Al-Imaam An-Nasaa’iy rahimahullah berkata :
أَخْبَرَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ الْجُعْفِيُّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ، عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ، عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ عَلَيْهِ السَّلَام، وَفِيهِ قُبِضَ، وَفِيهِ النَّفْخَةُ، وَفِيهِ الصَّعْقَةُ، فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلَاةِ، فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ "، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرَمْتَ أَيْ يَقُولُونَ قَدْ بَلِيتَ؟ قَالَ: " إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ السَّلَام "
Telah mengkhabarkan kepada kami Ishaaq bin Manshuur, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Husain Al-Ju’fiy, dari ‘Abdurrahmaan bin Yaziid bin Jaabir, dari Abul-Asy’ats Ash-Shan’aaniy, dari Aus bin Aus, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Sesungguhnya seutama-utama hari adalah hari Jum’at. Pada hari itu Aadam ‘alaihis-salaam diciptakan, padanya ia diwafatkan, padanya ditiup sangkakala (kiamat), dan padanya diwafatkan seluruh makhluk. Maka, perbanyaklah oleh kalian ucapan shalawat, karena ucapan shalawat kalian itu akan disampaikan kepadaku”. Para shahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, bagaimana shalawat kami disampaikan kepadamu, padahal engkau telah lenyap atau hancur ?”. Beliau menjawab : “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla telah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi ‘alaihim as-salaam” [Al-Mujtabaa, no. 1374].
Diriwayatkan oleh beberapa imam hadits dari jalan-jalan yang semuanya berasal dari Husain bin ‘Aliy Al-Ju’fiy, dari ‘Abdurrahmaan bin Yaziid bin Jaabir, dari Abul-Asy’ats Ash-Shan’aniy, dari Aus bin Aus secara marfuu’.
Beberapa huffaadh men-ta’liil riwayat ini dengan alasan bahwa ‘Abdurrahmaan dalam sanad itu bukanlah Ibnu Yaziid bin Jaabir, akan tetapi Ibnu Yaziid bin Tamiim, seorang yang dla’iif. Ibnu Rajab rahimahullah yang berkata :
وكذلك روى حسين الحعفي: عن ابن جابر عن أبي الأشعث عن أوس عن النبي - صلى الله عليه وسلم- " أكثروا علي من الصلاة يوم الجمعة... الحديث "، فقالت طائفة: " هو حديث منكر، وحسين الجعفي سمع من عبد الرحمن بن يزيد بن تميم الشامي، وروى عنه أحاديث منكرة فغلط في نسبته ".
وممن ذكر ذلك البخاري، وأبو زرعة، وأبو حاتم، وأبو داود، وابن حبان، وغيرهم.
وأنكر ذلك آخرون وقالوا: " الذي سمع منه حسين هو ابن جابر ".
قال العجلي: " سمع من ابن جابر حديثين في الجمعة ".
وكذا أنكر الدار قطني على من قال: إن حسيناً سمع من ابن تميم، وقال: " إنما سمع من ابن جابر، قال: والذي سمع من ابن تميم هو أبو أسامة، وغلط في اسم جده، فقال ابن جابر، وهو ابن تميم"
“Dan begitu pula yang diriwayatkan oleh Husain Al-Ju’fiy, dari Ibnu Jaabir, dari Abul-Asy’ats, dari Aus-bin Aus, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Perbanyaklah oleh kalian ucapan shalawat pada hari Jum’at…..’ (al-hadits). Sekelompok ulama berkata : ‘Ia adalah hadits munkar. Husain Al-Ju’fiy mendengar riwayat ‘Abdurrahmaan bin Yaziid bin Tamiim Asy-Syaamiy; dan diriwayatkan darinya hadits-hadits munkar, lalu perawi keliru dalam penisbatannya (dari ‘Abdurrahmaan bin Yaziid bin Tamiim menjadi ‘Abdurrahmaan bin Yaziid bin Jaabir)’. Di antara ulama yang menyebutkan hal itu adalah Al-Bukhaariy, Abu Zur’ah, Abu Haatim, Abu Daawud, Ibnu Hibbaan, dan yang lainnya.
Namun sekelompok ulama lain mengingkari hal itu. Mereka berkata : ‘Orang yang didengarkan riwayatnya oleh Husain adalah Ibnu Jaabir’. Al-‘Ijliy berkata : ‘Ia (Husain) mendengarkan dari Ibnu Jaabir dua riwayat tentang Jum’at’. Begitu pula Ad-Daaruquthniy mengingkari orang yang mengatakan : ‘sesungguhnya Husain mendengar dari Ibnu Tamiim’, dan kemudian ia (Ad-Daaruquthniy) berkata : ‘Husain itu hanyalah mendengar riwayat dari Ibnu Jaabir. Orang yang mendengarkan riwayat dari Ibnu Tamiim adalah Abu Usaamah. Ia keliru dalam penyebutan nama kakeknya, dimana ia berkata : Ibnu Jaabir, padahal Ibnu Tamiim” [Syarh ‘Ilal At-Tirmidziy, 2/818-819].
Yang benar – wallaahu a’lam – adalah bahwasannya Al-Husain mendengar riwayat dari ‘Abdurrahmaan bin Yaziid bin Jaabir, sebagaimana dikatakan Ad-Daaruqthniy dan Al-‘Ijliy. Al-Husain adalah seorang yang tsiqah dengan kesepakatan. Ibnu Hibbaan dan Ibnu Syaahiin membawakannya dalam Ats-Tsiqaat. Abu ‘Abdillah Al-Haakim berkata : ‘Ia paling dikedepankan, paling hapal, dan paling mengetahui hadits Zaaidah daripada selain dirinya”. Ahmad bin Hanbal berkata : “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih utama dari Husain Al-Ju’fiy dan Sa’iid bin ‘Aamir”. Al-‘Ijliy berkata : “Tsiqah. Ia seorang laki-laki yang shaalih. Aku tidak pernah melihat laki-laki yang lebih utama darinya”. ‘Utsmaan bin Abi Syaibah berkata : “Tsiqah lagi shaduuq”. Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Tsiqah”. Al-Fasaawiy berkata : “Tsiqah”.
Dalam riwayat lain Al-Husain Al-Ju’fiy telah menjelaskan penyimakan riwayatnya dari ‘Abdurrahmaan. Oleh karena itu, persaksiannya bahwa perawi yang ia ambil riwayatnya adalah Ibnu Jaabir (bukan Ibnu Tamiim) lebih dikedepankan.
Ini adalah satu kekhususan yang Allah ta’ala berikan kepada para Nabi ‘alaihimus-salaam akan jaminan bahwa jasad mereka tidak dimakan tanah hingga hari kiamat.
Pertanyaan : Apakah kekhususan tersebut berlaku pada selain mereka (para Nabi) ? (yaitu manusia pada umumnya).
Jawab : Tidak, karena tidak ada dalil yang menyatakan demikian. Bahkan telah shahih riwayat :
حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنْ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " كُلَّ ابْنِ آدَمَ تَأْكُلُ الْأَرْضُ، إِلَّا عَجْبَ الذَّنَبِ، مِنْهُ خُلِقَ، وَفِيهِ يُرَكَّبُ "
Dan telah menceritakan kepada kami Al-Qa’nabiy, dari Maalik, dari Abuz-Zinaad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Semua (jasad) anak Aadam akan dimakan tanah, kecuali tulang ekornya.Darinya ia diciptakan, dan darinya pula ia akan dihimpun kembali” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4743; shahih].
Dhahirnya, jasad semua anak Aadam akan termakan tanah kecuali satu bagian kecil tulang yang ada di pangkal ekornya. Dan dikecualikan dari jenis orang ini adalah jasad para Nabi ‘alaihim ash-shalaatu was-salaam. Akan tetapi ada beberapa riwayat yang menjelaskan beberapa jasad di kalangan salaf yang masih utuh setelah beberapa saat dikuburkan.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، أَخْبَرَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ، حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ الْمُعَلِّمُ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: لَمَّا حَضَرَ أُحُدٌ دَعَانِي أَبِي مِنَ اللَّيْلِ، فَقَالَ: " مَا أُرَانِي إِلَّا مَقْتُولًا فِي أَوَّلِ مَنْ يُقْتَلُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنِّي لَا أَتْرُكُ بَعْدِي أَعَزَّ عَلَيَّ مِنْكَ غَيْرَ نَفْسِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّ عَلَيَّ دَيْنًا فَاقْضِ، وَاسْتَوْصِ بِأَخَوَاتِكَ خَيْرًا، فَأَصْبَحْنَا فَكَانَ أَوَّلَ قَتِيلٍ، وَدُفِنَ مَعَهُ آخَرُ فِي قَبْرٍ، ثُمَّ لَمْ تَطِبْ نَفْسِي أَنْ أَتْرُكَهُ مَعَ الْآخَرِ فَاسْتَخْرَجْتُهُ بَعْدَ سِتَّةِ أَشْهُرٍ، فَإِذَا هُوَ كَيَوْمِ وَضَعْتُهُ هُنَيَّةً غَيْرَ أُذُنِهِ "
Telah menceritakan kepada kami Musaddad: Telah mengkhabarkan kepada kami Bisyr bin Al-Mufadldlal: Telah menceritakan kepada kami Husain Al-Mu’allim, dari ‘Athaa, dari Jaabir radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : “Ketika terjadi perang Uhud, ayahku memanggilku di waktu malam dan berkata : Tidaklah aku melihat diriku kecuali seorang yang akan terbunuh pertama kali dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang terbunuh. Dan sesungguhnya aku tidak meninggalkan sesuatu yang berharga kepadamu selain diri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya aku mempunyai hutang, maka lunasilah. Berilah nasihat kebaikan kepada saudara-saudaramu”. Jaabir berkata : “Pada pagi harinya aku dapati ia orang yang pertama kali terbunuh. Lalu dikuburkan bersamanya shahabat-shahabat lain yang juga meninggal dalam satu kubur. Kemudian diriku merasa tidak enak meninggalkan dirinya bersama yang lain. Lalu aku pun mengeluarkannya enam bulan kemudian. Maka aku dapati keadaannya seperti hari ketika aku meletakkanya di kubur tersebut, tidak ada yang berubah, kecuali sesuatu pada telinganya saja” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1351].
حَدَّثَنَا فَرْوَةُ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ " لَمَّا سَقَطَ عَلَيْهِمُ الْحَائِطُ فِي زَمَانِ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ أَخَذُوا فِي بِنَائِهِ، فَبَدَتْ لَهُمْ قَدَمٌ فَفَزِعُوا، وَظَنُّوا أَنَّهَا قَدَمُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَا وَجَدُوا أَحَدًا يَعْلَمُ ذَلِكَ، حَتَّى قَالَ لَهُمْ عُرْوَةُ: لَا، وَاللَّهِ مَا هِيَ قَدَمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا هِيَ إِلَّا قَدَمُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ "
Telah menceritakan kepada kami Farwah: Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy, dari Hisyaam bin ‘Urwah, dari ayahnya: Ketika tembok runtuh menimpa kuburan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada masa kekhilafahan Al-Waliid bin 'Abdil-Malik, orang-orang mulai membangun kembali. Lalu nampak pada mereka sebuah kaki yang membuat mereka terkejut. Mereka menyangka bahwa itu adalah kaki Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Mereka tidak mendapati seorang pun yang mengetahuinya, hingga ‘Urwah berkata kepada mereka : “Tidak, demi Allah. Itu bukanlah kaki Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Namun ia adalah kaki ‘Umar radliyallaahu ‘anhu” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1391].
Oleh sebab itu, ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa jasad syuhadaa’ dan orang-orang yang shaalih termasuk tambahan perkecualian dari jasad para Nabi. Ibnu Abil-‘Izz Al-Hanafiy rahimahullah berkata :
وحرم الله على الأرض أن تأكل أجساد الأنبياء كما روي في السنن ، وأما الشهداء : فقد شوهد منهم بَعدَ مُدَدٍ مِن دفنه كما هو لم يتغير ، فيحتمل بقاؤه كذلك في تربته إلى يوم محشره ، ويحتمل أنه يبلى مع طول المدة ، والله أعلم
“Dan Allah telah mengharamkan bagi bumi untuk memakan jasad para Nabi sebagaimana diriwayatkan dalam sunnah. Adapun syuhadaa’: Di antara mereka telah disaksikan selang beberapa waktu setelah dikuburkannya bahwa tidak ada perubahan dalam dirinya (utuh) sebagaimana waktu dikuburkannya. Dan mungkin keadaannya di dalam tanah tetap seperti itu hingga hari kiamat. Dan mungkin pula bahwa jasadnya hancur seiring dengan lamanya waktu yang berjalan. Wallaahu a’lam” [Syarh Al-‘Aqiidah Ath-Thahawiyyah, hal. 396].
Akan tetapi tambahan perkecualian selain para Nabi sebagaimana dikatakan sebagian ulama ini tidaklah dilandasi dalil. Memang benar riwayat dan fakta telah menunjukkan bahwa beberapa jenazah sebagian orang yang masih tetap utuh setelah beberapa lama dikuburkan. Tapi apakah ada jaminan bahwa keadaannya tetap itu seperti itu sebagaimana diisyaratkan Ibnu Abil-‘Izz (dan beberapa ulama lain) hingga hari kiamat sebagaimana jasad para Nabi ?. Hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu di atas menafikkannya.
Kemudian,..... ada pembalikan cara berpikir yang aneh di sebagian masyarakat. Kata mereka, jika jasad Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendapat jaminan tidak dimakan tanah, lalu dikuatkan dengan fakta bahwa jasad sebagian shahabat juga masih tetap utuh beberapa waktu setelah dikuburkannya; maka jika diketemukan jasad seseorang yang masih utuh setelah beberapa lama dikuburkan, keadaan dirinya dapat di-qiyas-kan kepada Nabi dan para shahabat. Immaa orang tersebut adalah ahli surga, immaa – minimal – ia adalah kekasih Allah yang keshalihannya dipersaksikan pada waktu hidupnya.
Ini adalah cara berpikir yang lucu. Bertentangan dengan riwayat dan juga fakta.
Bahwasannya ada sebagian jasad manusia yang tetap utuh, maka itu merupakan kehendak Allah ta’ala.
فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ
“Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya” [QS. Al-Buruuj : 16].
Namun, tidakkah kita membaca firman Allah ta’ala tentang Fir’aun :
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ * آلآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ * فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ
“Dan Kami memungkinkan Bani Israel melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Firaun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Firaun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israel, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami” [QS. Yuunus : 90-92].
Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :
وقوله: { فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً } قال ابن عباس وغيره من السلف: إن بعض بني إسرائيل شكُّوا في موت فرعون، فأمر الله تعالى البحر أن يلقيه بجسده بلا روح، وعليه درعه المعروفة [به] على نجوة من الأرض وهو المكان المرتفع، ليتحققوا موته وهلاكه؛ ولهذا قال تعالى: { فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ } أي: نرفعك على نَشز من الأرض، { بِبَدَنِك } قال مجاهد: بجسدك. وقال الحسن: بجسم لا روح فيه. وقال عبد الله بن شداد: سويا صحيحا، أي: لم يتمزق ليتحققوه ويعرفوه. وقال أبو صخر: بدرعك
“Tentang firman-Nya : ‘Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu’ (QS. Yuunus : 92). Ibnu ‘Abbaas dan yang lainnya dari kalangan salaf berkata : ‘Sesungguhnya sebagian Bani Israaiil ragu akan kematian Fir’aun. Maka Allah ta’ala memerintahkan kepada laut untuk melemparkan jasadnya yang sudah tanpa nyawa (ruh) ke dataran tinggi, dengan masih mengenakan baju besi yang ia dikenal dengannya; agar supaya mereka (Bani Israaiil) yakin akan kematiannya. Oleh karena itu Allah ta’ala berfirman : ‘Maka pada hari ini Kami selamatkan kamu’, yaitu : Kami angkat jasadmu ke tanah yang tinggi. Tentang firman-Nya : ‘bi-badanika (‘dengan badanmu’), Mujaahid berkata : ‘Dengan jasadmu’. Al-Hasan berkata : ‘Dengan tubuh (jism) tanpa nyawa/ruh padanya’. ‘Abdullah bin Syaddaad berkata : ‘Masih dalam utuh, tidak robek, agar mereka yakin dan mengetahuinya” [Tafsir Ibni Katsiir, 4/294].
Allah ta’ala telah mengkhususkan penyelamatan badan Fir’aun secara khusus daribalaa’ yang menimpanya di lautan yang kemudian mengabadikannya dalam Al-Qur’an, dapat dipahami bahwa hal ini merupakan fenomena di luar kebiasaan normal. Atau lazimnya, balaa’ yang menimpa Fir’aun itu akan menyebabkan rusaknya jasad.
Orang Kristen/Katholik pun punya tokoh yang mereka klaim sebagai orang-orang suci yang jasadnya masih utuh setelah ratusan tahun meninggal.
Begitu juga dengan orang China. Mereka punya ‘tokoh’ yang tersimpan di museum yang jasadnya masih utuh setelah lewat lebih dari 2.100 tahun.
So, tidak ada hubungannya – sekali lagi – antara penemuan jasad yang masih utuh dengan surga atau kewalian atau keshalihan.
‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu tidak membutuhkan riwayat yang menjelaskan kakinya masih utuh setelah lewat puluhan tahun dari kesyahidannya (sebagaimana riwayat ‘Urwah di atas), untuk menegaskan keshalihan dan jaminan surga baginya. Sebab, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melalui lisannya yang mulia telah menegaskan kebaikan dan jaminan surga bagi ‘Umar.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي حَفْصَةَ، وَالْأَعْمَشِ، وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَهْبَانَ، وَابْنِ أَبِي لَيْلَى، وَكَثِيرٍ النَّوَّاءِ كُلِّهِمْ، عَنْ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ أَهْلَ الدَّرَجَاتِ الْعُلَى لَيَرَاهُمْ مَنْ تَحْتَهُمْ كَمَا تَرَوْنَ النَّجْمَ الطَّالِعَ فِي أُفُقِ السَّمَاءِ، وَإِنَّ أَبَا بَكْرٍ، وَعُمَرَ مِنْهُمْ وَأَنْعَمَا "
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah: Telah menceritakan Muhammad bin Fudlail, dari Saalim bin Abi Hafshah, Al-A’masy, ‘Abdullah bin Shahbaan, Ibnu Abi Lailaa, dan Katsiir An-Nawaa’, semuanya dari ‘Athiyyah, dari Abu Sa’iid, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya derajat penghuni surga yang paling tinggi benar-benar akan melihat orang-orang yang ada di bawah mereka sebagaimana kalian melihat bintang terbit di ufuk langit. Dan sesungguhnya Abu Bakr dan ‘Umar termasuk di antara mereka dan yang paling baik” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3658; sanadnya lemah karena faktor ‘Athiyyah, namun hasan dengan keseluruhan jalannya].
حدثنا قتيبة حدثنا عبد العزيز بن محمد عن عبد الرحمن بن حميد عن أبيه عن عبد الرحمن بن عوف قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أبو بكر في الجنة وعمر في الجنة وعثمان في الجنة وعلي في الجنة وطلحة في الجنة والزبير في الجنة وعبد الرحمن بن عوف في الجنة وسعد في الجنة وسعيد في الجنة وأبو عبيدة بن الجراح في الجنة
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin Muhammad, dari ‘Abdurrahmaan bin Humaid, dari ayahnya, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Auf, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Abu Bakr di surga, ‘Umar di surga, ‘Utsmaan di surga, ‘Aliy di surga, Thalhah di surga, Az-Zubair di surga, ‘Abdurrahmaan in ‘Auf di surga, Sa’d di surga, Sa’iid di surga, dan Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarraah di surga” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3747. Diriwayatkan juga oleh Ahmad 1/193 dan dalam Al-Fadlaail no. 278, An-Nasaa’iy dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 91, Abu Ya’laa no. 835, Ibnu Hibbaan no. 7002, dan yang lainnya; shahih].
Begitu juga dengan ayah Jaabir. Statusnya adalah shahabat generasi awal yang mulia dan syuhadaa’ Uhud yang mempunyai keutamaan secara khusus.
وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” [QS. At-Taubah : 100].
حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ يعْنِي ابْنَ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، سَمِعْتُ عَبْدَ رَبٍّ يُحَدِّثُ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ ابْنِ جَابِرٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ فِي قَتْلَى أُحُدٍ: " لَا تُغَسِّلُوهُمْ، فَإِنَّ كُلَّ جُرْحٍ أَوْ كُلَّ دَمٍ، يَفُوحُ مِسْكًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ " وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِم
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah: Aku mendengar ‘Abdu Rabb menceritakan dari Az-Zuhriy, dari Ibnu Jaabir, dari Jaabir bin ‘Abdillah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya beliau pernah bersabda tentang orang-orang yang gugur di perang Uhud : “Jangan mandikan mereka. Sesungguhnya setiap luka atau darah akan semerbak baunya pada hari kiamat”. Beliau tidak menyalatkan mereka [Diriwayatkan oleh Ahmad, 3/299; shahih].
Ibnu Jaabir dalam sanad tersebut tidak disebutkan namanya. Jaabir bin ‘Abdillah mempunyai tiga orang anak, yaitu ‘Abdurrahmaan, Muhammad, dan ‘Aqiil. Namun Ibnu Jaabir yang meriwayatkan darinya Az-Zuhriy di situ adalah ‘Abdurrahmaan sebagaimana dijelaskan Ad-Daaruquthniy dalam Al-‘Ilal, sehingga sanadnya adalah shahih. Wallaahu a’lam.
Apakah ada nash semisal tentang dua orang di atas yang menyatakan keshalihan, kebaikan, dan jaminan (Allah) kepada orang-orang yang jasadnya utuh ditemukan (baik ditemukan di atas tanah atau di dalam/bawah tanah) ?.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar