Di kebanyakan daerah di Indonesia, daging hewan akikah biasanya dijadikan menu makanan walimah. Banyak dijumpai acara nikahan ataupun khitanan yang diawali dengan pemotongan hewan akikah terlebih dulu. Yang dijadikan hewan akikah biasanya satu sapi untuk akikah tujuh orang.
Hal ini biasanya dilakukan untuk tujuan ganda, yaitu agar bisa menunaikan akikah sekaligus untuk menu makanan walimah pernikahan.
Sebenarnya pertanyaan yang lebih tepat bukan soal aqiqah saat menikah atau tidak menikah tapi bolehkah aqiqah setelah baligh? Karena aqiqah umumnya itu dilakukan sebelum baligh, bahkan saat bayi. Dan jawabannya adalah boleh dan tetap sunnah aqiqah dilakukan saat usia dewasa.
Imam Nawawi dalam Al-Majmuk, hlm. 8/412, berkata:
قَالَ أَصْحَابُنَا: وَلَا تَفُوتُ بِتَأْخِيرِهَا عَنْ السَّبْعَةِ. لَكِنْ يُسْتَحَبُّ أَنْ لَا يُؤَخِّرَ عَنْ سِنِّ الْبُلُوغِ. قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْبُوشَنْجِيُّ مِنْ أَئِمَّةِ أَصْحَابِنَا: إنْ لَمْ تُذْبَحْ فِي السَّابِعِ ذُبِحَتْ فِي الرَّابِعَ عَشَرَ، وَإِلَّا فَفِي الْحَادِي وَالْعِشْرِينَ، ثُمَّ هَكَذَا فِي الْأَسَابِيعِ. وَفِيهِ وَجْهٌ آخَرُ أَنَّهُ إذَا تَكَرَّرَتْ السَّبْعَةُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَاتَ وَقْتُ الِاخْتِيَارِ. قَالَ الرَّافِعِيُّ: فَإِنْ أَخَّرَ حَتَّى بَلَغَ سَقَطَ حُكْمُهَا فِي حَقِّ غَيْرِ الْمَوْلُودِ. وَهُوَ مُخَيَّرٌ فِي الْعَقِيقَةِ عَنْ نَفْسِهِ قَالَ: وَاسْتَحْسَنَ الْقَفَّالُ وَالشَّاشِيُّ أَنْ يَفْعَلَهَا
Artinya: Ulama Syafi'iyah menyatakan: mengakhirkan aqiqah dari hari ketujuh tidak dianggap terlambat. Akan tetapi disunnahkan tidak mengakhirkannya sampai usia akil baligh. Abu Abdillah Al-Busyanji, salah satu ulama mazhab Syafi'i, berkata: Apabila aqiqah tidak dilakukan pada hari ketujuh maka dilakukan di hari ke-14, kalau tidak pada hari ke-21, demikian seterusnya kelipatan tujuh. Ada pendapat lain bahwa apabila tujuh berulang sampai tiga kali maka habislah masa memilih. Imam Rofi'i berkata: Apabila mengakhirkan aqiqah sampai akil baligh maka gugur hukum aqiqah bagi selain anak yang lahir. Ia boleh akikah untuk dirinya sendiri. Imam Rafi'i berkata: Al-Qoffal dan Al-Syasyi menganggap baik melakukannya (akikah untuk diri sendiri)
Lantas apakah boleh daging hewan akikah dijadikan menu walimah nikahan? Dan ketika dimasak, bolehkah dicampur dengan menu masakan walimah atau acara yang lainnya?
Tentang bolehnya daging aqiqah untuk dikonsumsi dalam acara walimah, Wahbah Zuhaily dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, hlm. 4/287, menyebutkan sejumlah pendapat ulama sbb:
حكم اللحم كالضحايا، يؤكل من لحمها، ويتصدق منه، ولا يباع شيء منها. ويسن طبخها، ويأكل منها أهل البيت وغيرهم في بيوتهم، وكره عند المالكية عملها وليمة يدعو الناس إليها. ويجوز عند المالكية: كسر عظامها، ولا يندب. وقال الشافعية والحنابلة:يجوز اتخاذ الوليمة، ولا يكره كسر العظام، إذ لم يثبت فيه نهي مقصود، بل هو خلاف الأولى، ويستحب أن تفصل أعضاؤها، ولا تكسر عظامها، تفاؤلاً بسلامة أعضاء المولود، لما روي عن عائشة، أنها قالت: «السنة شاتان مكافئتان عن الغلام، وعن الجارية شاة تطبخ جُدولاً
Artinya: Hukum daging aqiqah seperti halnya daging qurban boleh dimakan dagingnya (bila tidak berupa aqiqah wajib/nadzar) dan disedekahkan sebagiannya, jangan ada yang dijual, disunahkan memasak dagingnya dimakan sekeluarga dan lainnya dalam rumah. Menurut kalangan Malikiyyah makruh hukumnya menjadikan aqiqah sebagai bentuk walimah dengan mengundang orang menikmatinya namun menurut kalangan ini boleh memecah tulang-tulang binatang aqiqah tapi tidak disunahkan. Menurut kalangan Syafi’iyyah dan Hanabilah boleh dijadikan walimah karena tidak terdapat dalil pelarangan tentangnya hanya saja hukumnya Khilaf Aula (menyalahi keutaman) tapi tulang hewan aqiqahnya jangan dipecah sebagai bentuk pengharapan baik atas keselamatan anggauta tubuh anak yang dilahirkan berdasarkan riwayat dari ‘Aisyah ra “Yang sunah untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama sedang anak perempuan seekor kambing dengan di masak per anggauta badan”
Masakan daging dari aqiqah boleh digunakan untuk apa saja dan diberikan kepada siapa saja. Baik dalam keadaan mentah atau matang, namun menyuguhkan dalam keadaan matang lebih disunnahkan. Imam Nawawi dalam Al-Majmuk, hlm. 8/411, menyatakan:
قال جمهور أصحابنا : يستحب أن لا يتصدق بلحمها نيئا بل يطبخه وذكر الماوردي أنا إذا قلنا بالمذهب : إنه لا تجزئ دون الجذعة والثنية وجب التصدق بلحمها نيئا . وكذا قال إمام الحرمين إن أوجبنا التصدق بمقدار من الأضحية والعقيقة وجب تمليكه نيئا ، والمذهب الأول ، وهو أنه يستحب طبخه .
Artinya: Jumhur (mayoritas) ulama madzhab Syafi'i berpendapat sunnah tidak mensedekahkan dagingnya dalam keadaan mentah, tapi dimasak dulu. Menurut Al-Mawardi, wajib memberikan daging secara mentah. Imam Al-Haramain berpendapat serupa. Madzhab yang terpilih adalah yang pertama yakni sunnah memasak daging aqiqah.
Bahkan dalam kitab Almughni disebutkan, bahwa Imam Ibnu Sirin dari kalangan tabiin membolehkan daging hewan akikah dijadikan apa saja, termasuk dijadikan menu makanan walimah atau dicampur dengan menu makanan walimah yang lain.
لودعا اليها قوما فلا بأس في ذلك فيجور لصاحبها ان يأكل منها وان يطبخها ويرسل منها الى الفقراء ويجوز ان يدعو اصدقائه واقاربه وجيرانه والفقراء الى اكلها في بيته فله ان يتصرف فيها كيفما شاء، قال محمد بن سيرين من التابعين: اصنع بلحمها كيفما شاء
“Jika dia mengundang orang, maka hal tersebut tidak masalah. Maka boleh bagi orang yang akikah untuk makan daging akikah, memasaknya dan kemudian dibagikan kepada orang fakir. Dan boleh juga mengundang teman-temannya, kerabat, tetangga dan orang-orang fakir untuk makan daging hewan akikah di rumahnya. Boleh baginya menggunakan daging hewan akikah seperti apa saja. Muhammad bin Sirin dari kalangan tabiin berkata; gunakanlah daging akikah seperti apa saja.”
Dengan demikian, menjadikan daging hewan akikah untuk menu makanan walimah pernikahan atau acara yang lain diperbolehkan. Hanya saja menurut Imam Nawawi membagikan daging hewan akikah kepada orang fakir setelah dimasak itu lebih baik dibanding mengundang mereka untuk makan di rumah.
Meski demikian, keutamaan membagikan daging hewan tersebut tidak lantas mengurangi kebolehan mengundang kerabat, tetangga atau lainnya, untuk makan bersama di rumah. Imam Nawawi mengatakan;
قال اصحابنا والتصدق بلحمها ومرقها على المساكين والبعث اليهم افضل من الدعاء اليها ولو دعا اليها جاز ولو فرق بعضها ودعا ناسا الى بعضها جاز
Ulama Ashab (ulama Syafiiyah) mengatakan, “membagikan daging hewan akikah kepada orang miskin lebih utama dibanding mengundang mereka. Jika mengundang mereka, maka hukumnya boleh. Jika sebagian daging hewan dibagikan dan mengundang orang lain untuk daging hewan akikah yang lain, maka hukumnya juga boleh.”
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar