum kepadamu; dan dia mengatakan, ‘Tidaklah saya melihat di antara para utusan itu ada yang lebih mendapatkan petunjuk daripada pemuda itu!’” Al-Auza’i berkata, “Kemudian aku bermajelis dengannya dan menulis ilmu darinya hingga 14 atau 13 buku, kemudian terbakar semuanya.” Beliau adalah orang yang pertama kali menulis buku ilmu di Syam.

Beliau adalah orang yang menghidupkan malamnya dengan shalat lail, membaca al-Qur’an dan menangis. Bahkan sebagian penduduk kota Beirut bercerita bahwa pada suatu hari ibunya memasuki rumah al-Auza’i dan memasuki kamar shalatnya, maka dia mendapati tempat shalatnya basah karena air mata tangisan malam harinya.
Guru dan murid Al-Auza’i

Beliau mengambil hadis dari Atha’ bin Abi Rabah, Qasim bin Makhimarah, Syaddad bin Abu Ammar, Rabi’ah bin Yazid, Az-Zuhri, Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, Yahya bin Abi Katsir, dan sejumlah ulama besar dari kalangan tabiin lainnya. Diceritakan juga bahwa beliau sempat mengambil hadis dari Muhammad bin Sirin di waktu Muhammad bin Sirin sakit.

Sementara, daftar para ulama yang menjadi murid beliau antara lain: Syu’bah, Ibnu Mubarak, Walid bin Muslim, Al-Haql bin Ziyad, Yahya bin Hamzah, Yahya Al-Qaththan, Muhammad bin Yusuf, Al-Faryabi, Abu Al-Mughirah, dan sejumlah ulama lainnya.
Pujian-pujian untuk Al-Auza’i

Selama hidupnya, Imam Al-Auza’i lebih banyak disibukkan dengan berdakwah dan mengajarkan ilmu. Abu Zur’ah mengatakan, “Pekerjaan beliau adalah menulis dan membuat risalah. Risalah-risalah beliau sangat menyentuh.”

Walid bin Mazid mengatakan, “Saya belum pernah melihat beliau tertawa terbahak-bahak. Apabila beliau menyampaikan kajian yang mengingatkan akhirat, hampir tidak dijumpai hati yang tidak menangis.” Beliau juga mengatakan, “Saya belum pernah melihat orang yang lebih rajin beribadah melebihi Al-Auza’i.”

Al-Haql mengatakan, “Al-Auza’i telah menjawab dan menjelaskan 70.000 permasalahan.” Sementara, Al-Kharibi mengatakan, “Al-Auza’i adalah manusia terbaik di zamannya. Beliau layak untuk mendapat jabatan khilafah.” Bisyr bin Mundzir mengatakan, “Saya melihat Al-Auza’i seperti orang buta, karena khusyuknya.” Disebutkan bahwa beliau menghidupkan malamnya dengan salat dan membaca Alquran sambil menangis.
Diantara ungkapan kata-kata mutiara beliau:

مَنْ أَطَال قِيَامَ اللَّيْلِ هَوَّنَ اللهُ عَلَيْهِ، وُقُوفَ يَوْمِ القِيَامَةِ

“Barangsiapa memperlama qiyamullail niscaya Allah akan meringankannya saat berdiri di hari kiamat.”

إِنَّ المُؤْمِنَ يَقُوْلُ قَلِيْلاً، وَيَعمَلُ كَثِيْراً، وَإِنَّ المُنَافِقَ يَتَكَلَّمُ كَثِيْراً، وَيَعْمَلُ قَلِيْلاً

“Sesungguhnya orang mukmin itu sedikit berkata-kata dan banyak beramal, dan orang munafik banyak berkata-kata dan sedikit beramal.” (Siyar A’lamun Nubala 6/549)
Nasihat-nasihat Al-Auza’i
Beliau pernah mengatakan kepada Walid bin Mazid, “Apabila Allah menghendaki keburukan untuk suatu kaum, Allah membuka pintu ‘suka berdebat’ dan Allah sulitkan mereka untuk beramal.”
Beliau juga menjelaskan akidah ahlus sunnah, sebagaimana yang diceritakan oleh Muhammad bin Katsir Al-Mashishi, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, “Kami dan para tabiin, semuanya, berpendapat bahwa Allah berada di atas Arsy, dan kami beriman terhadap semua keterangan tentang Allah yang terdapat dalam sunah.”
Beliau menasihatkan agar manusia senantiasa berpegang dengan sabdaNabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana diriwayatkan Amir bin Yasaf, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, “Apabila kamu mendengar hadis dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, janganlah kamu mengambil pendapat orang lain, karena beliau adalah mubalig (penyampai berita) dari Allah.”
Beliau juga menasihatkan, “Tidaklah seseorang berbuat bid’ah kecuali pasti akan dicabut sifat wara’-nya”.
Dari Abu Ishaq Al-Fazari, bahwa Al-Auza’i menasihatkan, “Ada lima hal yang dipegangi para sahabat dan tabiin: berpegang teguh dengan jamaah (pemerintah), mengikuti sunah, memakmurkan masjid (rajin shalat berjamaah), membaca Alquran, dan berjihad.”
Ibnu Syabur mengatakan bahwa Al-Auza’i pernah menasihatkan, “Barang siapa yang mencari-cari pendapat-pendapat aneh yang menyimpang dari para ulama, niscaya dia akan keluar dari Islam.”
Walid bin Mazid menceritakan bahwa Al-Auza’i mengatakan, “Celakalah orang yang mendalami ilmu untuk masalah selain ibadah dan orang yang berusaha menghalalkan hal yang haram dengan syubhat.”
Beliau juga pernah berpesan dengan satu perkataan yang indah dan cukup terkenal, sebagaimana diriwayatkan oleh Walid bin Mazid; beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan,
عَلَيكَ بِآثَارِ مَن سَلَفَ وَإِن رَفَضَكَ النّاسُ وَإِيّاكَ ورَأيَ الرِّجَال
وَإِن زَخْرَفُوهُ بِالقَولِ فَإِنَّ الأَمرَ يَنجَلِي وَأَنتَ عَلَى طَرِيقٍ مُستَقِيم

“Berpegang-teguhlah dengan atsar (riwayat) para ulama salaf, meskipun masyarakat menolakmu.
Jangan mengikuti pemikiran manusia, meskipun mereka menghiasi ucapannya.
Sesungguhnya, semua perkara akan tampak dalam keadaan engkau berada di jalan yang lurus.”
Wafatnya Al-Auza’i

Muhammad bin Ubaid sedang bersama Sufyan ats-Tsauri ketika datang seorang laki-laki, dia berkata, “Saya bermimpi raihanah (tumbuhan berbau harum) yang berasal dari daerah Maghrib diangkat” Mendengar hal itu Sufyan ats-Tsauri menimpali, “Jika mimpimu benar maka sungguh al-Auza’i telah wafat.” Maka mereka menulis surat menanyakan hal itu, dan ternyata memang benar demikian.

Sebab kematiannya, bahwa setelah beliau menyelesaikan pekerjaannya mengecat sesuatu dengan cat berwarna, kemudian masuk kamar mandi yang ada di rumahnya; sementara istrinya masuk bersamanya dengan membawa tabung yang berisi arang agar beliau tidak kedinginan di dalamnya. Istrinya menutup pintu kamar mandi tersebut. Ketika asap arang itu menyebar, beliau menjadi lemas. Beliau berusaha membuka pintu, tetapi tidak bisa. Kemudian beliau terjatuh, dan kami menemukannya dalam keadaan tangan menghitam dan menghadap ke arah kiblat.

Abu Mushir berkata tentang kematian al-Auza’i, bahwa ketika dia berada dikamar mandi, istrinya menutup pintu kamar mandi tersebut tanpa sengaja, sehingga hal itulah yang menjadi penyebab kematiannya. Karenanya Sa’id bin Abdul Aziz memerintahkan istri al-Auza’i untuk membebaskan seorang budak.

Beliau sangat dimuliakan oleh Khalifah Al-Manshur. Khalifah sangat memerhatikan nasihat-nasihat Al-Auza’i. Sampai akhirnya, beliau pernah ditawari untuk menjadi hakim oleh Khalifah, namun beliau menolaknya. Di akhir hayatnya, beliau berangkat ke Beirut dan melaksanakan tugas ribath (menjaga daerah perbatasan) dan meninggal dunia di sana. Warisan yang beliau tinggalkan ketika beliau wafat hanya enam dinar, dan itu merupakan sisa dari sedekah yang dia berikan. Beliau meninggal pada tahun 153 H, dan kebanyakan ulama berkata bahwa beliau meninggal pada tahun 157 H di bulan Shafar.‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar