Di lingkungan masyarakat pada umumnya mempercayai adanya roh gentayangan. Mereka percaya bahwa orang yang sudah meninggal bisa hidup kembali dalam bentuk roh, mereka juga beranggapan jika ada seseorang yang matinya tidak wajar seperti kecelekaan, dibunuh atau bunuh diri, maka arwahnya akan penasaran.
Dan biasanya, arwah tersebut akan meminta sesuatu agar arwahnya bisa tenang. Namun, adakah arwah gentayangan dalam pandangan Islam?
Perlu diketahui, bahwasanya arwah gentayangan, hantu dan lain sebagainya itu adalah opini yang salah kaprah. Bukan persoalan ada atau tidaknya orang yang telah diganggu oleh hantu, melainkan lebih kepada siapa yang menakut-nakuti tersebut.
Memang benar, ada riwayat yang menyebutkan adanya ruh manusia yang melihat bagaimana orang-orang yang masih hidup memperlakukan jasadnya.
Cerita tentang arwah penasaran sepertinya sudah menjadi pembicaraan harian bagi orang Indonesia, dan masyarakat disekitar kita. Pasti setiap kejadian munculnya hantu dikaitkan dengan arwah manusia yang telah meninggal dan kejadian-kejadian tragis(kecelakaan) juga orang banyak yang bilang akan menjadi arwah penasaran. Di berbagai produksi sinetron atau layar lebar tidak pernah bosan dengan masalah mistik ini. Orang pun kemudian banyak yang mempercayai tentang adanya arwah penasaran yang konon menjelma menjadi hantu gentayangan, sudah tentu, banyak pula yang tidak mempercayainya dan ada juga yang mempercayainya.
Bagi mereka yang percaya beranggapan bahwa hantu itu memang ada. Namun, hantu yang dikenal orang awam ini konotasinya adalah arwah atau roh orang yang sudah meninggal yang tidak diterima alam nirwana yang kemudian kembali ke bumi berwujud hantu gentayangan, apakah semua yang dikatakan itu benar adanya? Jelaslah hal itu merupakan pandangan yang salah. Yang kita ketahui bersama, banyak jenis hantu yang dikenal dikalangan masyarakat, diantaranya kuntilanak, pocong, sundelbolong, tuyul, genderuwo, suster ngesot dan masih banyak lagi jenis hantu yang lainnya.
Konon katanya, kuntilanak dipercaya berasal dari arwah perempuan yang meninggal saat melahirkan anaknya yang akan berubah menjadi tuyul. Dialah cerita masyarakat Banten pinggiran, kematian semacam ini disebut sebagai Mati Kabebeng. Masyarakat terlanjur mempercayainya bahwa perempuan yang mati tragis ini maka arwahnya pasti gentayangan. Itu adalah pemahaman yang keliru, pastinya seorang ibu yang mati saat melahirkan adalah mati syahid, jadi tidak mungkin arwahnya gentayangan dan menjadi hantu. Pocong juga dipercaya berasal dari arwah orang-orang meninggal dan saat penguburan tali pocongnya tidak dilepaskan. Masih banyak masyarakat berpendapat wujud hantu dalam hubungannya dengan arwah manusia yang telah mati.
Fakta tentang hantu adalah jelmaan roh orang mati yang tidak bisa dibenarkan. Semua itu adalah paham jahiliyah dan bid’ah belaka. Menurut ajaran islam roh orang mati itu disimpan di suatu tempat khusus. Roh orang mukmin disimpan di suatu tempat yang bernama llliyin.
Sedikit sekali ilmu yang Allâh berikan pada manusia tentang ruh. Maka berhati-hatilah, karena syaithân golongan jin berusaha menyelewengkan akidah umat ini, misalnya khurafat dari mulut ke mulut tentang ‘ruh gentayangan’. Padahal, seandainya ‘ruh gentayangan’ itu memang ada, maka yang paling memungkinkan adalah jelmaan jin yang bermaksud menyesatkan akidah umat.
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.”(QS. Al-Isrâ’ [17]: 85)
Dalam tafsir al-Muntakhab dikatakan:
الروح من علم ربى الذى استأثر به ، وما أوتيتم من العلم إلا شيئاً قليلاً فى جانب علم الله تعالى
“Al-Ruh termasuk ruang lingkup ‘ilmu Allah, dan Allah tidak memberitahu manusia tentang ini melainkan hanya sedikit saja dari ilmu-Nya”
Menafsirkan penggalan ayat: مِنْ أَمْرِ رَبّى “(ruh) termasuk urusan Rabb-ku”. Dipaparkan dalam tafsir al-Muyassar:
أي من شأنه وعلمه الذي استأثر به ولم يعلمه غيره
“Yakni termasuk urusan Allah dan lingkup ilmu-Nya dan tidak ada yang mengetahui tentang ruh selain Allah.”
Ruh termasuk perkara ghayb. Oleh karena itu, berbicara tentang ruh harus merujuk pada dalil yang pasti (qath’iy) yakni al-Qur’an dan hadîts mutawâtir.
Imam al-Zamakhshariy dalam tafsirnya menuturkan:
أي من وحيه وكلامه ، ليس من كلام البشر
“Yakni berdasarkan wahyu dan kalam-Nya (al-Qur’an), bukan berdasarkan perkataan manusia.”
Maka, cerita tentang roh gentayangan yang disebarkan dari mulut ke mulut, dari fulan bin fulan, dari ‘dalil’ katanya tak bisa jadi dasar keyakinan ini. Maka, keyakinan adanya roh gentayangan merupakan keyakinan khurafat yang dibatalkan Islam. Lebih buruk lagi kedustaan klaim dukun yang mengaku sakti mampu menjembatani komunikasi antara manusia dengan roh orang yang sudah meninggal, dukun pendusta seperti ini bisa kita temukan dalam majalah perdukunan yang bebas ‘bergentayangan’ di alam Demokrasi kufur saat ini.
Di sisi lain, tidak ada satu pun dalil-dalil qath’iy yang memahamkan kita bahwa ruh yang keluar dari jasad manusia bisa bergentayangan, apalagi menampakkan diri menghantui orang-orang yang masih hidup. Tentang ‘hantu’, islam telah menjelaskannya sebagai berikut:
Dalam kitab Tahdziib al-Asmaa’ wa al-Lughaat, al-Hafizh al-Nawawi menjelaskan:
غول: قال الإمام أبو السعادات المبارك بن محمد المعروف بابن الأثير الجزري في نهاية الغريب في الحديث: “لا غول ولا صفر” الغول: أحد الغيلان، وهي جنس من الجن والشياطين
“Ghuul: Imam Abu al-Sa’adah al-Mubarak bin Muhammad yang dikenal dengan nama Ibn al-Atsir al-Jazariy dalam kitab Nihayatul Ghariib fii al-Hadiits menuturkan: (tidak ada hantu gentayangan dan tidak ada tabu di bulan safar). Al-Ghul: termasuk jenis bangsa jin dan syaithan-syaithan.”
كانت العرب تزعم أن الغول في الفلاة تتراءى للناس فتتغول تغويلا أي: تتلون تلونا في صور شتى، وتغولهم أي: تضلهم عن الطريق وتهلكهم، فنفاه النبي – صلى الله عليه وسلم – وأبطله
“Dahulu orang-orang arab mengira bahwa hantu di padang pasir mengintai manusia dan menakut-nakutinya: yakni mereka menceritakan tentang hantu dengan beragam gambaran, dan menakut-nakuti mereka yakni menyesatkan di jalan dan membahayakan mereka, maka Nabi SAW menafikan dan membatalkan keyakinan ini.”
وقيل: معنى “لا غول” ليس نفيًا لوجود الغول، بل هو إبطال لزعم العرب في تلونه بالصور المختلة واغتياله
“Dan dikatakan: “tidak ada hantu gentayangan” dalam hadits ini Rasul tidak menafikan keberadaan makhluk ini, namun beliau membatalkan persangkaan orang-orang ‘arab yang menceritakan tentangnya dalam beragam bentuk dan diyakini bisa membunuh.”
Seluruh penjelasan di atas, serupa dengan keterangan dalam kitab Tuhfah al-Ahwadzi. Penulisnya pun menuturkan:
قلتُ : الْأَمْرُ كَمَا قَالَ الْجَزَرِيُّ لَا شَكَّ فِي أَنَّهُ لَيْسَ الْمُرَادُ بِقَوْلِهِ : ” لَا غُولَ ” ، نَفْيُ وُجُودِهَا ، بَلْ نَفْيُ مَا زَعَمَتْ الْعَرَبُ مِمَّا لَمْ يَثْبُتْ مِنْ الشَّرْعِ
“Saya katakan: hal ini sebagaimana dinyatakan Imam al-Jazariy bahwa tidak ada keraguan bahwa yang dimaksud dalam hadits ini: “tidak ada ghul” bukan menafikan keberadaannya, namun membatalkan persangkaan-persangkaan orang-orang arab yang tidak ditetapkan syari’at (bertentangan dengan islam).”
Maka tidak ada roh gentayangan, semua manusia yang wafat akan kembali kepada Allâh (tidak ditemukan informasi dalil-dalil yang menyatakan roh bisa bergentayangan):
قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ
“Katakanlah: “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.” (QS. al-Sajdah [32]: 11)
Imam Al Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Kaum salaf telah bersepakat atas hal ini. Atsar dari mereka sudah mutawatir bahwa mayit mengetahui jika ada orang yang menziarahinya dan merasa bahagia dengan ziarah tersebut”.
Selanjutnya Ibnul Qayyim menukil perkataan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu dalam menafsirkan firman Allah.
اللهُ يَتَوَفَّى اْلأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ اْلأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى
“Allah memegang jiwa (roh seseorang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (seseorang) yang belum mati di waktu tidurnya ; maka Ia tahan jiwa (roh orang) yang telah ia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan lagi jiwa (roh) yang lain sampai waktu yang ditentukan”. [Az-Zumar 42}
“Telah sampai kepadaku bahwasanya roh orang-orang yang masih hidup dan yang sudah mati bisa bertemu didalam tidur (mimpi-red) kemudian mereka saling bertanya, lalu Allah menahan roh orang yang sudah mati dan mengembalikan roh orang yang masih hidup ke jasadnya.”
Kemudian Ibnul Qayyim berkata, “Sungguh pertemuan antara roh orang-orang yang masih hidup dengan roh orang-orang yang sudah meninggal menunjukkan bahwa orang yang masih hidup bisa melihat orang yang sudah meninggal dalam mimpinya dan menanyainya hingga orang yang sudah mati menceritakan apa yang tidak diketahui oleh yang masih hidup. Atas dasar inilah terkadang berita orang yang hidup (tentang keadaan orang yang sudah mati) bisa pas sesuai dengan kenyataan.”
Demikianlah yang dipegang oleh Salafus Shalih, yaitu roh orang-orang yang sudah mati tetap ada dan bisa mendengar sampai waktu yang dikehendaki Allah. Tetapi tidak benar, kalau roh-roh itu bisa berhubungan dengan orang-orang yang masih hidup selain dalam mimpi.
Begitu pula tidaklah benar pengakuan para tukang sihir tentang kemampuan mereka mendatangkan roh orang-orang mati yang diinginkan, lalu mengajaknya berbicara dan bertanya-tanya (berbagai hal) kepadanya. Ini adalah pengakuan yang batil, tidak ada dalil yang menguatkannya baik dalil naqli (Al-Qur’an dan Hadits-pent) maupun dalil aqli. Allahlah yang Maha Mengetahui masalah roh. Dialah yang mengatur roh. Dia pulalah yang berkuasa mengembalikan roh tersebut ke jasad manusia kapan saja Ia kehendaki. Hanya Allah yang Maha mengatur kerajaanNya dan ciptaanNya, tidak ada yang bisa menandingiNya.
Sedangkan orang yang beranggapan selain itu (tidak mengakui kekuasaan Allah-pent) maka dia hanya beranggapan tanpa berdasarkan ilmu dan dia berdusta kepada manusia tentang berita-berita roh yang dia sebarkannya. Hal itu mungkin untuk tujuan mendapatkan harta atau untuk menunjukkan kemampuannya yang tidak dimiliki orang lain atau untuk menipu manusia dengan maksud merusak agama dan akidah mereka.
Apa yang diaku-aku oleh para dajjal ini, yaitu memanggil roh-roh sebenarnya adalah roh-roh syetan. Mereka memberikan pelayanan kepada syetan-syetan itu dengan cara menyembahnya dan memenuhi permintaannya. Roh-roh syetan tadi membantu para dajjal ini dengan bantuan yang diminta dengan cara berdusta dan berbuat dosa dalam menjiplak nama orang-orang mati yang dipanggil para dajjal itu. Allah berfirman.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ مَافَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَايَفْتَرُونَ . وَلِتَصْغَى إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ بِاْلأَخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوا مَاهُم مُّقْتَرِفُونَ
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syetan-syetan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Rabbmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkan mereka dan apa yang mereka ada-adakan. Dan (juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (syetan) kerjakan”. [Al-An’am 112-113]
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَامَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُم مِّنَ الإِنسِ وَقَالَ أَوْلِيَآؤُهُم مِّنَ اْلإِنسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَآ أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلَتْ لَنَا قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَآ إِلاَّ مَاشَآءَ اللهُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ
“Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya, (dan Allah berfirman):”Hai golongan jin (syetan), sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia”, lalu berkatalah kawan-kawan mereka dari golongan manusia:”Ya Rabb kami, sesungguhnya sebahagian dari pada kami telah dapat kesenangan dari sebahagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami”. Allah berfirman:”Neraka itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal didalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)”. Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui”. [Al-An’am : 128]
Para Ulama tafsir menyebutkan, kesenangan jin terhadap manusia ialah karena pengabdian manusia kepada jin, dengan cara memberikan sesajian binatang sembelihan, bernadzar dan meminta-minta kepada jin. Sedangkan kesenangan manusia terhadap jin ialah karena pemenuhan jin terhadap kebutuhan yang diminta manusia, dan juga karena pemberitaan jin kepada manusia tentang beberapa perkara ghaib yang diketahuinya atau yang berhasil ia curi dengar atau yang hanya sekedar kedustaan yang dibuat-buat mengenai banyak persoalan yang rumit. Dan kedustaan inilah yang justeru paling banyak (dilakukan oleh jin).
Sekalipun sekiranya kita memastikan bahwa para tukang sihir itu tidak mendekatkan diri kepada roh (syetan) yang mereka datangkan dengan suatupun dari bentuk peribadatan, tetap saja hal itu tidak menunjukkan halal dan kebolehannya berhubungan dengan para roh syetan tersebut. Karena meminta kepada syetan, peramal, tukang tenung dan ahli nujum dilarang menurut syari’i. Dan mempercayai apa yang mereka beritahukan merupakan larangan yang paling keras dan dosa paling besar bahkan ini merupakan cabang kekufuran, Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal lalu bertanya tentang sesuatu, tidak diterima shalatnya selama 40 malam”
Dalam Musnad Imam Ahmad dan kitab-kitab Sunan, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.
مَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi tukang tenung dan membenarkan apa yang dia ucapkan maka sesungguhnya dia telah kafir terhadap yang apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Banyak hadits serta atsar (perkataan shahabat-pent) yang semakna dengan ini. Dan tidak diragukan lagi bahwa roh-roh yang –menurut prasangka mereka- bisa mereka panggil, masuk dalam kategori yang dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab roh-roh yang dipangggil itu sejenis dengan roh-roh syetan yang menjadi pendamping tukang tenung dan tukang ramal, maka hukumnya sama. Karena itu tidak boleh bertanya (meminta) kepadanya, memanggilnya dan mempercayainya. Semua itu diharamkan dan termasuk kemungkaran. Bahkan semua itu batil berdasarkan hadits-hadits serta atsar-atsar yang telah di dengar di muka dalam masalah ini. Di samping itu juga karena berita yang mereka ambil dari roh-roh ini termasuk perkara ghaib, padahal Allah berfirman.
قُل لاَّيَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ
“Katakanlah:”Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”. [An-Naml : 65]
Terkadang roh-roh yang mereka panggil ini adalah syetan yang menemani orang mati yang dipanggil rohnya. Lalu syetan ini memberitahukan apa yang ia ketahui tentang mayit ini semasa hidupnya sambil mengaku bahwa dialah arwah sang mayit. Oleh sebab itu tidak boleh mempercayainya, memanggilnya dan menanyainya sebagaimana dalil yang telah disebutkan. Dan apa yang ia panggil itu tidak lain hanyalah syetan dan jin yang membantu mereka sebagai imbalan dari persembahan yang mereka berikan kepada syetan tersebut, berupa peribadatan yang seharusnya tidak boleh ditujukan kepada selain Allah. Dengan cara demikian maka ia (orang yang memanggil arwah) sampai pada batas syirik akbar yang akan mengeluarkan sang pelaku dari Islam.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar