Silsilah Simbah KH.Abdul Djalal Awal dari jalur Ayah
Kyai Abdul Jalal awal iku Bin Kyai Niti Menggolo ( Kyai Kerti Manggolo I ) penewu Gedong ing Kraton Jogjakarta (Sumare wonten ing Kebun Karet, Caket Batu Raden, Purwokerto) Bin Kyai Honggo Wongso bin Kyai Ageng Derpuyudho (Kyai Ageng Gegulu) bin Kyai Khotib Kertonegoro, Bupati ing Grobogan, dene sumare ono ing Mondokan, Lawean, Solo, bin Kanjeng Pangeran Mandurorejo, sumare ing Kaliwungu asal Patih Sultan Ageng Mataram bin Kanjeng Pangeran Manduro Negoro Patih Sinuwun Sedo Krayak, Mataram, ing Ngambiran, Jogja bin Pangeran Juru Martani Patih Kanjeng Panembahan Senopati Mataram (Sumare Makam Raja Wonten Kota Gedhe, Jogja) bin Pangeran Su’aib ing Mondo Pandanann iyo Kyai Ageng Sobo bin Kanjeng Sunan Giri Tsani, Gajah Kedaton Gresik bin Kanjeng Sunan Giri Awal 'Anul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Syaikh Jumadil Qubro.
Silsilah Simbah KH.Abdul Djalal dari jalur Lainnya
Kyai Abdul Jalal awal bin Kyai Niti Menggolo bin Kyai Honggo Wongso bin Kyai Ageng Gulu Derpoyudho bin Kyai Khotib (Kertonegoro) bin Kanjeng Ratu Mas Sekarang Pati Binti Kanjeng Panembahan Hanyokrowati Sinuwun Sedo Krayak Mataram bin Kanjeng Panembahan Senopati Ingalogo Mataram bin Kyai Ageng Mataram iyo Kyai Ageng Pamanahan bin Kyai Ageng Nis bin Kyai Ageng Selo (iyo Kyai Abdurrohman) Kertoboyo bin Kyai Ageng Abdullah Getas Pendowo ing Selo bin Kyai Ageng Bondan Kejawan ing Tarub iyo Kyai Ageng Lembu Peteng kaping kalih bin Prabu Browijoyo pamungkas kaping limo.
Sekelumit Sejarah Kaliyoso Joogopaten dan Kyai Abdul Djalal
Kira-kira 200 tahun silam (1790 M) Desa Kaliyoso yang terletak kurang lebih 12 Km sebelah utara kota Solo itu bernama ALAS JOGOPATEN.
Bahwa sejarah Kaliyoso itu dimulai dari seorang Kyai Abdul Djalal ke I yang pada waktu kecilnya bernama Kyai Bagus Turmudi, beliau orang pertama yang berdiam di Alas Jogopaten yang sekarang dikenal dengan nama Kaliyoso.
Kyai Abdul Djalal I sejak kecil ikut kakeknya yang juga bernama Kyai Abdul Djalal bertempat tinggal di Getak Pedan, Klaten (Kakeknya juga dimakamkan di Getak Pedan juga)
Setelah umurnya meningkat dewasa, Kyai Abdul Djalal I pergi dari rumah kakeknya di Getak Pedan, mencari ilmu agama Islam ke Pondok Pesantren di Surabaya, seterusnya menambah ilmunya ke Semarang dan akhirnya ke Pondok Pesantren di Mojo Baderan yang terletak disebelah barat Tegalgondo dimana Kyai Mojo seorang penasehat Pangeran Diponegoro dahulu bertempat tinggal disitu pula. Di Pondok Pesantren Mojo Baderan, Kyai Abdul Djalal I kemudian diambil mantu oleh gurunya sendiri (Kyai Jamal Korib)
Pada suatu ketika Kyai Abdul Djalal I diperintah oleh gurunya yang juga mertuanya untuk perlu menyebar luaskan ilmunya ke suatu tempat di sebelah utara Surakarta dengan disertai beberapa orang temannya diantaranya bernama Kyai Abdullah asal dari Jawa Timur.
Perjalanan rombongan Kyai Abdul Djalal I dimulai dari Mojo Baderan, melalui Surakarta terus menuju ke arah timur menyusuri Kali Cemoro sebelah Timur. Akhirnya mereka sampai di suatu tempat bernama “Watu Soye” atau menurut sumber lain dikatakan “Watu Suci”. Hingga sekarang dinamakan “Watu Soye” itu masih dapat disaksikan terletak ditengah-tengah Kali Cemoro. Konon katanya diatas batu inilah Kyai Abdul Jalal I sering melakukan sholat dan bermunajat kepada Allah SWT.
Setelah beberapa waktu lamanya Kyai Abdul Djalal I beserta rombongan berdiam di “Watu Soye” maka pada suatu saat, ketika Kyai Abdul Djalal I sedang bermunajat kepada Allah SWT, beluai mendapat ilham agar melanjutkan perjalanannya ke suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama “Grasak” terletak di sebelah selatan Masjid Kaliyoso sekarang. Disinilah akhirnya Kyai Abdul Djalal I dalam keprihatinannya mendapat ilham pula dari Allah bahwa disitulah tempat sebenarnya yang dituju.
Membuka Hutan
Ditempat benama “Grasak” ini Kyai Abdul Djalal I memulai persiapan untuk membuka hutan Jogopaten yang masih lebat itu.
Kyai Abdul Djalal I mulai melakukan rialat dan sholat, puasa dan amalan-amalan lainya dengan harapan agar pekerjaan membuka hutan Jogopaten dapat dilakukan dengan mudah dan selamat atas pertolongan Allah. Karenan konon katanya didalam hutan Jogopaten inilah tempat pusatnya para Jin serta mkluk makluk halus lainya, sehingga nama “Jogopaten” itu menurut orang yang mempunyai cerita, berasal dari kata “Jogo pati” atau berjaga-jaga untuk bersedia mati bila berani memasuki hutan tersebut.
Setelah mengalami beberapa peristiwa dan godaan-godaan yang tidak ringan maka Kyai Abdul Djalal I bersama pengikutnya berhasil juga menerobot ke dalam hutan dan membersihkannya. Disinilah Kyai Abdul Djalal I yang pertama kalinya mendirikan rumah, disusul dengan mendirikan surau (langgar) yang selanjutnya menjadi Masjid.
Kemudian tempat itu lambat laun menjadi suatu tempat yang ramai dikunjungi orang-orang sekitar yang ingin mencari ilmu. Di samping itu beberapa orang keluarga Kyai Abdul Djalal I sendiri dan juga keluarga pengikutnya menyusul pula pindah ke tempat yang baru itu.
Asal Mula Nama “Kaliyoso”
Pada sekitar tahun 1788 M, Paku Buwono IV (PB IV) yang dikenal dengan sebutan Sinuwun Bagus yang sementara waktu menduduki Tahta Kerajaan Surakarta. Pada waktu itu Permaisuri PB IV sedang mangandung dan mengudam ingin merasakan daging binatang kijang.
Untuk menuruti keinginan permaisuri kemudian PB IV dengan diikuti beberapa orang pejabat kraton pergi berburu ke Hutan Kerdowahono yang terletak disebelah selatan Jogopaten. Namun disinilah kemudian timbulah peristiwa yang sangat aneh yaitu PB IV dalam berburu tiba-tiba hilang tanpa bekas, sehingga para pengikutnya gusar semua.
Berhari-hari mereka mencari PB IV ke segenap penjuru daerah itu namun sia-sia belaka. PB IV tetap tidak berhasil ditemukan, sehingga pada suatu hari ada seorang penduduk disitu memberi petunjuk bahwa ditempat utara sungai ada berdiam seorang Kyai yang mungkin dapat meminta pertolongannya untuk menemukan PB IV yang hilang itu.
Syahdan setelah Kyai yang dimaksud itu berhasil ditemui oleh Pejabat Kraton, akhirnya Kyai yang tadi tidak lain adalah Kyai Abdul Jalal I pun menyanggupi untuk membantunya, tetapi bukan beliau sendiri yang akan mencari sang PB IV.
Tetapi tugas yang berat itu dipercayakan kepada kepnakannya yang laki-laki (Anak dari Kakak Perempuan Kyai Abdul Djalal I) bernama Bagus Murtojo (Murtolo atau Murtodho) untuk menemukan tempat dimana PB IV berada.
Benar juga Bagus Murtojo dalam waktu singkat sudah berhasil menemukan tempat PB IV yang selanjutnya dapat meninggalkan tempat yang sangat angker itu dan pulang ke Kraton Surakarta.
Pada suatu ketika PB IV menemui Kyai Abdul Djalal I ditempat berdiamnya untuk menyampaikan rasa terima kasihnya atas bantuan ang pernah dilakukan dalam usahanya menemukan kembali dirinya (PB IV). Pada saat itulah PB IV dihadapan Kyai Abdul Djalal I terlontar kata-katanya “tempat yang sekarang saya namakan “Kaliyoso”
Demikian asal mula nama “Kaliyoso”. Sedang apa maksud dan arti dari kata “Kaliyoso” yang diucapkan PB IV itu hingga kini belum diketahui secara pasti.
Disamping memberikan nama Kaliyoso PB IV kepada Kyai Abdul Djalal I juga menyatakan memberikan “Tanah Perdikan” secukupnya untuk mengembangkan pelajaran agama Islam.
Selanjutnya Tanah Perdikan Kaliyoso Jogopaten. Juga PB IV berkenan pula memberikan kenang-kenangan berupa sebuahmimbar dan pintu masjid serta benda-benda pusaka kraton berupa tombak dan keris, salah satu diantaranya ialah tombak benama “Kyai Ronda” yang sampai saat ini pula benda-benda tersebut masih dapat disaksikan berada di Masjid Kaliyoso.
Adapun Bagus Murtojo sendiri oleh PB IV kemudian diambil atau diakui sebagai Saudara angkat PB IV.