Hukum Shalat gerhana adalah Sunnah Muakkad tanpa membedakan apakah gerhana matahari maupun gerhana bulan, dalam kondisi safar maupun Muqim. Adapun pendapat yang menyatakan bahwa Shalat gerhana hanya disunnahkan untuk gerhana matahari sementara gerhana bulan tidak dengan beralasan Nabi SAW tidak pernah Shalat gerhana bulan, maka pendapat ini tertolak oleh Hadis berikut;
صحيح البخاري (4/ 186)
عن الْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ يَقُولُ انْكَسَفَتْ الشَّمْسُ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ النَّاسُ انْكَسَفَتْ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ
عن الْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ يَقُولُ انْكَسَفَتْ الشَّمْسُ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ النَّاسُ انْكَسَفَتْ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ
“Dari Al-Mughiroh Bin Syu’bah beliau berkata; Matahari mengalami gerhana di hari wafatnya Ibrahim (putra Rasulullah SAW). Maka orang-orang berkata; Dia (matahari) mengalami gerhana karena kematian Ibrahim. Maka Rasulullah SAW bersabda; Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat di antara ayat-ayat Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihatnya, maka berdoalah, dan Shalatlah sampai terang (normal) kembali” (H.R.Bukhari)
Sunnah Berjamaah
Shalat gerhana sunnah dilakukan secara berjamaah. Dalilnya adalah Hadis berikut;
صحيح البخاري (4/ 163)
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ
“Dari Aisyah istri Nabi SAW bahwasanya beliau berkata; Matahari mengalami gerhana pada masa hidup Nabi SAW. Maka beliau keluar menuju masjid lalu membariskan orang-orang dibelakang beliau “ (H.R.Bukhari)
Lafadz “فَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ” (lalu membariskan orang-orang dibelakang beliau) menunjukkan Nabi SAW membariskan kaum Muslimin dibelakangnya untuk membuat Shof Jamaah. Karena itu Hadis ini menjadi Dalil kesunnahannya. Namun Shalat Munfarid (sendirian) juga sah. Dasarnya adalah perintah mutlak dari Nabi SAW yang memerintahkan Shalat gerhana pada Hadis sebelumnya, yaitu lafadz “وَصَلُّوا” (Shalatlah kalian). Perintah “Shalatlah kalian” ini bersifat mutlak, bisa dilakukan berjamaah sebagaimana bisa dilakukan sendirian. Muslim yang melakukannya secara berjamaah berarti telah melaksanakan Hadis tersebut sebagaimana muslim yang melakukannya Munfarid juga telah melaksanakan Hadis tersebut.
Keikutsertaan Wanita dalam Shalat Gerhana
Wanita diizinkan ikut Shalat gerhana, karena Aisyah dan Asma ikut Shalat gerhana saat Rasulullah SAW menyelenggarakan Shalat gerhana.
صحيح البخاري (4/ 453)
عَنْ أَسْمَاءَ قَالَتْ دَخَلْتُ عَلَى عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا وَهِيَ تُصَلِّي قَائِمَةً وَالنَّاسُ قِيَامٌ فَقُلْتُ مَا شَأْنُ النَّاسِ فَأَشَارَتْ بِرَأْسِهَا إِلَى السَّمَاءِ فَقُلْتُ آيَةٌ فَقَالَتْ بِرَأْسِهَا أَيْ نَعَمْ
عَنْ أَسْمَاءَ قَالَتْ دَخَلْتُ عَلَى عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا وَهِيَ تُصَلِّي قَائِمَةً وَالنَّاسُ قِيَامٌ فَقُلْتُ مَا شَأْنُ النَّاسِ فَأَشَارَتْ بِرَأْسِهَا إِلَى السَّمَاءِ فَقُلْتُ آيَةٌ فَقَالَتْ بِرَأْسِهَا أَيْ نَعَمْ
“Dari Asma’ beliau berkata; Aku masuk menemui Aisyah sementara dia sedang Shalat sambil berdiri dan orang-orang juga berdiri. Maka aku bertanya “Orang-orang kenapa?” Maka Aisyah memberi isyarat dengan kepalanya ke arah langit (menunjukkan bahwa terjadi gerhana matahari). Maka aku bertanya; ayat?maka dia menjawab dengan isyarat kepalanya; ya” (H.R.Bukhari)
Waktu pelaksanaan
Awal waktu saat Shalat gerhana mulai diizinkan adalah ketika gerhana mulai terjadi. Pada saat itu Shalat gerhana sudah boleh dilakukan. Jika pelaksanaannya sebelum terjadi gerhana, lalu ditengah-tengah Shalat. baru gerhananya terjadi maka shalatnya tidak sah karena Shalat tersebut dilakukan sebelum masuk waktu. Hal ini sama dengan orang yang Shalat Dhuhur jam 10 pagi atau Shalat ashar jam 13.00. Akhir waktunya ditandai ketika matahari/bulan kembali normal.
Dalam rentang waktu tersebut Shalat gerhana sah dilakukan. Seorang muslim bisa memilih di awal waktu, ditengahnya atau di akhir. Jika dia Shalat di akhir waktu, lalu ditengah Shalat gerhana sudah lenyap, maka Shalatnya tetap disempurnakan dan dihitung sah, karena dia telah mengawali Shalat pada waktunya.
Tempat Pelaksanaan
Disunnahkan Shalat gerhana dilakukan di Masjid karena Rasulullah SAW melakukannya di Masjid. Kesunnahan ini tidak membedakan apakah Shalat gerhananya dilakukan berjamaah ataukah Munfarid.
صحيح البخاري (4/ 163)
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ
“Dari Aisyah istri Nabi SAW bahwasanya beliau berkata; Matahari mengalami gerhana pada masa hidup Nabi SAW. Maka beliau keluar menuju masjid lalu membariskan orang-orang di belakang beliau “ (H.R.Bukhari)
Jika dilakukan tidak di masjid misalnya di rumah, lapangan, halaman dll, maka tetap sah karena masjid bukan syarat keabsahannya.
Adzan dan Iqomat
Tidak disyariatkan Adzan dan Iqomat untuk mengawali Shalat gerhana tetapi cukup menyerukan الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ Dasarnya adalah Hadis berikut;
صحيح البخاري – مكنز (4/ 256، بترقيم الشاملة آليا)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو – رضى الله عنهما – قَالَ لَمَّا كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نُودِىَ إِنَّ الصَّلاَةَ جَامِعَة
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو – رضى الله عنهما – قَالَ لَمَّا كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نُودِىَ إِنَّ الصَّلاَةَ جَامِعَة
“Dari Abdullah bin ‘Amr beliau berkata; Tatkala matahari mengalami gerhana di masa Rasulullah SAW maka diumumkan ‘Assholata Jami’ah” (H.R.Bukhari)
Jumlah Rokaat
Jumlah Rokaat Shalat gerhana adalah dua. Dasarnya akan difahami dari sejumlah Hadis yang akan disebutkan di bawah
Tatacara Pelaksanaan
Untuk memudahkan dalam memahami, tatacara pelaksanaan Shalat gerhana akan dijelaskan dalam bentuk urutan sebagai berikut;
1. Niat. Cukup menyengaja dalam hati, tidak harus dilafalkan.
أُصَلِّي سُنَّةَ الخُسُوفِ رَكْعَتَيْنِ إِمَامً/مَأمُومًا لله تَعَالَى
Ushallî sunnatal khusûf rak‘ataini imâman/makmûman lillâhi ta‘âlâ
Artinya:"Saya salat sunah gerhana bulan dua rakaat sebagai imam/makmum karena Allah."
2. Takbiratul ihram
3. Membaca doa iftitah. Doa iftitah yang dibaca bebas, bisa memilih yang pendek, pertengahan maupun yang panjang asalkan didasarkan pada riwayat yang shahih. Doa iftitah dibaca pelan
4. Membaca Ta’awudz. Ta’awudz juga dibaca dengan pelan
5. Membaca surat Al-Fatihah. Surat Al-Fatihah dibaca dengan keras
6. Membaca surat. Jika mampu membaca surat Al-Baqoroh atau surat lain yang panjangnya kira-kira sama. Jika tidak mampu surat Al-Baqoroh, maka bebas memilih surat yang lain, baik yang panjang maupun yang pendek.
7. Ruku’. Ruku’ dilakukan dengan lama, kira-kira selama orang membaca 100 ayat. Bacaan Tasbih saat Rukuk bebas asalkan didasarkan pada riwayat yang shahih
8. I’tidal. Pada saat ini, bacaan Tasmi’ (سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ) Dilafalkan
9. Membaca Al-Fatihah kedua. Selesai membaca Tasmi’ tangan disedekapkan lagi lalu membaca Al-Fatihah untuk yang kedua kali. Inilah yang membedakan dengan Shalat-Shalat biasa. Jika pada Shalat biasa setelah I’tidal langsung Sujud, maka pada Shalat gerhana setelah I’tidal berdiri lagi untuk membaca.
10. Membaca surat. Jika mampu membaca surat Ali Imran atau surat lain yang panjangnya kira-kira sama. Jika tidak mampu surat Ali Imran, maka bebas memilih surat yang lain baik yang panjang maupun yang pendek.
11. Ruku’. Ruku’ dilakukan dengan lama, tetapi lebih pendek sedikit daripada Rukuk yang pertama. Bacaan Tasbih saat Rukuk bebas asalkan didasarkan pada riwayat yang shahih
12. I’tidal. Pada saat ini, bacaan Tasmi’ (سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ) Dilafalkan
13. Sujud. Setelah I’tidal dan membaca Tasmi’ , Sujud langsung dilakukan. Sujud juga diusahakan lama. Sujud dilakukan dua kali yang disela-selai duduk diantara dua Sujud sebagaimana Shalat biasa
14. Berdiri dari Sujud untuk melakukan Rokaat yang kedua. Pada Rokaat yang kedua ini yang dilakukan sama persis dengan Rokaat yang pertama, hanya saja durasi waktunya lebih pendek. Al-Fatihah dan surat dibaca, lalu Rukuk, lalu I’tidal lalu membaca lagi Al-Fatihah dan surat lalu Rukuk lalu I’tidal. Sebagaimana dalam Rokaat pertama dilakukan dua kali berdiri dan dua kali Rukuk, maka pada Rokaat yang kedua ini juga dilakukan dua kali berdiri dan dua kali Rukuk.
15. Sujud. Setelah I’tidal, maka gerakan dilanjutkan dengan Sujud dua kali yang disela-selai duduk diantara dua Sujud. Sujud pada Rokaat yang kedua ini juga lama, tetapi lebih pendek daripada Sujud pada Rokaat pertama
16. Salam
Dalil dari urutan ini adalah Hadis berikut yang didukung dan diperjelas dengan Hadis-Hadis yang lainnya;
صحيح مسلم (4/ 443)
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ فَاقْتَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ قَامَ فَاقْتَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً هِيَ أَدْنَى مِنْ الْقِرَاءَةِ الْأُولَى ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا هُوَ أَدْنَى مِنْ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ سَجَدَ وَلَمْ يَذْكُرْ أَبُو الطَّاهِرِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الْأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ حَتَّى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ وَانْجَلَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَنْصَرِفَ
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ فَاقْتَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ قَامَ فَاقْتَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً هِيَ أَدْنَى مِنْ الْقِرَاءَةِ الْأُولَى ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا هُوَ أَدْنَى مِنْ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ سَجَدَ وَلَمْ يَذْكُرْ أَبُو الطَّاهِرِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الْأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ حَتَّى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ وَانْجَلَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَنْصَرِفَ
“Dari Aisyah istri Nabi SAW beliau berkata; Matahari mengalami gerhana pada masa hidupnya Rasulullah SAW . Maka beliau keluar menuju masjid kemudian berdiri lalu bertakbir sementara orang-orang berbaris di belakang beliau. Kemudian Rasulullah SAW membaca (bacaan) lama. Lalu bertakbir, lalu Rukuk lama. Kemudian beliau mengangkat kepalanya lalu mengucapkan سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ. Lalu beliau berdiri kemudian membaca dengan panjang tetapi lebih pendek darpada bacaan yang pertama. Kemudian beliau bertakbir lalu Rukuk dengan lama tetapi lebih pendek daripada Rukuknya yang pertama. Kemudian berkata سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ kemudian bersujud. Kemudian beliau melakukan hal itu pada Rokaat yang lain (yang kedua) hingga beliau menggenapi empat Rukuk dan empat Sujud. Dan matahari telah menjadi terang (normal) sebelum beliau selesai. (H.R.Muslim)
صحيح البخاري (16/ 202)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ خَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا نَحْوًا مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ خَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا نَحْوًا مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ
Dari Abdullah Bin Abbas bahwasanya beliau berkata; Matahari mengalami gerhana pada masa Rasulullah SAW . Maka Rasulullah SAW Shalat bersama orang-orang, lalu beliau berdiri lama sekitar (membaca) surat Al-Baqoroh” (H.R.Bukhari)
Tentang ketentuan Al-Fatihah dan surat dibaca dengan Jahr (keras) maka Dalilnya adalah Hadis berikut;
صحيح مسلم (4/ 445)
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَهَرَ فِي صَلَاةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَهَرَ فِي صَلَاةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ
“Dari Aisyah bahwasanya Nabi SAW mengeraskan bacaannya pada saat Shalat gerhana” (H.R.Muslim)
سنن النسائي – مكنز (5/ 423، بترقيم الشاملة آليا)
عَنْ عَائِشَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِى أَرْبَعِ سَجَدَاتٍ وَجَهَرَ فِيهَا بِالْقِرَاءَةِ كُلَّمَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَالَ « سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ».
عَنْ عَائِشَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِى أَرْبَعِ سَجَدَاتٍ وَجَهَرَ فِيهَا بِالْقِرَاءَةِ كُلَّمَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَالَ « سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ».
“Dari Aisyah dari Rasulullah SAW bahwasanya beliau Shalat empat kali Rukuk dalam empat kali Sujud dan membaca dengan keras bacaannya. Setiap beliau mengangkat kepalanya beliau mengucapkan سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ (H.R.An-Nasai)
Adapun riwayat yang mengesankan bahwa Rasulullah SAW tidak membaca dengan keras, misalnya riwayat berikut;
سنن أبى داود (3/ 415)
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كُسِفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى بِالنَّاسِ فَقَامَ فَحَزَرْتُ قِرَاءَتَهُ فَرَأَيْتُ أَنَّهُ قَرَأَ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كُسِفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى بِالنَّاسِ فَقَامَ فَحَزَرْتُ قِرَاءَتَهُ فَرَأَيْتُ أَنَّهُ قَرَأَ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ
“Dari Aisyah beliau berkata; Matahari mengalami gerhana di masa Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW keluar Shalat mengimami orang-orang, lalu beliau berdiri. Aku memperkirakan bacaan beliau, kukira beliau membaca surat Al-Baqoroh (H.R.Abu Dawud)
سنن الترمذى (2/ 422)
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ قَالَ صَلَّى بِنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي كُسُوفٍ لَا نَسْمَعُ لَهُ صَوْتًا
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ قَالَ صَلَّى بِنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي كُسُوفٍ لَا نَسْمَعُ لَهُ صَوْتًا
“Dari Samuroh bin Jundab beliau berkata; Rasulullah SAW mengimami kami dalam Shalat gerhana yang mana kami tidak mendengar suara beliau (H.R. At-Tirmidzi)
Maka maknanya adalah; Aisyah tidak mendengar bacaan Nabi SAW dengan jelas karena posisi beliau berada di bagian belakang. Demikian pula Samuroh, bisa difahami bahwa beliau berada di Shof bagian paling belakang sehingga tidak mendengar suara Nabi SAW. Namun Nabi SAW tetap membaca dengan keras meskipun akhirnya tidak semua Jamaah sanggup mendengar bacaan beliau.
Rukuk dalam Shalat Gerhana Bisa Ditambah
Dalam deskripsi tatacara yang dijelaskan sebelumnya, bisa disimpulkan bahwa tiap Rokaat dilakukan dua kali Rukuk. Jumlah ini bisa ditambah sehingga tiap Rokaat diizinkan melakukan Rukuk tiga kali atau empat kali. Ketentuan ini didasarkan pada Hadis berikut;
صحيح مسلم (4/ 448)
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى سِتَّ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى سِتَّ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ
“Dari Aisyah bahwasanya Nabi SAW Shalat enam kali Rukuk dan empat kali Sujud” (H.R.Muslim)
Enam kali Rukuk dalam dua Rokaat bermakna tiap Rokaat dilakukan tiga kali Rukuk.
صحيح مسلم (4/ 459)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ كَسَفَتْ الشَّمْسُ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ فِي أَرْبَعِ سَجَدَاتٍ
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ كَسَفَتْ الشَّمْسُ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ فِي أَرْبَعِ سَجَدَاتٍ
“Dari Ibnu Abbas beliau berkata; Ketika matahari mengalami gerhana, Rasulullah SAW Shalat delapan kali Rukuk dalam empat kali Sujud (H.R.Muslim)
Delapan kali Rukuk dalam dua Rokaat bermakna tiap Rokaat dilakukan empat kali Rukuk.
Khutbah Shalat Kusuf
Disunnahkan setelah selesai Shalat Kusuf, Imam melakukan khutbah. Dasarnya adalah Hadis berikut;
صحيح البخاري (4/ 159)
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ … ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ انْجَلَتْ الشَّمْسُ فَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا ثُمَّ قَالَ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ مَا مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنْ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلبَكَيْتُمْ كَثِيرًا
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ … ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ انْجَلَتْ الشَّمْسُ فَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا ثُمَّ قَالَ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ مَا مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنْ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلبَكَيْتُمْ كَثِيرًا
“Dari Aisyah bahwasanya beliau berkata:…. Kemudian beliau berpaling sementara matahari telah menjadi terang (normal). Maka beliau berkhutbah di hadapan orang-orang. Beliau memuji Allah dan menyanjungnya kemudian berkata; Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat di antara ayat-ayat Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang atau hidupnya. Jika kalian melihat hal itu, maka berdoalah kepada Allah, Shalatlah dan bershodaqohlah. Kemudian beliau bersabda; Wahai ummat Muhammad. Tidak ada seseorang yang lebih pencemburu daripada Allah ketika (melihat) hamba laki-lakinya berzina atau hamba perempuannya berzina. Wahai ummat muhammad, demi Allah seandainya kalian mengetahui apa yang kuketahui pastilah kalian sedikit tertawa dan banyak menangis” (H.R.Bukhari).
Khutbah yang dilakukan cukup satu kali, tidak perlu dua kali dengan mengqiyaskan pada khutbah Jum’at. Jumlah khutbah cukup sekali karena dhohir Hadis di atas memang hanya sekali. Lagipula, dalam urusan ibadah tidak boleh ada Qiyas.
Jika Sholat Gerhana Sendirian
Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh Muhadzzab menjelaskan bahwa shalat gerhana, baik bulan maupun matahari, bisa dilaksanakan sendirian, tanpa jamaah. Karena khutbah hanya merupakan sunnah, bukan syarat sah.
حَدِيثُ عَائِشَةَ رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ وَاتَّفَقَتْ نُصُوصُ الشَّافِعِيِّ وَالْأَصْحَابِ عَلَى اسْتِحْبَابِ خُطْبَتَيْنِ بَعْدَ صَلَاةِ الْكُسُوفِ وَهُمَا سُنَّةٌ لَيْسَا شَرْطًا لِصِحَّةِ الصَّلَاةِ قَالَ أَصْحَابُنَا وَصِفَتُهُمَا كَخُطْبَتَيْ الْجُمُعَةِ فِي الْأَرْكَانِ وَالشُّرُوطِ وَغَيْرِهِمَا سَوَاءٌ صَلَّاهَا جَمَاعَةٌ فِي مِصْرٍ أَوْ قَرْيَةٍ أَوْ صَلَّاهَا الْمُسَافِرُونَ فِي الصَّحْرَاءِ وَأَهْلُ الْبَادِيَةِ وَلَا يَخْطُبُ مَنْ صَلَّاهَا مُنْفَرِدًا
“Hadis Aisyah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim serta ketetapan Imam as-Syafii dan para pengikutnya telah bersepakat atas kesunnahan dua khutbah setelah shalat gerhana. Dua khutbah tersebut hanyalah sunnah, bukan menjadi syarat sahnya shalat. Dua khutbah ini sama dengan khutbah Jumat dalam rukun, syarat dan selainnya, baik dilaksanakan berjamaah di kota besar maupun di desa, atau musafir di padang pasir maupun di perkampungan. Sedangkan orang yang shalat sendirian tidak perlu melakukan khutbah.”
Dari pendapat Imam an-Nawawi tersebut bisa disimpulkan bahwa khutbah bukanlah menjadi syarat sah shalat, sehingga orang yang melakukan shalat sendirian tidak perlu berkhutbah ataupun mendengarkan khutbah.
Lalu bagaimana tata cara shalatnya, jika shalat gerhana tersebut dilakukan sendirian?
Tata cara mengerjakannya sama dengan tata cara shalat gerhana yang dikerjakan berjamaah, yakni dilakukan sebanyak dua rakaat dan dengan dua kali ruku di setiap rakaatnya. Hanya saja, tidak perlu melakukan khutbah.
Amalan apa saja yang bisa dilakukan oleh kaum muslimin ketika terjadi gerhana?
Selain Shalat, amalan lain yang disyariatkan saat terjadi gerhana adalah berdoa, dzikir, istighfar, shodaqoh, membebaskan budak dan semua amal-amal Taqorrub lainnya. Dasarnya adalah riwayat berikut;
صحيح البخاري (4/ 184)
عَنْ أَبِي مُوسَى …فَإِذَا رَأَيْتُمْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِه
عَنْ أَبِي مُوسَى …فَإِذَا رَأَيْتُمْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِه
“Dari Abu Musa:….Jika kalian melihat hal itu maka bersegeralah dengan gentar untuk mengingatnya, berdoa kepadanya dan meminta ampun kepadanya” (H.R.Bukhari)
مسند أبي عوانة (2/ 106)
عن أسماء قالت إن كنا لنؤمر بالعتق عند الخسوف
عن أسماء قالت إن كنا لنؤمر بالعتق عند الخسوف
“Dari Asma’ beliau berkata; Kami diperintahkan membebaskan (budak) pada saat gerhana” (H.R.Abu ‘Awanah)
Perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)
Sedekah pada peristiwa ini juga disunahkan sebagaimana yang disebutkan Syekh Nawawi Al-Bantani dalam Nihayatuz Zain berikut ini:
وَيُسَنُ الإِكْثَارُ مِنَ الصَّدقَةِ فِي رَمَضَانَ لَا سِيَّمَا فِي عَشْرِهِ الأَوَاخِرِ وأمَامَ الحَاجَاتِ وَعِنْدَ كُسُوفٍ وَمَرَضٍ وَحَجٍّ وَجِهَادٍ وَفِي أَزْمِنَةٍ وَأَمْكِنَةٍ فَاضِلَةٍ كَعَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ وَأَيَّامِ العِيْدِ وَالْجُمْعَةِ وَالمُحتاجِيْنَ
“Disunahkan memperbanyak sedekah pada bulan Ramadhan, terutama pada sepuluh hari terakhir di bulan itu, dan ketika mempunyai kebutuhan, ketika terjadi gerhana, sakit, haji, jihad dan pada beberapa waktu dan tempat yang memiliki keutamaan seperti tanggal 10 Dzulhijjah, hari raya, hari Jumat. Disunahkan juga sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan,” (Lihat Syekh Nawawi Banten, Nihayatuz Zain Syarah Qurratu ‘Ain, Beirut, Darul Fikr, juz I, halaman 183).
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Depo 20ribu bisa menang puluhan juta rupiah
BalasHapusmampir di website ternama I O N Q Q
paling diminati di Indonesia,
di sini kami menyediakan 9 permainan dalam 1 aplikasi
~bandar poker
~bandar-Q
~domino99
~poker
~bandar66
~sakong
~aduQ
~capsa susun
~perang baccarat (new game)
segera daftar dan bergabung bersama kami.Smile
Whatshapp : +85515373217
ayo segera bergabung dengan saya di D3W4PK
BalasHapushanya dengan minimal deposit 10.000 kalian bisa menangkan uang jutaan rupiah
ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142
terimakasih ya waktunya ^.^