Translate

Kamis, 21 Desember 2017

Kisah Pezina Yang Mendapatkan Ampunan Alloh

Allah, Tuhan yang maha pengampun dan penyayang sekalipun hambanya berbuat dosa yang besar. Ada suatu kisah yang menggetarkan hati kita betapa luasnya ampunan Allah kepada hambanya.

Pada zaman kenabian Isa alayhissalaam, banyak terjadi kerusakan karena ulah kaisar Romawi yang zalim. Kelaparan dan kemisikinan merajalela di negeri Palestina.

Berbagai cara dilakukan oleh rakyat terutama para kaum miskin untuk melawan kelaparan dan kemiskinan itu. Seorang ibu terpaksa menjual anaknya seperti menjual pisang goreng.

Perampokan, pembunuhan, penganiayaan tak kenal peri kemanusiaan lagi. Sementara ketika nabi Isa a.s menyampaikan dakwahnya kepada rakyat, tentara Romawi selalu mengejar-ngejar beliau.

Sesekali nabi Isa a.s mengumpulkan para orang miskin itu, dan membagi-bagikan roti dan gandum kepada mereka. Namun tak urung para tentara Romawi terus menggusur dan menganiaya mereka.

Kehidupan rakyat sudah benar-benar tak menentu. Laki-laki banyak sekali yang meninggalkan rumah dan keluarga mereka, entah pergi ke mana. Pelacuran tumbuh di mana-mana. Setiap orang harus mempertahankan dirinya dari serangan lapar.

Suatu ketika terlihat seorang perempuan muda berjalan terseok-seok seolah menahan rasa letih. Sudah terlalu jauh ia menyusuri sepanjang jalan, untuk mencari sesuap nasi. Menawarkan diri kepada siapa saja yang mau, meski dengan harga yang murah.

Perempuan muda itu terlihat terlalu tua dibandingkan dengan usia sebenarnya. Wajahnya kuyu diguyur penderitaan panjang. Ia tidak mempunyai keluarga, kerabat ataupun sanak saudara lainnya. Orang-orang sekelilingnya menjauhinya. Bila bertemu dengan perempuan tersebut, mereka melengos menjauhinya karena jijik melihatnya.

Namun perempuan itu tidak peduli, karena pengalaman dan penderitaan mengajarinya untuk bisa tabah. Segala ejekan dan caci maki manusia diabaikannya. Ia berjalan dan berjalan, seolah tak ada pemberhentiannya.

Ia tak pernah yakin, perjalanannya akan berakhir. Tapi ia terus berusaha melenggak-lenggok menawarkan diri. Namun sepanjang jalan itu sunyi saja, sementara panas masih terus membakar dirinya. Entah sudah berapa jauh ia berjalan, namun tak seorangpun juga yang mendekatinya.

Lapar dan haus terus menyerangnya. Dadanya terasa sesak dengan nafas yang terengah-engah kelelahan yang amat sangat. Betapa lapar dan hausnya ia…

Akhirnya sampailah ia di sebuah desa yang sunyi. Desa itu sedemikian gersangnya hingga sehelai rumputpun tak tumbuh lagi. Perempuan lacur itu memandang ke arah kejauhan. Matanya nanar melihat kepulan debu yang bertebaran di udara. Kepalanya mulai terasa terayun-ayun dibalut kesuraman wajahnya yang kuyu.

Dalam pandangan dan rasa hausnya yang sangat itu, ia melihat sebuah sumur di batas desa yang sepi. Sumur itu ditumbuhi rerumputan dan ilalang kering dan rusak di sana-sini. Pelacur itu berhenti di pinggirnya sambil menyandarkan tubuhnya yang sangat letih. Rasa hauslah yang membawanya ke tepi sumur tua itu.

Sesaat ia menjengukkan kepalanya ke dalam sumur tua itu. Tak tampak apa-apa, hanya sekilas bayangan air memantul dari permukaannya. Mukanya tampak menyemburat senang, namun bagaimana harus mengambil air sepercik dari dalam sumur yang curam ? Perempuan itu kembali terduduk.

Tiba-tiba ia melepaskan stagennya yang mengikat perutnya, lalu dibuka sebelah sepatunya. Sepatu itu diikatnya dengan stagen, lalu dijulurkannya ke dalam sumur. Ia mencoba mengais air yang hanya tersisa sedikit itu dengan sepatu kumalnya. Betapa hausnya ia, betapa dahaganya ia.

Air yang tersisa sedikit dalam sumur itu pun tercabik, lalu ia menarik stagen itu perlahan-lahan agar tidak tumpah. Namun tiba-tiba ia merasakan kain bajunya ditarik-tarik dari belakang.

Ketika ia menoleh, dilihatnya seekor anjing dengan lidahnya terjulur ingin meloncat masuk ke dalam sumur itu. Sang pelacur pun tertegun melihat anjing yang sangat kehausan itu, sementara tenggorokannya sendiri serasa terbakar karena dahaga yang sangat.

Sepercik air kotor sudah ada dalam sepatunya. Kemudian ketika ia akan mereguknya, anjing itu mengibas-ngibaskan ekornya sambil merintih.

Pelacur itupun mengurungkan niatnya untuk mereguk air itu. Dielusnya kepala hewan itu dengan penuh kasih. Si anjing memandangi air yang berada dalam sepatu.

Lalu perempuan itu meregukkan air yang hanya sedikit itu ke dalam mulut sang anjing. Air pun habis masuk ke dalam mulut sang anjing, dan perempuan itu pun seketika terkulai roboh sambil tangannya masih memegang sepatu …

Melihat perempuan itu tergeletak tak bernafas lagi, sang anjing menjilat-jilat wajahnya, seolah menyesal telah mereguk air yang semula akan direguk perempuan itu. Pelacur itu benar-benar telah meninggal.

Para malaikat pun turun ke bumi menyaksikan jasad sang pelacur. Malaikat Raqib dan Atid sibuk mencatat-catat, sementara malaikat Malik dan Ridwan saling berebut.

Malik – si penjaga neraka – sangat ingin membawa perempuan lacur itu ke neraka, sementara Ridwan – si penjara surga – mencoba mempertahankannya. Ia ingin membawa pelacur itu ke surga. Akhirnya persoalan itu mereka hadapkan kepada Allah.

“Ya Allah, sudah semestinya pelacur itu mendapatkan siksaan di neraka, karena sepanjang hidupnya menentang larangan-Mu, ” kata Malik.

” Tidak !” bantah Ridwan. Kemudian Ridwan berkata kepada Allah, ” Ya Allah, bukankah hamba-Mu si pelacur itu termasuk seorang wanita yang Ikhlas melepaskan nyawanya daripada melepaskan nyawa anjing yang kehausan, sementara ia sendiri melepaskan kehausan yang amat sangat ? “

Mendengar perkataan Ridwan, Allah lalu berfirman, ” Kau benar, wahai Ridwan, wanita itu telah menebus dosa-dosanya dengan mengorbankan nyawanya demi makhluk-Ku yang lain. Bawalah ia ke surga, Aku meridhoinya .. “

Seketika malaikat Malik kaget dan terpana mendengar Firman Allah itu, sementara malaikat Ridwan merasa gembira. Ia pun membawa hamba Allah itu memasuki surga.

Lalu bergemalah suara takbir, para malaikat berbaris memberi hormat kepada wanita, sang hamba Allah, yang Ikhlas itu.

Ada hadits yang membicarakan tentang keutamaan memberikan minum pada hewan. Ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan untuk berbuat baik pada setiap makhluk termasuk pula hewan. Di antara hadits yang diangkat adalah membicarakan wanita pezina yang memberi minum pada anjing dan akhirnya ia mendapatkan pengampunan dosa.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ غُفِرَ لِامْرَأَةٍ مُومِسَةٍ مَرَّتْ بِكَلْبٍ عَلَى رَأْسِ رَكِيٍّ يَلْهَثُ قَالَ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ فَنَزَعَتْ خُفَّهَا فَأَوْثَقَتْهُ بِخِمَارِهَا فَنَزَعَتْ لَهُ مِنْ الْمَاءِ فَغُفِرَ لَهَا بِذَلِكَ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang wanita pezina telah mendapatkan ampunan. Dia melewati seekor anjing yang menjulurkan lidahnya dipinggir sumur. Anjing ini hampir saja mati kehausan, (melihat ini) si wanita pelacur itu melepas sepatunya lalu mengikatnya dengan penutup kepalanya lalu dia mengambilkan air untuk anjing tersebut. Dengan sebab perbuatannya itu dia mendapatkan ampunan dari Allâh Azza wa Jalla.

Hadits itu riwayat oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahih beliau rahimahullah, hadits ini shahih.

Dalam riwayat lain yang disepakati keshahihannya oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim diriwayatkan bahwa yang melakukan itu adalah seorang lelaki. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

« بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِى بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ فِيهَا فَشَرِبَ ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ الْعَطَشِ فَقَالَ الرَّجُلُ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنَ الْعَطَشِ مِثْلُ الَّذِى كَانَ بَلَغَ مِنِّى. فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلأَ خُفَّهُ مَاءً ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ حَتَّى رَقِىَ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنَّ لَنَا فِى هَذِهِ الْبَهَائِمِ لأَجْرًا فَقَالَ « فِى كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ »

“Ketika seorang laki-laki sedang berjalan, dia merasakan kehausan yang sangat, lalu dia turun ke sumur dan minum. Ketika dia keluar, ternyata ada seekor anjing sedang menjulurkan lidahnya menjilati tanah basah karena kehausan. Dia berkata, ‘Anjing ini kehausan seperti diriku.’ Maka dia mengisi sepatunya dan memegangnya dengan mulutnya, kemudian dia naik dan memberi minum anjing itu. Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kita bisa meraih pahala dari binatang?” Beliau menjawab, “Setiap memberi minum pada hewan akan mendapatkan ganjaran.” (HR. Bukhari no. 2363 dan Muslim no. 2244)

Dalam syarah Shahih Bukhari yaitu kitab Umdatul Qari jilid 15 halaman 277 di sebutkan bahwa di antara faedah hadits ini adalah di terimanya amal seorang pelaku dosa besar asalkan dia seorang muslim. Dan bahwa Allah mungkin saja mengampuni dosa besar dengan amal yang kecil sebagai keutamaan.


Kisah wanita pelacur Bani Israil sungguh menunjukkan betapa besar kasih sayang Allah, terlebih hamba-hamba-Nya yang merahmati sesama. Baginda Rasul pernah bersabda dalam hadits Usamah bin Zaid :

إنما يرحم الله من عباده الرحماء


“Sungguh Allah merahmati hamba-hamba-Nya yang penyayang”

“Kasihilah yang berada di bumi, niscaya Allah yang berada di atas langit akan mengasihimu.”

Namun hadits-hadits ini ataupun yang semisalnya tidak bisa dijadikan sebagai dalil untuk membolehkan, apalagi  mengajurkan (na’udzu billah min dzalik) untuk memelihara anjing.

Dan sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam فِي كُلِّ ذَاتِ كَبِدٍ  (pada (pemeliharaan terhadap) setiap yang bernyawa), (keumuman kalimat ini) sudah takhshis (dikhususkan maknanya) pada binatang-binatang yang tidak membahayakan. Karena binatang-binatang yang diyari’atkan untuk dibunuh seperti babi misalnya, maka itu tidak boleh dibantu agar tidak semakin membahayakan. Perkataan senada dikatakan oleh Imam Nawawi rahimahullah “Sesungguhnya keumuman (makna) sabda Rasûlullâh itu telah di takhshis (dikhususkan maknanya) pada binatang-binatang yang dihargai (dalam syariat) yaitu binatang-binatang yang tidak diperintahkan untuk dibunuh. Binatang-binatang ini akan mendatangkan pahala dengan sebab memberinya minum, termasuk juga memberinya makan atau berbagai kebaikan lainnya.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Sabtu, 16 Desember 2017

Sejarah Kota Nablus Palestina

Nablus (Arabic نابلس, Hebrew שכם, Shechem) is a large city (population, approximately 125,000) within the Palestinian Territories, located in the Central Highlands of the West Bank, some 63 km north of Jerusalem. Located in a strategic position between Mount Ebal and Mount Gerizim, it is the capital of the Nablus Governorate and a Palestinian commercial and cultural center.

Understand

Nablus is one of the oldest cities in the world, possibly first established 9000 years ago. It was originally called "Shechem" by its Canaanite and Israelite inhabitants. The Romans built a new city (Flavia Neapolis, in honor of Flavius Vespasian) a short distance from Shechem. The name Nablus comes from Neapolis. The old city of Nablus is located on the site of Neapolis, but in modern times the city has grown to include the site of Shechem as well.

Nablus is distinguished by its location in a narrow valley between the two mountains Gerizim and Ebal. This makes for an impressive view when you are within the city itself.

Schools were first established in the middle of the 19th century during the short reign of Ibrahim Pasha, but maintained their existence in the following years when the Ottomans regained control of the region. On 11 July 1927 the town suffered a major earthquake. Much of the consequent damage to buildings was never repaired, and the ruinous condition of many of them may well have encouraged the inhabitants to move outside the old city to build their new houses, although some new building to the north and west of the old city had already been undertaken before 1927. The arrival of the motor car has increased emigration to the slopes of Mount Gerizim and Mount Ebal, where new roads allow vehicles the easy access denied them in the hilly and partly-stepped streets of the old city.

During the British Mandate (1918-1948), Nablus became the core of Arab-Palestinian Nationalism, and it was the center of resistance against the British. After the 1948 Arab-Israeli War Nablus was occupied by Jordan, and 2 refugee camps were built near the city. In 1967, during the six days war, Nablus was occupied by the Israeli army, the infrastructure of the city was damaged and 3 refugee camps were added to accommodate the people who fled to the city. Jurisdiction over the city was handed over to the Palestinian National Authority on December 12, 1995, as a result of the Oslo Accords Interim Agreement on the West Bank.

During the Second Intifada (2000-2006) Nablus was a center of violence between the Israel Defense Forces and Palestinian militant groups. There are many damaged buildings and debris-filled fields around Nablus, the result of past Israeli attacks, but today most of the damage was repaired. Israeli restrictions on the city are generally looser than they used to be, and a visit to Nablus in the daytime is a safe and worthwhile trip.

Religion

The majority of Nablus' inhabitants today are Muslim, but there are small Christian and Samaritan communities as well. Much of the local Palestinian Muslim population of Nablus is believed to be descended from Samaritans who converted to Islam. There are seventeen Islamic monuments and eleven mosques in the Old City. Nine of the mosques were established before the 15th century. In addition to Muslim houses of worship, Nablus contains an Orthodox church dedicated Saint Justin Martyr, built in 1898 and the ancient Samaritan synagogue, which is still in use.

The city was named by the Roman Emperor Vespasian in 72 CE as Flavia Neapolis. Since then, Nablus has been ruled by many empires over the course of its almost 2,000-year-long history. In the 5th and 6th centuries, conflict between the city's Christian and Samaritan inhabitants climaxed in a series of Samaritan revolts against Byzantine rule, before their violent quelling in 529 CE drastically dwindled that community's numbers in the city. In 636,Neapolis, along with most of Palestine, came under the rule of the Islamic Arab Caliphate of Umar ibn al-Khattab; its name Arabicized to Nablus. In 1099, the Crusaders took control of the city for less than a century, leaving its mixed Muslim, Christian and Samaritan population relatively undisturbed. After Saladin's Ayyubid forces took control of the interior of Palestine in 1187, Islamic rule was reestablished, and continued under the Mamluk  and  Ottoman empires to follow.

Following its incorporation into the Ottoman Empire in 1517, Nablus was designated capital of the Jabal Nablus ("Mount Nablus") district. In 1657, after a series of upheavals, a number of Arab clans from the northern and eastern Levant were dispatched to the city to reassert Ottoman authority, and loyalty from among these clans staved off challenges to the empire's authority by rival regional leaders, like Zahir al-Umar in the 18th century, and Muhammad Ali—who briefly ruled Nablus—in the 19th century. When Ottoman rule was firmly reestablished in 1841, Nablus prospered as a center of trade.

After the city was captured by British forces during World War I, Nablus was incorporated into the British Mandate of Palestine in 1922. During the 1948 Arab–Israeli War, the city was captured and occupied by Transjordan, which subsequently annexed it unilaterally, until its occupation by Israel during the 1967 Six-Day War. Today, the population is predominantly Muslim, with small Christian and Samaritan minorities. Since 1995, the city has been governed by the Palestinian National Authority. In the Old City, there are a number of sites of archaeological significance, spanning the 1st to 15th centuries. Culturally, the city is known for its kanafeh, a popular sweet throughout the Middle East, and itssoap industry.

History
Classical antiquity

Flavia Neapolis ("new city of the emperorFlavius") was named in 72 CE by the Roman emperor Vespasian and applied to an older Samaritan village, variously called Mabartha("the passage") or Mamorpha. Located between Mount Ebal and Mount Gerizim, the new city lay 2 kilometers (1.2 mi) west of the Biblical city of Shechem which was destroyed by the Romans that same year during the First Jewish-Roman War.Holy places at the site of the city's founding include Joseph's Tomb and Jacob's Well. Due to the city's strategic geographic position and the abundance of water from nearby springs, Neapolis prospered, accumulating extensive territory, including the former Judeantoparchy of Acraba.

Insofar as the hilly topography of the site would allow, the city was built on a Roman grid plan and settled with veterans who fought in the victorious legions and other foreign colonists.In the 2nd century CE, Emperor Hadrian built a grand theater in Neapolis that could seat up to 7,000 people.Coins found in Nablus dating to this period depict Roman military emblems and gods and goddesses of the Greek pantheon such as Zeus, Artemis, Serapis, and Asklepios. Neapolis was entirely pagan at this time.Justin Martyr who was born in the city c. 100 CE, came into contact with Platonism, but not with Christians there.The city flourished until the civil war between Septimius Severus and Pescennius Niger in 198–9 CE. Having sided with Niger, who was defeated, the city was temporarily stripped of its legal privileges by Severus, who designated these to Sebastia instead.

In 244 CE, Philip the Arab transformed Flavius Neapolis into a Roman colony named Julia Neapolis. It retained this status until the rule of Trebonianus Gallus in 251 CE. The Encyclopaedia Judaica speculates that Christianity was dominant in the 2nd or 3rd century, with some sources positing a later date of 480 CE. It is known for certain that a bishop from Nablus participated in the Council of Nicaea in 325 CE.The presence of Samaritans in the city is attested to in literary and epigraphic evidence dating to the 4th century CE.  As yet, there is no evidence attesting to a Jewish presence in ancient Neapolis.

Conflict among the Christian population of Neapolis emerged in 451. By this time, Neapolis was within the Palaestina Prima province under the rule of the Byzantine Empire. The tension was a result of Monophysite Christian attempts to prevent the return of the Patriarch of Jerusalem,Juvenal, to his episcopal see. However, the conflict did not grow into civil strife.

As tensions among the Christians of Neapolis decreased, tensions between the Christian community and the Samaritans grew dramatically. In 484, the city became the site of a deadly encounter between the two groups, provoked by rumors that the Christians intended to transfer the remains of Aaron's sons and grandsons Eleazar, Ithamar and Phinehas. Samaritans reacted by entering the cathedral of Neapolis, killing the Christians inside and severing the fingers of the bishop Terebinthus. Terebinthus then fled to Constantinople, requesting an army garrison to prevent further attacks. As a result of the revolt, the Byzantine emperor Zeno erected a church dedicated to Mary on Mount Gerizim. He also forbade the Samaritans to travel to the mountain to celebrate their religious ceremonies, and confiscated their synagogue there. These actions by the emperor fueled Samaritan anger towards the Christians further.

Thus, the Samaritans rebelled again under the rule of emperor Anastasius I, reoccupying Mount Gerizim, which was subsequently reconquered by the Byzantine governor of Edessa, Procopius. A third Samartian revolt which took place under the leadership ofJulianus ben Sabar in 529 was perhaps the most violent. Neapolis' bishop Ammonas was murdered and the city's priests were hacked into pieces and then burned together with the relics of saints. The forces of Emperor Justinian I were sent in to quell the revolt, which ended with the slaughter of the majority of the Samaritan population in the city.

Early Islamic era

Neapolis, along with most of Palestine, was conquered by the Muslims under Khalid ibn al-Walid, a general of the Rashidun army of Umar ibn al-Khattab, in 636 after the Battle of Yarmouk.The city's name was retained in its Arabicized form, Nabulus. The town prevailed as an important trade center during the centuries of Islamic Arab rule under the Umayyad, Abbasid and Fatimid dynasties. Under Muslim rule, Nablus contained a diverse population of Arabs and Persians, Muslims, Samaritans, Christians and Jews.In the 10th century, the Arab geographer al-Muqaddasi, described it as abundant of olive trees, with a large marketplace, a finely paved Great Mosque, houses built of stone, a stream running through the center of the city, and notable mills.He also noted that it was nicknamed "Little Damascus." At the time, the linen produced in Nablus was well known throughout the Old World.

Crusader period

The city was captured by Crusaders in 1099, under the command of Prince Tancred, and renamed Naples.Though the Crusaders extorted many supplies from the population for their troops who were en route to Jerusalem, they did not sack the city, presumably because of the large Christian population there.Nablus became part of the royal domain of the Kingdom of Jerusalem. The Muslim, Eastern Orthodox Christian, and Samaritan populations remained in the city, and were joined by some Crusaders who settled therein to take advantage of the city's abundant resources. In 1120, the Crusaders convened the Council of Nablus out of which was issued the first written laws for the kingdom.They converted the Samaritan synagogue in Nablus into a church. The Samaritan community built a new synagogue in the 1130s. In 1137, Arab and Turkish troops stationed in Damascus raided Nablus, killing many Christians and burning down the city's churches. However, they were unsuccessful in retaking the city. Queen Melisende of Jerusalem resided in Nablus from 1150 to 1161, after she was granted control over the city in order to resolve a dispute with her son Baldwin III. Crusaders began building Christian institutions in Nablus, including a church dedicated to the Passion and Resurrection of Jesus, and in 1170 they erected a hospice for pilgrims.

Ayyubid and Mamluk rule

Crusader rule came to an end in 1187, when the Ayyubids led by Saladin captured the city. According to a liturgical manuscript in Syriac,Latin Christians fled Nablus, but the original Eastern Orthodox Christian inhabitants remained. Syrian geographer Yaqut al-Hamawi (1179–1229), wrote that Ayyubid Nablus was a "celebrated city in Filastin (Palestine)... having wide lands and a fine district." He also mentions the large Samaritan population in the city.After its recapture by the Muslims, the Great Mosque of Nablus, which had become a church under Crusader rule, was restored as a mosque by the Ayyubids, who also built a mausoleum in the old city.

In October 1242, Nablus was raided by the Knights Templar. This was the conclusion of the 1242 campaign season in which the Templars had joined forces with the Ayyubid emir of Kerak, An-Nasir Dawud, against the Mamluks. The Templars raided Nablus in revenge for a preceding massacre of Christians by their erstwhile ally An-Nasir Dawud. The attack is reported as a particularly bloody affair lasting for three days, during which the Mosque was burned and many residents of the city, Christians alongside Muslims, were killed or sold in the slave markets of Acre. The successful raid was widely publicized by the Templars in Europe; it is thought to be depicted in a late 13th-century fresco in the Templar church of San Bevignate, Perugia.

In 1244, the Samaritan synagogue, built in 362 by the high priest Akbon and converted into a church by the Crusaders, was converted into al-Khadra Mosque. Two other Crusader churches became the An-Nasr Mosque and al-Masakim Mosque during that century.

The Mamluk dynasty gained control of Nablus in 1260 and during their reign, they built numerous mosques and schools.Under Mamluk rule, Nablus possessed running water, many Turkish bathes and exported olive oil and soap to Egypt, Syria, the Hejaz, several Mediterranean islands, and the Arabian Desert. The city's olive oil was also used in the Umayyad Mosque in Damascus.Ibn Battuta, the Arab explorer, visited Nablus in 1355, and described it as a city "full of trees and streams and full of olives." He noted that the city grew and exported carob jam to Cairo and Damascus.

Ottoman era

Nablus came under the rule of the Ottoman Empire in 1517, along with the whole of Palestine. The Ottomans divided Palestine into six sanjaqs ("districts"): Safad, Jenin,Jerusalem, Gaza, Ajlun and Nablus, all of which were part of Ottoman Syria. These fivesanjaqs were subdistricts of the Vilayet of Damascus. Sanjaq Nablus was further subdivided into five nahiya (subdistricts), in addition to the city itself. The Ottomans did not attempt to restructure the political configuration of the region on the local level such that the borders of the nahiya were drawn to coincide with the historic strongholds of certain families. Nablus was only one among a number of local centers of power within Jabal Nablus, and its relations with the surrounding villages, such as Beita and Aqraba, were partially mediated by the rural-based chiefs of the nahiya. During the 16th century, the population was predominantly Muslim, with Jewish, Samaritan and Christian minorities.

After decades of upheavals and rebellions mounted by Arab tribes in the Middle East, the Ottomans attempted to reassert centralized control over the Arab vilayets. In 1657, they sent an expeditionary force led mostly by Arab sipahi officers from central Syria to reassert Ottoman authority in Nablus and its hinterland, as part of a broader attempt to established centralized rule throughout the empire at that time. In return for their services, the officers were granted agricultural lands around the villages of Jabal Nablus. The Ottomans, fearing that the new Arab land holders would establish independent bases of power, dispersed the land plots to separate and distant locations within Jabal Nablus to avoid creating contiguous territory controlled by individual clans. Contrary to its centralization purpose, the 1657 campaign allowed the Arab sipahi officers to establish their own increasingly autonomous foothold in Nablus. The officers raised their families there and intermarried with the local notables of the area, namely the ulama and merchant families. Without abandoning their nominal military service, they acquired diverse properties to consolidate their presence and income such as soap and pottery factories,bathhouses, agricultural lands, grain mills and, olive and sesame oil presses.

The most influential military family were the Nimrs, who were originally local governors of Homs and Hama's rural subdistricts. Other officer families included the Akhrami, Asqalan, Bayram, Jawhari, Khammash, Mir'i, Shafi, Sultan and Tamimi families, some of which remained in active service, while some left service for other pursuits. In the years following the 1657 campaign, two other families migrated to Nablus: the Jarrars from Balqa and the Tuqans from northern Syria or Transjordan. The Jarrars came to dominate the hinterland of Nablus, while the Tuqans and Nimrs competed for influence in the town. The former held the post of mutasallim (tax collector, strongman) of Nablus longer, though non-consecutively, than any other family. The three families maintained their power until the mid-19th century.

In the mid-18th century, Zahir al-Umar, the autonomous Arab ruler of the Galilee became a dominant figure in Palestine. In order to build up his army, he strove to gain a monopoly over the cotton and olive oil trade of the southern Levant, including Jabal Nablus, which was a major producer of both crops. In 1771, during the Egyptian Mamluk invasion of Syria, Zahir aligned himself with the Mamluks and besieged Nablus, but did not succeed in taking the city. In 1773, he tried again without success. Nevertheless, from a political perspective, the sieges led to a decline in the importance of the city in favor of Acre. Zahir's successor, Jezzar Pasha, maintained Acre's dominance over Nablus. After his reign ended in 1804, Nablus regained its autonomy, and the Tuqans, who represented a principal opposing force, rose to power.

Egyptian rule and Ottoman revival

In 1831-32 Khedivate Egypt, then led by Muhammad Ali, conquered Palestine from the Ottomans. A policy of conscription and new taxation was instituted which led to a revolt organized by the a'ayan (notables) of Nablus,Hebron and the Jerusalem-Jaffa area. In May 1834, Qasim al-Ahmad—the chief of the Jamma'in nahiya—rallied the rural sheikhs and fellahin (peasants) of Jabal Nablus and launched a revolt against Governor Ibrahim Pasha, in protest at conscription orders, among other new policies. The leaders of Nablus and its hinterland sent thousands of rebels to attack Jerusalem, the center of government authority in Palestine, aided by the Abu Ghosh clan, and they conquered the city on 31 May. However, they were later defeated by Ibrahim Pasha's forces the next month. Ibrahim then forced the heads of the Jabal Nablus clans to leave for nearby villages. By the end of August, the countrywide revolt had been suppressed and Qasim was executed.

Egyptian rule in Palestine resulted in the destruction of Acre and thus, the political importance of Nablus was further elevated. The Ottomans wrested back control of Palestine from Egypt in 1840–41. However, the Arraba-based Abd al-Hadi clan which rose to prominence under Egyptian rule for supporting Ibrahim Pasha, continued its political dominance in Jabal Nablus.

Throughout the 18th and 19th centuries, Nablus was the principal trade and manufacturing center in Ottoman Syria. Its economic activity and regional leadership position surpassed that of Jerusalem and the coastal cities of Jaffa and Acre. Olive oil was the primary product of Nablus and fueled other related industries such as soap-making and basket weaving.It was also the largest producer of cotton in the Levant, topping the production of northern cities such as Damascus. Jabal Nablus enjoyed a greater degree of autonomy than other sanjaqs under Ottoman control, probably because the city was the capital of a hilly region, in which there were no "foreigners" who held any military or bureaucratic posts. Thus, Nablus remained outside the direct "supervision" of the Ottoman government, according to historian Beshara Doumani.

Twentieth century

Between 19 September and 25 September 1918, in the last months of the Sinai and Palestine Campaign of the First World War the Battle of Nablus took place, together with theBattle of Sharon during the set piece Battle of Megiddo. Fighting took place in the Judean Hills where the British Empire's XX Corps and airforce attacked the Ottoman Empire's Yildirim Army Group's Seventh Army which held a defensive position in front of Nablus, and which the Eighth Army had attempted to retreat to, in vain.

The 1927 Jericho earthquake destroyed many of the Nablus' historic buildings, including the An-Nasr Mosque. Though they were subsequently rebuilt by Haj Amin al-Husayni's Supreme Muslim Council in the mid-1930s, their previous "picturesque" character was lost. During British rule, Nablus emerged as a site of local resistance and the Old City quarter of Qaryun was demolished by the British during the 1936–1939 Arab revolt in Palestine. Jewish immigration did not significantly impact the demographic composition of Nablus, and it was slated for inclusion in the Arab state envisioned by the United Nations General Assembly's 1947 partition plan for Palestine.

During the 1948 Arab-Israeli War, Nablus came under Jordanian control. Thousands of Palestinian refugees fleeing from areas captured by Israel arrived in Nablus, settling in refugee camps in and around the city. Its population doubled and the influx of refugees put a heavy strain on the city's resources. Three such camps still located within the city limits today are Ein Beit al-Ma', Balata and Askar. During the Jordanian period, the adjacent villages of Rafidia, Balata al-Balad, al-Juneid and Askar were annexed to the Nablus municipality.The 1967 Six-Day War ended in the Israeli occupation of Nablus. Many Israeli settlements were built around Nablus during the 1980s and early 1990s. The restrictions placed on Nablus during the First Intifada were met by a back-to-the-land movement to secure self-sufficiency, and had a notable outcome in boosting local agricultural production.

Palestinian control

Jurisdiction over the city was handed over to the Palestinian National Authority on December 12, 1995, as a result of the Oslo Accords Interim Agreement on the West Bank. Nablus is surrounded by Israeli settlements and was site of regular clashes with the IDF during the First Intifada when the local prison was known for torture.In the 1990s, Nablus was a hub of Palestinian nationalist activity in the West Bank and when the Second Intifada began, arsonists of Jewish shrines in Nablus were applauded.After the Danish cartoons was published in 2006, militias kidnapped two foreigners and threatened to kidnap more as a protest. In 2008, Noa Meir, an Israeli military spokeswoman, said Nablus remains "capital of terror" of the West Bank.

From the start of the Second Intifada, Nablus became a flash-point of clashes between the Israel Defense Forces (IDF) and Palestinians. The city has a tradition of political activism, as evinced by its nickname, jabal al-nar (Fire Mountain), and, located between two mountains, was closed off at both ends of the valley by Israeli checkpoints. For several years, movements in and out of the city were highly restricted.The city and the refugee camps of Balata and Askar constituted the center of "knowhow" for the production and operation of the rockets in the West Bank.

According to the United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs, 522 residents of Nablus and surrounding refugee camps, including civilians, were killed and 3,104 injured during IDF military operations from 2000 to 2005. In April 2002, following the Passover massacre—an attack by Palestinian militants that killed 30 Israeli civilians attending a seder dinner at the Park Hotel in Netanya—Israel launched Operation Defensive Shield, a major military operation targeting in particular Nablus and Jenin. At least 80 Palestinians were killed in Nablus during the operation and several houses were destroyed or severely damaged.

The operation also resulted in severe damage to the historic core of the city, with 64 heritage buildings being heavily damaged or destroyed.IDF forces reentered Nablus during Operation Determined Path in June 2002, remaining inside the city until the end of September. Over those three months, there had been more than 70 days of full 24-hour curfews.According to Gush Shalom, IDF bulldozers damaged the al-Khadra Mosque, the Great Mosque, the al-Satoon Mosque and the Greek Orthodox Church in 2002. Some 60 houses were destroyed, and parts of the stone-paving in the old city were damaged. The al-Shifa hammam was hit by three rockets from Apache helicopters. The eastern entrance of the Khan al-Wikala (old market) and three soap factories were destroyed in F-16 bombings. The cost of the damage was estimated at $80 million US.

On August 2016, the Old city of Nablus became a site of fierce clashes between a militant group vs Palestinian police. On August 18, two Palestinian Police servicemen were killed in the city. Shortly the raid of Police on the suspected areas in the Old city deteriorated into a gun battle, in which 3 armed militia men were killed, including one killed by beating following his arrest.The person beaten to death was the suspected “mastermind” behind the August 18 shooting - Ahmed Izz Halaweh, a senior member of the armed wing of the Fatah movement the al-Aqsa Martyrs' Brigades.His death was branded by the UN and Palestinian factions as an part of “extrajudicial executions.”A widespread manhunt for multiple gunmen was initiated by the police as a result, concluding with the arrest of one suspect Salah al-Kurdi on August 25.

Jumat, 15 Desember 2017

Tembok Ratapan Di Yerusalem Bukan Sejarah Yahudi

Tembok ratapan (tembok barat Yerusalem) diyakini banyak pihak sebagai sisa-sisa dinding sebuah kuil milik Yahudi atau dinding yang pada masanya mengelilingi halaman kuil.

Tembok ratapan adalah dinding batu dengan ketinggian sekitar 18,9 dari permukaan tanah. Tembok ini juga dianggap sebagai situs sakral oleh bangsa Yahudi sekaligus ribuan orang yang pernah berziarah setiap tahunnya.

Tembok ratapan juga menjadi sumber sengketa umat Muslim dan Yahudi. Dimana orang-orang Islam di sana menganggap bahwa tembok ini adalah bagian masjid kuno yang juga tempat Nabi Muhammad telah mengikatkan kuda bersayap (Buraq) miliknya selama melakukan perjalanan Isra Mi’raj.

Tembok kuil

Bangsa Yahudi menganggap tembok ratapan bagian dari kuil Yahudi yang dikenal juga dengan Bait Suci Kedua yang sudah berdiri selama ratusan tahun.

Raja Herodes sempat memerintahkan renovasi sekaligus perluasan kuil sekitar 19 M, hampir 50 tahun pekerjaan itu masih belum selesai.

Lantas kuil dihancurkan oleh Roma sekitar 70 M, beberapa tahun setelah pengerjaannya selesai. Tembok ratapan kemudian secara luas sangat diyakini sebagai satu-satunya bagian yang masih berdiri.

Dimana setelah kuil hancur, banyak umat Yahudi yang berbondong-bondong pergi ke dinding yang masih tersisa untuk meratapi kehancuran kuil serta memanjatkan doa. Sehingga istilah tembok ratapan juga dinilai muncul karena bangsa Yahudi yang meratapi hancurnya kuil.

Tembok Al-Baraq

Di sisi lain tidak sedikit umat Muslim yang mempercayai tembok ratapan tidak berkaitan dengan Yahudi kuno. Mereka merujuk tembok tersebut tembok Al-Buraq. Nama tersebut diambil dari nama kuda milik Nabi Muhammad yang memiliki sayap dalam peristiwa Isra’ Mi’raj.

Penguasa Tembok

Selama 3.500 tahun lebih, berulang kali Yerusalem dikuasai berbagai penakluk berbeda. Penguasa dari tembok ratapan bahkan terus menerus menjadi titik pertikaian sampai abad ke-20 serta awal abad ke-21.

Meskipun masih saja menjadi perdebatan antara Muslim dan Yahudi, tembok ratapan saat ini menjadi situs rekonsiliasi Yahudi dan Katolik.

Tembok ratapan bahkan bisa dikunjungi sepanjang hari dan setiap saat. Biasanya pengunjung di geledah terlebih dahulu oleh petugas demi tujuan keamanan.

Resolusi UNESCO

Pada hari Jumat 15 April 2016 lalu, UNESCO atau United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization’s, telah mengeluarkan resolusi bernomor 39 COM 7A.27.

Resolusi itu menolak permintaan bahwa Judaism (Yahudi) memiliki koneksi dengan “Tembok Barat” (the Western Wall) yang telah ditindih dengan bangunan Temple Mount atau Kompleks Mesjid Al-Aqsa atau Al Haram, oleh karena itulah Zionist menuduhnya sebagai bagian dari pendudukan kota tua Jerusalem dari Yahudi menjadi Islam.

Sebelumnya pada Oktober 2015 silam, resolusi itu masih berupa draft atau rancangan yang diajukan oleh negara-negara Arab dan beberapa negara barat ke UNESCO, dan pada saat itu pula Israel sudah menolaknya.

Badan Eksekutif UNESCO di Paris mengadopsi resolusi tersebut dan menghapus hubungan Israel kepadaTemple Mount atau kompleks Masjid Al Aqsa termasuk Al-Haram Al Sharif dan Al Buraq Plaza, dan juga terhadap Tembok Barat (the Western Wall).

Perlu diketahui bahwa keseluruhaanTemple Mount Complex sama artinya dengan Kompleks Mesjid Al-Aqsa, yang di dalamnya terdiri dari:

Dome Of The Rock atau sama artinya dengan Kubah ShakhrahAl-Haram Al Sharif yaitu halaman dariDome Of The Rock (Kubah Shakhrah) Masjid Al-Aqsa sendiri, yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai al-Buraq Mosque.

Resolusi UNESCO itu merujuk ke daerah Temple Mount (Kompleks Masjid Al Aqsa) yang semata-mata sebagai Masjid Al-Aqsa termasuk Al-Haram Al Sharif, dan mengabaikan klaim Yahudi ke situs tersebut.

Tembok Ratapan (The Western Wall), Jerusalem

Resolusi UNESCO Tetapkan “Tembok Ratapan” (Western Wall) Bukan Milik Yahudi, Tapi Bagian Dari Komplek Mesjid Al-Aqsa



Masjid Al-Aqsa, Jerusalem

Pada hari Jumat 15 April 2016 lalu, UNESCO atau United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization’s, telah mengeluarkan resolusi bernomor 39 COM 7A.27.

Resolusi itu menolak permintaan bahwa Judaism (Yahudi) memiliki koneksi dengan “Tembok Barat” (the Western Wall) yang telah ditindih dengan bangunan Temple Mount atau Kompleks Mesjid Al-Aqsa atau Al Haram, oleh karena itulah Zionist menuduhnya sebagai bagian dari pendudukan kota tua Jerusalem dari Yahudi menjadi Islam.

Sebelumnya pada Oktober 2015 silam, resolusi itu masih berupa draft atau rancangan yang diajukan oleh negara-negara Arab dan beberapa negara barat ke UNESCO, dan pada saat itu pula Israel sudah menolaknya.



Papan peringatan di Temple Mount pada tahun 1978 yang melarang siapapun masuk ke dalam baik Islam atau pun Kristen, kecuali Yahudi. (wikimedia)

Badan Eksekutif UNESCO di Paris mengadopsi resolusi tersebut dan menghapus hubungan Israel kepadaTemple Mount atau kompleks Masjid Al Aqsa termasuk Al-Haram Al Sharif dan Al Buraq Plaza, dan juga terhadap Tembok Barat (the Western Wall).

Perlu diketahui bahwa keseluruhaanTemple Mount Complex sama artinya dengan Kompleks Mesjid Al-Aqsa, yang di dalamnya terdiri dari:

Dome Of The Rock atau sama artinya dengan Kubah ShakhrahAl-Haram Al Sharif yaitu halaman dariDome Of The Rock (Kubah Shakhrah)Masjid Al-Aqsa sendiri, yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai al-Buraq Mosque.

Resolusi UNESCO itu merujuk ke daerah Temple Mount (Kompleks Masjid Al Aqsa) yang semata-mata sebagai Masjid Al-Aqsa termasuk Al-Haram Al Sharif, dan mengabaikan klaim Yahudi ke situs tersebut.



Bagian selatan tembok Temple Mount, foto diambil dari sudut barat daya. (wikimedia)

Resolusi ini disebut Israel sebagai “kekuatan pendudukan” (the occupying power) dan Tembok Barat (Western Wall) adalah bagian dari Al-Buraq Plaza. Hal ini menuntut agar Israel tidak membatasi akses Muslim ke Temple Mount (Kompleks Masjid Al Aqsa), dan mengutuk Israel sebagai “tindakan ilegal terhadap kebebasan beribadah” yang barada di “tempat ibadah suci Muslim”.

Hal ini menuntut kembali ke “status quo”, sejak Israel menaklukkan Temple Mount (Kompleks Masjid Al Aqsa) pada tahun 1967 silam. Menyalahkan “agresi Israel” atas kekerasan di lokasi itu tidak menyebutkan peran militan dan perusuh Muslim.

Ini juga akan mengutuk rencana Israel untuk membangun egaliter, bagian doa Yahudi non-Ortodoks oleh Robinson Arch.



Robinson Arch, terletak di sisi barat daya, setelah didukung tangga yang mengarah ke Gunung. (wikimedia)

Ini menuduh Israel seakan-akan “menanamkan bibit kepalsuan kuburan Yahudi ditempat lain yaitu di pemakaman Muslim”, properti yang terletak di Waqf timur dan selatan dari Temple Mount (Kompleks Masjid Al Aqsa)

Dan juga konversi lanjutan dari banyak peninggalan Islam dan Bizantium ke dalam apa yang disebut sebagai “ritual mandi Yahudi”, atau ke tempat-tempat doa kaum Yahudi. Hal ini disebut juga bahwa Hebron dan Bethlehem semata-mata sebagai “situsnya Palestina”.

Resolusi disahkan oleh dewan eksekutif dari Program dan Komisi Hubungan Eksternal (Programme and External Relations Commission) UNESCO, resolusi itu disampaikan oleh Aljazair, Mesir, Lebanon, Maroko, Oman, Qatar, dan Sudan.

Sebanyak 58-anggota menyetujui resolusi dengan 33 suara mendukung, enam menentang dan 17 abstain. Dua negara, Ghana dan Turkmenistan tidak hadir.

Estonia, Jerman, Lithuania, Belanda, Inggris dan Amerika Serikat menentang resolusi itu. Perancis, Spanyol, Slovenia, Swedia, Rusia dan Slovenia adalah diantara negara-negara yang mendukung resolusi.

Berikut ini isi dari resolusi UNESCO melalui keputusan nomor 39 COM 7A.27  mengenai  Kota Tua Jerusalem dan termasuk dinding-dindingnya tersebut:

Decision : 39 COM 7A.27
Old City of Jerusalem and its Walls (site proposed by Jordan) (C 148 rev)

The World Heritage Committee,

Having examined Document WHC-15/39.COM/7A.Add,

Recalling the relevant provisions on the protection of cultural heritage including the four Geneva Conventions (1949), the Hague Convention for the Protection of Cultural Property in the Event of Armed Conflict of 1954 and its related protocols, the Convention on the Means of Prohibiting and Preventing the Illicit Import, Export and Transfer of Ownership of Cultural Property (1970), the Convention for the Protection of the World Cultural and Natural Heritage of 1972, the Delhi UNESCO Recommendation of 1956 concerning excavations undertaken in occupied territories, the inscription of the Old City of Jerusalem and its Walls at the request of Jordan on the World Heritage List (1981) and on the List of World Heritage in Danger (1982) and related recommendations, resolutions and decisions of UNESCO,

Reaffirming that nothing in the present decision, which aims at the safeguarding of the authenticity, integrity and cultural heritage of the Old City of Jerusalem on both sides of its Walls, shall in any way affect the relevant United Nations resolutions and decisions, in particular the relevant Security Council resolutions on the legal status of Jerusalem,

I

Deeply concerned by the persistence of the Israeli illegal excavations and works conducted by the Israeli Occupation authorities and the extreme settler groups in the Old City of Jerusalem and on both sides of its Walls and the failure of Israel to cease such harmful interventions, requestsIsrael to timely stop all such violations, in conformity with its obligations under the provisions of related UNESCO Conventions and recommendations,

Regrets the damage caused by the Israeli security forces on 30th October 2014 to the historic Gates and windows of the Qibli Mosque inside Al-Aqsa Mosque/ Al-Haram Al-Sharif, which is a Muslim holy site of worship and an integral part of a World Heritage Site;

Expresses its deep concern over the Israeli closure and ban of the renovation of Al-Rahma Gate building, one of Al-Aqsa Mosque/ Al-Haram Al-Sharif Gates, and urges Israel to stop obstruction of the necessary restoration works, in order to fix the damage caused by the weather conditions, especially the water leakage into the rooms of the building;

Deplores the damaging effect of the Jerusalem Light rail (tram line) at few meters from the Walls of the Old City of Jerusalem which severely affects the visual integrity and the authentic character of the site and requestsIsrael, the Occupying Power, to restore the original character of the site in conformity with its obligations under the provisions of related UNESCO Conventions and recommendations;

Calls on Israel, the Occupying Power, to stop the obstruction of the immediate execution of all the 19 Hashemite restoration projects in and around Al-Aqsa Mosque/ Al-Haram Al-Sharif;

Also deplores the Israeli decision to approve: the plan to build a two-line cable car system in East Jerusalem, the plan to construct of the so called “Liba House” project in the Old City of Jerusalem, the demolition and new construction of the so-called Strauss Building, and the project of the elevator in the Buraq Plaza (Western Wall), the digging of a Mamluk structure beneath the Buraq Plaza (Western Wall), the excavations and construction of new levels underneath the Buraq Plaza, and urges Israel, the Occupying Power, to renounce the above mentioned projects in conformity with its obligations under the provisions of related UNESCO Conventions and recommendations particularly the Hague Convention for the Protection of Cultural Property in the Event of Armed Conflict of 1954 and its related protocols, as well as UNESCO Decisions particularly the World Heritage Committee decisions26 and 38COM7A.4;

Expresses its deep concern regarding the plan for building of the so called “Kedem Center” a visitors centre near the southern wall of Al-Aqsa Mosque/Al-Haram Al-Sharif, which severely affects the visual integrity and the authentic character of the site, in addition, its placement at the northern entrance to Silwan village will cut off the Palestinian residents’ direct connection to Old City and the Palestinian neighbourhoods to the north and east of the village, furthermore, most of the remains resulted from the excavation therein have been completely removed without documentation;

Expresses its concern regarding the restricting obstacles imposed by Israel, the Occupying Power, on the freedom of access that shall be provided to the competent national authorities including the Jordanian Waqf experts to safeguard the Old City of Jerusalem and both sides of its Walls;

Welcomes the relative improvement of Muslim worshippers’ access into A.l-Aqsa Mosque/ Al-Haram Al-Sharif over the past seven months, regrets the Israeli extremist groups’ continuous storming of Al-.Aqsa Mosque/ Al-Haram Al-Sharif, and urges Israel, the Occupying Power, to take necessary measures to prevent such provocative abuses that violate the sanctity and integrity of the Al Aqsa Mosque/ Al-Haram Al-Sharif and inflame tension on the ground;

Further regrets the damage by Israel, the Occupying Power, of the historic ceramics atop of the main gates of the Dome of the Rock and the damage of the historic gates and windows of the Qibli Mosque inside Al Aqsa Mosque/Al-Haram Al-Sharif andreaffirms, in this regard, the necessity to respect and safeguard the integrity, authenticity and cultural heritage of Al-Aqsa Mosque /Al-Haram Al-Sharif, as reflected in the Status Quo, as a Muslim Holy Site of worship and as an integral part of a World Cultural Heritage site;

Calls upon Israel to return the remains and to provide the World Heritage Centre with the relevant documentation in particular concerning the removed and found historic remains, as well as to restore the original character of the sites of all the above mentioned projects;

Requests the World Heritage Centre to continue applying the Reinforced Monitoring Mechanism to the Old City of Jerusalem on both sides of its Walls, and also requests it to report every four months on this matter;

Thanks the Director-General of UNESCO and the World Heritage Centre for their efforts aimed at the Safeguarding of the Cultural Heritage of the Old City of Jerusalem on both sides of its walls and invites them to report on this matter at the 40th session of the World Heritage Committee in 2016;

II

Recalling 176 EX/Special Plenary Meeting Decision, and all UNESCO Executive Board Decisions relating to the Ascent to the Mughrabi Gate in the Old City of Jerusalem,

Affirms that the Mughrabi Ascent is an integral and inseparable part of Al Aqsa Mosque/ Al-Haram Al-Sharif,

Takes into consideration all the previous Reinforced Monitoring Reports and their addenda prepared by the World Heritage Centre as well as the State of Conservation report submitted to the World Heritage Centre by the Hashemite Kingdom of Jordan and the State of Palestine,

Expresses its growing concernregarding the continuous, intrusive demolitions and illegal excavations in and around the Mughrabi Gate Ascent, and the latest excavation works conducted at the beginning of May 2015 at the Buraq Plaza (Western Wall) of Al-Aqsa Mosque/ Al-Haram Al-Sharif, and calls on Israel, the Occupying Power, to end such violations, respect the Status Quo, and enable the Jordanian Awaqf experts as a part of the competent national authorities to maintain and safeguard the site in accordance with the relevant provisions of the UNESCO Conventions and Recommendations in particular the Hague Convention for the Protection of Cultural Property in the Event of Armed Conflict of 1954 and its related protocols;

Commends the Jordanian design for the restoration and preservation of the Mughrabi Ascent, submitted to the World Heritage Centre on 27 May 2011, and thanks Jordan for its cooperation in accordance with the provisions of the relevant UNESCO Conventions for the Protection of Cultural Heritage;

Urges Israel, the Occupying Power, to cooperate with Jordanian Awqaf Department, in conformity with its obligations under the provisions of the UNESCO related Conventions, to facilitate access of Jordanian Awqaf experts with their tools and material to the site in order to enable the execution of the Jordanian design of the Ascent to the Mughrabi Gate;

Further expresses its deep concern regarding demolitions of Ummayad, Ottoman and Mamluk remains at the site of the Mughrabi Gate Pathway, andurges Israel, the Occupying Power, to abide by its obligations in this regard;

Thanks the Director-General for her attention to the sensitive situation of the Ascent to the Mughrabi Gate andasks her to take the necessary measures in order to enable the execution of the Jordanian design of the Ascent to the Mughrabi Gate;

III

Recalls the Executive Board decisions concerning the reactive monitoring mission to the Old City of Jerusalem and its Walls particularly decision 196EX/Decision26.4 as well as the World Heritage Committee decisions particularly decision 34 COM 7A.20;

Deeply regrets the continuous Israeli failure to implement the Reactive Monitoring Mission and urges Israel, the Occupying Power, to accept and facilitate the implementation of that Mission;

Stresses the need of the urgent implementation of the above-mentioned UNESCO mission and, in case of non-implementation according to the above mentioned Executive Board decision 196EX/Decision26.4, decides to consider, in conformity with the provisions of the Convention Concerning the Protection of the World Cultural and Natural Heritage of 1972, adequate measures to have the concerned party implement it;

Requests that the report and recommendations of the mission be presented to the concerned parties prior to the next 197 EX Board session;

Thanks the Director-General for her continuous efforts to implement the above-mentioned UNESCO mission and all related UNESCO decisions and resolutions, and invites her to report on this matter at the next 40th World Heritage Committee session;

IV

Decides to retain the Old City of Jerusalem and its Walls on the List of World Heritage in Danger.
.

Itulah isi dari resolusi UNESCO bernomor39 COM 7A.27 yang menolak permintaan bahwa Judaism memiliki koneksi dengan “Tembok Barat” atau lebih dikenal sebagai Tembok Ratapan (the Western Wall) yang telah ditindih dengan bangunan Temple Mount (Kompleks Masjid Al Aqsa), dan Zionist menuduhnya sebagai bagian dari pendudukan kota tua Jerusalem.

Duta Besar Israel untuk UNESCO, Carmel Shama, esoknya merilis sebuah pernyataan yang mengatakan:

“Even if UNESCO passes dozens of resolutions, and decides to continue passing thousands more, Jerusalem will always remain as part of the capital of Israel and the Jewish people.”

(“Bahkan jika UNESCO melewati puluhan resolusi, dan memutuskan untuk melanjutkan melewati ribuan resolusi lainnya, Yerusalem akan selalu tetap sebagai bagian dari ibukota Israel dan orang-orang Yahudi.”)

Shama menambahkan:

“As you continue on this path of incitement, lies and terror you will be sending UNESCO down a path towards irrelevance.”

(“Ketika Anda terus berada di jalan ini dari hasutan, kebohongan dan teror, Anda akan mengirim UNESCO menyusuri jalan menuju hal yang tidak relevan.”)

Sedangkan Netanyahu esok harinya mengatakan

“This is yet another absurd UN decision.”

(“Ini merupakan keputusan PBB yang tidak masuk akal lagi.”)

 “UNESCO ignores the unique historic connection of Judaism to the Temple Mount, where the two temples stood for a thousand years and to which every Jew in the world has prayed for thousands of years. The UN is rewriting a basic part of human history and has again proven that there is no low to which it will not stoop.”

(“UNESCO mengabaikan hubungan bersejarah yang unik dari Yudaisme terhadap Temple Mount, dimana dua situs itu telah berdiri selama ribuan tahun dan yang mana setiap orang Yahudi di dunia telah berdoa selama ribuan tahun pula. PBB telah menulis ulang bagian dasar dari sejarah manusia dan telah kembali membuktikan tidak adanya yang merendah maka tidak akan ada yang membungkuk. “)

Kompleks Masjid Al Aqsa Milik Palestina

Perlu diingat, bahwa keputusan UNESCO yang mengeluarkan resolusi bahwa seluruh kompleks Masjid Al Aqsa menjadi milik Palestina, bukan berarti milik secara kenegaraan atau individu.

Namun kepemilikan itu secara heritage, yang dilihat dari sejarah, ilmu pengetahuan dan kultur, mengingat resolusi ini dikeluarkan UNESO bukan PBB.

Tapi sejarah adalah fakta dan fakta adalah sejarah, bahwa ketika seluruh Palestina seperti dulu kala sebelum adanya Zionist, ketentraman dan toleransi sangatlah tinggi.

Keamanan dan ketentraman serta keharmonisan ketika Palestina dipimpin oleh umat Muslim bukan omong kosong. Saat itu, semua umat beragama saling beribadah menurut kepercayaan masing-masing denga bebas tanpa ada intimidasi.

Selain itu kerukunan umat beragama sangat indahnya. Anda dapat melihatnya pada video dibawah artikel ini “Palestina 1896” ketika umat Islam masih menguasai Palestina sebelum Zionist masuk.

Lagipula secara logika, jika umat Islam menguasai Palestina seperti dulu, pastilah semua peninggalan sejarah para Nabi dan Rasul, tanpa kecuali, akan selalu dijaga sebagai bagian dari fakta sejarah. Karena siapapun Nabinya pasti Nabi umat Islam juga. Oleh karenanya semua situs peninggalan pasti dijaga dengan baik oleh umat Islam.

Kini Kompleks Masjid Al Aqsa atau Temple Mount termasuk juga Tembok Ratapan itu diganti nama oleh UNESCO dengan mengubah nama “Western Wall” sebagai “Al Buraq Plaza” atau Plaza Al Buraq.

Dari hal tersebut Yerusalem adalah milik Islam dan bukan ibukota Negara Israel

Rabu, 13 Desember 2017

Kisah Shohabat Ka'ab bin Malik Yang Didiamkan Oleh Rosululloh

Hukum asal menghajr boleh dan maksimum adalah 3 hari sesuai dalil yang menyatakan bahwa dosa besar bagi seorg muslim yang memutuskan silaturahmi lebih dari 3 hari.

Bukan menghajar ya, hati-hati. Tapi menghajr, mendiamkan, tidak bicara dengannya.

Kisah berikut adalah hal yang berbeda tentang pemboikotan Nabi dan seluruh penduduk Madinah terhadap Kaab bin Malik, Muroroh bin Robiah dan Hilal bin Umayah selama 50 hari karena mereka absen mengikuti perang tanpa alasan yang syar'i.

Kisahnya diceritakan langsung oleh Kaab bin Malik dan di sohihkan oleh al Imam al Bukhari.

Ka’ab bin Malik radiallahu anhu adalah salah seorang sahabat Nabi yang mendapat anugerah Allah berupa kepiawaian dalam bersyair dan berjidal. Syair-syairnya banyak bertemakan peperangan. Kemampuan sebagai penyair ini, mengantarkannya menduduki posisi khusus di sisi Nabi, selain dua sahabat yang lain, yaitu Hassan bin Tsabit dan Abdullah bin Rawahah. Ka’ab bin Malik termasuk pemuka sahabat dari kalangan Anshar yang berasal dari suku Khazraj. Nama lengkapnya ialah ‘Amr bin Al Qain bin Ka’ab bin Sawaad bin Ghanm bin Ka’ab bin Salamah. Pada masa jahiliyah, ia dikenal dengan kunyahnya (panggilan) Abu Basyir.

Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman:

لَّقَد تَّابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِن بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِّنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ, وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّىٰ إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَن لَّا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka. Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepadaNya saja. kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah: 117-119)

Dalam Shohihul Bukhori Diriwayatkan

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ وَكَانَ قَائِدَ كَعْبٍ مِنْ بَنِيهِ حِينَ عَمِيَ قَالَ سَمِعْتُ كَعْبَ بْنَ مَالِكٍ يُحَدِّثُ حِينَ تَخَلَّفَ عَنْ قِصَّةِ تَبُوكَ قَالَ كَعْبٌ لَمْ أَتَخَلَّفْ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةٍ غَزَاهَا إِلَّا فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ غَيْرَ أَنِّي كُنْتُ تَخَلَّفْتُ فِي غَزْوَةِ بَدْرٍ وَلَمْ يُعَاتِبْ أَحَدًا تَخَلَّفَ عَنْهَا إِنَّمَا خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرِيدُ عِيرَ قُرَيْشٍ حَتَّى جَمَعَ اللَّهُ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ عَدُوِّهِمْ عَلَى غَيْرِ مِيعَادٍ وَلَقَدْ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةَ الْعَقَبَةِ حِينَ تَوَاثَقْنَا عَلَى الْإِسْلَامِ وَمَا أُحِبُّ أَنَّ لِي بِهَا مَشْهَدَ بَدْرٍ وَإِنْ كَانَتْ بَدْرٌ أَذْكَرَ فِي النَّاسِ مِنْهَا كَانَ مِنْ خَبَرِي أَنِّي لَمْ أَكُنْ قَطُّ أَقْوَى وَلَا أَيْسَرَ حِينَ تَخَلَّفْتُ عَنْهُ فِي تِلْكَ الْغَزَاةِ وَاللَّهِ مَا اجْتَمَعَتْ عِنْدِي قَبْلَهُ رَاحِلَتَانِ قَطُّ حَتَّى جَمَعْتُهُمَا فِي تِلْكَ الْغَزْوَةِ وَلَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرِيدُ غَزْوَةً إِلَّا وَرَّى بِغَيْرِهَا حَتَّى كَانَتْ تِلْكَ الْغَزْوَةُ غَزَاهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَرٍّ شَدِيدٍ وَاسْتَقْبَلَ سَفَرًا بَعِيدًا وَمَفَازًا وَعَدُوًّا كَثِيرًا فَجَلَّى لِلْمُسْلِمِينَ أَمْرَهُمْ لِيَتَأَهَّبُوا أُهْبَةَ غَزْوِهِمْ فَأَخْبَرَهُمْ بِوَجْهِهِ الَّذِي يُرِيدُ وَالْمُسْلِمُونَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَثِيرٌ وَلَا يَجْمَعُهُمْ كِتَابٌ حَافِظٌ يُرِيدُ الدِّيوَانَ قَالَ كَعْبٌ فَمَا رَجُلٌ يُرِيدُ أَنْ يَتَغَيَّبَ إِلَّا ظَنَّ أَنْ سَيَخْفَى لَهُ مَا لَمْ يَنْزِلْ فِيهِ وَحْيُ اللَّهِ وَغَزَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِلْكَ الْغَزْوَةَ حِينَ طَابَتْ الثِّمَارُ وَالظِّلَالُ وَتَجَهَّزَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمُسْلِمُونَ مَعَهُ فَطَفِقْتُ أَغْدُو لِكَيْ أَتَجَهَّزَ مَعَهُمْ فَأَرْجِعُ وَلَمْ أَقْضِ شَيْئًا فَأَقُولُ فِي نَفْسِي أَنَا قَادِرٌ عَلَيْهِ فَلَمْ يَزَلْ يَتَمَادَى بِي حَتَّى اشْتَدَّ بِالنَّاسِ الْجِدُّ فَأَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمُسْلِمُونَ مَعَهُ وَلَمْ أَقْضِ مِنْ جَهَازِي شَيْئًا فَقُلْتُ أَتَجَهَّزُ بَعْدَهُ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ ثُمَّ أَلْحَقُهُمْ فَغَدَوْتُ بَعْدَ أَنْ فَصَلُوا لِأَتَجَهَّزَ فَرَجَعْتُ وَلَمْ أَقْضِ شَيْئًا ثُمَّ غَدَوْتُ ثُمَّ رَجَعْتُ وَلَمْ أَقْضِ شَيْئًا فَلَمْ يَزَلْ بِي حَتَّى أَسْرَعُوا وَتَفَارَطَ الْغَزْوُ وَهَمَمْتُ أَنْ أَرْتَحِلَ فَأُدْرِكَهُمْ وَلَيْتَنِي فَعَلْتُ فَلَمْ يُقَدَّرْ لِي ذَلِكَ فَكُنْتُ إِذَا خَرَجْتُ فِي النَّاسِ بَعْدَ خُرُوجِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَطُفْتُ فِيهِمْ أَحْزَنَنِي أَنِّي لَا أَرَى إِلَّا رَجُلًا مَغْمُوصًا عَلَيْهِ النِّفَاقُ أَوْ رَجُلًا مِمَّنْ عَذَرَ اللَّهُ مِنْ الضُّعَفَاءِ وَلَمْ يَذْكُرْنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَلَغَ تَبُوكَ فَقَالَ وَهُوَ جَالِسٌ فِي الْقَوْمِ بِتَبُوكَ مَا فَعَلَ كَعْبٌ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي سَلِمَةَ يَا رَسُولَ اللَّهِ حَبَسَهُ بُرْدَاهُ وَنَظَرُهُ فِي عِطْفِهِ فَقَالَ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ بِئْسَ مَا قُلْتَ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا عَلِمْنَا عَلَيْهِ إِلَّا خَيْرًا فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَعْبُ بْنُ مَالِكٍ فَلَمَّا بَلَغَنِي أَنَّهُ تَوَجَّهَ قَافِلًا حَضَرَنِي هَمِّي وَطَفِقْتُ أَتَذَكَّرُ الْكَذِبَ وَأَقُولُ بِمَاذَا أَخْرُجُ مِنْ سَخَطِهِ غَدًا وَاسْتَعَنْتُ عَلَى ذَلِكَ بِكُلِّ ذِي رَأْيٍ مِنْ أَهْلِي فَلَمَّا قِيلَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أَظَلَّ قَادِمًا زَاحَ عَنِّي الْبَاطِلُ وَعَرَفْتُ أَنِّي لَنْ أَخْرُجَ مِنْهُ أَبَدًا بِشَيْءٍ فِيهِ كَذِبٌ فَأَجْمَعْتُ صِدْقَهُ وَأَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَادِمًا وَكَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ بَدَأَ بِالْمَسْجِدِ فَيَرْكَعُ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ جَلَسَ لِلنَّاسِ فَلَمَّا فَعَلَ ذَلِكَ جَاءَهُ الْمُخَلَّفُونَ فَطَفِقُوا يَعْتَذِرُونَ إِلَيْهِ وَيَحْلِفُونَ لَهُ وَكَانُوا بِضْعَةً وَثَمَانِينَ رَجُلًا فَقَبِلَ مِنْهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَانِيَتَهُمْ وَبَايَعَهُمْ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمْ وَوَكَلَ سَرَائِرَهُمْ إِلَى اللَّهِ فَجِئْتُهُ فَلَمَّا سَلَّمْتُ عَلَيْهِ تَبَسَّمَ تَبَسُّمَ الْمُغْضَبِ ثُمَّ قَالَ تَعَالَ فَجِئْتُ أَمْشِي حَتَّى جَلَسْتُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَقَالَ لِي مَا خَلَّفَكَ أَلَمْ تَكُنْ قَدْ ابْتَعْتَ ظَهْرَكَ فَقُلْتُ بَلَى إِنِّي وَاللَّهِ لَوْ جَلَسْتُ عِنْدَ غَيْرِكَ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا لَرَأَيْتُ أَنْ سَأَخْرُجُ مِنْ سَخَطِهِ بِعُذْرٍ وَلَقَدْ أُعْطِيتُ جَدَلًا وَلَكِنِّي وَاللَّهِ لَقَدْ عَلِمْتُ لَئِنْ حَدَّثْتُكَ الْيَوْمَ حَدِيثَ كَذِبٍ تَرْضَى بِهِ عَنِّي لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يُسْخِطَكَ عَلَيَّ وَلَئِنْ حَدَّثْتُكَ حَدِيثَ صِدْقٍ تَجِدُ عَلَيَّ فِيهِ إِنِّي لَأَرْجُو فِيهِ عَفْوَ اللَّهِ لَا وَاللَّهِ مَا كَانَ لِي مِنْ عُذْرٍ وَاللَّهِ مَا كُنْتُ قَطُّ أَقْوَى وَلَا أَيْسَرَ مِنِّي حِينَ تَخَلَّفْتُ عَنْكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا هَذَا فَقَدْ صَدَقَ فَقُمْ حَتَّى يَقْضِيَ اللَّهُ فِيكَ فَقُمْتُ وَثَارَ رِجَالٌ مِنْ بَنِي سَلِمَةَ فَاتَّبَعُونِي فَقَالُوا لِي وَاللَّهِ مَا عَلِمْنَاكَ كُنْتَ أَذْنَبْتَ ذَنْبًا قَبْلَ هَذَا وَلَقَدْ عَجَزْتَ أَنْ لَا تَكُونَ اعْتَذَرْتَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَا اعْتَذَرَ إِلَيْهِ الْمُتَخَلِّفُونَ قَدْ كَانَ كَافِيَكَ ذَنْبَكَ اسْتِغْفَارُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَكَ فَوَاللَّهِ مَا زَالُوا يُؤَنِّبُونِي حَتَّى أَرَدْتُ أَنْ أَرْجِعَ فَأُكَذِّبَ نَفْسِي ثُمَّ قُلْتُ لَهُمْ هَلْ لَقِيَ هَذَا مَعِي أَحَدٌ قَالُوا نَعَمْ رَجُلَانِ قَالَا مِثْلَ مَا قُلْتَ فَقِيلَ لَهُمَا مِثْلُ مَا قِيلَ لَكَ فَقُلْتُ مَنْ هُمَا قَالُوا مُرَارَةُ بْنُ الرَّبِيعِ الْعَمْرِيُّ وَهِلَالُ بْنُ أُمَيَّةَ الْوَاقِفِيُّ فَذَكَرُوا لِي رَجُلَيْنِ صَالِحَيْنِ قَدْ شَهِدَا بَدْرًا فِيهِمَا أُسْوَةٌ فَمَضَيْتُ حِينَ ذَكَرُوهُمَا لِي وَنَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْلِمِينَ عَنْ كَلَامِنَا أَيُّهَا الثَّلَاثَةُ مِنْ بَيْنِ مَنْ تَخَلَّفَ عَنْهُ فَاجْتَنَبَنَا النَّاسُ وَتَغَيَّرُوا لَنَا حَتَّى تَنَكَّرَتْ فِي نَفْسِي الْأَرْضُ فَمَا هِيَ الَّتِي أَعْرِفُ فَلَبِثْنَا عَلَى ذَلِكَ خَمْسِينَ لَيْلَةً فَأَمَّا صَاحِبَايَ فَاسْتَكَانَا وَقَعَدَا فِي بُيُوتِهِمَا يَبْكِيَانِ وَأَمَّا أَنَا فَكُنْتُ أَشَبَّ الْقَوْمِ وَأَجْلَدَهُمْ فَكُنْتُ أَخْرُجُ فَأَشْهَدُ الصَّلَاةَ مَعَ الْمُسْلِمِينَ وَأَطُوفُ فِي الْأَسْوَاقِ وَلَا يُكَلِّمُنِي أَحَدٌ وَآتِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأُسَلِّمُ عَلَيْهِ وَهُوَ فِي مَجْلِسِهِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَأَقُولُ فِي نَفْسِي هَلْ حَرَّكَ شَفَتَيْهِ بِرَدِّ السَّلَامِ عَلَيَّ أَمْ لَا ثُمَّ أُصَلِّي قَرِيبًا مِنْهُ فَأُسَارِقُهُ النَّظَرَ فَإِذَا أَقْبَلْتُ عَلَى صَلَاتِي أَقْبَلَ إِلَيَّ وَإِذَا الْتَفَتُّ نَحْوَهُ أَعْرَضَ عَنِّي حَتَّى إِذَا طَالَ عَلَيَّ ذَلِكَ مِنْ جَفْوَةِ النَّاسِ مَشَيْتُ حَتَّى تَسَوَّرْتُ جِدَارَ حَائِطِ أَبِي قَتَادَةَ وَهُوَ ابْنُ عَمِّي وَأَحَبُّ النَّاسِ إِلَيَّ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَوَاللَّهِ مَا رَدَّ عَلَيَّ السَّلَامَ فَقُلْتُ يَا أَبَا قَتَادَةَ أَنْشُدُكَ بِاللَّهِ هَلْ تَعْلَمُنِي أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَسَكَتَ فَعُدْتُ لَهُ فَنَشَدْتُهُ فَسَكَتَ فَعُدْتُ لَهُ فَنَشَدْتُهُ فَقَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ فَفَاضَتْ عَيْنَايَ وَتَوَلَّيْتُ حَتَّى تَسَوَّرْتُ الْجِدَارَ قَالَ فَبَيْنَا أَنَا أَمْشِي بِسُوقِ الْمَدِينَةِ إِذَا نَبَطِيٌّ مِنْ أَنْبَاطِ أَهْلِ الشَّأْمِ مِمَّنْ قَدِمَ بِالطَّعَامِ يَبِيعُهُ بِالْمَدِينَةِ يَقُولُ مَنْ يَدُلُّ عَلَى كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ فَطَفِقَ النَّاسُ يُشِيرُونَ لَهُ حَتَّى إِذَا جَاءَنِي دَفَعَ إِلَيَّ كِتَابًا مِنْ مَلِكِ غَسَّانَ فَإِذَا فِيهِ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ قَدْ بَلَغَنِي أَنَّ صَاحِبَكَ قَدْ جَفَاكَ وَلَمْ يَجْعَلْكَ اللَّهُ بِدَارِ هَوَانٍ وَلَا مَضْيَعَةٍ فَالْحَقْ بِنَا نُوَاسِكَ فَقُلْتُ لَمَّا قَرَأْتُهَا وَهَذَا أَيْضًا مِنْ الْبَلَاءِ فَتَيَمَّمْتُ بِهَا التَّنُّورَ فَسَجَرْتُهُ بِهَا حَتَّى إِذَا مَضَتْ أَرْبَعُونَ لَيْلَةً مِنْ الْخَمْسِينَ إِذَا رَسُولُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِينِي فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَعْتَزِلَ امْرَأَتَكَ فَقُلْتُ أُطَلِّقُهَا أَمْ مَاذَا أَفْعَلُ قَالَ لَا بَلْ اعْتَزِلْهَا وَلَا تَقْرَبْهَا وَأَرْسَلَ إِلَى صَاحِبَيَّ مِثْلَ ذَلِكَ فَقُلْتُ لِامْرَأَتِي الْحَقِي بِأَهْلِكِ فَتَكُونِي عِنْدَهُمْ حَتَّى يَقْضِيَ اللَّهُ فِي هَذَا الْأَمْرِ قَالَ كَعْبٌ فَجَاءَتْ امْرَأَةُ هِلَالِ بْنِ أُمَيَّةَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ هِلَالَ بْنَ أُمَيَّةَ شَيْخٌ ضَائِعٌ لَيْسَ لَهُ خَادِمٌ فَهَلْ تَكْرَهُ أَنْ أَخْدُمَهُ قَالَ لَا وَلَكِنْ لَا يَقْرَبْكِ قَالَتْ إِنَّهُ وَاللَّهِ مَا بِهِ حَرَكَةٌ إِلَى شَ

Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Bukair] Telah menceritakan kepada kami [Al Laits] dari ['Uqail] dari [Ibnu Syihab] dari ['Abdur Rahman bin 'Abdullah bin Ka'ab bin Malik] bahwa ['Abdullah bin Ka'ab bin Malik] -Abdullah bin Ka'ab adalah salah seorang putra Ka'ab yang mendampingi Ka'ab ketika ia buta- berkata; 'Saya pernah mendengar [Ka'ab bin Malik] menceritakan peristiwa tentang dirinya ketika ia tertinggal dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam perang Tabuk.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Saya tidak pernah tertinggal menyertai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam peperangan yang beliau ikuti kecuali perang Tabuk, akan tetapi saya juga pernah tertinggal dalam perang Badar. Hanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah mencela seorang muslim yang tidak turut dalam perang Badar. Yang demikian karena pada awalmulanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan kaum muslimin hanya ingin mencegat kaum kafir Quraisy yang sedang berada dalam perjalanan dengan mengendarai unta hingga Allah mempertemukan kaum muslimin dengan musuh mereka tanpa waktu yang di sepakati sebelumnya. Saat itu saya ikut serta bersama Rasulullah pada malam Aqabah ketika kami berjanji untuk membela Islam. Menurut saya, turut serta dalam perang Badar tidak sebanding dengan turut serta dalam malam Aqabah, meskipun perang Badar lebih populer kebanyakan orang. Di antara cerita ketika saya tidak turut serta bersama Rasulullah dalam perang Tabuk adalah sebagai berikut; 'Belum pernah stamina saya betul-betul fit dan mempunyai keluasan harta daripada ketika saya tidak ikut serta dalam perang Tabuk tersebut. Demi Allah, sebelumnya saya tidak menyiapkan dua ekor hewan tunggangan sama sekali dalam pelbagai peperangan. Tetapi dalam perang Tabuk ini, saya bisa menyiapkan dua ekor hewan tunggangan. Adalah sudah menjadi tradisi beliau Shallallahu'alaihiwasallam, beliau tidak pernah melakukan sebuah peperangan selain beliau merahasiakan tujuan peperangannya, hingga saat terjadilah perang tabuk ini, yang beliau nyatakan tujuan perangnya secara vulgar (terang-terangan). Akhirnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi berangkat ke perang Tabuk pada saat cuaca sangat panas. Dapat di katakan bahwasanya beliau menempuh perjalanan yang amat jauh dan penuh resiko serta menghadapi musuh yang berjumlah besar. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan kepada kaum muslimin apa yang akan mereka hadapi bersamanya. Oleh karena itu, beliau memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan perbekalan perang yang cukup. Pada saat itu, kaum muslimin yang menyertai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam banyak sekali tanpa ditunjuk melalui surat tugas untuk berperang. Ka'ab berkata; 'Ada seorang laki-laki yang tidak muncul karena ia ingin tidak turut serta berperang. Ia menduga bahwa ketidak turutannya itu tidak akan di ketahui oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam -selama tidak ada wahyu yang turun mengenai dirinya dari Allah Azza Wa Jalla -. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi berperang ke perang tabuk ketika hasil panen buah sangat memuaskan, hingga saya harus memalingkan perhatian dari hasil panen tersebut. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan kaum muslimin yang ikut serta sudah bersiap-siap dan saya pun segera pergi untuk mencari perbekalan bersama mereka. Lalu saya pulang tanpa memperoleh perbekalan sama sekali. Saya berkata dalam hati; 'Ahh, saya dapat mempersiapkan perbekalan sewaktu-waktu. Saya selalu dalam teka-teki antara iya (berangkat) dan tidak hingga orang-orang semakin siap.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berangkat bersama kaum muslimin, sedangkan saya belum mempersiapkan perbekalan sama sekali. Akhirnya saya pergi, lalu saya pulang tanpa mempersiapkan sesuatu. Saya senantiasa berada dalam kebimbangan seperti itu antara turut serta berperang ataupun tidak, hingga pasukan kaum muslimin telah bergegas berangkat dan perang pun berkecamuk sudah. Kemudian saya ingin menyusul ke medan pertempuran -tetapi hal itu hanyalah angan-angan belaka- dan akhirnya saya ditakdirkan untuk tidak ikut serta ke medan perang. Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi ke medan perang tabuk, maka mulailah rasa sedih menyelimuti diri saya. Ketika keluar ke tengah-tengah masyarakat sekitar. Saya menyadari bahwasanya tidak ada yang dapat saya temui kecuali orang-orang yang dalam kemunafikan atau orang-orang yang lemah yang diberikan uzur oleh Allah Azza Wa Jalla. Sementara itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengingat diri saya hingga beliau sampai di Tabuk. Kemudian, ketika beliau sedang duduk-duduk di tengah para sahabat, tiba-tiba beliau bertanya; ' Mengapa Ka'ab bin Malik tak ikut serta bersama kita?
' Seorang sahabat dari Bani Salimah menjawab; 'Ya Rasulullah, sepertinya Ka'ab bin Malik lebih mementingkan dirinya sendiri daripada perjuangan ini?
' Mendengar ucapan sahabat tersebut, Muadz bin Jabal berkata; 'Hai sahabat, buruk sekali ucapanmu itu! Demi Allah ya Rasulullah, saya tahu bahwasanya Ka'ab bin Malik itu adl orang yg baik.' Kemudian Rasulullah diam. Ketika beliau terdiam seperti itu, tiba-tiba beliau melihat seorang laki-laki yg memakai helm besi yg sulit di kenali. Lalu Rasulullah berkata:
'Kamu pasti Abu Khaitsamah?
' Ternyata orang tersebut adl memang benar-benar Abu Khaitsamah Al Anshari, sahabat yg pernah menyedekahkan satu sha' kurma ketika ia dicaci maki oleh orang-orang munafik. Ka'ab bin Malik berkata; 'Ketika saya mendengar bahwasanya Rasulullah telah bersiap-siap kembali dari perang Tabuk, maka saya pun diliputi kesedihan. Lalu saya mulai merancang alasan untuk berdusta. Saya berkata dalam hati; 'Alasan apa yg dapat menyelamatkan diri saya dari amarah Rasulullah?
' Untuk menghadapi hal tersebut, saya meminta pertolongan kepada keluarga yg dapat memberikan saran. Ketika ada seseorang yg berkata kepada saya bahwasanya Rasulullah hampir tiba di kota Madinah, hilanglah alasan untuk berdusta dari benak saya. Akhirnya saya menyadari bahwasanya saya tak dapat berbohong sedikit pun kepada Rasulullah . Oleh karena itu, saya pun harus berkata jujur kepada beliau. Tak lama kemudian Rasulullah tiba di kota Madinah. Seperti biasa, beliau langsung menuju Masjid - sebagaimana tradisi beliau manakala tiba dari bepergian ke suatu daerah - untuk melakukan shalat. Setelah melakukan shalat sunnah, Rasulullah langsung bercengkrama bersama para sahabat. Setelah itu, datanglah beberapa orang sahabat yg tak sempat ikut serta bertempur bersama kaum muslimin seraya menyampaikan berbagai alasan kepada beliau dgn bersumpah. Diperkirakan mereka yg tak turut serta bertempur itu sekitar delapan puluh orang lebih. Ternyata Rasulullah menerima keterus terangan mereka yg tak ikut serta berperang, membai'at mereka, memohon ampun untuk mereka, & menyerahkan apa yg mereka sembunyikan dalam hati mereka kepada Allah. Selang beberapa saat kemudian, saya datang menemui Rasulullah . Setelah saya memberi salam, beliau tersenyum seperti senyuman orang yg marah. Kemudian beliau pun berkata; 'Kemarilah! ' Lalu saya berjalan mendekati beliau hingga saya duduk tepat di hadapan beliau. Setelah itu Rasulullah bertanya: 'Mengapa kamu tak ikut serta bertempur bersama kami hai Ka'ab?
Bukankah kamu telah berjanji untuk menyerahkan jiwa ragamu untuk Islam?
' Saya menjawab; 'Ya Rasulullah, demi Allah seandainya saya duduk di dekat orang selain diri engkau, niscaya saya yakin bahwasanya saya akan terbebaskan dari kemurkaannya karena alasan & argumentasi yg saya sampaikan. Tetapi, demi Allah, saya tahu jika sekarang saya menyampaikan kepada engkau alasan yg penuh dusta hingga membuat engkau tak marah, tentunya Allah lah yg membuat engkau marah kepada saya. Apabila saya mengemukakan kepada engkau ya Rasulullah alasan saya yg benar & jujur, lalu engkau akan memarahi saya dgn alasan tersebut, maka saya pun akan menerimanya dgn senang hati. Biarkanlah Allah memberi hukuman kepada saya dgn ucapan saya yg jujur tersebut. Demi Allah, sesungguhya tak ada uzur yg membuat saya tak ikut serta berperang. Demi Allah, saya tak berdaya sama sekali kala itu meskipun saya mempunyai peluang yg sangat longgar sekali untuk ikut berjuang bersama kaum muslimin.' Mendengar pengakuan yg tulus itu, Rasulullah pun berkata:
'Orang ini telah berkata jujur & benar. Oleh karena itu, berdirilah hingga Allah memberimu keputusan. Akhirnya saya pun berdiri & beranjak dari sisi beliau. Tak lama kemudian, ada beberapa orang dari Bani Salimah beramai-ramai mengikuti saya seraya berkata; 'Hai Ka'ab, demi Allah, sebelumnya kami tak mengetahui bahwasanya kamu telah berbuat suatu kesalahan/dosa. Kamu benar-benar tak mengemukakan alasan kepada Rasulullah sebagaimana alasan yg dikemukakan para sahabat lain yg tak turut berperang. Sesungguhnya, hanya istighfar Rasulullah untukmulah yg menghapus dosamu.' Ka'ab bin Malik berkata setelah itu; 'Demi Allah, mereka selalu mencerca saya hingga saya ingin kembali lagi kepada Rasulullah lalu saya dustakan diri saya.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Apakah ada orang lain yg telah menghadap Rasulullah seperti diri saya ini?
' Orang-orang Bani Salimah menjawab; 'Ya. Ada dua orang lagi seperti dirimu. Kedua orang tersebut mengatakan kepada Rasulullah seperti apa yg telah kamu utarakan & Rasulullah pun menjawabnya seperti jawaban kepadamu.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Lalu saya pun bertanya; 'Siapakah kedua orang tersebut hai para sahabat?
' Mereka, kaum Bani Salimah, menjawab; 'Kedua orang tersebut adl Murarah bin Rabi'ah Al Amin & Hilal bin Ummayah Al Waqifi.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Kemudian mereka menyebutkan dua orang sahabat yg shalih yg ikut serta dalam perang Badar & keduanya layak dijadikan suri tauladan yg baik. Setelah itu, saya pun berlalu ketika mereka menyebutkan dua orang tersebut kepada saya.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Beberapa hari kemudian, Rasulullah melarang kaum muslimin untuk berbicara dgn kami bertiga yg tak ikut serta dalam perang Tabuk. Sejak saat itu, kaum muslimin mulai menjauhi & berubah sikap terhadap kami bertiga hingga bumi ini terasa asing bagi kami. Sepertinya, bumi ini bukanlah bumi yg pernah saya huni sebelumnya & hal itu berlangsung lima puluh malam lamanya.' Dua orang teman saya yg tak ikut serta dalam perang Tabuk itu kini bersimpuh sedih di rumahnya sambil menangis, sedangkan saya adl seorang anak muda yg tangguh & tegar. Saya tetap bersikap wajar & menjalankan aktivitas sehari-hari seperti biasanya. Saya tetap keluar dari rumah, pergi ke masjid untuk menghadiri shalat jama'ah bersama kaum muslimin lainnya, & berjalan-jalan di pasar meskipun tak ada seorang pun yg sudi berbicara dgn saya. Hingga pada suatu ketika saya menghampiri Rasulullah sambil memberikan salam kepadanya ketika beliau berada di tempat duduknya usai shalat. Saya bertanya dalam hati; 'Apakah Rasulullah akan menggerakkan bibirnya untuk menjawab salam ataukah tidak?
Kemudian saya melaksanakan shalat di dekat Rasulullah sambil mencuri pandangan kepada beliau. Ketika saya telah bersiap untuk melaksanakan shalat, beliau memandang kepada saya. Dan ketika saya menoleh kepadanya, beliaupun mengalihkan pandangannya dari saya.' Setelah lama terisolisir dari pergaulan kaum muslimin, saya pun pergi berjalan-jalan hingga sampai di pagar kebun Abu Qatadah. Abu Qatadah adl putera paman saya (sepupu saya) & ia adl orang yg saya sukai. Sesampainya di sana, saya pun mengucapkan salam kepadanya. Tetapi, demi Allah, sama sekali ia tak menjawab salam saya. Akhirnya saya memberanikan diri untuk bertanya kepadanya; 'Hai Abu Qatadah, saya bersumpah kepadamu dgn nama Allah, apakah kamu tak mengetahui bahwasanya saya sangat mencintai Allah & Rasul-Nya?
' Ternyata Abu Qatadah hanya terdiam saja. Lalu saya ulangi lagi ucapan saya dgn bersumpah seperti yg pertama kali. Namun ia tetap saja terdiam. Kemudian saya ulangi ucapan saya & ia pun menjawab; 'Sesungguhnya Allah & Rasul-Nya lebih mengetahui tentang hal ini.' Mendengar ucapannya itu, berlinanglah air mata saya & saya pun kembali ke rumah sambil menyusuri kebun tersebut. Ketika saya sedang berjalan-jalan di pasar Madinah, ada seorang laki-laki dari negeri Syam yg berjualan makanan di kota Madinah bertanya; 'Siapakah yg dapat menunjukkan kepada saya di mana Ka'ab bin Malik?
' Lalu orang-orang pun menunjukkan kepada saya hingga orang tersebut datang kepada saya sambil menyerahkan sepucuk surat kepada saya dari raja Ghassan. Karena saya dapat membaca & menulis, maka saya pun memahami isi surat tersebut. Ternyata isi surat tersebut sebagai berikut; 'Kami mendengar bahwasanya temanmu (maksudnya adl Rasulullah ) telah mengisolirmu dari pergaulan umum, sementara Tuhanmu sendiri tidaklah menyia-nyiakanmu seperti itu. Oleh karena itu, bergabunglah dgn kami, niscaya kami akan menolongmu.' Selesai membaca surat itu, saya pun berkata; 'Sebenarnya surat ini juga merupakan sebuah bencana bagi saya.' Lalu saya memasukkannya ke dalam pembakaran & membakarnya hingga musnah. Setelah empat puluh hari lamanya dari pengucilan umum, ternyata wahyu Tuhan pun tak juga turun. Hingga pada suatu ketika, seorang utusan Rasulullah mendatangi saya sambil menyampaikan sebuah pesan; 'Hai Ka'ab, sesungguhnya Rasulullah memerintahkanmu untuk menghindari istrimu.' Saya bertanya; 'Apakah saya harus menceraikan atau bagaimana?
' Utusan tersebut menjawab; 'Tidak usah kamu ceraikan. Tetapi, cukuplah kamu menghindarinya & janganlah kamu mendekatinya.' Lalu saya katakan kepada istri saya; 'Wahai dinda, sebaiknya dinda pulang terlebih dahulu ke rumah orang tua dinda & tinggallah bersama dgn mereka hingga Allah memberikan keputusan yg jelas dalam permasalahan ini.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Tak lama kemudian istri Hilal bin Umayyah pergi mendatangi Rasulullah sambil bertanya; 'Ya Rasulullah, Hilal bin Umayyah itu sudah lanjut usia & lemah serta tak mempunyai pembantu. Oleh karena itu, izinkanlah saya merawatnya.' Rasulullah pun menjawab: 'Jangan. Sebaiknya kamu tak usah menemaninya terlebih dahulu & ia tak boleh dekat denganmu untuk beberapa saat.' Isteri Hilal tetap bersikeras & berkata; 'Demi Allah ya Rasullah, sekarang ia itu tak mempunyai semangat hidup lagi. Ia senantiasa menangis, sejak mendapatkan permasalahan ini sampai sekarang.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Beberapa orang dari keluarga saya berkata; 'Sebaiknya kamu meminta izin terlebih dahulu kepada Rasulullah dalam masalah istrimu ini. Karena Rasulullah sendiri telah memberikan izin kepada Hilal bin Umayyah untuk merawat suaminya.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Saya tak akan meminta izin kepada Rasulullah dalam persoalan istri saya ini. Karena, bagaimanapun, saya tak akan tahu bagaimana jawaban Rasulullah nanti jika saya meminta izin kepada beliau sedangkan saya masih muda belia.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Ternyata hal itu berlangsung selama sepuluh malam hingga dgn demikian lengkaplah sudah lima puluh malam bagi kami terhitung sejak kaum muslimin dilarang untuk berbicara kepada kami. Ka'ab bin Malik berkata; 'Lalu saya melakukan shalat fajar pada malam yg ke lima puluh di bagian belakang rumah. Ketika saya sedang duduk dalam shalat tersebut, diri saya diliputi penyesalan & kesedihan. Sepertinya bumi yg luas ini terasa sempit bagi diri saya. Tiba-tiba saya mendengar seseorang berteriak dgn lantangnya menembus cakrawala; 'Hai Ka'ab bin Malik, bergembiralah! ' Maka saya pun tersungkur sujud & mengetahui bahwasanya saya telah terbebas dari persoalan saya. Ka'ab bin Malik berkata; 'Kemudian Rasulullah mengumumkan kepada kaum muslimin usai shalat Shubuh bahwasanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menerima taubat kami. Lalu orang-orang pun segera memberitahu kepada kami seraya mendatangi dua orang teman saya untuk memberitahukan kepada mereka berdua. Sementara itu, orang-orang dari Bani Aslam datang kepada saya dgn mengendarai kuda & berjalan menyusuri gunung, sedangkan suara mereka lebih cepat dari kuda mereka. Ketika orang yg memberi kabar gembira itu telah datang kepada saya, maka saya pun segera melepaskan dua pakaian luar saya & memakaikan kepadanya sebagai imbalan jasa pemberitahuannya kepada saya. Demi Allah, pada saat itu yg saya miliki hanyalah dua pakaian luar tersebut. Akhirnya saya meminjam dua pakaian (kepada seorang sahabat saya) & langsung mengenakannya. Setelah itu, saya pun menghadap Rasulullah, sementara orang-orang berduyun-duyun menemui saya untuk memberikan ucapan selamat atas terkabulnya taubat saya. Lalu saya masuk ke dalam masjid, tempat yg biasa digunakan Rasulullah untuk duduk-duduk & bercengkrama bersama para sahabat. Tiba-tiba Thalhah bin Ubaidillah berdiri & berjalan mendekati saya serta menjabat tangan saya seraya mengucapkan selamat kepada saya. Demi Allah, pada saat itu tak ada sahabat kaum Muhajirin yg berdiri untuk memberi selamat selain Thalhah. Perawi hadits berkata; 'Ka'ab tak pernah melupakan penyambutan Thalhah tersebut.' Ka'ab berkata; 'Lalu saya memberi salam kepada Rasulullah yg kala itu wajahnya terlihat berseri-seri. Tak lama kemudian beliau berkata:
'Bergembiralah hai Ka'ab, karena kamu mendapatkan sebaik-baik yg telah kamu lalui sejak kamu dilahirkan oleh ibumu.' Ka'ab berkata; 'Kemudian saya bertanya; 'Ya Rasulullah, apakah pengampunan untuk diri saya ini berasal dari engkau ataukah dari Allah?
' Rasulullah menjawab; 'Dari Allah'. Sesungguhnya, manakala Rasulullah sedang senang, maka wajah beliau terlihat bersinar bagai bulan purnama & kami pun mulai memahaminya. Ka'ab berkata; 'Ketika telah duduk di hadapan Rasulullah saya berkata; 'Ya Rasulullah di antara rasa syukur diterimanya taubat saya, maka saya akan menyerahkan sebagian harta saya ini sebagai sedekah kepada Allah & Rasul-Nya.' Rasulullah menjawab: 'Hai Ka'ab, sisakanlah sebagian hartamu, maka yg demikian itu lebih baik untukmu.' Akhirnya saya pun berkata; 'Baiklah. Saya akan menyisakan harta saya yg menjadi bagian saya di Khaibar.' Saya berkata; 'Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyelamatkan saya hanya karena kejujuran saya & di antara taubat saya adl bahwasanya saya tak akan berbicara kecuali dgn sejujur-jujurnya selama sisa umur saya. Demi Allah, saya tak tahu ada seorang muslim yg di uji Allah dalam kejujuran ucapannya sejak saya ceritakan hal ini kepada Rasulullah hingga sekarang ini & ia lebih baik daripada apa yg telah diujikan Allah kepada saya. Demi Allah, saya tak ingin berdusta sejak saya ucapkan kata-kata ini kepada Rasulullah sampai sekarang. Selain saya selalu berharap semoga Allah memelihara saya dari kedustaan dalam sisa umur saya.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Akhirnya Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat Al Qur'an yg berbunyi: 'Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin, & orang-orang Anshar yg mengikuti Nabi dalam kesulitan setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah itu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka terhadap tiga orang yg di tangguhkan penerimaan taubatnya hingga bila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas & jiwa mereka pun terasa sempit serta mereka telah mengetahui bahwasanya tak ada tempat untuk berlindung dari siksa Allah melainkan kepada-Nya. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah lah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah & hendaklah kamu bersama orang-orang yg jujur.' (Qs. At-Taubah (9): 117-119). Ka'ab berkata; 'Demi Allah, tak ada nikmat yg telah di berikan Allah kepada saya, setelah Allah menunjukan kepada saya Islam, yg saya anggap lebih besar daripada kejujuran. Seandainya saya berdusta, maka saya akan celaka sebagaimana orang-orang yg telah berdusta. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyebutkan keburukan orang-orang yg berdusta ketika Allah menurunkan ayat yg berbunyi: 'Kelak mereka akan bersumpah kepadamu dgn nama Allah apabila kamu kembali kepada mereka supaya kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah kamu dari mereka, karena sesungguhnya mereka itu najis & tempat mereka adl jahannam sebagai balasan dari apa yg telah mereka kerjakan. Mereka akan bersumpah kepadamu supaya kamu ridla kepada mereka, maka sesungguhnya Allah tak ridla kepada orang-orang yg fasik itu.' (Qs. At-taubah (9): 95-96). Ka'ab berkata kepada dua orang temannya; 'Kita bertiga ini adl orang-orang yg tertinggal dari kelompok yg telah diterima Rasulullah ketika mereka bersumpah, lalu beliau membai'at mereka & memohonkan ampun untuk mereka. Ternyata Rasulullah menangguhkan persoalan kita hingga ada keputusan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala tentang persoalan kita ini. Oleh karena itu, Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah berfirman: Dan terhadap tiga orang yg penerimaan taubat mereka di tangguhkan hingga bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas. (Qs. At-taubah (9): 118). Ka'ab berkata; 'Apa yg disebutkan Allah dalam ayat ini bukankah tertinggalnya kami dari peperangan, melainkan tentang ketidakikutsertaannya kami dari kelompok orang-orang yg bersumpah & beralasan kepada Rasulullah , lalu beliau menerima alasannya. [HR. Bukhari No.4066].

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Syair Shohabat Hasan Bin Tsabit Yang Menggetarkan

Nama lengkapanya Hassan bin Tsabit bin al-Mundzir al-Khazraji al-Anshari, dan biasa dipanggil Abul Walid. Setelah masuk Islam, orang menggelarinya “Syair Rasulullah” (Penyairnya Rasulullah shalallahu alaihi wassalam).

Dalam Shohih Muslim diriwayatkan

حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ كُلُّهُمْ عَنْ سُفْيَانَ قَالَ عَمْرٌو حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ عُمَرَ مَرَّ بِحَسَّانَ وَهُوَ يُنْشِدُ الشِّعْرَ فِي الْمَسْجِدِ فَلَحَظَ إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْ كُنْتُ أُنْشِدُ وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَى أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَنْشُدُكَ اللَّهَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَجِبْ عَنِّي اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ قَالَ اللَّهُمَّ نَعَمْ حَدَّثَنَاه إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ ابْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّ حَسَّانَ قَالَ فِي حَلْقَةٍ فِيهِمْ أَبُو هُرَيْرَةَ أَنْشُدُكَ اللَّهَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ مِثْلَهُ

Telah menceritakan kepada kami ['Amru An Naqid] dan [Ishaq bin Ibrahim] dan [Ibnu Abu 'Umar] seluruhnya dari [Sufyan] dia berkata; ['Amru] Telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin 'Uyainah] dari [Az Zuhri] dari [Sa'id] dari [Abu Hurairah] bahwasanya Umar bin Khaththab pernah berjalan melewati [Hassan] yang sedang melantunkan sya'ir di Masjid. Lalu Umar menegurnya dengan pandangan mata. Tetapi Hassan berkata; "Dulu saya pernah melantunkan syair di Masjid ini, yang ketika itu ada seseorang yang lebih mulia daripadamu yaitu (Rasulullah)." Kemudian Hassan menoleh kepada Abu Hurairah seraya berkata; "Saya bersumpah kepadamu dengan nama Allah hai Abu Hurairah, pernahkah kamu mendengar Rasulullah berkata kepada saya, Hai Hassan, balaslah sya'ir orang-orang kafir untuk membelaku! Ya Allah ya Tuhanku, dukunglah Hassan dgn Jibril! ' Abu Hurairah menjawab; 'Ya, Saya pernah mendengarnya. Telah menceritakannya kepada kami Ishaq bin Ibrahim & Muhammad bin Rafi' serta 'Abad bin Humaid dari 'Abdur Razzaq; Telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Az Zuhri dari Ibnu Al Musayyab bahwa Hassan pernah berkata di sebuah majlis yg di sana ada Abu Hurairah; 'Saya bersumpah kepadamu dgn nama Allah hai Abu Hurairah, pernahkah kamu mendengar Rasulullah….-kemudian dia menyebutkan Hadits yg serupa.- [HR. Muslim No.4539].

Rasulullah saw seringkali memuji karya-karya Hassan bin Tsabit. Karena dengan syairnya, Hassan membela Rasulullah saw dan menangkis hinaan dan celaan orang-orang Quraisy. Bagi orang-orang Quraisy sendiri syair Hassan ibarat tombak yang merobek tabir aib dan cacat mereka sehingga mereka pun terdiam membisu tidak mampu menjawab.

Dalam Shohih Muslim diriwayatkan

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ شُعَيْبِ بْنِ اللَّيْثِ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي حَدَّثَنِي خَالِدُ بْنُ يَزِيدَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي هِلَالٍ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غَزِيَّةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اهْجُوا قُرَيْشًا فَإِنَّهُ أَشَدُّ عَلَيْهَا مِنْ رَشْقٍ بِالنَّبْلِ فَأَرْسَلَ إِلَى ابْنِ رَوَاحَةَ فَقَالَ اهْجُهُمْ فَهَجَاهُمْ فَلَمْ يُرْضِ فَأَرْسَلَ إِلَى كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ ثُمَّ أَرْسَلَ إِلَى حَسَّانَ بْنِ ثَابِتٍ فَلَمَّا دَخَلَ عَلَيْهِ قَالَ حَسَّانُ قَدْ آنَ لَكُمْ أَنْ تُرْسِلُوا إِلَى هَذَا الْأَسَدِ الضَّارِبِ بِذَنَبِهِ ثُمَّ أَدْلَعَ لِسَانَهُ فَجَعَلَ يُحَرِّكُهُ فَقَالَ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَأَفْرِيَنَّهُمْ بِلِسَانِي فَرْيَ الْأَدِيمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَعْجَلْ فَإِنَّ أَبَا بَكْرٍ أَعْلَمُ قُرَيْشٍ بِأَنْسَابِهَا وَإِنَّ لِي فِيهِمْ نَسَبًا حَتَّى يُلَخِّصَ لَكَ نَسَبِي فَأَتَاهُ حَسَّانُ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ لَخَّصَ لِي نَسَبَكَ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَأَسُلَّنَّكَ مِنْهُمْ كَمَا تُسَلُّ الشَّعْرَةُ مِنْ الْعَجِينِ قَالَتْ عَائِشَةُ فَسَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لِحَسَّانَ إِنَّ رُوحَ الْقُدُسِ لَا يَزَالُ يُؤَيِّدُكَ مَا نَافَحْتَ عَنْ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَقَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ هَجَاهُمْ حَسَّانُ فَشَفَى وَاشْتَفَى قَالَ حَسَّانُ هَجَوْتَ مُحَمَّدًا فَأَجَبْتُ عَنْهُ وَعِنْدَ اللَّهِ فِي ذَاكَ الْجَزَاءُ هَجَوْتَ مُحَمَّدًا بَرًّا حَنِيفًا رَسُولَ اللَّهِ شِيمَتُهُ الْوَفَاءُ فَإِنَّ أَبِي وَوَالِدَهُ وَعِرْضِي لِعِرْضِ مُحَمَّدٍ مِنْكُمْ وِقَاءُ ثَكِلْتُ بُنَيَّتِي إِنْ لَمْ تَرَوْهَا تُثِيرُ النَّقْعَ مِنْ كَنَفَيْ كَدَاءِ يُبَارِينَ الْأَعِنَّةَ مُصْعِدَاتٍ عَلَى أَكْتَافِهَا الْأَسَلُ الظِّمَاءُ تَظَلُّ جِيَادُنَا مُتَمَطِّرَاتٍ تُلَطِّمُهُنَّ بِالْخُمُرِ النِّسَاءُ فَإِنْ أَعْرَضْتُمُو عَنَّا اعْتَمَرْنَا وَكَانَ الْفَتْحُ وَانْكَشَفَ الْغِطَاءُ وَإِلَّا فَاصْبِرُوا لِضِرَابِ يَوْمٍ يُعِزُّ اللَّهُ فِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَقَالَ اللَّهُ قَدْ أَرْسَلْتُ عَبْدًا يَقُولُ الْحَقَّ لَيْسَ بِهِ خَفَاءُ وَقَالَ اللَّهُ قَدْ يَسَّرْتُ جُنْدًا هُمْ الْأَنْصَارُ عُرْضَتُهَا اللِّقَاءُ لَنَا فِي كُلِّ يَوْمٍ مِنْ مَعَدٍّ سِبَابٌ أَوْ قِتَالٌ أَوْ هِجَاءُ فَمَنْ يَهْجُو رَسُولَ اللَّهِ مِنْكُمْ وَيَمْدَحُهُ وَيَنْصُرُهُ سَوَاءُ وَجِبْرِيلٌ رَسُولُ اللَّهِ فِينَا وَرُوحُ الْقُدُسِ لَيْسَ لَهُ كِفَاءُ

Telah menceritakan kepada kami ['Abdul Malik bin Syu'aib bin Al Laits]; Telah menceritakan kepadaku [Bapakku] dari [Kakekku]; Telah menceritakan kepadaku [Khalid bin Yazid]; Telah menceritakan kepadaku [Sa'id bin Abu Hilal] dari ['Umarah bin Ghaziyyah] dari [Muhammad bin Ibrahim] dari [Abu Salamah bin 'Abdur Rahman] dari ['Aisyah] bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: "Cacilah kaum kafir Quraisyy dgn syair, Karena yg demikian itu lebih pedih daripada bidikan panah. Pada suatu ketika, Rasulullah pernah mengutus seseorang kepada lbnu Rawahah untuk menyampaikan pesan beliau yg berbunyi; Cacilah kaum kafir Quraisyy dgn syairmu! Kemudian lbnu Rawahah melancarkan serangan kepada mereka dgn syairnya, tetapi sepertinya Rasulullah belum merasa puas. Setelah itu, Rasulullah mengirim seorang utusan kepada Ka'ab bin Malik. Lalu juga mengutus seorang utusan kepada Hassan bin Tsabit. Ketika utusan tersebut datang kepadanya, Hassan berkata; Telah tiba saatnya engkau mengutus singa yg mengipas-ngipaskan ekornya, menjulurkan & menggerak-gerakkan Iidahnya. Demi Dzat yg telah mengutus engkau dgn membawa kebenaran, saya akan menyayat-nyayat hati kaum kafir Quraisyy dgn syair saya ini seperti sayatan kulit. Tetapi Rasulullah memperingatkannya terlebih dahulu: Hai Hassan, janganlah kamu tergesa-gesa, karena sesungguhnya Abu Bakar itu lebih tahu tentang nasab orang-orang Quraisyy. Sementara nasab Quraisyy itu sendiri ada pada diriku. Kemudian Hassan bin Tsabit pergi mengunjungi Abu Bakar Setelah itu, ia pun kembali menemui Rasulullah & berkata; Ya Rasulullah, nasab engkau telah saya ketahui silsilahnya. Demi Dzat yg telah mengutus engkau dgn kebenaran, saya pasti akan mampu mencabut engkau & kelompok mereka sebagaimana tercabutnya sebutir gandum dari adonannya. Aisyah berkata; Lalu saya mendengar Rasulullah bersabda:
Sesungguhnya Jibril Alahis Salam senantiasa akan mendukungmu hai Hassan selama kamu menghinakan orang-orang kafir dgn syairmu untuk membela Allah & Rasul-Nya. Aisyah berkata; Hassan bin Tsabit melontarkan syair-syair hinaan kepada kaum Quraisyy dgn dahsyatnya. Hassan bin Tsabit berkata; dalam syairnya; 'Kau hina Muhammad, maka aku balas hinaanmu itu, # & dgn itu maka aku raih pahala di sisi Allah. # Kau hina Muhammad, orang yg baik & tulus, # utusan Allah yg tak pernah ingkar janji. # Ayahku, nenekku, & kehormatanku akan, aku persembahkan demi kehormatan Muhammad & seranganmu. # Aku akan pacu kudaku yg tak terkejar olehmu menerjang musuh & terus mendaki. # Pasukan berkuda kami melesat ke atas bukit, dgn menyanding anak panah yg siap diluncurkan. # Kuda-kuda kami terus berlari, dgn panji-panji yg ditata oleh kaum wanita.# Tantanganmu pasti kami hadapi, sampai kemenangan berada di tangan kami. # Jika tidak, maka tunggulah saat pertempuran # yg Allah akan berikan # kejayaan kepada orang yg dikehendaki-Nya. # Allah berfirman: Telah Aku utus seorang hamba, # yg menyampaikan kebenaran tanpa tersembunyi. # Allah berfirman: Telah Aku siapkan bala bantuan, # yaitu pasukan Anshar yg merindukan musuh. # Setiap hari kami siap menghadapi cacian, # pertempuran, ataupun hinaan. # Hinaan, pujianmu & pertolonganmu kepada Rasulullah, semua itu bagi beliau tiada artinya. # Jibril yg diutus oleh Allah untuk membantu kami, dialah Ruhul Qudus yg tak tertandingi. [HR. Muslim No.4545].


 عَدِمْنا خيلنا إنْ لم تَرَوْها                                 تُثيرُ النَّقْعَ مَوعِدُها كَدَاءُ

Kuda kami tiada layak hidup jika belum kalian saksikan dalam serangan menerbangkan debu pada tempat yang tertuju Kada (dekat Makkah).

يبارين الأَسِنَّةَ مُصْعِداتٍ                              على أكتافها الأسل الظِّماء

Kuda-kuda itu balapan dengan lesatan mata tombak, menapaki bebukitan, di atas punggung mereka terdapat tombak yang haus.

 تَظَلُّ جِيادُنا مُتَمَطِّراتٍ،                                تُلَطِّمُهنَّ بالخُمرِ النساءُ

Kuda kuda kami dengan gesit tetap siaga menyerang musuh dengan kecepatan tinggi bagai air menghujani, yang melawan serangan hanyalah pakaian penutup aurat dari wanita wanita yang ketakutan terhadap musuh.

 فإمَّاتُعْرضُوا عنا اعْتَمَرنا              وكان الفتحُ وانكشَف الغِطاءُ

Jika kalian tidak menghalangi kami maka pasti kami telah menunaikan ibadah umroh, selanjutnya kota mekah dibebaskan dan tirai kekufuran disingkap dari sekian lama tertutupi cahaya kebenaran.

 وإلا فاصبِروا لجلادِ يومٍ                    ُيعِزُّ  الله   فيه  مَنْ    يشاء

Jika kalian tidak menyerah maka bersabarlah kalian menghadapi hari pertempuran yang sulit dimana Allah akan memberi keperkasaan kepada hamba-hambanya yang dikehendaki.

 وجبريلٌ أمينُ الله فينا                         وروحُ القُدْسِ ليس له كِفاءُ

Malaikat Jibril adalah pemegang perintah amanah Allah, sebagai ruh yang suci tiada yang mampu menandinginya dalam mengayomi dakwah Islamiyah membantu rasulullah SAW dan kaum muslimin.

   وقالَ اللهُ: قد أَرْسَلْتُ عَبْداً                    يقولُ الحَقَّ إنْ نَفَعَ البَلاءُ

Allah berfirman : Sungguh kuutus seorang hamba yang mengucap kebenaran dan itu ujian bagi keimanan manusia semoga, ujian itu diambil manfaat/ hikmahnya atau disabari.

شَهِدْتُ بهِ، فقُومُوا صَدِّقوهُ!                    فَقُلْتُمْ: لا نَقومُ ولا نَشاءُ

Aku telah bersaksi (bersyahadat), dan tunaikanlah juga kesaksian kalian dan terimalah oleh kalian kebenaran itu, namun kalian menjawab; kami tiada mau bersyahadat dan kami tiada berkehendak membenarkan rasul itu.

 هَجَوْتَ مُحَمَّداً، فأَجَبْتُ عنهُ                    وعندَ اللهِ في ذاكَ الجَزاءُ

Engkau (Abu Sufyan) menghujat nabi Muhammad saw, dan saya membantah semua hujatan padaNya, saya tidak diam dan selalu membelaNya karena saya berharap imbalan pahala dari Allah swt.

أ تَهْجوهُ، ولستَ لهُ بِكُفْءٍ                          فشَرُّكُما لِخَيْرِكُماالفِداءُ

Tidakkah kamu menghujatNya? dan engkau bukan orang sebanding denganNya, sedang engkaulah simbol keburukan dan Nabi saw simbol kebaikan.

هَجَوْتَ مُبارَكاً، بَرّاً، حَنيفاً                           أمينَ اللهِ، شِيمَتُهُ الوَفاءُ

Telah engkau hujat seorang yang penuh berkah, yang penuh kebajikan, yang pewaris keyakinan murni, Beliau sebagai pemegang amanah Allah, yang berciri pengayom dan ikhlash.

 فمَن يَهْجو رسولَ اللهِ منكُمْ                     وَيمْدَحُهُ ويَنْصُرُهُ سَواءُ

Maka siapapun yang menhujat rasulullah dari golongan kafir seperti kalian, maka hujatan atau pujian sekalipun atau pembelaan dari kaum kafir, tidak berdampak positif atau sama saja tiada nilai.(ejekan)

  فإنّ أبي ووالِدَهُ وعِرْضي                      لِعِرْضِ مُحُمَّدٍ مِنْكُمْ وِقاءُ

Pengorbananku : bahwa bapakku, kakekku, dan seluruh kehormatanku, adalah taruhan/ tameng bagi kehormatan nabi Muhammad saw dan sebagai perisai dari kejahatan kalian. (cinta rasul)

 لِساني صارِمٌ لا عيبَ فيهِ                 وبَحْري لاتُكَدِّرُهُ  الدّلاء

Lidahku pedang tajam tidak menyimpan cela kecuali pasti dibeberkan, sedangkan kemampuanku bersyair bagaikan lautan yang tak dikeruhkan oleh timba pengambil air.

  فَنَحْكُمُ بالقَوافي مَن هَجانا،                ونَضْرِبُ حينَ تَخْتَلِطُ الدِّماءُ

Kami menghakimi para penghujat dengan untaian syair-syair, dan kami menebas siapa saja yang berada dalam medan tempur dan bentrok darah melawan kami. (berbangga).

حَدَّثَنِي بِشْرُ بْنُ خَالِدٍ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدٌ يَعْنِي ابْنَ جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ أَبِي الضُّحَى عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى عَائِشَةَ وَعِنْدَهَا حَسَّانُ بْنُ ثَابِتٍ يُنْشِدُهَا شِعْرًا يُشَبِّبُ بِأَبْيَاتٍ لَهُ فَقَالَ حَصَانٌ رَزَانٌ مَا تُزَنُّ بِرِيبَةٍ وَتُصْبِحُ غَرْثَى مِنْ لُحُومِ الْغَوَافِلِ فَقَالَتْ لَهُ عَائِشَةُ لَكِنَّكَ لَسْتَ كَذَلِكَ قَالَ مَسْرُوقٌ فَقُلْتُ لَهَا لِمَ تَأْذَنِينَ لَهُ يَدْخُلُ عَلَيْكِ وَقَدْ قَالَ اللَّهُ { وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ } فَقَالَتْ فَأَيُّ عَذَابٍ أَشَدُّ مِنْ الْعَمَى إِنَّهُ كَانَ يُنَافِحُ أَوْ يُهَاجِي عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَنَاه ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ شُعْبَةَ فِي هَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ قَالَتْ كَانَ يَذُبُّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَذْكُرْ حَصَانٌ رَزَانٌ

Telah menceritakan kepadaku [Bisyr bin Khalid]; Telah mengabarkan kepada kami [Muhammad] yaitu Ibnu Ja'far dari [Syu'bah] dari [Sulaiman] dari [Abu Adh Dhuha] dari [Masruq] dia berkata; Saya pernah berkunjung ke rumah [Aisyah] yang pada saat itu ada Hassan bin Tsabit sedang melantunkan beberapa bait syairnya yang memuji Aisyah, dia berkata; Engkaulah wanita yang suci, hidup tenang tanpa adanya keraguan, Pagi-pagi engkau merasa lapar karena tidak pernah membicarakan keburukan orang lain.' Lalu Aisyah menjawab, Tapi, bukankah kamu tidak demikian hai Hassan?" Masruq berkata; "Saya bertanya kepada Aisyah, 'Wahai Ummul mukminin, mengapa engkau izinkan Hassan bin Tsabit masuk ke rumahmu? Bukankah Allah telah berfirman, (Dan orang yang berandil besar (dalam memfitnah Aisyah), maka ia akan memperoleh adzab yang besar. (Qs.An Nuur: 11) Mendengar pertanyaan seperti itu. Aisyah menjawab; "Azab apalagi yang lebih pedih daripada kebutaan? Bukankah Hassan bin Tsabit telah berjasa dalam membela Rasulullah dengan melontarkan syair-syair hinaan kepada orang-orang kafir?" Telah menceritakannya kepada kami [Ibnu Al Mutsanna]; Telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu 'Adi] dari [Syu'bah] melalui jalur ini dia berkata; [Aisyah] berkata; 'Dia telah membela Rasulullah ..-dan tak menyebutkan lafazh; 'Hasshan Razan.' [HR. Muslim No.4543].

Syair Sayidina Hasan Bin Tsabit Menangisi Wafatnya Rosululloh

قال حسان بن ثابت الأنصاری رضي الله عنه يبکي رسول الله صلی الله عليه وسلم

Qoshidah Sayyidina Hassan bin Tsabit Al- Anshoriy ra, Menangisi wafatnya Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi wasallam.

أطالت وقوفا تذرف العين جهدها علی طلل القبر الذی فيه أحمد

Athôlat wuqûfân tadzriful ‘aina juhdahâ, ‘alâ tholalil qobrilladzî fîhi Ahmadu

lama kutegak dengan airmata deras mengalir menghadap gundukan tanah yang padanya Ahmad (Muhammad saw)

لقد غيبوا حلما وعلما ورحمة عشية علوه الثری لا يوسد

Laqod ghoyyabû hulmân wa ‘ilmân wa rohmatan ‘asyiyyata ‘allauhutstsarô lâ yuwassadu

sungguh kami dan mereka telah kehilangan orang yang paling berkasih sayang dan lembut, samudera ilmu, dan kelembutan yang ramah, di petang ketika jasad beliau saw ditumpahkan tanah tanpa bantal…

وراحوا بحزن ليس فيهم نبيهم وقد وهنت منهم ظهور وأعضد

Wa rôhû bihuznin laisa fîhim nabiyyuhum wa qod wahanat minhum dhuhûrun wa a’dludu

dan satu persatu mereka pergi dengan penuh kesedihan kehilangan Nabi yang selalu bersama mereka, yang membuat lemas pundak dan lutut mereka

يبکون من تبکي السموات يومه ومن قد بکته الأرض فالناس أکمد

Yubakkûna man tabkîs-samâwâtu yaumahu wa man qod bakat-hul ardlu fannâsu akmadu

mereka terus menangis, yang jagad raya menangis dihari itu, dan makhluk mulia yang ditangisi bumi dan orang-orang dalam kebingungan

وهل عدلت یوما رزية هالك رزية يوم مات فيه محمد ؟

Wa hal ‘adalat yaumân roziyyatu hâlikin roziyyata yaumin mâta fîhi Muhammadu?

dan adakah hari musibah yang seimbang dengan hari musibah dan kesedihan hari wafat padanya Muhammad (saw) ?

فبکي رسول الله يا عين عبرة ولا أعرفنك الدهر دمعك يجمد

Fabakkî Rosûlallâhi yâ ‘ainu ‘abrotan wa lâ a’rifannakid-dahro dam’uka yujmadu

Maka tangisilah Rasulullah wahai mata sebagai tanda bukti , agar jangan sampai zaman/ masa tidak mengenalmu tentang tetesan airmatamu yang tetap membeku dengan hal ini .

ومالك لاتبکين ذا النعمة التي علی الناس منها سابغ يتغمد

Wa mâlaki lâ tabkîna dzân-ni’matillatî ‘alân-nâsi minhâ sâbighun yutaghommadu

dan apa yang menyebabkanmu tetap menahan tangis atas wafatnya sang pembawa kenikmatan pada seluruh manusia menyempurnakan kenikmatan yang padanya ummat ini menikmati limpahannya

فجودی عليه بالدموع وأعولی لفقد الذی لا مثله الدهر يوجد

Fajûdî ‘alaihi biddamû’i wa a’wilî lifaqdilladzî lâ mitsluhuddahro yûjadu

maka jangan kikir atas hal ini dengan airmata dan tersedu keras menangis, ketika kehilangan yang tiada akan dijumpai makhluk menyamainya sepanjang zaman.

وما فقد الماضون مثل محمد ولا مثله حتی القيامة يفقد

Wa mâ faqodal mâdlûna mitsla Muhammadin wa lâ mitsluhu hattâl-qiyâmati yufqodu

tiada kehilangan selamanya, seperti kehilangan Muhammad saw yang tiada menyamai kehilangannya (saw) hingga kiamat

مابال عينك لا تنام گأنما کحلت مآقيها بکحل الأرمد

Mâ bâlu ‘ainika lâ tanâmu ka-annamâ kuhilat mãqîhâ bikuhlil armadi

bagaimana pendapatmu jika matamu tidak bisa tertidur, karena terus dipenuhi airmata yang basah dan mengering…

جزعا علی المهدي أصبح ثاويا ياخير من وطئ الحصی لا تبعد

Jaza’ân ‘alâl mahdiyy ashbaha tsâwiyân yâ khoiro man wathi-alhashô lâ tab’adi

guncangan yang mengagetkan hati pada pusara wahai yang semulia mulia makhluk dalam pendaman tanah, (wahai nabi saw) janganlah menjauh…

وجهي يقيك الترب لهفي ليتني غيبت قبلك فی بقيع الغرقد

Wajhî yaqîkatturba lahfî laitanî ghuyyibtu qoblaka fî baqî’il ghorqodi

wajahku menatapmu wahai tanah , alangkah beruntungnya jika aku mati dan terpendam sebelummu (wahai Rasul saw) dan sudah terkubur di pekuburan Baqi’

بأبي وأمي من شحدت وفاته في يوم الإثنين النبي المهتدي

Bi Abî wa ummî man syahidtu wafâtahu fî yaumil itsnainin-nabiyyil muhtadî

demi ayahku dan ibuku , siapa yang menyaksikan seperti ku wafat beliau saw di hari senin nabi pembawa hidayah..

فظللت بعد وفاته متبلدا متلددا ياليتني لم اولد

Fadholiltu ba’da wafâtihi mutaballidân mutaladdidân yâ laitanî lam uuladi

maka kulewati kebingungan dalam kehidupan dalam kehidupanku setelah wafat beliau, kegundahan, wahai alangkah indahnya jika aku tidak pernah dilahirkan..

أاقيم بعدك بالمدينة بينهم ياليتنی صبحت سم الأسود

a Uqîmu ba’daka bil madînati bainahum yâ laitanî shubbihtu samm al aswadi

apakah aku mampu tinggal di Madinah setelahmu (saw) diantara mereka, alangkah indahnya jika (diperbolehkan) kuteguk racun yang paling mematikan

والله اسمع ما بقيت بهالك الا بکيت علی النبي محمد

WaAllâhi asma’u mâ baqîtu bihâlikin illâ bakaitu ‘alânnabiyy Muhammadi

demi Allah (jika kelak) aku mendengar musibah selainnya, kecuali tetap aku akan menangisi Nabi Muhammad saw …

ياويح أنصار النبي ورهطه بعد المغيب فی سواء الملحد

Yâ waiha anshôrin-nabiyy wa rohthihi ba’dal mughoyyabi fî sawâ-il malhadi

wahai kesusahanlah menimpa Anshar Nabi saw dan kelompoknya (Muhajirin) setelah diturunkan dan hilangnya tidak tampak lagi tubuhmu (wahai nabi saw) ditanah yang terhampar..

ضاقت بالأنصار البلاد فأصبحوا سودا وجوههم گلون الاثمد

Dlôqot bil anshôril bilâdu fa-ashbahû sûdân wujûhuhum kalaunil itsmidi

sempitlah bagi anshar tempat tinggalnya, mereka berubah wajahnya menjadi suram dan kelam bagai warna penghitam mata..

والله اکرمنابه وهدی به أنصاره فی کل ساعة مشهد

WaAllâhu akromanâbihi wahadâbihi anshôrohu fî kulli sâ’ati masyhadi

maka semoga Allah memuliakan kita dengan beliau saw dan melimpahkan hidayah, kepada semua pembela beliau di setiap waktu dan tempat

صلی الإله ومن يحف بعرشه والطيبون علی المبارك أحمد

Shollâl ilahu wa man yahuff bi’arsyihi wath-thoyyibûna ‘alâl mubâroki Ahmadi

sholawat Tuhanku dan yang mengelilingi Arsy Nya (Allah), dan limpahan sholawat dari hamba-hamba yang penuh kebaikan berlimpah pada Ahmad (Muhammad saw) yang dilimpahi keberkahan..

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda