Ziarah kubur artinya mendatangi kubur seseorang, baik kubur kerabat/famili atau para waliyullah, ulama, salaf sholihin yang telah meninggal dunia dengan tujuan untuk mendoakan ahli kubur dan sebagai pelajaran (ibrah) bagi peziarah bahwa tidak lama lagi ia juga akan menyusul menghuni kuburan, sehingga dengan ziarah kubur, insya Allah, ia dapat lebih membekali diri dengan amal soleh dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Pada permulaan Islam dimana umat Islam pada waktu itu masih berbaur dengan praktek kebudayaan jahiliyah, Rasullullah SAW melarang berziarah kubur. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga aqidah umat Islam yang masih baru. Setelah akidah umat Islam semakin kuat dan tidak ada kekhawatiran untuk berbuat syirik, ditunjang dengan ayat-ayat suci Al-Qur’an pun sudah banyak turun hampir sempurna, maka Rasulullah SAW membolehkan para sahabatnya untuk melakukan ziarah kubur. Karena ziarah kubur dapat membantu umat Islam untuk mengingat saat kematiannya dan memperkuat imannya.
Hadits Rasulullah SAW bersabda :
نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها ( أخرجه الامام مسلم في صحيحه 46-7
Artinya : “ Dahulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur sekarang ziarahlah kalian semua” ( HR: Imam Muslim ).
Dan disebutkan didalam riwayat Imam Ibnu Majah, Rasul SAW bersabda :
كنت قد نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها فإنّها تزهد في الدّنيا وتذكركم الأخرة.
(أخرجه ابن ماجة 1-501
Artinya : “Dahulu aku melarang ziarah kubur, sekarang ziarahlah kalian semua karena sesungguhnya ziarah itu membuat kalian tidak tamak kepada dunia dan mengingatkanmu akan akhirat. (HR Ibnu Majah)
Dari hadits-hadits ini kita bisa ambil kesimpulan bahwa ziarah kubur itu hukumnya sunnah , dan juga para ulama’ pun ikut memberikan pendapat demikian sebagaimana diriwayatkan oleh ibnu Qodamah didalam kitab Mughni Imam Ahmad bin Hanbal beliau ditanya tentang ziarah kubur apakah lebih afdol ziarah kubur atau meninggalkannya ? maka beliaupun menjawab : “ ziarah kubur lebih afdol “.
Tujuan Berziarah Kubur
Sebagaimana telah dimaklumi, setiap orang yang melakukan ziarah kubur pasti memiliki maksud dan tujuan. Terkadang ziarah kubur dilakukan agar ingat akan akhirat, maka itu disunnahkan. Hadits di atas menunjukkan hal tersebut.
Ada pula orang yang berziarah dengan tujuan untuk mendoakan penghuni kubur. Ini juga disunnahkan, karena, ada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, "Sesungguhnya Nabi SAW datang ke kubur, lalu beliau mengucapkan, Assallamu 'alaikum dara qaumin mu'minin, wa inna insya allahu bikum lahiqun (Kesejahteraan semoga terlimpah kepada kalian, penghuni negeri kaum mukmin, dan kami insya Allah akan menyusul kalian)'."
Terkadang orang melakukan ziarah kubur karena ingin mengambil berkah dari ahli kubur, seperti pada kubur para nabi, wali, ulama, dan orang-orang shalih. Itu juga dibolehkan, bahkan sesuatu yang baik. Imam Al-Ghazali.rhm mengatakan, "Tiap-tiap orang yang dapat diambil keberkahannya pada masa hidupnya, boleh pula diambil keberkahannya sesudah matinya dengan menziarahinya, dan boleh pula melakukan perjalanan yang sulit untuk tujuan ini."
Ada pula ziarah kubur yang dilakukan karena ingin menunaikan hak ahli kubur. Ini pun boleh dilakukan. Dalam sebuah hadits dikatakan, "Nabi SAW bersabda, `Sesuatu yang paling disenangi oleh mayit di dalam kuburnya adalah apabila ia diziarahi oleh orang yang mencintainya di masa hidupnya di dunia'."
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al- Hakim dari Abu Hurairah dikatakan, "Barang siapa menziarahi kubur kedua orang tuanya atau salah satunya pada setiap hari Jum'at satu kali, niscaya Allah ampuni ia atas dosanya dan ia tergolong orang yang berbakti kepada orang tuanya." Menjadi orang yang berbakti kepada orang tua adalah sesuatu yang sangat penting, sehingga dalam suatu hadits disebutkan, "Berbaktilah kalian kepada orang tua kalian, niscaya anak-anak kalian akan berbakti kepada kalian."
dalam kitab al-Ruh, Ibnu Qayyem al-Jauziyyah.rhm meriwayatkan bahwa al-Fadhel bin Muaffaq disaat ayahnya meninggal dunia, sangat sedih sekali dan menyesalkan kematiannya. Setelah dikubur, ia selalu menziarahinya hampir setiap hari. Kemudian setelah itu mulai berkurang dan malas karena kesibukannya. Pada suatu hari dia teringat kepada ayahnya dan segera menziarahinya. Disaat ia duduk disisi kuburan ayahnya, ia tertidur dan melihat seolah-olah ayahnya bangun kembali dari kuburan dengan kafannya. Ia menangis saat melihatnya. Ayahnya berkata : “wahai anakku kenapa kamu lalai tidak menziarahiku? Al-Fadhel berkata : “ Apakah kamu mengetahui kedatanganku? ” Ayahnya pun menjawab : “ Kamu pernah datang setelah aku dikubur dan aku mendapatkan ketenangan dan sangat gembira dengan kedatanganmu begitu pula teman-temanku yang di sekitarku sangat gembira dengan kedatanganmu dan mendapatkan rahmah dengan doa-doamu”. Mulai saat itu ia tidak pernah lepas lagi untuk menziarahi ayahnya .
Pada zaman paceklik, Bisyir bin Mansur.rhm selalu datang ke kuburan muslimin dan menghadiri sholat jenazah. Di sore harinya seperti biasa dia berdiri di muka pintu kuburan dan berdoa : “Ya Allah berikan kepada mereka kegembiraan di saat mereka merasa kesepian. Ya Allah berikan kepada mereka rahmat di saat mereka merasa menyendiri. Ya Allah ampunilah dosa-dosa mereka dan terimalah amal-amal baik mereka “. Basyir berdoa di kuburan tidak lebih dari doa-doa yang tersebut diatas. Pernah satu hari, dia lupa tidak datang ke kuburan karena kesibukannya dan tidak berdoa sebagaimana ia berdoa setiap hari untuk ahli kubur.. Pada malam harinya dia bermimpi bertemu dengan semua ahli kubur yang selalu di ziarahinya. Mereka berkata : “Kami terbiasa setiap hari diberikan hadiah darimu dengan doa-doa. maka janganlah kamu putuskan doa-doa itu“.
Jika dalam berdoa ada adab-adab dan waktu-waktu yang mustajab dan diterima. Begitu pula dalam berziarah ada adab-adab dan waktu-waktu yang baik untuk berziarah. Adapun waktu yang baik dan tepat untuk berziarah adalah hari Jumat. Sebagaimana al-Imam Sofyan al-Tsauri.rhm telah diberitahukan oleh al-Dhohhak bahwa siapa yang berziarah kuburan pada hari Juma’t dan sabtu sebelum terbit matahari maka ahli kubur mengetahui kedatangannya. Hal itu karena kebesaran dan kemuliaan hari Juma’t.
Pernah Hasan al Qassab dan kawannya datang berziarah ke kuburan muslimin. Setelah mereka memberi salam kepada ahli kubur dan mendoakannya, mereka kembali pulang. Di perjalanan ia bertemu dengan salah satu temannya dan berkata kepada Hasan al-Qassab : “Ini hari adalah hari Senin. Coba kamu bersabar, karena menurut Salaf bahwa ahli kubur mengetahui kedatangan kita di hari Jumat dan sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya”. (lihat kitab al-Ruh)
Disebut dalam kitab al-Ruh bahwa Ibunya Utsman al Tofawi disaat datang sakaratul maut, berwasiat kepada anaknya : “Wahai anakku yang menjadi simpananku di saat datang hajatku kepadamu. Wahai anakku yang menjadi sandaranku disaat hidupku dan matiku. Wahai anakku janganlah kamu lupa padaku menziarahiku setelah wafatku“. Setelah ibunya meninggal dunia, ia selalu datang setiap hari Juma’t kekuburannya, berdoa dan beristighfar bagi arwahnya dan bagi arwah semua ahli kubur. Pernah suatu hari Utsman al Tofawi bermimpi melihat ibunya dan berkata : “Wahai anakku sesunggunya kematian itu suatu bencana yang sangat besar. Akan tetapi, Alhamdulillah, aku bersyukur kepada-Nya sesungguhnya aku sekarang berada di Barzakh yang penuh dengan kenikmatan. Aku duduk di tikar permadani yang penuh dengan dengan sandaran dipan-dipan yang dibuat dari sutera halus dan sutera tebal. Demikianlah keadaanku sampai datangnya hari kebangkitan”..
Utsman al Tofawi bertanya : “ Ibu!.. Apakah kamu perlu sesuatu dari ku ? “
Ibunya pun menjawab : “Ya!..Kamu jangan putuskan apa yang kamu telah lakukan untuk menziarahiku dan berdoa bagiku. Sesungguhnya aku selalu mendapat kegembiraan dengan kedatanganmu setiap hari Juma’t. Jika kamu datang ke kuburanku semua ahli kubur menyambut kedatanganmu dengan gembira“.
Diriwayatkan dalam kitab al-Ruh, bahwa salah satu dari keluarga Asem al Jahdari pernah bermimpi melihatnya dan berkata kepadanya : “ Bukankan kamu telah meninggal dunia? Dan dimana kamu sekarang? “ Asem berkata : “ Saya berada di antara kebun-kebun sorga. Saya bersama teman-teman saya selalu berkumpul setiap malam Juma’t dan pagi hari Juma’t di tempat Abu Bakar bin Abdullah al Muzni. Di sana kita mendapatkan berita-berita tentang kamu di dunia. Kemudian saudaranya yang bermimpi bertanya : “Apakan kalian berkumpul dengan jasad-jasad kalian atau dengan ruh-ruh kalian? “ Maka mayyit itu ( Asem al-Jahdari ) berkata : “ Tidak mungkin kami berkumpul dengan jasad-jasad kami karena jasad- jasad kami telah usang. Akan tetapi kami berkumpul dengan ruh-ruh kami “.. Kemudian ditanya : “Apakah kalian mengetahui kedatangan kami ? “. Maka dijawab : “ Ya!.. Kami mengetahui kedatangan kamu pada hari Juma’t dan pagi hari Sabtu sampai terbit matahari “. Kemudan ditanya : “ Kenapa tidak semua hari-hari kamu mengetahui kedatangan kami? “. Ia (mayyit) pun menjawab : “ Ini adalah dari kebesaran dan keafdholan hari Juma’t “.
Dan masih banyak lagi kejelasan dan memang tak pernah ada yang mengingkari ziarah kubur sejak Zaman Rasul saw hingga kini selama 14 abad (seribu empat ratus tahun) lebih semua muslimin berziarah kubur, berdoa, bertawassul, bersalam dll tanpa ada yang mengharamkannya apalagi mengatakan musyrik kepada yang berziarah, hanya kini saja muncul dari kejahilan dan kerendahan pemahaman atas syariah, munculnya pengingkaran atas hal-hal mulia ini yang hanya akan menipu orang awam, karena hujjah-hujjah mereka Batil dan lemah.
Al-Imam Ibnu Hajar Al-Haitami.rhm pernah ditanya tentang ziarah ke makam para wali, beliau mengatakan:
Beliau ditanya tentang berziarah ke makam para wali pada waktu tertentu dengan melakukan perjalanan khusus ke makam mereka. Beliau menjawab, berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan. Demikian pula dengan perjalanan ke makam mereka. (Al-Fatawi al-Kubra al-Fiqhiyah, juz II, hal 24).
Ketika berziarah seseorang dianjurkan untuk membaca Al-Qur’an atau lainya. Ma’qil bin Yasar meriwayatkan Rasul SAW bersabda: Bacalah Surat Yasin pada orang-orang mati di antara kamu. (HR Abu Dawud)
Maka, Ziarah kubur itu memang dianjurkan dalam agama Islam bagi laki-laki dan perempuan, sebab didalamnya terkandung manfaat yang sangat besar. Baik bagi orang yang telah meninggal dunia berupa hadiah pahala bacaan Al-Qur’an, atau pun bagi orang yang berziarah itu sendiri, yakni mengingatkan manusia akan kematian yang pasti akan menjemputnya.Sebelum saya tutup ulasan ini, maka sekali lagi harus diingat bahwa tradisi berziarah adalah tradisi yang tetap hidup dengan segala warna warninya dan merupakan suatu hikmah dari Allah dan sunah Rasulullah yang baik, terpuji dan patut dingat maknanya sedalam-dalamnya agar bisa mengingatkan diri kita bahwa hidup ini akan berakhir dengan kematian..
Apakah orang mati bisa mendengar ?
Di dalam kitab Tafsir Ahkam, Imam Al Qurtubi menguraikan bahwa firman Allah:
فَإِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى
“Maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar….” (QS. Ar-Rum: 52)
adalah berkaitan dengan peristiwa pertanyaan sahabat Umar bin Khattab saat Rasulullah SAW memanggil tiga orang pemimpin kafir Quraisy dalam perang Badar yang telah mati beberapa hari. Saat itu Rasulullah SAW ditanya oleh Umar bin Khattab RA:
يا رسول الله تناديهم بعد ثلاث وهل يسمعون ؟ يقول الله إنك لا تسمع الموتى فقال : والذي نفسي بيده ما أنتمبأسمع منهم ولكنهم لا يطيقون أن يجيبوا
“Ya Rasulullah!, apakah engkau memanggil-manggil mereka yang telah meninggal tiga hari bisa mendengarkan panggilanmu. Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam al Auran: sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar?. Rasulullah SAW menjawab: ‘Demi Dzat yang jiwaku ada dalam kekuasaan-Nya, tidaklah engkau sanggup mendengar mereka, mereka lebih mendengar daripada kamu hanya saja mereka tidak mampu menjawab’.”(HR. Muslim dari Imam Anas RA).
Menurut hadits Shohihain (Bukhari Muslim) dari sanad yang berbeda-beda, Rasulullah SAW pernah berbicara kepada orang-orang kafir yang tewas dalam perang Badar saat mereka dibuang di sumur Qulaib kemudian Rasulullah SAW berdiri dan memanggil nama-nama mereka: “Ya Fulan bin Fulan 2x) : “Apakah engkau telah mendapatkan janji dari Tuhanmu dengan benar, sedangkan saya telah mendapatkan janji yang benar pula dari Tuhanku.”
Menurut Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsirnya, bahwa yang dipanggil oleh Rasulullah SAW itu adalah: Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Robi’ah dan Syaibah bin Robi’ah. Ketiganya itu adalah tokoh kafir Quraisy. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas bin Malik.
Dalam riwayat lain menyebutkan bahwa orang yang mati apabila sudah dikuburkan dan orang yang menguburkan itu kembali pulang, maka dia (ahli kubur) itu mampu mendengar gesekan suara sandal. Menurut Imam Al-Qurtubi, orang yang sudah meninggal itu bukan berarti mereka tidak lenyap sama sekali juga tidak pula rusak hubungan dengan orang yang masih hidup. Tetapi yang meninggal itu hanya terputus hubungan antara ruh dan badan dan hanya berpindah dari alam dunia ke alam kubur.
(Tafsir Ahkam Juz 7: hal 326).
Dengan demikian apakah orang yang meninggal itu bisa mendengar orang yang masih hidup saat memberi salam atau lainya? Cukup jelas keterangan ayat dan hadits pada peristiwa dia atas.
Untuk lebih jelasnya lagi, kita bisa membuka Kitab Ar Ruh karangan Ibnu Qoyyim Al Jauziyah (Juz I halaman 5). Murid kesayangan Ibnu Taimiyah ini mengatakan bahwa, pada halaman itu tertulis riwayat Ibnu Abdil Bar yang menyandarkan kepada ketetapan Sabda Rasulullah SAW:
ما من مسلم يمر على قبر أخيه كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا رد الله عليه روحه حتى يرد عليه السلام
“Orang-orang muslim yang melewati kuburan saudaranya yang dikenal saat hidupnya kemudian mengucapkan salam, maka Allah mengembalikan ruh saudaranya yang meninggal itu untuk menjawab salam temannya.”
Bahkan menurut Ulama Salaf mereka telah ijma’ (sepakat) bahwa masalah orang yang mati itu mampu mengenal orang-orang yang masih hidup pada saat berziarah, bahkan para ahli kubur mersasa gembira atas dengan kedatangan para peziarah. Hal ini, menurut Ibnu Qoyyim, merupakan riwayat atsar yang mutawatir.
Selengkapnya kata-kata Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah itu adalah sebagai berikut:
والسلف مجمعون على هذاوقد تواترت الآثار عنهم بأن الميت يعرف زيارة الحي له ويستبشر به
Ibnu Qoyyim mengutip ungkapan Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abid bin Abidun-ya dalam kitab Kubur pada bab ma’rifatul mauta biziyaratil ahya’ yang menyebukan hadits sebagai berikut ini:
عن عائشة رضى الله تعالى عنها قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عنده إلا استأنس به ورد عليه حتى يقوم
Dari Aisyah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang berziarah ke kuburan saudaranya, kemudian duduk di sisi kuburnya maka menjadi tenanglah si mayit, dan Allah akan mengembalikan ruh saudaranya yang meninggal itu untuk menemaninya sampai selesai berziarah.”
Orang yang meninggal dunia, akan menjawab salam baik yang dikenal maupun yang tidak dikenalnya sebagaimana dalam sebuah riwayat hadits berikut:
عن أبى هريرة رضى الله تعالى عنه قال إذا مرالرجل بقبر أخيه يعرفه فسلم عليه رد عليه السلام وعرفه وإذا مر بقبر لا يعرفه فسلمعليه رد عليه السلام
Dari Abi Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Apabila orang yang lewat kuburan saudaranya kemudian memberi salam, maka akan dibalas salam itu, dan dia mengenal siapa yang menyalami. Demikian juga mereka (para mayyit) akan menjawab salamnya orang-orang yang tidak kenal.”
Satu ketika, Seorang lelaki dari Keluarga ‘Ashim Al Jahdari bercerita bahwa dia melihat Ashim al Jahdari dalam mimpinya setelah beliau meninggal dua tahun. Lalu lelaki itu bertanya: “Bukankah Anda sudah meninggal?” “Betul!” “Lalu dimana sekarang?” “Demi Allah, saya ada didalam taman Surga. Saya juga bersama sahabat-sahabatku berkumpul setiap malam Jum’at hingga pagi harinya di tempat (kuburan) Bakar bin Abdullah al Muzanni. Kemudian kami saling bercerita.” “Apakah yang bertemu itu jasadnya saja atau ruhnya saja?” “Kalau jasad kami sudah hancur, jadi kami berkumpul dalam ruh” “Apakah Anda sekalian mengenal kalau kami itu berziarah kepada kalian?” “Benar!, kami mengetahui setiap sore Jum’at dan hari Sabtu hingga terbit matahari” “Kalau hari lainnya?” “Itulah fadilahnya hari Jum’at dan kemuliannya”
Cerita itu menurut Ibnu Qoyim bersumber dari Muhammad bin Husein dari Yahya bin Bustom Al Ashghor dari Masma’dari Laki-laki keluarga Asyim Al Jahdari. Bahkan bukan sore Jum’at dan hari Sabtu saja, menurut riwayat Muhammad bin Husein dari Bakar bin Muhammaddari Hasan Al Qoshob berkata bahwa orang-orang yang sudah meninggal mampu mengetahui para peziarah pada hari dua hari yang mengiringi Jum’at yaitu Kamis dan Sabtu.
Ucapan salam yang disampaikan saat melewati makbaroh/kuburan atau berziarah biasanya seperti yang banyak ditulis dalam kitab hadits yang sangat banyak adalah dengan ungkapan:
السلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا ان شاء الله تعالى بكم لاحقون
“Semoga keselamatan atas kamu wahai kaum mu’minin yang ada di alam kubur, Insya Allah kami akan menyusul.”
Menyiram Kuburan dengan air dan bunga
Seringkali kita menyaksikan dan melihat bahwa setelah pemakaman mayit, dia atas makamnya diletakkan atau ditaburi dengan bunga, atau dengan beberapa karangan bunga. Hal ini juga seringkali dilakukan oleh para peziarah atau orang-orang yang ziarah kubur dengan membawa bunga dan kemudian menaruh atau meletakkan bunga yang dibawanya di atas makam tersebut.
Apa faedah dan manfaat menaruh bunga di atas makam?
Dalam sebuah dalil hadits Nabi Muhammad riwayat bukhari yang berbunyi:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan. Lalu Beliau bersabda,”Sungguh keduanya sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namiimah.” Kemudian Beliau mengambil pelepah basah. Beliau belah menjadi dua, lalu Beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya,”Wahai, Rasulullah. Mengapa Rasul melakukan ini?” Beliau menjawab,”Semoga mereka diringankan siksaannya, selama keduanya belum kering.”
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini dikeluarkan oleh:
– Imam Bukhari dalam Al Jami’ Ash Shahih (1/317-Fathul Bari), no. 216, 218, 1361, 1378, 6052 dan 6055.
– Imam Muslim dalam Ash Shahih, 3/200-Syarah Imam Nawawi, no. 292.
– Imam Tirmidzi dalam Al Jami’, 1/102, no. 70. Dan beliau mengatakan,”Hadits hasan shahih.”
– Imam Abu Dawud dalam As Sunan, 1/5. no. 20.
– Imam Nasa’i dalam Al Mujtaba, 1/28.
– Imam Ibnu Majah dalam As Sunan, 1/125, no. 237.
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ قَالَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَائِطٍ مِنْ حِيطَانِ مَكَّةَ أَوْ الْمَدِينَةِ سَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِي قُبُورِهِمَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ ثُمَّ قَالَ بَلَى كَانَ أَحَدُهُمَا لَا يَسْتَبْرِئُ مِنْ بَوْلِهِ وَكَانَ الْآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ دَعَا بِجَرِيدَةٍ فَكَسَرَهَا كِسْرَتَيْنِ فَوَضَعَ عَلَى كُلِّ قَبْرٍ مِنْهُمَا كِسْرَةً فَقِيلَ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا أَوْ إِلَى أَنْ يَيْبَسَا
Telah mengabarkan kepada kami [Muhammad bin Qudamah] dia berkata; telah menceritakan kepada kami [Jarir] dari [Manshur] dari [Mujahid] dari [Ibnu 'Abbas] dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah melewati salah satu perkebunan di Mekkah atau Madinah, beliau mendengar dua orang sedang di siksa di dalam kubur mereka, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Keduanya sedang disiksa & keduanya tak disiksa karena dosa besar. Kemudian beliau bersabda:
Benar, salah seorang di antara keduanya tak membersihkan dari kencingnya & yg lainnya melakukan adu domba. Kemudian beliau meminta pelepah (kurma) lalu memecahnya menjadi dua & meletakkan di atas kuburan masing-masing satu pecahan pelepah. Ditanyakan, Wahai Rasulullah , mengapa engkau melakukan hal ini?
Beliau menjawab: Barangkali itu bisa meringankan - adzab - dari mereka berdua selama dua pelepah ini belum kering. Atau sampai dua pelepah ini kering. [HR. Nasai No.2041].
Dalam redaksi lain disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيْرٍ، وَإِنَّهُ لَكَبِيرٌ
“Mereka berdua tidak disiksa karena perkara besar (dalam pandangan keduanya), namun sesungguhnya itu adalah perkara besar.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6055).
Berkaitan dengan lafadz ini, An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Para ulama telah menyebutkan dua tafsiran dalam hadits ini. Makna pertama. Itu bukanlah perkara besar dalam pandangan mereka berdua. Hal ini seperti firman Allah Ta’ala :
وَتَحْسَبُوْنَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللهِ عَظِيْمٌ (15)
“Dan kamu menganggapnya suatu perkara yang ringan saja, padahal hal itu pada sisi Allah adalah perkara yang besar.” (QS. An-Nuur: 15)
Makna kedua. Meninggalkan kedua perkara ini bukanlah sesuatu yang besar (susah). Dengan kata lain, kedua perkara ini adalah perkara yang mudah dan ringan untuk ditinggalkan. (Syarah Shohiih Muslim, 3/201).
Salah satu penghuni kubur itu disiksa karena semasa hidupnya tidak menjaga diri dari kencing, yakni tidak menjaga diri dari percikan air kencingnya sendiri, tidak istinja’ atau bersuci setelah kencing sehingga tubuhnya terkena najis. Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud tidak menjaga diri dari kencing adalah tidak menutupi diri ketika kencing. Semua pendapat ini saling melengkapi dan tidak saling bertentangan.
Dari hadits di atas, dapat kita simpulkan bahwa tidak menjaga diri dari kencing merupakan dosa besar, karena pelakunya diancam dengan siksa di Akherat.
Banyak sekali ragam tradisi yang berhubungan dengan ziarah kubur. Mulai dari mengaji al-Qur’an, tahlil, yasinan hingga menyirami pusara dengan air dan bunga. Tentang dasar hukum berbagai tradisi tersebut telah sering disebutkan. Diantaranya dasar hukum menyiram kuburan dengan air dingin ataupun air wewangian (bunga). Imam Nawawi al-Bantani dalam kitab Nihayatu az-Zainmenerangkan bahwa hukum menyiram kuburan dengan air dingin adalah sunnah. Tindakan ini merupakan sebuah pengharapan (tafa’ul) agar kondisi mereka yang dalam kuburan tetap dingin.
وَيُنْدَبُ رَشُّ الْقَبْرِ بِمَاءٍ باَرِدٍ تَفاَؤُلاً بِبُرُوْدَةِ الْمَضْجِعِ وَلاَ بَأْسَ بِقَلِيْلٍ مِنْ مَّاءِ الْوَرْدِ ِلأَنَّ الْمَلاَ ئِكَةَ تُحِبُّ الرَّائِحَةَ الطِّيْبِ (نهاية الزين, ص. ۱٥٤)
Disunnahkan untuk menyirami kuburan dengan air yang dingin. Perbuatan ini dilakukan sebagai pengharapan dengan dinginnya tempat kembali (kuburan) dan juga tidak apa-apa menyiram kuburan dengan air mawar meskipun sedikit, karena malaikat senang pada aroma yang harum.
Begitu pula yang termaktub dalam kitabal-Bajuri
...ويندب أن يرش القبر بماء والأولى أن يكون طاهرا باردا لأنه صلى الله عليه وسلم فعله بقبرولده إبراهم وخرج بالماء ماء الورد فيكره الرش به لأنه إضاعة مال لغرض حصول رائحته فلاينافى أن إضاعة المال حرام وقال السبكى لا بأس باليسير منه إن قصد به حضور الملائكة فإنها تحب الرائحة الطيبة...
Disunnahkan menyiram kubur dengan air, terutama air dingin sebagaimana pernah dilakukan Rasulullah saw. terhadap pusara anaknya, Ibrahim. Hanya saja hukumnya menjadi makruh apabila menyiraminya menggunakan air mawar dengan alasan menyia-nyiakan (barang berharga). Meski demikian, menurut Imam Subki tidak mengapa kalau memang penyiraman air mawar itu mengharapkan kehadiran malaikat yang menyukai bau wangi.
Hal ini sebenarnya pernah pula dilakukan oleh Rasulullah saw.
” أن النبي ( صلى الله عليه وسلم ) رش على قبر ابراهيم ابنه ووضع عليه حصباء ”
“Sesungguhnya Nabi Muhammad saw. menyiram (air) di atas kubur Ibrahim, anaknya, dan meletakkan kerikil diatasnya.”
Begitu juga dengan meletakkan karangan bunga ataupun bunga telaseh yang biasanya diletakkan di atas pusara ketika menjelang lebaran. Hal ini dilakukan dalam rangka Itba’ (mengikuti) sunnah Rasulullah saw. sebagaimana diterangkan dalam hadits
حَدثَناَ يَحْيَ : حَدَثَناَ أَبُوْ مُعَاوِيَةَ عَنِ الأعمش عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ طاووس عن ابن عباس رضي الله عنهما عَنِ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ يُعَذِّباَنِ فَقاَلَ: إِنَّهُمَا لَـيُعَذِّباَنِ وَماَ يُعَذِّباَنِ فِيْ كَبِيْرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ البَوْلِ وَأَمَّا اْلآخَرُ فَكَانَ يَمْشِيْ باِلنَّمِيْمَةِ . ثُمَّ أَخُذِ جَرِيْدَةً رَطْبَةً فَشْقِهَا بِنَصْفَيْنِ، ثُمَّ غُرِزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةٍ، فَقَالُوْا: ياَ رَسُوْلَ اللهِ لِمَ صَنَعْتَ هٰذَا ؟ فقاَلَ: ( لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَالَمْ يَيْـبِسَا)
Dari Ibnu Umar, ia berkata; Suatu ketika Nabi melewati sebuah kebun di Makkah dan Madinah lalu Nabi mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kuburnya. Nabi bersabda kepada para sahabat “Kedua orang (yang ada dalam kubur ini) sedang disiksa. Yang satu disiksa karena tidak memakai penutup ketika kencing, sedang yang lainnya lagi karena sering mengadu domba”. Kemudian Rasulullah menyuruh sahabat untuk mengambil pelepah kurma, kemudian membelahnya menjadi dua bagian dan meletakkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat lalu bertanya, kenapa engkau melakukan hal ini ya Rasul?. Rasulullah menjawab: Semoga Allah meringankan siksa kedua orang tersebut selama dua pelepah kurma ini belum kering. (HR. Bukhari dari kitab Sahih al-Bukhari, hlm. 1361)
Lebih ditegaskan lagi dalam kitab I’anah at-Thalibin;
يُسَنُّ وَضْعُ جَرِيْدَةٍ خَضْرَاءَ عَلَى الْقَبْرِ لِلْإ تِّباَعِ وَلِأَنَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُ بِبَرَكَةِ تَسْبِيْحِهَا وَقيِسَ بِهَا مَا اعْتِيْدَ مِنْ طَرْحِ نَحْوِ الرَّيْحَانِ الرَّطْبِ
Disunnahkan meletakkan pelepah kurma yang masih hijau di atas kuburan, karena hal ini adalah sunnah Nabi Muhammad saw. dan dapat meringankan beban si mayat karena barokahnya bacaan tasbihnya bunga yang ditaburkan dan hal ini disamakan dengan sebagaimana adat kebiasaan, yaitu menaburi bunga yang harum dan basah atau yang masih segar.
Setelah mayit atau jenazah dimasukkan ke liang lahat, dihadapkan ke arah kiblat, lalu pocongnya dibuka dan sudah diadzani, lantas liang ditutup rata dengan tanah. Setelah itu ditaburkan bunga di atasnya. Bunga tadi disiram air agar tidak cepat layu, namun bukan ditujukan sesuatu yang berbau mistik.
Sebenarnya tidak harus bunga, pelepah atau ranting-ranting pun boleh, yang penting masih basah atau segar. Hal ini senafas dengan ayat al-Qur'an surat At-Taghabun ayat 1:
يُسَبِّحُ لِلّهِ مَا فِي السَّموَاتِ وَ مَا فِي اْلأَرْضِ
Bahwa semua makhluk, termasuk hewan dan tumbuhan, bertasbih kepada Allah swt.
Akan tetapi, mengenai cara masing-masing membaca tasbih, hanya Allah saja yang tahu. Dan terkait dengan tabur bunga tadi, dihimbau penabumya memilih bunga-bunga yang masih segar agar bisa memberi “manfaat” bagi si mayit, sebab bunga-bunga tadi akan bertasbih kepada Allah swt.
Hal ini berdasar pada, pertama penjelasan dari kitab Kasyifatus Syubhat hlm. 131: Bahwa disunnahkan meletakkan pelepah daun yang masih hijau di atas kubur/makam karena mengikuti sunnah Nabi (hadits ini sanadnya shahih). Dijelaskan bahwa pelapah seperti itu dapat meringankan beban si mayit berkat bacaan tasbihnya. Untuk memperoleh tasbih yang sempurna, sebaiknya dipilih daun yang masih basah atau segar.
Analog dengan meletakkan pelepah tadi ialah mencucurkan bunga atau sejenisnya. Pelepah atau bunga yang masih segar tadi haram diambil karena menjadi hak si mayit. Akan tetapi, kalau sudah kering, hukumnya boleh lantaran sudah bukan hak si mayit lagi (sebab pelapah, bunga, atau sejenisnya tadi sudah tidak bisa bertasbih).
Perbedaan para Ulama
Para ulama berbeda pendapat di dalam menanggapi hadist di atas,
Pendapat Pertama :mengatakan bahwa hadits di atas bersifat mutlak dan umum, sehingga dibolehkan bagi siapa saja untuk meletakkan pelepah kurma atau pun bunga-bunga dan semua tumbuh-tumbuhan yang masih basah di atas kuburan. Bahkan sebagian dari mereka mengatakan hal itu dianjurkan. Ini pendapat sebagian ulama Syafi’iyah.
Berkata Imam ar-Ramli di dalam Nihayah al-Muhtaj ( 8/374):
وَيُسْتَحَبُّ وَضْعُ الْجَرِيْدِ الْأَخْضَرِ عَلَى الْقَبْرِ لِلِاتِّبَاعِ ، وَكَذَا الرَّيْحَانُ وَنَحْوُهُ مِنْ الْأَشْيَاءِ الرَّطْبَة
“Dianjurkan meletakkan pelepah kurma yang masih hijau di atas kubur, karena mengikuti Rasulullah.Begitu pula bunga yang harum dan lainnya, yang terdiri dari tumbuh-tumbuhan yang basah”
Berkata Ibnu Hajar di dalam Fathu al-Bari ( 3/223 ) :
أَوْصَى بُرَيْدَة أَنْ يُوضَع فِي قَبْره جَرِيدَتَانِ ، وَمَاتَ بِأَدْنَى خُرَاسَانَ
“Buraidah berwasiat agar di kuburnya diletakkan dua pelepah kurma. Ia wafat di dekat Khurasan”
Pendapat Kedua: mengatakan bahwa hadist di atas hanya berlaku bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan merupakan kekhususan beliau. Dan Allah meringankan adzab kedua orang tersebut berkat berkah dan syafa’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, jadi bukan karena pelepah kurma yang basah. Oleh karena itu beliau tidak melakukan hal yang serupa pada kuburan-kuburan yang lain.
Berkata al-Khattabi di dalam Ma’alim as-Sunan( 1/27 ) ketika mengomentari hadits di atas :
وأما غرسه أو شق العسيب على القبر وقوله ( ولعله يخفف عنهما ما لم ييبسا ) فإنه من ناحية التبرك بأثر النبي صلى الله عليه وسلم ودعائه بالتخفيف عنهما ، وكأنه جعل مدة بقاء النداوة فيهما حدا لما وقعت به المسألة من تخفيف العذاب عنهما ، وليس ذلك من أجل أن في الجريد الرطب معنى ليس في اليابس ، والعامة في كثير من البلدان تغرس الخوص في قبور موتاهم ، وأراهم ذهبوا إلى هذا ، وليس لما تعاطوه من ذلك وجه . أهـ
“Adapun menanam pelepah Kurma atau mematahkan menjadi dua dan sabdanya (mudah-mudahan ini bisa meringankan keduanya selama pelepah ini belum kering), maka ini bagian dari mengambil berkah dari apa yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan begitu juga dari doanya agar diringankan adzab keduanya. Seakan-akan beliau menjadikan masa kelembaban kedua pelepah kurma tersebut sebagai batas bagi keringanan adzab. Itu bukan karena pelepah kurma yang basah mempunyai kelebihan dibanding pelepah yang kering. Adapun orang-orang awam di banyak negara Islam yang menanam pelepah kurma di kuburan, saya kira mereka berpendapat seperti itu, tetapi apa yang mereka kerjakan sebenarnya tidak mempunyai dasar.”
Berkata Sayid Sabiq di dalam Fiqh Sunnah ( 1/556 ) :
وما قاله الخطابي صحيح ، وهذا هو الذي فهمه أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم، إذ لم ينقل عن أحد منهم أنه وضع جريدا ولا أزهارا على قبر سوى بريدة الأسلمي ، فإنه أوصى أن يجعل في قبره جريدتانويبعد أن يكون وضع الجريد مشروعا ويخفى على جميع الصحابة ما عدا بريدة
“Apa yang dikatakan al-Khattabi benar adanya, dan inilah yang dipahami oleh sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , karena tidak pernah ada riwayat dari seorang sahabatpun, bahwa mereka meletakkan pelepah kurma dan bunga-bungaan di atas kuburan, kecuali dari Buraidah al-Aslami radhiyallahu 'anhu, yang mewasiatkan agar ditanam dua pelapah kurma di atas kuburannya. Dan sangat jauh, kalau meletakkan pelepah kurma ini menjadi hal yang disyariatkan, sedang seluruh sahabat tidak mengetahuinya kecuali Buraidah. “
Pendapat ini dikuatkan dengan hadist Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam bersabda,
إِنِّى مَرَرْتُ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ فَأَحْبَبْتُ بِشَفَاعَتِى أَنْ يُرَفَّهَ عَنْهُمَا مَا دَامَ الْغُصْنَانِ رَطْبَيْنِ
“Saya melewati dua buah kuburan yang penghuninya tengah diadzab.Saya berharap adzab keduanya dapat diringankan dengan syafa’atku selama kedua belahan pelepah tersebut masih basah.” (HR. Muslim, no: 7705 ).
Hadist di atas menunjukkan bahwa penyebab diringankan adzab dari kedua orang tersebut adalah syafa’at Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan karena pelepah kurma, dan kelembaban pelepah kurma hanya dijadikan patokan tenggang waktu untuk keringanan dari adzab kubur.
Berkata Ibnu Hajar di dalam Fathu al-Bari (3/223) :
قال بن رشيد ويظهر من تصرف البخاري أن ذلك خاص بهما فلذلك عقبه بقول بن عمر إنما يظله عمله
“Berkta Ibnu Rasyid : “Apa yang dilakukan oleh al-Bukhari menunjukkan bahwa hal tersebut hanya khusus bagi kedua penghuni kubur tersebut, oleh karena itu al-Bukhari mengomentari perbuatan Buraidah tersebut dengan membawakan perkataan Ibnu Umar (Sesungguhnya seseorang hanya akan dinaungi oleh hasil amalnya). “
Dari keterangan di atas, bisa disimpulkan bahwa pendapat yang lebih kuat dalilnya adalah pendapat yang mengatakan bahwa hadits tentang pelepah kurma hanya berlaku bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan merupakan kekhususan beliau. Dan Allah meringankan adzab kedua orang tersebut karena berkah dan syafaat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan karena pelepah kurma yang basah.
Adapun yang diriwayatkan dari Buraidah al-Aslami barangkali itu pendapat beliau yang tidak didukung oleh sahabat-sahabat lainnya. Apalagi yang beliau wasiatkan hanyalah penanaman pelepah kurma, bukan menaburkan bunga-bungaan seperti yang terjadi hari. Sehingga lebih baik, meninggalkan hal-hal yang masih samar, apalagi dengan berkembangnya zaman, akhirnya menjadi kebiasaan yang menyatu dengan kebiasaan orang-orang kafir.
Harta yang dibelanjakan untuk membeli bunga-bungaan sebaiknya disedekahkan kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Berkata di dalam al-Fatawa al-Hindiyah (43/439 ) :
وَضْعُ الْوُرُودِ وَالرَّيَاحِينِ عَلَى الْقُبُورِ حَسَنٌ وَإِنْ تَصَدَّقَ بِقِيمَةِ الْوَرْدِ كَانَ أَحْسَنَ
“Meletakkan bunga-bungaan dan wewangian di atas kuburan baik, tetapi kalau harganya disedekahkan maka itu tentu lebih baik. “
Berziarah kubur dan hadiah pahala untuk ahli kubur
Matholib ulinnuha kitab fiqh, juz 5 hal 2, tentang: ziarah kubur dan hadiah pahala.
( وَتُسْتَحَبُّ قِرَاءَةٌ بِمَقْبَرَةٍ )
قَالَ الْمَرُّوذِيُّ : سَمِعْتُ أَحْمَدَ يَقُولُ : إذَا دَخَلْتُمْ الْمَقَابِرَ فَاقْرَءُوا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، وَاجْعَلُوا ثَوَابَ ذَلِكَ إلَى أَهْلِ الْمَقَابِرِ ؛ فَإِنَّهُ يَصِلُ إلَيْهِمْ ، وَكَانَتْ هَكَذَا عَادَةُ الْأَنْصَارِ فِي التَّرَدُّدِ إلَى مَوْتَاهُمْ ؛ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ .
وَأَخْرَجَ السَّمَرْقَنْدِيُّ عَنْ عَلِيٍّ مَرْفُوعًا { مَنْ مَرَّ عَلَى الْمَقَابِرِ وَقَرَأَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ إحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً ، ثُمَّ وَهَبَ أَجْرَهُ لِلْأَمْوَاتِ ؛ أُعْطِي مِنْ الْأَجْرِ بِعَدَدِ الْأَمْوَاتِ } وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، وَأَلْهَاكُمْ التَّكَاثُرُ ، ثُمَّ قَالَ : إنِّي جَعَلْتُ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُ مِنْ كَلَامِكَ لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ؛ كَانُوا شُفَعَاءَ لَهُ إلَى اللَّهِ تَعَالَى } ، وَعَنْ عَائِشَةَ عَنْ أَبِي بَكْرٍ مَرْفُوعًا : { مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ أَوْ أَحَدِهِمَا ، فَقَرَأَ عِنْدَهُ يَاسِينَ ؛ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ } ، رَوَاهُ أَبُو الشَّيْخِ .
( وَكُلُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا مُسْلِمٌ وَجَعَلَ ) الْمُسْلِمُ ( بِالنِّيَّةِ ، فَلَا اعْتِبَارَ بِاللَّفْظِ ، ثَوَابَهَا أَوْ بَعْضَهُ لِمُسْلِمٍ حَيٍّ أَوْ مَيِّتٍ جَازَ ، وَنَفَعَهُ ذَلِكَ بِحُصُولِ الثَّوَابِ لَهُ ، وَلَوْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ) ، ذَكَرَهُ الْمَجْدُ .
(dan disunnahkan membaca bacaan di kuburan)
al Marwadzi berkata; aku mendengar imam Ahmad bin Hanbal ra berkata :apa bila kamu memasuki pekuburan maka bacalah fatihah,mu’awwidatain,qul huwallahu ahad dan jadikanlah pahala bacaan tersebut untuk ahli pekuburan maka pahala tersebut akan sampai kepada mereka. dan seperti inilah adat para shahabat Nabi saw dari kaum Anshar dalam hilir mudik mereka dalam (mengubur)orang-orang mati mereka, dan mereka membacakan al qur’an.
Al-samarqandi meriwayatkan dari Ali ra dalam hadits marfu’ :” barang siapa yang melewati pekuburan kemudian membaca qul huwallohu ahad sebelas kali, kemudaian dia hibahkan pahala bacaan tersebut kepada orang-orang yg telah mati,maka ia akan di beri pahala sejumlah bilangan orang yang telah mati.
dari Abu Hurairah ra bahwasanya Nabi saw bersabda :”barangsiapa memasuki pekuburan kemudian dia membaca al Fatihah,Qulhuwallohu ahad dan alhakum al takatsur, kemudian dia mengatakan : aku jadikan pahala bacaan kitabmu ini untuk ahli kubur dari orang-orang mu’min laki-laki maupun perempuan, maka mereka akan menjadi penolong nya di sisi Allah kelak.
dari Aisyah ra dari Abi bakar ra dalam hadits marfu’ : barangsiapa yang berziarah kepada kedua orang tuanya di setiap jum’ah atau salah satu dari mereka kemudian dia membacakan surat Yasin maka Allah akan mengampuninya sejumlah ayat atau hurufnya (HR. Abu Syaikh).
(dan setiap qurbah/ibadah yang dilakukan oleh orang muslim)dan dia jadikan dengan niatnya (bukan hanya dg lafadz nya) untuk muslim lainnya baik yg sudah meninggal maupun masih hidup maka boleh dan dapat memberikan manfa’at dengan mendapatkan pahala untuknya meskipun untuk baginda Rasulillah saw. begitulah seperti apa yang dituturkan oleh al Majd.
Syarah Muntahal Irodat (Kitab Fiqh Madzhab Hanbali) Juz 3 Hal 9, tentang ziarah kubur.
( (وَسُنَّ ) لِزَائِرِ مَيِّتٍ فِعْلُ ( مَا يُخَفِّفُ عَنْهُ وَلَوْ بِجَعْلِ جَرِيدَةٍ رَطْبَةٍ فِي الْقَبْرِ ) لِلْخَبَرِ ، وَأَوْصَى بِهِ بُرَيْدَةَ ذَكَرَهُ الْبُخَارِيُّ .
… ( وَ ) لَوْ ( بِذِكْرٍ وَقِرَاءَةٍ عِنْدَهُ ) أَيْ الْقَبْرِ لِخَبَرِ الْجَرِيدَةِ لِأَنَّهُ إذَا رُجِيَ التَّخْفِيفُ بِتَسْبِيحِهَا فَالْقِرَاءَةُ أَوْلَى وَعَنْ ابْنِ عَمْرٍو أَنَّهُ كَانَ يُسْتَحَبُّ إذَا دُفِنَ الْمَيِّتُ أَنْ يَقْرَأَ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا ، رَوَاهُ اللَّالَكَائِيُّ ، وَيُؤَيِّدُهُ عُمُومُ { اقْرَءُوا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ } .
وَعَنْ عَائِشَةَ عَنْ أَبِي بَكْرٍ مَرْفُوعًا { مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ أَوْ أَحَدِهِمَا فَقَرَأَ عِنْدَهُ يس غَفَرَ اللَّهُ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ } رَوَاهُ أَبُو الشَّيْخِ فِي فَضَائِلِ الْقُرْآنِ ( وَكُلُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا مُسْلِمٌ وَجَعَلَ ) الْمُسْلِمُ ( ثَوَابَهَا لِمُسْلِمٍ حَيٍّ أَوْ مَيِّتٍ حَصَلَ ) ثَوَابُهَا ( لَهُ وَلَوْ جَهِلَهُ ) أَيْ الثَّوَابَ ( الْجَاعِلُ ) لِأَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ كَالدُّعَاءِ وَالِاسْتِغْفَارِ وَوَاجِبٌ تَدْخُلُهُ النِّيَابَةُ وَصَدَقَةُ التَّطَوُّعِ إجْمَاعًا وَكَذَا الْعِتْقُ وَحَجُّ التَّطَوُّعِ وَالْقِرَاءَةُ وَالصَّلَاةُ وَالصِّيَامُ .
قَالَ أَحْمَدُ : الْمَيِّتُ يَصِلُ إلَيْهِ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ الْخَيْرِ مِنْ صَدَقَةٍ أَوْ صَلَاةٍ أَوْ غَيْرِهِ لِلْأَخْبَارِ .
وَمِنْهَا مَا رَوَى أَحْمَدُ { أَنَّ عُمَرَ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَمَّا أَبُوك فَلَوْ أَقَرَّ بِالتَّوْحِيدِ فَصُمْت أَوْ تَصَدَّقْتَ عَنْهُ نَفَعَهُ ذَلِكَ } رَوَى أَبُو حَفْصٍ عَنْ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ ” “
أَنَّهُمَا كَانَا يُعْتِقَانِ عَنْ عَلِيٍّ بَعْدَ مَوْتِهِ ” وَأَعْتَقَتْ عَائِشَةُ عَنْ أَخِيهَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ بَعْدَ مَوْتِهِ ، ذَكَرَهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ .
artinya: dan “disunnahkan” bagi orang yang berziarah kepada mayit untuk berbuat sesuatu yang meringankan beban mayit tersebut,meskipun dengan meletakkan pelepah kurma yang basah diatas kuburan –karena ada al khobar (hadits)dan buraidah ra berwashiyat dengan demikian sesuai riwayat al Bukhori, juga dengan “dzikir” dan bacaan al Qur’an di samping kuburan tersebut dikarenakan apabila dengan pelepah kurma tersebut dapat diharap dengan tasbihnya maka lebih-lebih dengan bacaan al Qur’an.
dari Ibni Umar ra bahwasanya beliau menyenangi apabila mayit dikubur untuk dibacakan dengan pembukaan dan akhir surat al Baqoroh demikian riwayat Allalka’ie. dan riwayat tersebut diperkuat dengan keumuman hadits (bacalah Yasin untuk orang mati kalian)
dari siti Aisyah ra dari sayyidina Abu bakar ra dalam hadits marfu’ dikatakan : barangsiapa yang berziarah kepada kedua orang tuanya di setiap hari jum’at atau salah satu dari mereka ,kemudian dia membacakan surat Yasin maka Allah akan mengampuninya sejumlah huruf atau ayat surat tersebut. (HR Abu Syaikh di fadhail al qur’an.)
dan seiap qurbah (ibadah) yang dilakukan seorang muslim kemudian dia jadikan pahalanya sebagai hadiah bagi muslim lain baik hidup maupun sudah mati maka hal tersebut dapat dilakukan meskipun ia tidak tahu,sebab allah swt mengetahuinya seperti halnya do’a dan istighfar,ibadah yg bisa digantikan,shodaqoh sesuai ijmak para ulama begitu juga memerdekakan budak,haji sunnah,bacaan qur’an,sholat dan puasa.
Imam Ahmad berkata :dapat sampai kepada mayit segala kebaikan seperti shodaqoh,sholat atau yang lainnya karena beberapa hadits diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad bahwa : Umar bin khoththob ra bertanya kepada Nabi saw lalu Nabi saw menjawab : adapun ayahmu bila ia mengakui ke Esaan Allah,kemudian kau berpuasa dan bersedekah untuknya maka hal itu akan memberi manfa’at baginya.
Abu Hafash meriwayatkan dari al Hasan dan al Husain bahwa mereka berdua memerdekakan budak untuk ayahnya Ali bin Abi thalib ra setelai ia meninggal dunia. dan Aisyah ra memerdekakan budak untuk saudaranya Abdurrahman setelah ia meninggal dunia,sebagaimana yang dikatakan Ibnul Mundzir
Pendapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab :
[ محمد بن عبدالوهاب ]
ذكر محمد بن عبد الوهاب في كتابه أحكام تمني الموت [ ص75 ] مايفيد وصول ثواب الأعمال من الأحياء إلى الأموات ومن ضمنها قراءة القران للأموات حيث ذكر:
((وأخرج سعد الزنجاني عن أبي هريرة مرفوعا من دخل المقابر ثم قرأ فاتحة الكتاب وقل هو الله أحد والهاكم التكاثر ثم قال أني جعلت ثواب ما قرأت من كلامك لأهل المقابر من المؤمنين والمؤمنات كانوا شفعاء له إلى الله تعالى
وأخرج عبد العزيز صاحب الخلال بسنده عن أنس مرفوعا من دخل المقابر فقرأ يس خفف الله عنهم وكان له بعدد من فيها حسنات
انتهى
Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya “ahkam tamannil al maut ” halaman 75: mengatakan apa yang memberi pengertian bahwa bisa sampainya pahala amal ibadah dari orang hidup untuk orang-orang mati termasuk dengan bacaan al qur’an, ketika dia mengatakan dalam kitab tersebut:
“sa’ad azzanjani meriwayatkan hadits dari abu huroiroh ra dengan hadits marfu’: barang siapa memasuki pekuburan kemudian membaca fatihah, qul huwallohu ahad, alha kum attakatsur kemudian dia berkata : Ya Allah aku menjadikan pahala bacaan kalammu ini untuk ahli kubur dari orang-orang mu’min, maka ahli kubur itu akan menjadi penolongnya nanti dihadapan Allah swt…..
Abdul Aziz Shahib al Khollal meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas dalam hadits marfu’…
Nabi saw bersabda: barangsiapa yang memasuki pekuburan kemudian dia membaca Yasin maka Allah akan meringankan siksaan mereka, dan dia akan mendapatkan pahala ahli kubur tersebut……
Mari Kita Telaah Kitab Ar-Ruh Hal 11 Karangan Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah
اخبرني الحسن بن الهيثم قال سمعت أبا بكر بن الأطروش ابن بنت أبي نصر بن التمار يقول كان رجل يجيء إلى قبر أمه يوم الجمعة
فيقرأ سورة يس فجاء في بعض أيامه فقرأ سورة يس ثم قال اللهم إن كنت قسمت لهذه السورة ثوابا فاجعله في أهل هذه المقابر فلما كان يوم الجمعة التي تليها جاءت امرأة فقالت أنت فلان ابن فلانة قال نعم قالت إن بنتا لي ماتت فرأيتها في النوم جالسة على شفير قبرها فقلت ما أجلسك ها هنا فقالت إن فلان ابن فلانة جاء إلى قبر أمه فقرأ سورة يس وجعل ثوابها لأهل المقa ابر فأصابنا من روح ذلك
أو غفر لنا أو نحو ذلك
Al Hasan bin al Haitsam memberi khabar, dia berkata aku mendengar Abu Bakar bin al Athrusy ibn binti Abi Nashor al Tammar dia berkata:
“ada seorang laki-laki mendatangi kuburan ibunya pada hari jum’at kemudian dia membacakan surat yasin,selang beberapa hari lagi dia datang berziarah dan membaca yasin pula…laki-laki itu berkata: ya Alloh, kalau engkau sudi membagikan pahala surat ini,maka bagikanlah pahalanya untuk seluruh ahli kubur ini….”
kemudian jum’at berikutnyapun tiba…..namun tiba-tiba ada wanita tidak dikenal bertanya kepada dia :”engkaukah fulan bin fulanah……..? dia menjawab: ia betul….si wanita tadi berkata: sungguh aku mempunyai anak wanita yang sudah meninggal….kemudian aku bermimpi dia sedang duduk disamping kuburannya dengan senang….maka aku bertanya: apa yang membuatmu duduk-duduk di sini seperti ini….???
dia menjawab: sungguh ada seorang pria si fulan bin fulanah yang berziarah di kuburan ibunya dengan membaca surat yasin dan memohon pahalanya di bagikan untuk seluruh ahli kubur….sehingga aku kebagian anugerah bacaan tersebut atau Allah mengampuni kami atau semacamnya….
Imam Al Allamah Ibnu Qudamah Al-Hanbali Al-Maqdisy dan bepergian untuk ziarah kubur
قال ابن قدامة في المغني
( فَصْلٌ : فَإِنْ سَافَرَ لِزِيَارَةِ الْقُبُورِ وَالْمَشَاهِدِ .
… فَقَالَ ابْنُ عَقِيلٍ : لَا يُبَاحُ لَهُ التَّرَخُّصُ ؛ لِأَنَّهُ مَنْهِيٌّ عَنْ السَّفَرِ إلَيْهَا ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ } .
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ ، وَالصَّحِيحُ إبَاحَتُهُ ، وَجَوَازُ الْقَصْرِ فِيهِ ؛ لَانَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْتِي قُبَاءَ رَاكِبًا وَمَاشِيًا ، وَكَانَ يَزُورُ الْقُبُورَ ، وَقَالَ : { زُورُوهَا تُذَكِّرْكُمْ الْآخِرَةَ } .
وَأَمَّا قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ ” فَيُحْمَلُ عَلَى نَفْيِ التَّفْضِيلِ ، لَا عَلَى التَّحْرِيمِ ، وَلَيْسَتْ الْفَضِيلَةُ شَرْطًا فِي إبَاحَةِ الْقَصْرِ ، فَلَا يَضُرُّ انْتِفَاؤُهَا “”".
وقال:”"
فَصْلٌ : وَيُسْتَحَبُّ الدَّفْنُ فِي الْمَقْبَرَةِ الَّتِي يَكْثُرُ فِيهَا الصَّالِحُونَ وَالشُّهَدَاءُ ؛ لِتَنَالَهُ بَرَكَتُهُمْ ، وَكَذَلِكَ فِي الْبِقَاعِ الشَّرِيفَةِ .
وَقَدْ رَوَى الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ بِإِسْنَادِهِمَا { أَنَّ مُوسَى – عَلَيْهِ السَّلَامُ – لَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ سَأَلَ اللَّهَ تَعَالَى أَنْ يُدْنِيَهُ إلَى الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَوْ كُنْتُ ثَمَّ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ
Ibnu Qudamah al Hanbali berkata di kitab al Mughni:
(fashal) maka apabila seseorang bepergian untuk menziarahi kuburan dan masyahid, ibnu Aqil berkata:ia tidak beroleh rukhshoh(mengqoshor & menjama’ shalat) karena bepergian tersebut dilarang Nabi saw bersabda:(tidak dipersiapkan bepergian kecuali ke 3 masjid) muttafaq ‘alaih.
Yang benar (shohieh) adalah diperbolehkannya dan ia boleh mengqoshor shalat itu karena Nabi saw seringkali mendatangi Quba’ dengan berjalan kaki dan naik kendaraan dan seringkali berziarah kubur, Nabi Saw bersabda:”berziarah ke kuburan, karena mengingatkan kalian akan akhirat.
Adapun hadits Nabi saw tadi adalah bukan larangan tetapi sedang menerangkan fadhilah(keutamaan masjid yang tiga)dan fadhilah atas sesuatu itu tidak menjadi syarat atas kebolehan dari mengqoshor shalat. Maka tidak ada fadhilah pun boleh mengqoshor.
Ibnu Qudamah berkata:
(Fashal) dan disunnahkan untuk dikubur di tempat yang terdapat orang-orang sholeh dan para syuhada’ supaya mendapat barokah mereka, juga di tempat-tempat mulia karena telah diriwayatkan oleh imam Bukhory dan Muslim bahwasanya: Nabi Musa As ketika akan meninggal beliau memohon kepada Allah swt untuk dikubur didekatkan dengan tanah suci sepelempar batu…….Nabi saw bersabda:”kalau saya ada di sana maka kalian akan saya tunjukkan (kuburannya) di dekat bukit merah.
HADIAH PAHALA UNTUK ORANG MATI
Dalam masyarakat kita sering dijumpai adanya adat/tata cara bersedekah yang pahalanya untuk orang yang mati. Atau banyak juga masyarakat yang melakukan tahlil/membaca alqur'an yang pahalanya dihadiahkan kepada ahli kuburnya/orang yang telah meninggal dunia.
Menanggapi budaya yang sudah berlaku dalam masyarakat itu, maka timbul pertanyaan dalam benak kita, “Bolehkan bersedekah atau mengadakan Tahlil yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah mati dan sampaikah hadiah pahala itu"?
Sebelum menuju pada inti pembicaraan, marilah kita simak terlebih dahulu sebuah hadits Rasulullah SAW;
"Jika seorang manusia meninggal dunia, maka amalnya terputus, kecuali dari tiga hal, yaitu dari sedekah jariyah,atau ilmu yang bermanfaat atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR Muslim, at-Tirmidzi, Abu Dawud, Ahmad dan Darimi)
Saudaraku, Hadis di atas menjelaskan bahwa setelah meninggal dunia manusia tidak dapat lagi beramal, akan tetapi dia masih dapat memperoleh pahala amalnya selama hidup dahulu. Oleh karena itulah, hisab (perhitungan amal sebelum masuk Surga atau Neraka) baru dilakukan setelah kiamat tiba dan manusia dibangkitkan serta dikumpulkan di Padang Mahsyar. Sebab, selama dunia ini masih ada, selama manusia masih hidup, mereka yang telah meninggal dunia masih memiliki kemungkinan untuk mendapatkan tambahan pahala atau dosa.
Anak yang saleh, sedekah jariyah dan ilmu yang bermanfaat merupakan beberapa contoh amal yang pahalanya yang dapat terus diperoleh seseorang meskipun ia telah meninggal dunia dan tidak ikut beramal. Selain ketiganya, masih banyak sarana untuk menambah pahala amal seseorang yang telah meninggal dunia, sebagaimana tersebut dalam beberapa Hadis sebelumnya. Dan pada umumnya, jika kita benar-benar paham dan teliti ternyata ke semua amal tersebut kembali pada tiga sarana di atas. Sebagai contoh adalah ziarah Wali Songo (sembilan wali yang terkenal di pulau jawa). Andaikata kita bertanya kepada para peziarah apa alasan mereka menziarahi makam Wali Songo, maka salah satu jawabannya adalah karena ingin membalas budi baik para Wali yang telah berdakwah dengan gigih menebarkan Islam di Nusantara. Berdasarkan Hadis di atas, maka bacaan Al-Quran, dzikir dan amalan lain para peziarah tersebut akan sampai kepada para Wali Songo tersebut. Sebab, ziarah itu dilakukan demi menghargai perjuangan dakwah mereka (Wali Songo). Perjuangan dakwah yang terus dikenang dan menjadi sumber inspirasi itu merupakan bagian dari ilmu bermanfaat yang disebutkan oleh Rasullullah saw dalam sabdanya di atas.
Ada pula seseorang yang berziarah ke makam seorang dermawan. Saat ditanya, "Mengapa anda menziarahi makam orang ini?" Ia pun menjawab, "Semasa hidupnya, dia membiayai sekolah saya hingga selesai." Amalan peziarah ini selama berada di makam tersebut termasuk bagian dari sedekah jariyah yang dimaksud dalam sabda Nabi di atas pula.
Ada pula yang berziarah ke makam seseorang yang sama sekali belum pernah ditemuinya semasa hidup. Saat ditanya, "Kenapa anda berziarah ke makam ini?" Ia menjawab, "Dia adalah guru ayah/kakek/buyut saya. Dialah yang mendidik ayah /kakek/buyut saya hingga menjadi seorang yang saleh dan bermanfaat bagi umat." Amalan orang ini selama berziarah juga termasuk bagian dari ilmu bermanfaat yang dimaksud oleh Rasulullah saw dalam sabdanya di atas tersebut.
Kesimpulannya, setiap kali kita bertanya kepada para peziarah tersebut, maka akan kita peroleh jawaban yang menjelaskan hubungan antara dirinya dengan orang yang diziarahi. Dan jika kita perhatikan dengan jujur, maka hubungan tersebut masuk dalam salah satu dari tiga hal yang disebutkan oleh Rasulullah saw di atas, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak saleh yang mendoakannya.
Saudaraku, sebenarnya masih banyak lagi bukti bahwa amal seorang Muslim dapat bermanfaat bagi saudaranya yang telah meninggal dunia. Tetapi, beberapa Hadis di atas kiranya cukup bagi mereka yang ingin mendapatkan kebenaran. Semoga kita dapat mengamalkannya.
Berdasarkan hadits nabi SAW tersebut diatas, jelaslah bagi kita bahwa orang yang mati akan terputus semua amalnya, yaitu amal perbuatan dalam kehidupan di dunia yang dapat memperoleh pahala atau dosa. Tetapi orang yang berada di alam ruh/alam barzah maka masih hidup ruhnya, masih bisa beramal/berbuat apa-apa, seperti: mendengar, menjawab, melihat dan lain sebagainya. Dan dengan hadits nabi SAW. tersebut menunjukkan betapa pentingnya mengirim hadiah pahala pada mayit, karena mereka telah terputus amalnya.
Kesimpulannya, bahwa bersedekah atau mengirim hadiah pahala dengan membaca bacaan-bacaan tertentu, misalnya Tahlil, surat-surat alqur'an (seperti Surat Yaasin, Fatihah). hukumnya adalah BOLEH Adapun sampai atau tidaknya kiriman hadiah itu terserah kepada Allah SWT.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda