Rabu, 01 Maret 2017

Sholawat Tarhim Dan Sejarahnya

Bagi anda yang masa kecilnya hidup di era tahun 1980 s/d 1990an , pasti sering mendengar lantunan sholawat tarhim di masjid-masjid atau langgar, Sholawat ini begitu terkenal waktu itu di Indonesia khususnya wilayah Jawa Timur, lantunannya yang merdu dan juga sangat enak di telinga sehingga membawa sebuah kenangan tersendiri, sholawat tarhim ini biasanya diputar menjelang adzan shubuh, ketika sahur bulan ramadahan dan juga menjelang adzan maghrib, dan isya.
Shoawat Tarhim merupakan sholawat yang biasa kita dengar dari pengeras suara di masjid-masjid atau musholla sebelum adzan subuh dengan irama yang mendayu-dayu. Sholawat tarhim diputar sebelum adzan subuh dikumandangkan sebagai penanda masuknya waktu imsak. Sholawat ini sangat populer di kalangan masyarakat muslim Indonesia, khususnya yang tinggal di desa-desa atau pinggiran kota di Jawa Timur.

ASAL-USUL SHOLAWAT TARHIM

كاَنَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَطُوْفُ فِي الْكَعْبَةْ فَرَأَى أَعْرَابِيًّا يَطُوْفُ بِهاَ وَيَقُوْلُ : ياَ كَرِيْم , فَقَالَ النَّبِيُ صلى الله عليه وسلم وَرَاءَهُ : ياَ كَرِيْم – فاَنْتَقَلَ الْأَعْرَابِيُّ اِلَى رُكْنِ الثَّانِيْ وقاَلَ: يا كريم, فَقاَلَ النَّبِيُّ (صلى الله عليه وسلم) – فَقَالَ الْحَبِيْبُ (صلى الله عليه وسلم) وَرَاءَهُ : يا كريم, فَانْتَقَلَ الْأَعْرَابِيُّ اِلَى الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ فَقاَلَ : يا كريم- فقال النبي (صلى الله عليه وسلم) – فقال الحبيب (صلى الله عليه وسلم) وراءه : يا كريم, فَالْتَفَتَ الْأَعْرَاِبي فَقاَلَ: أَتَمْزَحُوْنَنِيْ ياَ أَخَ الْعَرَبِ؟ وَاللهِ لَوْلاَ صَباَحَةُ وَجْهِكَ وَبَلَغَ طاَ لِقَتكَ لَشَكَوْت اِلَى حَبِيْبِيْ مُحَمَّداً- فَقاَلَ لَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَوَلاَ تَعْرِفُ نَبِيَّكَ يا أخ العرب؟ قَالَ وَاللهِ أَمَنْتُ بِهِ وَلَمْ أَرَهُ وَدَخَلْتُ مَكَّةَ وَلَمْ أَلْقَهُ – قاَلَ لَهُ النَّبِيُّ (صلى الله عليه وسلم) اَنَا نَبِيُّكَ يا أخ العرب – فَانْكَبَّ الأعرابي عَلىَ يَدِ النَّبِيِّ يُقَبِّلُهاَ وَيَقُوْلُ: فِدَاكَ أَبِيْ وَأُمِّيْ ياَ حَبِيْبَ اللهِ – فَنَزَلَ جِبْرِيْلُ الْأَمِيْنُ عَلىَ النَّبِيِّ وَقاَلَ لَهُ : ياَ حَبِيْبَ اللهِ (صلى الله عليه وسلم) – اللهُ يُقْرِئُكَ السَّلاَمَ وَيَقُوْلُ لَكَ : قُلْ لِهَذاَ الأعرابي : أَيَظُنُّ إِنْ قاَلَ ياَ كَرِيْم أَنَّناَ لاَ نُحاَسِبُهُ؟ فَقاَلَ الأعرابي : وَاللهِ ياَ نَوْرَ الْعَيْنِ ياَ جَدَّ الْحَسَنَيْنِ , لَوْ حَاسَبَنِيْ رَبِّيْ لَأُحاَسِبَنَّهُ – قَالَ لَهُ النَّبِيُّ (صلى الله عليه وسلم) : وَكَيْفَ تُحاَسِبُ رَبَّكَ يا أخ العرب؟ قاَلَ: لَئِنْ حاَسَبَنِيْ عَلىَ ذَنْبِيْ حاَسَبْتُهُ عَلىَ مَغْفِرَتِهِ – وَإِنْ حاَسَبَنِيْ عَلىَ تَقْصِيْرِيْ حاَسَبْتُهُ عَلىَ جُوْدِهِ وَكَرَمِهِ – فَقاَلَ جِبْرِيْلُ الْأِمِيْنُ: ياَ حَبِيْبَ اللهِ , اللهُ يَقُوْلُ لَكَ – قُلْ لِهَذاَ الْأَعْرَابِيّ أَنْ لاَ يَحاَسِبَناَ وَلاَ نُحاَسِبُهُ – الله أكبر!!!
Penjelasan Arti diatas : Adalah suatu saat Nabi SAW melakukan Thowaf mengelilingi Ka’bah. Tiba- tiba beliau melihat seorang Arab Badui juga sedang Thowaf sambil menyeru: “Ya- Kariim!” Maka Nabi pun dibelakangnya mengucapkan “Ya Kariim”. Maka Arab Badui itupun berpindah ke Rukun Tsani dan berdo’a: Ya Kariim. Maka Nabi, Sang kekasihpun menirukan “Ya Kariim”. Maka berpindahlah Arab Badui itu ke dekat Hajar Aswad dan berdo’a: Ya Kariim!!, Maka Nabi- Sang kekasihpun berdo’a: “Ya Karim”. Maka Sang Arab Badui itupun menoleh dan berkata: “Adakah kamu mentertawakan aku? Seandainya bukan wajahmu yang bercahaya dan penuh keramahan, pasti sudah kuadukan kepada kekasihku yakni baginda Muhammad!!”.‎‎
Maka Nabi SAW berkata kepadanya:”Apakah engkau belum mengenal Nabimu wahai saudara Arabku?” Maka Orang Badui itu berkata:”Demi Allah aku beriman padanya padahal aku belum pernah mengenalnya sejak aku memasuki Mekah dan aku belum pernah menjumpainya”. Maka Nabi pun berkata padanya: “Aku ini (Muhammad) Nabimu wahai saudara Arabku”. Maka Sang Badui itupu segera memeluk kehadapan Nabi dan mencium tangan beliau seraya berkata:”Bapak dan Ibuku sebagai penebusmu wahai Sang kekasihku” Maka Jibrilpun turun kepada Nabi dan berkata:”Wahai Sang Kekasih Allah, Allah mengucapkan salam untukmu dan berfirman kepadamu:” Katakanlah pada orang Badui itu apakah ia menyangka Aku tak akan menghisabnya ketika ia mengucapkan Ya Kariim?” Maka Orang Badui itu berkata:”Demi Allah wahai cahaya mataku, eyang dari Hasan dan Husain, Seandinya Robku menghisabku, maka akupun akan menghisab-Nya! Maka Bersabdalah Nabi:”Bagaimana engkau akan menghisab Robmu?” Badui berkata:”Jika Rob menghisabku atas dosa- dosaku, maka aku akan menghisab segala ampunan-Nya, dan jika Ia menghisabku atas segala keteledoranku, maka aku akan menghisab anugerah dan kemulyaan Nya”. Maka berkatalah Jibril Al- Amin: “Katakanlah pada orang ini:” Janganlah ia menghisab Ku, maka Aku pun tak akan menghisabnya”. Allohu Akbar!!!

Riwayat ini oleh masyarakat mesir sering dibaca dengan lagu yang indah pada waktu menjelang shubuh untuk TARHIM.
SEJARAH SHOLAWAT TARHIM DI INDONESIA

Shalawat ini pertama kali dipopulerkan di Indonesia melalui Radio Yasmara (Yayasan Masjid Rahmat), Surabaya pada akhir tahun 1960′an. Penciptanya adalah Shaikh Mahmoud Khalil Al Hussary, ketua Jam’iyyatul Qurro’ di Kairo, Mesir.
Bagaimana asal mula ceritanya shalawat tarhim ini akhirnya bisa sampai ke Indonesia? Menurut Cak Nun, Syaikh Al Hussary pernah berkunjung ke Indonesia—misi belum diketahui, mungkin dalam rangka study tour—dan beliau ‘dibajak’ di LOKANANTA, Solo untuk rekaman shalawat tarhim ini.
Syaikh Mahmoud Al-Hussary (1917-1980, محمود خليل الحصري) adalah ulama lulusan Universitas Al-Azhar dan merupakan salah satu Qâri’ (pembaca Quran) paling ternama di jamannya, sampai-sampai ia digelari Shaykh al-Maqâri (sing ahli qiroah). Syaikh Al-Hussary dikenal karena kepiawaiannya dalam membaca Qur’an secara tartîl.
Ia mengatakan bahwa membaca Qur’an bukan semata-mata tentang irama (lagu) atau seni bacaannya, yang paling penting adalah tartîl: memahami bacaan Qur’an dengan baik dan benar, yaitu melalui studi kebahasaan (linguistik) dan dialekArab kuno, serta penguasaan teknik pelafalan huruf maupun kata-perkata dalam Quran. Dengan begitu bisa dicapai tingkat kemurnian (keaslian makna) yang tinggi dalam membaca Al-Qur’an.

Syaikh Mahmud al-Husshariy lahir di sebuah desa bernama an-Namla Shabra di Tanta, Mesir pada tanggal 17 September tahun 1917 M. Mahmud memasuki sekolah al-Quran pada usia empat tahun. Di usianya yang 8 tahun sudah berhasil menghafal al -Quran secara keseluruhan. Dan pada usia 12 tahun ia mulai mempelajari sepuluh qiraah (Qira-ah ‘Asyrah) di al-Azhar.

Ketika berumur 25 tahun ia pergi ke Tanta dan membuktikan dirinya sebagai seorang qari. Akhirnya dia menjadi qari di Masjid Ahmadi dan terkenal di sana. Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1944 M, ia pindah ke Kairo dan memasuki stasiun radio resmi sebagai qari dimana ia membuat bacaan pertama pada 16 Februari 1944 M.

Pada tanggal 7 Agustus 1948 M, ia dinominasikan sebagai muadzin di Masjid Sidi Hamza dan kemudian qari di masjid yang sama. Dia juga mengawasi pusat-pusat bacaan provinsi al-Gharbia. Pada tahun 1949 M, Syaikh Mahmud Khalil al-Husshariy diangkat menjadi qari Sidi Ahmed al-Badaoui Tanta, al-Ahmadi Masjid dan kemudian al-Imam al-Husein Masjid di Kairo pada tahun 1955 M.

Di Kairo, Syaikh al-Husshariy juga belajar di Universitas al-Azhar. Dia dikenal sebagai sarjana yang religius dan penulis banyak buku tentang berbagai aspek al-Quran. Dia juga terlibat dalam pencetakan Azhari terbaru dari teks al-Quran.

Statusnya sebagai qari, ia memegang gelarSyaikh al-Maqâri (Scholar dari reciters), dan pendapatnya sering diminta dan dikutip oleh berbagai media masa. Dia juga disertai rektor al-Azhar pada perjalanan dan diundang untuk berpartisipasi dalam Festival Dunia Islam di London (1976).

Rekaman Syaikh al-Husshary tersebar luas didistribusikan di luar Mesir. Sebagai salah satu dari peringkat unggul 4 qari di Mesir, ia mencatat teks al-Quran yang lengkap di kedua gaya bacaan, murattal (tartil) dan mujawwad (tajwid). Dan ia juga yang pertama untuk merekam dan menyiarkan gaya murattal. Syaikh al-Husshariy dikenal atas kebenaran bacaannya (tajwid), sehingga anaknya pun menjadi pembaca al-Quran profesional.

Syaikh Mahmud Khalil al-Husshariy wafat pada hari Ahad tanggal 24 Nopember tahun 1980 M di Kairo, Mesir.

 Berikut ini teks dan terjamah sholawat tarhim :

الصلاة والسلام عليك
يا امام المجاهدين يا رسول الله

Ash-sholâtu was-salâmu 'alâik
Yâ imâmal mujâhidîn yâ Rasûlalloh

“ Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada engkau
duhai pemimpin para pejuang (mujahidin), duhai Rosulullah “

الصلاة والسلام عليك
يا نا صرالهدى يا خير خلق الله

Ash-sholâtu was-salâmu 'alâik
Yâ nâshirol hudâ yâ khoiro kholqillâh

“ Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada engkau
duhai penuntun petunjuk Ilahi, duhai makhluk Alloh yang terbaik “

الصلاة والسلام عليك
يا ناصر الحق يا رسول الله

Ash-sholâtu was-salâmu 'alâik
Yâ nâshirol haqqi, yâ Rasûlallâh

“ Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada engkau
duhai penolang kebenaran, duhai duhai Rasulullah “

الصلاة والسلام عليك
يامن اسرى بك المهيمن ليلا نلت ما نلت والانام نيام

Ash-sholâtu was-salâmu 'alâik
Yâ man asro bikal muhaiminu lailan nilta mâ nilta wal-anâmu niyâm

" Sholawat dan salam kepada engkau
duhai yang memperjalankanmu dimalam hari, Dialah Yang Maha Melindungi, engkau memperoleh apa yang kau peroleh sementara manusia tidur ”

وتقدمت للصلاة فصلى كل من في السماء وانت الامام
والي المنتهى رفعت كريم x2
وسمعت النداء عليك السلام

Wa taqoddamta lish-sholâti fashollâ kullu man fis-samâ’i wa antal imâm
Wa ilal muntahâ rufi'ta karîman (2 x)
Wa sami'tan nidâ’an 'alaykas salâm

“ Semua penghuni langit sholat dibelakangmu dan engkau menjadi Imam,
engkau diberangkatkan ke sidrotul Muntahaa karena kemulyaanmu,
dan engkau mendengar ucapan salam atas engkau “

يا كريم الاخلاق يا رسول الله
صلي الله عليك وعلي اليك واصحابك اجمعين

Yâ karîmal akhlâq, yâ Rasûlalloh
Shollallohu 'alaik wa 'alâ âlika wa ashhâbika ajma'în

"Duhai .. yang paling mulya akhlaknya, duhai Rasulullah...
Sholawat Allah semoga tercurah atasmu, atas keluargamu dan atas sahabatmu seluruhnya"‎

Takhtimah

Shalawat tarhim sangat enak didengarkan kapan saja, apalagi waktu menjelang subuh. Manfaat yang didapat dari mendengar shalawat tarhim, selain membangkitkan keterikatan emosional antara diri kita dengan Nabi saw, menenangkan pikiran  dan menyejukkan hati, juga bisa sebagai obat kangen keluarga di rumah (di desa, kampung) dan orang-orang tercinta yang sudah tiada, tentunya bagi anda yang masa remajanya di era 1980 s/d 1990an.‎

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
“Barangsiapa yang mengucapkan sholawat kepadaku satu kali, maka Allah mengucapkan sholawat kepadanya 10 kali.”
(HR. Muslim no. 408)
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ

“Apabila kalian mendengar mu’adzin, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin, lalu bershalawatlah kepadaku, maka sungguh siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak 10x. Kemudian mintalah pada Allah wasilah bagiku karena wasilah adalah sebuah kedudukan di surga. Tidaklah layak mendapatkan kedudukan tersebut kecuali untuk satu orang di antara hamba Allah. Aku berharap aku adalah dia. Barangsiapa meminta wasilah untukku, dia berhak mendapatkan syafa’atku.” (HR. Muslim no. 875)

Tetapi sebagian muslim berpendapat dengan QS Al-Ahzab:56 bahwa setiap orang beriman disuruh untuk bershalawat atas Rasulullah SAW, tidak terikat waktu, mau malam, siang, atau sore.  jadi boleh lah shalawat ini sebelum adzan.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً (O)

"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (Al-Ahzab: 56)

Sekarang terserah mau ikut pendapat yang mana.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

2 komentar: