Rabu, 31 Mei 2017

Anjuran Berbuka Dengan Kurma Atau Yang Manis

Waktu senja selalu indah mempesona. Langit merah berangsur semakin gelap. Angin berhembus lembut, memberi hawa kesejukan bagi manusia setelah seharian didera teriknya matahari. Samar-samar, terdengar suara burung-burung yang akan kembali ke sarangnya. Sang Surya yang sejak sore bersinar kuning keemasan pun beredar di manzilahnya. Dengan anggun, ia menenggelamkan dirinya di ufuk barat. Sungguh menakjubkan fenomena alam ini. Keindahan ayat-ayat kauni yang seharusnya membuat kita semakin menyadari betapa kecilnya kita bila dibandingkan dengan kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala. Subhanallah wa bi hamdih…

Tetapi, senja di bulan Ramadhan selalu mempunyai arti khusus dan istimewa. Bukan hanya karena keindahannya. Tetapi karena di waktu senja, di kala matahari telah tenggelam, maka tibalah waktunya bagi hamba-hamba Allah untuk berbuka puasa.

Menyegerakan berbuka adalah sunnah yang ditinggalkan sebagian orang. Entah dengan alasan sibuk, belum sempat, atau sengaja karena masih kuat berpuasa. Perbuatan ini jelas menyelisihi sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لا تَزَالُ أُمَّتِي عَلَى سُنَّتِي مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُومَ ". قَالَ: وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ صَائِمًا أَمَرَ رَجُلا، فَأَوْفَى عَلَى شَيْءٍ، فَإِذَا قَالَ: غَابَتِ الشَّمْسُ، أَفْطَرَ

Dari Sahl bin Sa’d, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Umatku senantiasa berada di atas sunnah selama mereka tidak menunggu munculnya bintang-bintang untuk berbuka puasa”. Sahl berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila berpuasa, beliau memerintahkan seseorang menyediakan sesuatu. Apabila orang tersebut berkata :’Matahari telah tenggelam’, maka beliau pun berbuka” [Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah 3/275 no. 2061, Ibnu Hibbaan 8/277-278 no. 3510, dan Al-Haakim 1/434; shahih].

dalam lafadh lain :

لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ "

“Manusia senantiasa berada di atas kebaikan selama mereka menyegarakan berbuka puasa” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1957, Muslim no. 1098, At-Tirmidziy no. 699, dan yang lainnya].

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَا يَزَالُ الدِّينُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الْفِطْرَ، لِأَنَّ الْيَهُودَ وَ النَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ "

Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Agama (Islam) senantiasa mendapatkan kejayaan selama manusia menyegerakan berbuka puasa, karena Yahudi dan Nashrani mengakhirkannya” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 2353, Ahmad 2/450, Ibnu Khuzaimah 3/275 no. 2060, dan yang lainnya; hasan].

عَنْ أَنَس بْنَ مَالِكٍ، يَقُولُ: " كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ "

Dari Anas bin Maalik, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa dengan beberapa butir ruthaab sebelum shalat Maghrib. Apabila tidak ada ruthaab, maka beliau makan tamr. Dan apabila tidak ada tamr, maka beliau hanya meminum beberapa teguk air” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 2356; hasan].

Hadits diatas mengandung beberapa pelajaran berharga, antara lain :

• Dianjurkannya untuk bersegera dalam berbuka puasa.

• Dianjurkannya untuk berbuka puasa dengan ruthab (kurma basah), apabila tidak ada maka boleh memakan tamr (kurma kering), jika tidak ada pula maka minumlah air.

• Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka dengan beberapa buah kurma sebelum melaksanakan shalat. Hal ini merupakan cara pengaturan yang sangat teliti, karena puasa itu mengosongkan perut dari makanan sehingga liver (hati) tidak mendapatkan suplai makanan dari perut dan tidak dapat mengirimnya ke seluruh sel-sel tubuh. Padahal rasa manis merupakan sesuatu yang sangat cepat meresap dan paling disukai liver (hati) apalagi kalau dalam keadaan basah. Setelah itu, liver (hati) pun memproses dan melumatnya serta mengirim zat yang dihasilkannya ke seluruh anggota tubuh dan otak.

• Air adalah pembersih bagi usus manusia dan itulah yang berlaku alamiyah hingga saat ini.

Imam Ibnul Qayim rahimahullaah memberikan penjelasan tentang hadits di atas, beliau berkata :

“Cara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbuka puasa dengan kurma atau air, mengandung hikmah yang sangat mendalam sekali. Karena saat berpuasa lambung kosong dari makanan apapun. Sehingga tidak ada sesuatu yang amat sesuai dengan liver (hati) yang dapat di disuplai langsung ke seluruh organ tubuh serta langsung menjadi energi, selain kurma dan air. Karbohidrat yang ada dalam kurma lebih mudah sampai ke liver (hati) dan lebih cocok dengan kondisi organ tersebut. Terutama sekali kurma masak yang masih segar. Liver (hati) akan lebih mudah menerimanya sehingga amat berguna bagi organ ini sekaligus juga dapat langsung diproses menjadi energi. Kalau tidak ada kurma basah, kurma kering pun baik, karena mempunyai kandungan unsur gula yang tinggi pula. Bila tidak ada juga, cukup beberapa teguk air untuk mendinginkan panasnya lambung akibat puasa sehingga dapat siap menerima makanan sesudah itu”

Dokter Ahmad Abdurrauf Hasyim dalam kitabnya Ramadhan wath Thibb berkata :

“Dalam hadits tersebut terkandung hikmah yang agung secara kesehatan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memilih mendahulukan kurma dan air dari pada yang lainnya sedangkan kemungkinan untuk mengambil jenis makanan yang lain sangat besar, namun karena ada bimbingan wahyu Ilahi maka Rasulullah Shalalllahu ‘alaihi wa sallam memilih jenis makanan kurma atau pun air sebagai yang terbaik bagi orang yang berpuasa. Maka, yang sangat diperlukan bagi orang yang ingin berbuka puasa adalah jenis-jenis makanan yang mengandung gula, zat cair yang mudah dicerna oleh tubuh dan langsung cepat diserap oleh darah, lambung dan usus serta air sebagai obat untuk menghilangkan dahaga.

Zat-zat yang mengandung gula yaitu glukosa dan fruktosa memerlukan 5-10 menit dapat terserap dalam usus manusia ketika dalam keadaan kosong. Dan keadaan tersebut terjadi pada orang yang sedang berpuasa. Jenis makanan yang kaya dengan kategori tersebut yang paling baik adalah kurma khususnya ruthab (kurma basah) karena kaya akan unsur gula, yaitu glukosa dan fruktosa yang mudah dicerna dan diserap oleh tubuh”

Maka, urutan makanan yang terbaik bagi orang yang berbuka puasa adalah ruthab (kurma basah), tamr (kurma kering) kemudian air, kalau itu pun tidak ada, maka boleh menggunakan sirup atau air juice buah yang mengandung unsur gula yang cukup, seperti air yang dicampur sedikit madu, jeruk, lemon, dan sebagainya.

Ustadz DR Anwar Mufti rahimahullaah berkata :

“Sesungguhnya usus menyerap air yang mengandung gula membutuhkan waktu kurang lebih selama 5 menit, hal ini dapat cepat memperkuat tubuh yang sedang lemah. Sedangkan orang yang berbuka puasa dengan langsung makan dan minum yang kurang mengandung unsur gula, maka apa yang telah disantapnya baru diserap oleh lambungnya selama 3-4 jam. Hal ini tidak terjadi bagi orang yang berbuka puasa dengan mengkonsumsi kurma yang banyak mengandung unsur gula karena proses penyerapannya dapat berlangsung relative lebih cepat.

Kurma lebih unggul dari makanan lain yang mengandung gula. Hal ini juga didukung bukti, yaitu segelas air yang mengandung glukosa akan diserap tubuh dalam waktu 20-30 menit, tetapi gula yang terkandung dalam kurma baru habis terserap dalam tempo 45-60 menit. Maka, orang yang makan cukup banyak kurma pada waktu sahur akan menjadi segar dan tahan lapar, sebab bahan ini juga kaya dengan serat.

عَنِ ابْنِ الْمُسَيِّبِ، قَالَ: كَتَبَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِلَى أَهْلِ الأَمْصَارِ: " أَنْ لا تَكُونُوا مِنَ الْمَسْبُوقِينَ بِفِطْرِكُمْ، وَلا الْمُنْتَظِرِينَ بِصَلاتِكُمُ اشْتِبَاكَ النُّجُومِ "

Dari Ibnul-Musayyib, ia berkata : “Umar bin Al-Khaththaab pernah menulis surat kepada penduduk negeri yang isinya : ‘Janganlah kalian menjadi orang-orang yang terlambat dalam berbuka puasa, dan jangan pula menjadi orang-orang yang menanti shalat dengan kemunculan bintang-bintang” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no. 2093; hasan].

Qodhi Nu`man Al Maghribi dalam salah satu kitabnya, Da`aimil Islam, mengatakan :

وروينا عن أهل البيت صلوات الله عليهم بإجماع فيما رويناه عنهم أن دخول الليل الذي يحل فيه للصائم الفطر هو غياب الشمس في أفق المغرب بلا حائل دونها يسترها من جبل ولا حائط ولا ما أشبه ذلك، فإذا غاب القرص في أفق المغرب فقد دخل الليل وحل الفطر

Kami meriwayatkan dari ahlul bait (semoga Allah melimpahkan shalawat kepada mereka) berdasarkan kesepakatan riwayat kami, bahwa yang dimaksud dengan maksuknya malam yang halal di dalamnya untuk berbuka bagi orang yang berpuasa adalah tenggelamnya matahari di ufuk barat, tanpa ada penghalang baik berupa gunung, tembok atau yang seperti itu. Jika lingkaran matahari telah hilang di ufuk barat, maka malam telah tiba dan halal untuk berbuka.

Lebih Jauh ia meriwayatkan perkataan Sayidina Ali :

السنة تعجيل الفطر وتأخير السحور، والابتداء بالصلاة، يعنى صلاة المغرب قبل الفطر، إلا أن يحضر الطعام فإن حضر بدئ به ثم صلى ولم يدع الطعام ويقوم إلى الصلاة

“Disunnahkan untuk menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur, dan memulai sholat (maghrib) sebelum berbuka, kecuali jika makanan telah disajikan. Jika makanan telah disajikan, maka dahulukan berbuka kemudian sholat dan jangan meninggalkan makanan lalu melakukan sholat.

Hadits-hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa waktu berbuka adalah ketika matahari tenggelam, yaitu waktu yang sama dengan waktu Shalat Maghrib.

Dari beberapa hadits diatas, hendaknya berbuka puasa dilakukan sebelum shalat (menyegerakan berbuka puasa, penj) dengan memakan kurma, sebab terdapat barokah pada kurma. Kurma yang dimaksud adalah ruthab (kurma muda), namun bila tidak ada, maka kurma yang biasa, namun bila tidak ada juga, maka berbuka puasalah dengan air.

Meskipun berbuka puasa dengan kurma diperintahkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, namun hukumnya hanya sunnah (mustahab), bukan wajib. Imam Al-‘Imraniy (wafat 558 H) didalam Al-Bayan mengatakan

“Disunnahkan berbuka puasa dengan tamar (kurma), jika tidak ada maka berbuka puasa dengan air, berdasarkan riwayat Salman bin ‘Amir, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam pernah bersabda : “Apabila diantara kalian berbuka puasa, maka berbukalah dengan tamr (kurma), sebab kurma itu barokah, namun jika tidak ada maka berbukalah dengan air, sebab air itu suci”, dan juga riwayat Anas, ia mengatakan : “Nabi shallallahu ‘alayhi wa Sallam biasa berbuka puasa sebelum shalat dengan ruthab (kurma muda), jika tidak ada kurma muda (ruthab), maka beliau berbuka dengan kurma (tamar), dan jika tidak ada tamar, beliau meminum seteguk air”.

Imam Al-Syairaziy didalam Al-Muhadzdzab juga mengatakan

“Dan mustahab (sunnah) berbuka puasa dengan kurma (tamar), jika tidak ada kurma maka berbuka dengan air, Salman bin Amir telah riwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda ; “Apabila diantara kalian berbuka puasa, maka berbukalah dengan tamr (kurma), sebab kurma itu barokah, namun jika tidak ada maka berbukalah dengan air, sebab air itu suci”.

Selain itu, sebagian ulama juga ada yang menjelaskan agar berbuka dengan sesuatu yang manis karena semakna dengan kurma, itu bila tidak ada kurma.  Imam Al-Rafi’i (w 623 H) menjelaskan didalam kitabnya Fathul ‘Aziz bisyarhi Al-Wajiz, yang juga dikenal dengan kitab Al-Syarhu Al-Kabir, sebuah kitab syarah atas kitab fiqh Imam Al-Ghazali yakni Al-Wajiz fil Fiqhi Al-Syafi’i. Kata beliau,

“Sesungguhnya disunnahkan ta’jil setelah benar-benar yaqin matahari terbenam, dan sunnah berbuka puasa dengan kurma (tamr), namun apabila tidak ada maka hendaknya berbuka puasa dengan air, berdasarkan riwayat bahwa Nabi Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam pernah bersabda : “Barangsiapa yang mendapati kurma maka berbuka puasalah dengannya, dan barangsiapa yang tidak memiliki kurma maka berbukalah dengan air, sebab air itu suci”, Dan Al-Qadli Ar-Ruyani menuturkan bahwa hendaknya berbuka puasa dengan kurma, namun bila tidak ada maka dengan manisan yang lain, jika tidak ada maka dengan air”

Al-Qadli Ar-Rauyani, lengkapnya adalah Al-Qadli Al-‘Allamah, Fakhrul Islam (kebanggaan Islam), Syaikhusy Syafi’iyyah Abdul Wahid Isma’il bin Muhammad Ar-Ruyani At-Thabary al-Syafi’i. Ia berpandangan bahwa bila tidak ada kurma maka berbuka dengan sesuatu yang manis lainnya. Hal ini juga disebutkan oleh Imam An-Nawawi didalam kitabnya Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, bahkan ada juga yang mengatakan seperti berikut:

“Al-Qadli Husain berkata, yang utama dizaman kami adalah berbuka puasa dengan apa yang diambil sendiri dari sungai (air), sebab itu jauh dari perkara yang syubhat”.

Menurut Imam Nawawi, pendapat seperti ini (perkataan Al-Qadli Ruyani dan Husain) adalah menyimpang, sedangkan yang tepat adalah seperti yang disebutkan didalam hadits-hadits diatas.

Meskipun demikian, ada hikmah yang bisa diambil dibalik perkataan Al-Qadli Husain, yaitu pentingnya memperhatikan sesuatu yang  masuk kedalam tubuh kita khususnya dibulan puasa, perkataan beliau juga menunjukkan betapa beliau sangat hati-hati dalam persoalan makanan bahkan terhadap yang syubhat sekalipun. Mungkin saja dizaman Al-Qadli Husain begitu banyak syubhat bertebaran sehingga perlu kehati-hatian terhadap setiap yang hendak dimakan, wallahu A’lam.

Masih terkait berbuka dengan yang manis-manis, banyak keterangan didalam kitab-kitab fiqh, termasuk juga dalam fiqh Maliki terkait masalah ini, misalnya didalam Fawakihud Dawaniy disebutkan,

“Dianjurkan berbuka puasa dengan sesuatu yang manis, didalam hadits disebutkan “Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa Sallam biasa berbuka puasa dengan kurma-kurma muda, jika tidak ada, maka beliau berbuka dengan kurma-kurma (tamar), dan jika tidak ada tamar, beliau meminum beberapa tegukan air”, barangsiapa yang berada di Makkah maka dianjurkan berpuasa dengan air zam zam dikarenakan kebarokahannya, namun mengkombinasikan air zam zam dengan kurma (tamr) maka itu bagus, dan sesungguhnya memang dianjurkan berbuka dengan kurma dan makanan yang semakna dengannya berupa manisan-manisan”

Menurut Imam Zakariyya Al-Anshoriy didalam Al-Ghurrar Bahiyyah, mendahulukan ruthab (kurma muda) daripada tamar adalah hasan (bagus) dan juga sunnah dengan kurma sejumlah 3 biji.

Berbuka Dengan Yang Manis?

Sedangkan hadits yang menyebutkan agar kita berbuka puasa dengan yang manis, memang tidak ada. Apalagi berbuka dengan manisan semacam kolak pisang, biji salah, es buah, dan seterusnya. Walaupun secara hukum tentu tidak dilarang dan tidak jadi haram juga.

Lantas dari mana kita menemukan pernyataan untuk berbuka dengan yang manis?

Kalau kita rajin baca kitab, maka insya Allah kita temukan bahwa ada satu dua ulama di masa lalu yang menafsirkan bahwa perintah berbuka dengan ruthab atau kurma karena agar bisa memulihkan penglihatan yang menurun akibat puasa. Kalau tidak ada keduanya, bisa dengan manis-manisan, kurang begitu fatwanya.

Al-Hattab Ar-Ru'aini (w. 954 H) salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah menuliskan pendapat salah satu ulama tentang berbuka dengan yang manis-manis ini, di dalam kitab beliau Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashar Khalil, sebagai berikut :

قال الشيخ زروق في شرحها: من سنن الصوم تعجيل الفطر رفقا بالضعفاء واستحبابا للنفس ومخالفة لليهود وكونه بالتمر أو ما في معناه من الحلاوات لأنه يرد للبصر ما زاغ منه بالصوم


Syeikh Zarruq berkata dalam syarahnya :  Di antara sunnah-sunnah puasa adalah menyeragakan berbuka, sebagai bentuk kasih sayang kepada orang yang lemah, menyayangi diri dan menjadi pembeda dengan orang yahudi. Dan dengan memakan kurma atau apa yang semakna dari yang manis-manis, agar mengembalikan penglihatan yang berkurang lantaran puasa.

Al-Kharasyi (w. 1101 H) salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah menuliskan di dalam kitabnya, Syarah Mukhtashar Khalilsebagai berikut :

وإنما استحب التمر وما في معناه من الحلاوات لأنه يرد للبصر ما زاغ منه بالصوم


Diistihbabkan berbuka dengan kurma atau yang sejenisnya dari yang manis-maniskarena untuk mengembalikan penglihatan yang berkurang lantaran puasa.

Pendapat Al-Qadhi Ar-Ruyani

Selain itu yang sering disebut-sebut berpendapat seperti ini adalah salah satu ulama di dalam mazhab Asy-Syafi'iyah, yaitu Al-Qadhi Ar-Ruyani. Di dalam beberapa kitab fiqih mazhab Asy-Syafi'iyah kita temukan para penulis kitab mencantumkan pendapat Ar-Ruyani ini.

An-Nawawi (w. 676 H) salah satu muhaqqiq besar dalam ruang lingkup mazhab Asy-Syafi'iyah memuat pendapat Ar-Ruyani ini di dalam karya beliau, Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab sebagai berikut :

وقال الروياني يفطر على تمر فإن لم يجد فعلى حلاوة فإن لم يجد فعلى الماء وقال القاضي حسين الأولى في زماننا أن يفطر على ما يأخذه بكفه من النهر ليكون أبعد عن الشبهة وهذا الذي قالاه شاذ والصواب ما سبق كما صرح به الحديث


Ar-Ruyani berkata,"Berbuka itu dengan kurma, bila tidak ada maka dengan halawah (manis-manis), bila tidak ada maka dengan air".  Al-Qadhi Husein berkata yang lebih utama di zaman kami berbuka dengan apa yang didapatnya dengan kedua tangannya dari sungai, biar jauh dari syubhat. Namun apa yang disebutkan oleh kedua ulama ini syadz. Yang benar adalah apa yang sudah disebutkan di dalam hadits.

Namun pendapat Al-Qadhi Ar-Ruyani dan Al-Qadhi Husein ini dikritik oleh An-Nawawi dengan menyebutkan pendapat itu syadz. Artinya bukan pendapat yang bisa diterima. Alasannya karena sudah ada hadits yang menegaskan hal ini, bahwa Rasulullah SAW berbuka dengan ruthab, kurma atau air dan bukan dengan yang manis-manis.

Kata halawah dalam kamus bahasa Arab memang berarti makan yang rasanya manis. Namun secara istilah tidak mentang-mentang rasa suatu makanan atau itu manis, lantas bisa disebut dengan halawah.

Buktinya batang tebu yang manis itu tidak disebut dengan halawah. Begitu juga gula pasir yang rasanya manis itu, tidak sebut halawah oleh orang Arab. Maka istilah halawah di Arab wujudnya pasti berbeda dengan makanan yang kita kenal. Kolak dan biji salak itu manis rasanya, tetapi belum tentu orang Arab menyebutnya sebagai halawah.

Intinya, sama sekali tidak ada larangan untuk berbuka dengan makanan yang manis-manis seperti kolak dan biji salak. Tapi juga tidak ada hadits yang memerintahkannya. Adapun penafsiran satu dua ulama tentang berbuka dengan yang manis-manis tentu saja merupakan ijtihad yang masih kontroversi di kalangan ulama. Buat kita, kalau mau boleh kita ikuti dan kalau mau juga boleh juga tidak diiukuti.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

1 komentar:

  1. JOIN NOW !!!
    Dan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
    Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
    BURUAN DAFTAR!
    dewa-lotto.name

    BalasHapus