Tragedi Flotilla benar-benar menggetarkan hati manusia di seluruh dunia yang masih memiliki nurani kemanusiaan. Sehingga kutukan terhadap kebiadaban Israel terus mengalir dari berbagai belahan dunia. Tragedi itu menunjukkan dengan kasat mata, betapa kejahatan Israel tidak memandang agama, ras, dan nilai-nilai kemanusiaan. Pokoknya siapa saja yang menentang kebijakan Israel memblokade Gaza akan mereka serang dengan cara apa pun. Kejahatan semacam ini belum seberapa dibandingkan dengan kejahatan nenek moyang mereka terhadap para Nabi. Berikut ini sejumlah kejahatan Yahudi yang direkam oleh Al-Qur’an dan Hadits.
Allah Ta'ala berfirman:
وَقَضَيْنَا إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الْأَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا
"Dan telah Kami tetapkan bagi Israil dalam al-Kitab itu: “Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar”. (QS. Al-Isra: 4)
Kejahatan Yahudi disebabkan sifat dengki mereka:
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ
“Sebagian besar Ahli Kitab (Yahudi) menginginkan sekali agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena kedengkian yang timbul dari diri mereka sendiri setelah nyata bagi mereka kebenaran......". (QS. Al-Baqarah: 109)
Allah Swt. memperingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin agar waspada terhadap tingkah laku orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab. Dia memberitahukan kepada mereka akan permusuhan orangorang Ahli Kitab itu terhadap diri mereka, baik secara lahir maupun batin. Juga diberitahukan oleh Allah bahwa di dalam hati mereka (Ahli Kitab) memendam bara kedengkian terhadap kaum mukmin, padahal mereka mengetahui keutamaan kaum mukmin atas diri mereka dan keutamaan Nabi kaum mukmin atas nabi-nabi mereka.
Allah Swt. memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman agar bersikap lapang dada dan pemaaf atau bersabar, hingga datang perintah Allah yang membawa pertolongan dan kemenangan. Allah memerintahkan mereka agar mendirikan salat, menunaikan zakat, serta menganjurkan dan mendorong mereka untuk mengerjakannya. Seperti yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ishaq, bahwa telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id ibnu Jubair atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Huyay ibnu Akhtab dan Abu Yasir ibnu Akhtab merupakan dua orang Yahudi yang paling dengki kepada orang-orang Arab, karena mereka telah diberi keistimewaan dengan Rasulullah Saw. yang berasal dari kalangan mereka. Keduanya selalu berupaya keras membalikkan orangorang dari Islam dengan semua kemampuan yang dimiliki keduanya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kalian. (Al-Baqarah: 109), hingga akhir ayat.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Az-Zuhri sehubungan dengan takwil firman-Nya,"Wadda kaiirum min ahlil kirabi." Yang dimaksud ialah Ka'b ibnul Asyraf.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubay, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Abdul. Rahman ibnu Abdullah ibnu Ka'b ibnu Malik, dari ayahnya, bahwa Ka'b ibnul Asyraf adalah seorang penyair Yahudi; dia se-ring menghina Nabi Saw. (melalui syair-syairnya). Maka sehubungan dengan dialah diturunkan firman-Nya:
Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kalian kepada kekafiran —sampai dengan firmanNya— Maka maajkanlah dan biarkanlah mereka. (Al-Baqarah: 109)
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa seorang rasul yang ummi mengabarkan kepada mereka (ahli kitab) kitab-kitab, rasul-rasul, dan mukjizat-mukjizat yang telah dilakukan oleh rasul-rasul mereka. Kemudian rasul yangummi itu membenarkan hal tersebut seperti mereka membenarkannya, tetapi mereka ingkar kepada rasul itu karena kufur, dengki, dan kesombongan mereka. Seperti yang dinyatakan oleh firman-Nya:
Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. (Al-Baqarah: 109)
Yakni sesudah kebenaran telah jelas dan terang bagi mereka hingga tiada sesuatu pun dari kebenaran itu yang tidak diketahuinya. Akan tetapi, kedengkian yang terpendam di dalam hati mereka mendorong mereka ingkar. Karena itu, Allah mencela dan mengecam serta menghina mereka dengan hinaan yang keras. Kemudian Allah Swt. mensyariatkan kepada Nabi-Nya —juga kepada kaum mukmin— semua hal yang diamalkan oleh mereka, yaitu membenarkan dan beriman serta mengakui kitab yang diturunkan kepada mereka (Al-Qur'an) dan kitab-kitab yang diturunkan sebelum mereka. Semuanya itu berkat kemurahan dari Allah, pahala-Nya yang berlimpah, serta pertolongan-Nya kepada mereka.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa min 'indi anfusihim artinya dari diri mereka sendiri.
Abul Aliyah mengatakan bahwa makna firman-Nya, "Sesudah nyata bagi mereka kebenaran," yakni sesudah nyata bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang mereka jumpai namanya di dalam kitab mereka, Taurat dan Injil. Lalu mereka ingkar kepadanya karena dengki dan iri hati karena Rasul tersebut bukan dari kalangan mereka. Hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Makar jahat mereka yang pertama terjadi pada zaman Nabi Ya’qub, moyang mereka. Mereka berkeinginan menyingkirkan saudaranya sendiri, Yusuf yang berakhlaq mulia sehingga mereka lebih dicintai bapaknya. (QS.Yusuf: 7-18). Kegemaran mereka membunuh para Nabi dan Rasul seperti membunuh Nabi Yahya secara kejam yaitu memenggal lehernya dan kepalanya diletakkan di nampan emas. Nabi Zakaria juga dibunuh secara keji, yaitu dengan digergaji tubuhnya. Kedua pembunuhan ini terjadi pada masa pemerintahan raja Herodes. Mereka juga gemar membunuh orang-orang sholeh lainnya.
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِآَيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَيَقْتُلُونَ الَّذِينَ يَأْمُرُونَ بِالْقِسْطِ مِنَ النَّاسِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar, dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka dengan siksa yang pedih". (QS. Ali Imran: 21)
Allah mencela kaum ahli kitab karena mereka telah melakukan dosa-dosa dan hal-hal yang diharamkan disebabkan mereka mendustakan ayat-ayat Allah di masa lampau dan juga di masa sekarang, yaitu ayat-ayat Allah yang disampaikan kepada mereka oleh rasul-rasul-Nya. Mereka melakukan demikian karena keangkuhan mereka terhadap para rasul, keingkaran mereka terhadap para rasul, serta meremehkan perkara yang hak dan menolak untuk mengikuti para rasul. Selain itu yang lebih parah lagi mereka berani membunuh sebagian dari para nabi ketika menyampaikan syariat dari Allah buat mereka, tanpa sebab dan kesalahan yang dibuat oleh para nabi terhadap mereka, hanya karena para nabi itu menyeru mereka kepada perkara yang hak.
وَيَقْتُلُونَ الَّذِينَ يَأْمُرُونَ بِالْقِسْطِ مِنَ النَّاسِ
dan mereka membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil. (Ali Imran: 21)
Perbuatan seperti itu merupakan perbuatan yang sangat takabur (sombong). Seperti yang diungkapkan oleh Nabi Saw. dalam sabdanya, yaitu:
«الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ»
Takabur (sombong) ialah menentang perkara hak dan meremehkan orang lain.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو الزُّبَيْر الْحَسَنُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ مُسْلِمٍ النَّيْسَابُورِيُّ، نَزِيلُ مَكَّةَ، حَدَّثَنِي أَبُو حَفْصٍ عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ -يَعْنِي ابْنَ ثَابِتِ بْنِ زُرَارَةَ الْأَنْصَارِيَّ-حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَمْزَةَ، حَدَّثَنِي أَبُو الْحَسَنِ مَوْلًى لِبَنِي أَسَدٍ، عَنْ مَكْحُولٍ، عَنْ قَبِيصَةَ بْنِ ذُؤَيْبٍ الْخُزَاعِيِّ، عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ بْنِ الْجَرَّاحِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ الله، أي النَّاسِ أَشَدُّ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ قَالَ: "رَجلٌ قَتَلَ نَبِيا أوْ مَنْ أَمَرَ بِالمْعْرُوفِ ونَهَى عَنِ المُنْكَر". ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَيَقْتُلُونَ الَّذِينَ يَأْمُرُونَ بِالْقِسْطِ مِنَ النَّاسِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ} [إِلَى قَوْلِهِ: {وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ] } الْآيَةَ. ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا أبَا عُبَيَدَةَ، قَتَلَتْ بَنُو إسْرَائِيلَ ثَلاثَةً وأَرْبَعين نَبيا، مِنْ أوَّلِ النّهَارِ فِي ساعةٍ وَاحِدَةٍ، فَقَامَ مِائَة وسَبْعُونَ رَجُلا مِنْ بَني إسْرائيلَ، فأمَرُوا مَنْ قَتَلَهُم بالْمَعْرُوفِ ونَهَوْهُمْ عَنِ المنكرِ، فَقُتِلُوا جَمِيعًا مِنْ آخِرِ النَّهارِ مِنْ ذَلكَ اليَوْمِ، فَهُم الذِينَ ذَكَرَ اللهُ، عَزَّ وَجَلَّ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abuz Zubair Al-Hasan ibnu Ali ibnu Muslim An-Naisaburi yang tinggal di Mekah, telah menceritakan kepadaku Abu Hafs Umar ibnu Hafs, yakni Ibnu Sabit dan Zurarah Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Hamzah, telah menceritakan kepada kami Abul Hasan maula Bani Asad, dari Makhul, dari Abu Qubaisah ibnu Zi-b Al-Khuza'i, dari Abu Ubaidali ibnul Jarrah r.a. yang menceritakan: Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orangnya yang paling keras mendapat azab di hari kiamat nanti?" Nabi Saw. menjawab, "Seorang lelaki yang membunuh seorang nabi atau orang yang memerintahkan kepada kebajikan dan melarang kemungkaran." Kemudian Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih. (Ali Imran: 21); Setelah itu Rasulullah Saw. bersabda:Hai Abu Ubaidah, orang-orang Bani Israil telah membunuh empat puluh tiga orang nabi dalam satu saat dari permulaan siang hari, maka bangkitlah seratus tujuh puluh orang lelaki dari kalangan Bani Israil, lalu mereka melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar terhadap orang-orang yang telah membunuh para nabi, maka kaum Bani Israil membunuh semua orang yang melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar itu di penghujung siang hari itu juga; mereka adalah orang-orang yang disebutkan oleh Allah Swt. (dalam ayat ini).
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Abu Ubaid Al-Wassabi yaitu Muhammad ibnu Hafs, dari Ibnu Humair, dari Abul Hasan maula Bani Asad, dari Makhul dengan lafaz yang sama.
Dari sahabat Ibnu Mas'ud, disebutkan bahwa orang-orang Bani Israil pernah membunuh tiga ratus orang nabi pada permulaan siang hari, lalu mereka mendirikan pasar sayur-mayur mereka pada penghujung siang harinya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Karena itulah ketika mereka (Bani Israil) menentang perkara yang hak dan bersikap angkuh terhadap manusia, maka Allah membalikkan mereka menjadi hina dan nista dalam kehidupan di dunia ini, dan kelak mereka akan mendapat siksa yang menghinakan di hari akhirat. Maka Allah Swt. berfirman:
فَبَشِّرْهُمْ بِعَذابٍ أَلِيمٍ
maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih. (Ali Imran: 21)
Yakni siksa yang pedih lagi menghinakan.
{أُولَئِكَ الَّذِينَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ}
Mereka itu adalah orang-orang yang lenyap (pahala) amal-amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka sekali-kali tidak memperoleh penolong. (Ali Imran: 22)
Yahudi telah membunuh para Nabi dan Rasul seperti membunuh Nabi Yahya secara kejam dengan memenggal lehernya dan kepalanya diletakkan di nampan emas. Nabi Zakaria juga dibunuh secara keji dengan digergaji tubuhnya.
Nabi Isa pun tidak luput dari rencana busuk mereka, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala menyelamatkannya.
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا (157)
“Dan karena ucapan mereka: Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih Isa ibnu Maryam Rasul Allah”. Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi yang mereka bunuh dan salib itu ialah orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka (Yudas Iskaryot). Sesungguhnya orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan Isa) benar-benar dalam keraguan tentang (yang dibunuh) itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak yakin bahwa yang mereka bunuh itu Isa”. (QS. An-Nisa’: 157).
Tersebutlah bahwa di antara kisah mengenai orang-orang Yahudi —semoga laknat Allah, murka, kemarahan, dan siksa-Nya selalu menimpa mereka— yaitu: Ketika Allah mengutus Isa anak Maryam a.s. dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan petunjuk, mereka dengki kepadanya karena ia telah dianugerahi Allah kenabian dan berbagai macam mukjizat yang cemerlang. Di antara mukjizatnya ialah dapat menyembuhkan orang yang buta, orang yang terkena penyakit supak, dan menghidupkan kembali orang yang telah mati dengan seizin Allah. Mukjizat lainnya ialah dia membuat patung dari tanah liat berbentuk seekor burung, lalu ia meniupnya, maka jadilah patung itu burung sungguhan dengan seizin Allah Swt., lalu dapat terbang dengan disaksikan oleh mata kepala orang-orang yang melihatnya. Banyak pula mukjizat lainnya sebagai kehormatan baginya dari Allah; hal tersebut dilakukan oleh Allah melalui kedua tangan Isa a.s.
Akan tetapi, sekalipun demikian mereka mendustakannya, menentangnya, serta berupaya untuk mengganggunya dengan segala kemampuan yang mereka miliki. Hingga hal tersebut membuat Nabi Allah Isa a.s. tidak dapat tinggal satu negeri bersama mereka, melainkan banyak mengembara, dan ibunya pun ikut mengembara bersamanya.
Mereka masih belum puas dengan hal tersebut. Akhirnya mereka datang kepada Raja Dimasyq (Damascus) di masa itu. Raja Dimasyq adalah seorang musyrik penyembah bintang, para pemeluk agamanya dikenal dengan sebutan pemeluk agama Yunani. Akhirnya mereka (orang-orang) Yahudi itu sampai kepada raja tersebut, lalu melaporkan laporan palsu kepadanya bahwa di Baitul Maqdis terdapat seorang lelaki yang menghasut khalayak ramai, menyesatkan mereka, dan menganjurkan mereka agar memberontak kepada raja.
Mendengar laporan tersebut si raja murka, lalu ia mengirimkan instruksi kepada gubernurnya yang ada di Baitul Maqdis, memerintahkannya agar menangkap lelaki yang dimaksud, lalu menyalibnya dan kepalanya diikat dengan duri agar tidak mengganggu orang-orang lagi.
Ketika surat raja itu sampai kepada si gubernur, ia segera melaksanakan perintah itu, lalu ia berangkat bersama segolongan orang-orang Yahudi menuju ke sebuah rumah yang di dalamnya terdapat Nabi Isa a.s. bersama sejumlah sahabatnya; jumlah mereka kurang lebih ada dua belas atau tiga belas orang. Menurut pendapat yang lain adalah tujuh belas orang.
Hal tersebut terjadi pada hari Jumat, sesudah waktu Asar, yaitu petang hari Sabtu. Mereka mengepung rumah tersebut. Ketika Nabi Isa merasakan bahwa mereka pasti dapat memasuki rumah itu atau ia terpaksa keluar rumah dan akhirnya bersua dengan mereka, maka ia berkata kepada sahabat-sahabatnya, "Siapakah di antara kalian yang mau diserupakan seperti diriku? Kelak dia akan menjadi temanku di surga."
Maka majulah seorang pemuda yang rela berperan sebagai Nabi Isa. Tetapi Nabi Isa memandang pemuda itu masih terlalu hijau untuk melakukannya. Maka ia mengulangi permintaannya sebanyak dua kali atau tiga kali.
Tetapi setiap kali ia mengulangi perkataannya, tiada seorang pun yang berani maju kecuali pemuda itu. Akhirnya Nabi Isa berkata, "Kalau memang demikian, jadilah kamu seperti diriku." Maka Allah menjadikannya mirip seperti Nabi Isa a.s. hingga seakan-akan dia memang Nabi Isa sendiri.
Lalu terbukalah salah satu bagian dari atap rumah itu, dan Nabi Isa tertimpa rasa kantuk yang sangat hingga tertidur, lalu ia diangkat ke langit dalam keadaan demikian. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ
(Ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menidurkanmu dan mengangkatmu kepada-Ku." (Ali Imran: 55), hingga akhir ayat.
Setelah Nabi Isa diangkat ke langit, para sahabatnya keluar. Ketika mereka (pasukan yang hendak menangkap Nabi Isa) melihat pemuda itu, mereka menyangkanya sebagai Nabi Isa, sedangkan hari telah malam,' lalu mereka menangkapnya dan langsung menyalibnya serta mengalungkan duri-duri pada kepalanya.
Orang-orang Yahudi menonjolkan dirinya bahwa merekalah yang telah berupaya menyalib Nabi Isa dan mereka merasa bangga dcngan hal tersebut, lalu beberapa golongan dari kalangan orang-orang Nasrani —karena kebodohan dan akalnya yang kurang— mempercayai saja hal tersebut. Kecuali mereka yang ada bersama Nabi Isa; mereka tidak mempercayainya karena menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa Nabi Isa a.s. diangkat ke langit. Selain dari mereka yang bersama Nabi Isa, semuanya mempunyai dugaan yang sama dengan orang-orang Yahudi, bahwa orang yang disalib itu adalah Al-Masih putra Maryam. Sehingga mereka menyebutkan suatu mitos yang mengatakan bahwa Siti Maryam duduk di bawah orang yang disalib itu dan menangisinya. Menurut kisah mereka, Al-Masih dapat berbicara dengannya.
Hal tersebut merupakan ujian Allah kepada hamba-hamba-Nya karena suatu hikmah yang hanya Dia sendirilah yang mengetahuinya. Allah telah menjelaskannya dan menerangkannya dengan gamblang di dalam Al-Qur'an yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya yang mulia, didukung dengan berbagai macam mukjizat dan keterangan-keterangan serta bukti-bukti yang jelas. Untuk itu Allah Swt. berfirman bahwa Dia Mahabenar dalam Firman-Nya, Dia Tuhan semesta alam yang mengetahui semua rahasia dan apa yang terkandung di dalam hati, Dia Maha Mengetahui semua rahasia di langit dan di bumi, Dia Maha Mengetahui apa yang telah lalu dan apa yang akan terjadi serta apa yang tidak terjadi berikut dengan akibatnya bilamana hal itu terjadi:
{وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ}
padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. (An-Nisa: 157)
Dengan kata lain, mereka hanya melihat yang diserupakan dengan Isa, lalu mereka menduganya sebagai Isa a.s. Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:
وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلا اتِّبَاعَ الظَّنِّ
Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka. (An-Nisa: 157)
Maksudnya, orang Yahudi yang menduga bahwa dia telah membunuhnya dan orang Nasrani yang percaya dengan hal itu dari kalangan mereka yang bodoh, semua berada dalam keraguan akan kejadian itu; mereka bingung dan panik serta sesat. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا}
mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. (An-Nisa: 157)
Dengan kata lain, mereka tidak yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa, melainkan mereka ragu dan menduga-duga saja.
{بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا}
tetapi (yang sebenarnya) Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Mahaperkasa. (An-Nisa: 158)
Yaitu Zat-Nya Mahaperkasa dengan keperkasaan yang tak terjangkau oleh siapa pun, dan orang yang dilindungi-Nya tiada yang dapat menyentuhnya.
{حَكِيمًا}
lagi Mahabijaksana. (An-Nisa: 158)
Allah Mahabijaksana dalam semua takdir-Nya dan semua perkara yang diputuskan-Nya. Semuanya adalah makhluk-Nya, dan hanya Dialah yang memiliki hikmah yang tak terbatas, hujah yang mematahkan, kekuasaan Yang Mahabesar, serta semua perencanaan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika Allah hendak mengangkat Isa ke langit, maka Isa keluar untuk menemui para sahabatnya dari kalangan Hawariyyin yang jumlahnya ada dua belas orang. Yang dimaksud ialah Isa keluar dari mata air yang ada dalam rumah tersebut, sedangkan kepalanya masih meneteskan air, lalu ia berkata, "Sesungguhnya di antara kalian ada orang yang kafir kepadaku sebanyak dua belas kali sesudah ia beriman kepadaku." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Isa berkata pula, "Siapakah di antara kalian yang mau dijadikan sebagai orang yang serupa denganku, lalu ia akan dibunuh sebagai gantiku, maka kelak dia akan bersamaku dalam satu tingkatan (di surga nanti)?" Maka berdirilah seorang pemuda yang paling muda usianya di antara yang ada, lalu Isa berkata kepadanya, "Duduklah kamu." Kemudian ia mengulangi lagi kata-katanya kepada mereka. Pemuda itu berdiri lagi mengajukan dirinya, maka Isa berkata, "Duduklah kamu." Lalu ia mengulangi lagi kata-katanya itu, maka pemuda itu juga yang berdiri seraya berkata, "Aku bersedia." Akhirnya Isa berkata, "Kalau memang demikian, kamulah orangnya.'' Maka Allah menjadikannya serupa dengan Nabi Isa, sedangkan Nabi Isa sendiri diangkat ke langit dari salah satu bagian atap rumah tersebut. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu orang-orang Yahudi yang memburunya datang dan langsung menangkap orang yang serupa dengan Isa itu, lalu mereka membunuh dan menyalibnya. Maka sebagian dari mereka kafir kepada Isa sebanyak dua belas kali sesudah ia beriman kepadanya, dan mereka berpecah-belah menjadi tiga golongan. Suatu golongan dari mereka mengatakan, "Dahulu Allah berada di antara kita, kemudian naik ke langit.”Mereka yang berkeyakinan demikian adalah sekteYa'qubiyah. Segolongan lainnya mengatakan, "Dahulu anak Allah ada bersama kami selama yang dikehendaki-Nya, kemudian Allah mengangkatnya kepada-Nya." Mereka yang berkeyakinan demikian dari sekte Nasturiyah. Segolongan lain mengatakan, "Dahulu hamba dan utusan Allah ada bersama kami selama masa yang dikehendaki oleh Allah, kemudian Allah mengangkat dia kepada-Nya." Mereka yang berkeyakinan demikian adalah orang-orang muslim. Kemudian dua golongan yang kafir itu memerangi golongan yang muslim dan membunuhnya, maka Islam dalam keadaan terpendam hingga Allah mengutus Nabi Muhammad Saw.
Sanad asar ini sahih sampai kepada Ibnu Abbas.
Imam Nasai meriwayatkannya melalui Abu Kuraib, dari Abu Mu'awiyah dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama disebutkan oleh ulama Salaf lainnya yang bukan hanya oleh seorang saja, bahwa Nabi Isa berkata kepada para sahabatnya,
أَيُّكُمْ يُلْقَى عَلَيْهِ شَبَهِي فيقتلَ مَكَانِي، وَهُوَ رَفِيقِي فِي الْجَنَّةِ؟
"Siapakah di antara kalian yang mau dijadikan orang yang serupa dengan diriku. lalu ia akan dibunuh sebagai ganti diriku? Maka kelak dia akan menjadi temanku di dalam surga."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Harun ibnu Antarah, dari Wahb ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa Isa datang ke sebuah rumah bersama tujuh belas orang dari kalangan kaum Hawariyyin, lalu mereka mengepungnya. Ketika mereka masuk ke dalam rumah itu, Allah membuat rupa mereka sama dengan Isa a.s. Lalu mereka yang hendak menangkap Isa berkata, "Kalian benar-benar telah menyihir kami. Kalian harus menyerahkan Isa yang sebenarnya kepada kami atau kami terpaksa membunuh kalian semua." Maka Isa berkata kepada para sahabatnya, "Siapakah di antara kalian yang mau menukar dirinya dengan surga pada hari ini?" Lalu ada seorang lelaki dari kalangan mereka menjawab, "Aku!" Lalu ia keluar kepada mereka dan berkata, "Akulah Isa." Sedangkan Allah telah menjadikan rupanya mirip seperti Nabi Isa. Lalu mereka langsung menangkap dan membunuh serta menyalibnya. Karena itulah maka terjadi kesyubhatan (keraguan) di kalangan mereka, dan mereka menduga bahwa mereka telah membunuh Isa. Orang-orang Nasrani mempunyai dugaan yang semisal, bahwa yang disalib itu adalah Isa. Pada hari itu juga Allah mengangkat Isa.
Akan tetapi, konteks kisah ini aneh sekali (garib jiddan).
Ibnu Jarir mengatakan, telah diriwayatkan dari Wahb hal yang semisal dengan pendapat di atas, yaitu kisah yang diceritakan kepadaku oleh Al-Musanna. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abdul Karim, telah menceritakan kepadaku Abdus Samad ibnu Ma'qal; ia pernah mendengar Wahb menceritakan hal berikut. Isa ibnu Maryam ketika diberi tahu oleh Allah akan diangkat dari dunia ini. maka gelisahlah hatinya karena akan menghadapi kematian dan berita itu terasa berat baginya. Maka ia mengundang semua Hawariyyin dan membuat makanan untuk mereka. Dia berkata, "Datanglah kepadaku malam ini, karena sesungguhnya aku mempunyai suatu keperluan kepada kalian." Setelah mereka berkumpul pada malam harinya, maka Nabi Isa menjamu makan malam dan melayani mereka sendirian. Sesudah selesai dari jamuan itu, Nabi Isa mencucikan tangan mereka dan membersihkannya serta mengusap tangan mereka dengan kain bajunya. Hal tersebut terasa amat berat bagi mereka dan mereka tidak menyukai pelayanan itu. Nabi Isa berkata, "Ingatlah, barang siapa yang malam ini menolak apa yang telah aku lakukan kepada kalian, dia bukan termasuk golonganku dan aku pun bukan termasuk golongannya." Akhirnya mereka menerimanya. Seusai melaksanakan semuanya, Nabi Isa berkata, "Adapun mengenai apa yang telah aku buat untuk kalian malam ini, yaitu pelayananku dalam menjamu kalian dan mencucikan tangan kalian dengan kedua tanganku ini, hendaklah hal tersebut dijadikan sebagai suri teladan bagi kalian dariku. Karena sesungguhnya kalian telah melihat bahwa diriku adalah orang yang paling baik di antara kalian, janganlah sebagian dari kalian merasa besar diri atas sebagian yang lain, dan hendaklah sebagian dari kalian mengabdikan dirinya untuk kepentingan sebagian yang lain, sebagaimana aku mengabdikan diriku untuk kalian. Adapun keperluanku malam ini ialah meminta tolong kepada kalian agar kalian mendoakan kepada Allah buat diriku dengan doa yang sungguh-sungguh memohon kepada Allah agar Dia menangguhkan ajalku." Ketika mereka membenahi dirinya untuk berdoa dan hendak melakukannya secara maksimal, tiba-tiba mereka ditimpa oleh rasa kantuk yang sangat hingga mereka tidak mampu berdoa. Lalu Nabi Isa a.s. membangunkan mereka seraya berkata, "Mahasuci Allah, mengapa kalian tidak dapat bertahan untukku malam ini saja untuk membantuku dalam berdoa?" Mereka menjawab, "Demi Allah, kami tidak mengetahui apa yang telah menimpa diri kami. Sesungguhnya kami banyak begadang dan malam ini kami tidak mampu lagi begadang. Tidak sekali-kali kami hendak berdoa, melainkan kami selalu dihalang-halangi oleh rasa kantuk itu yang menghambat kami untuk melakukan doa." Nabi Isa berkata, "Penggembala pergi dan ternak kambing pun bercerai-berai," lalu ia mengucapkan kalimat-kalimat yang semisal sebagai ungkapan belasungkawa terhadap dirinya. Kemudian Isa a.s. berkata, "Sesungguhnya kelak ada seseorang di antara kalian yang benar-benar kafir kepadaku sebelum ayam jago berkokok tiga kali, dan sesungguhnya akan ada seseorang di antara kalian yang rela menjual diriku dengan beberapa dirham, dan sesungguhnya dia benar-benar memakan hasil jualannya itu." Lalu mereka keluar dan berpencar, saat itu orang-orang Yahudi sedang mencari-carinya. Lalu mereka menangkap Syam'un (salah seorang Hawariyyin) dan mereka mengatakan, "Orang ini termasuk sahabatnya." Tetapi Syam'un mengingkari tuduhan itu dan mengatakan, "Aku bukanlah sahabatnya." Akhirnya mereka melepaskannya. Kemudian mereka menangkap yang lainnya, orang yang kedua itu pun mengingkarinya. Kemudian Nabi Isa mendengar kokok ayam jago, maka ia menangis dan bersedih hati. Pada pagi harinya salah seorang Hawariyyin datang kepada orang-orang Yahudi, lalu berkata, "Imbalan apakah yang akan kalian berikan kepadaku jika aku tunjukkan kalian kepada Al-Masih?" Mereka memberinya uang sebanyak tiga puluh dirham, lalu ia menerimanya dan menunjukkan mereka ke tempat Al-Masih berada. Sebelum itu telah diserupakan kepada mereka Nabi Isa yang palsu. Maka mereka menangkapnya dan mengikatnya dengan tali, lalu mereka giring seraya mengatakan kepadanya, "Katanya kamu dapat menghidupkan orang yang telah mati, dapat mengusir setan, dan menyembuhkan orang gila. Sekarang apakah kamu dapat menyelamatkan dirimu dari tambang ini?" Mereka meludahinya dan melemparinya dengan tangkai-tangkai berduri, hingga sampai di tempat kayu yang mereka maksudkan untuk menyalibnya. Allah telah mengangkat Nabi Isa yang asli dan mereka menyalib orang yang diserupakan dengannya. Tujuh hari setelah peristiwa itu ibu Nabi Isa dan seorang wanita yang telah diobati oleh Isa a.s. hingga wanita itu sembuh dari penyakit gilanya menangisi orang yang disalib itu. Lalu Isa a.s. datang kepada mereka berdua dan berkata, "Apakah yang membuat kamu berdua menangis?" Keduanya menjawab, "Kami menangisimu." Isa berkata, "Sesungguhnya Allah telah mengangkat diriku kepada-Nya, dan tiada yang aku peroleh kecuali kebaikan belaka, dan sesungguhnya orang yang disalib ini adalah orang yang diserupakan denganku di mata mereka. Maka perintahkanlah kepada kaum Hawariyyin agar mereka menjumpaiku di tempat anu dan anu." Kemudian di tempat yang dimaksud Nabi Isa dijumpai oleh sebelas orang, dan ia merasa kehilangan seseorang dari mereka, yaitu orang yang telah 'menjualnya' dan menunjukkan kepada orang-orang Yahudi tempat ia berada. Kemudian Isa menanyakan kepada sahabat-sahabatnya tentang orang tersebut. Maka seseorang dari mereka menjawab bahwa dia telah menyesali perbuatannya, lalu ia bunuh diri dengan cara gantung diri. Isa berkata, "Seandainya ia bertobat, niscaya Allah menerima tobatnya." Kemudian Isa menanyakan kepada mereka tentang seorang pelayan yang ikut bersama mereka. Mereka menjawab bahwa pelayan tersebut bernama Yahya. Maka Isa berkata, "Dia ikut bersama kalian, dan sekarang berangkatlah kalian, sesungguhnya setiap orang itu kelak akan berbicara dengan bahasa kaumnya, maka berilah mereka peringatan dan serulah mereka."
Konteks riwayat ini berpredikat garib jiddan (aneh sekali).
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Salamah, dari Ibnu Ishaq yang menceritakan bahwa nama raja Bani Israil yang mengirimkan sejumlah pasukan untuk membunuh Isa a.s. adalah Daud, seseorang dari kalangan Bani Israil pula. Setelah mereka sepakat untuk membunuh Isa a.s., menurut berita yang sampai kepadaku, tiada seorang hamba pun dari kalangan hamba-hamba Allah yang takut kepada mati seperti takut yang dialaminya, dan tiada orang yang lebih gelisah darinya dalam menghadapi hal itu, tiada seorang pun yang berdoa agar dijauhkan dari mati seperti doa yang dilakukannya. Sehingga menurut apa yang mereka duga, Isa a.s. berkata dalam doanya, "Ya Allah, jika Engkau menghindarkan kematian ini dari seseorang makhluk-Mu, maka hindarkanlah ia dariku." Disebutkan bahwa sesungguhnya kulit Nabi Isa (setelah mendengar berita itu) benar-benar mengucurkan darah. Lalu Isa dan semua sahabatnya memasuki tempat persembunyian yang telah mereka sepakati, dan di tempat itulah akhirnya terjadi peristiwa pembunuhan; jumlah mereka seluruhnya ada tiga belas orang, termasuk Nabi Isa a.s. sendiri. Setelah Nabi Isa merasa yakin bahwa semua sahabatnya telah masuk ke dalam tempat tersebut bersamanya, lalu Nabi Isa mengumpulkan semua sahabatnya yang terdiri atas kalangan Hawariyyin. Mereka ada dua belas orang, yaitu Firtaus, Ya'qobus, Weila dan Nakhas saudara Ya'qobus, Andreas, Philips, Ibnu Yalma, Mateus, Tomas, Ya'qub ibnu Halqiya, Nadawasis, Qatabiya, Yudas Rakriya Yuta.
Ibnu Humaid mengatakan bahwa Salamah mengatakan dari Ishaq, "Menurut kisah yang sampai kepadaku, ada seorang lelaki bernama Sarjis hingga jumlah mereka tiga belas orang selain Isa. Orang-orang Nasrani mengingkarinya karena Sarjislah yang diserupakan dengan Isa di mata orang-orang Yahudi."
Ibnu Ishaq mengatakan, "Aku tidak mengetahui apakah Sarjis termasuk mereka yang dua belas orang itu, ataukah dia termasuk salah seorang dari mereka yang tiga belas. Karena itulah mereka meragukannya di saat mereka mengiyakan kepada orang-orang Yahudi tentang tersalibnya Isa. Mereka (orang-orang Nasrani) tidak mempercayai berita mengenai hal tersebut yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw." Jika jumlah mereka seluruhnya ada tiga belas orang ketika memasuki rumah persembunyian itu, berarti semuanya ada empat belas orang bersama Isa a.s. Jika jumlah mereka (Hawariyyin) ada dua belas orang ketika memasuki rumah persembunyian itu, berarti seluruhnya ada tiga belas orang (bersama Isa as.).
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki yang dahulunya beragama Nasrani, kemudian masuk Islam; bahwa Isa ketika mendapat wahyu dari Allah Swt. yang mengatakan, "Sesungguhnya Aku akan mengangkatmu kepada-Ku." Maka Isa berkata, "Hai golongan Hawariyyin, siapakah di antara kalian yang rela menjadi temanku di surga? Syaratnya adalah dia mau menjadi orang yang diserupakan dengan diriku di mata kaum, lalu mereka membunuhnya sebagai ganti dariku." Maka Sarjis menjawab, "Aku bersedia, wahai Ruhullah." Isa a.s. berkata, "Duduklah kamu di tempatku!" Maka Sarjis duduk di tempatnya, sedangkan ia sendiri diangkat ke langit. Lalu mereka memasuki rumah itu dan langsung menangkapnya serta menyalibnya. Sarjislah orang yang disalib dan diserupakan dengan Isa di mata mereka. Jumlah mereka di saat memasuki rumah itu bersama Isa telah dimaklumi, karena mereka mengintipnya dan menghitung jumlahnya. Ketika mereka memasuki rumah itu untuk menangkap Isa, maka menurut penglihatan mereka, "mereka melihat adanya Isa dan para sahabatnya, tetapi mereka kehilangan seorang lelaki dari jumlah keseluruhannya. Hal itulah yang membuat mereka berselisih pendapat mengenainya. Sejak semula mereka tidak mengenal Isa, yaitu di saat mereka memberikan hadiah tiga puluh dirham kepada Yudas sebagai imbalan untuk menunjukkan dan mengenalkan Isa kepada mereka. Yudas berkata kepada mereka, "Jika kalian memasukinya, aku akan menciumnya, maka Isa adalah orang yang aku cium itu nantinya." Ketika mereka memasuki rumah tersebut, Isa telah diangkat ke langit; dan mereka melihat Sarjis yang diserupakan menjadi Isa a.s., sedang Yudas sendiri tidak meragukan bahwa Sarjis adalah Isa. Karena itu, ia langsung menciumnya, dan mereka menangkapnya, lalu menyalibnya. Setelah peristiwa itu Yudas menyesali perbuatannya, lalu ia menggantung dirinya dengan tali tambang hingga mati. Dia adalah orang yang terkutuk di kalangan orang-orang Nasrani, padahal sebelumnya dia termasuk salah seorang sahabat Isa. Sebagian orang Nasrani menduga bahwa orang yang diserupakan dengan Isa itu adalah Yudas sendiri, lalu disalib oleh orang-orang Yahudi. Di saat disalib itu ia mengatakan, "Sesungguhnya aku bukan orang yang kalian cari, akulah orang yang menunjuki kalian kepadanya."
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid, bahwa mereka menyalib seorang lelaki yang diserupakan dengan Isa, sedangkan Isa sendiri telah diangkat oleh Allah Swt. ke langit dalam keadaan hidup.
Tetapi Ibnu Jarir sendiri memilih pendapat yang mengatakan bahwa yang diserupakan dengan Isa adalah semua sahabatnya yang ada bersamanya.
Zu Nuwas adalah seorang raja Yahudi Najran di Yaman yang sangat fanatik, tidak ingin ada agama lain di daerah kekuasaannya. Alkisah ada sekelompok pengikut Nabi Isa yang setia (Nasrani), ketahuan oleh mata-mata kerajaan. Lalu mereka dipaksa murtad dan masuk Yahudi, siapa tidak mau akan dibakar hidup-hidup. Raja Zu Nuwas memerintahkan pasukannya untuk menggali parit dan menyiapkan kayu bakar, yang akan digunakan untuk membakar umat Nasrani yang tidak mau murtad. Kejadian ini dikisahkan di dalam Al-Qur’an:
قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُودِ (4) النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ (5) إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ (6) وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ (7) وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ (8)
"Binasalah orang-orang yang membuat parit, yang berapi dinyalakan dengan kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu, melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj: 4-8)
Yakni terkutuklah para pembuat parit itu. Ukhdudbentuk jamaknya adalah akhadid. yang artinya galian. Hal ini menceritakan perihal suatu kaum yang kafir. Mereka dengan sengaja menangkap orang-orang mukmin yang ada di kalangan mereka; orang-orang mukmin itu lalu mereka paksa untuk murtad dari agamanya, tetapi orang-orang mukmin menolaknya. Untuk itu kaum kafir tersebut membuat suatu galian buat orang-orang mukmin yang mereka tangkap itu, kemudian mereka nyalakan di dalamnya api yang besar, dan mereka menyediakan kayu bakar yang cukup untuk membuat api itu tetap bergejolak. Setelah itu mereka membawa orang-orang mukmin yang mereka tangkap itu ke dekat galian, lalu ditawarkan kepada mereka untuk murtad, tetapi ternyata orang-orang mukmin itu menolak dan tidak mau menerimanya. Akhirnya orang-orang mukmin itu dilemparkan ke dalam parit yang ada apinya itu. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
{قُتِلَ أَصْحَابُ الأخْدُودِ النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ}
Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedangkan mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. (Al-Buruj:4-7)
Yaitu mereka menyaksikan apa yang dilakukan terhadap orang-orang mukmin itu.
Allah Swt. berfirman:
{وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ}
Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. (Al-Buruj: 8)
Orang-orang mukmin itu tidak mempunyai salah terhadap mereka kecuali hanya karena iman mereka kepada Allah Yang Mahaperkasa yang tidak akan tersia-sia orang yang berlindung di bawah naungan-Nya yang sangat kokoh, lagi Dia Maha Terpuji dalam semua perbuatan dan ucapan-Nya. dan dalam syariat dan takdir-Nya. Sekalipun Dia telah menakdirkan atas hamba-hamba-Nya yang beriman itu berada di tangan kekuasaan orang-orang kafir yang memberlakukan terhadap mereka seperti apa yang disebutkan di atas, maka Dia tetap Mahaperkasa lagi Maha Terpuji, walaupun penyebab hal itu tidak diketahui oleh kebanyakan orang.
Singkat cerita, kejahatan Yahudi pada masa RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam-pun tak kurang kejinya. Yahudi Bani Qainuqa' adalah Yahudi pertama yang mengingkari janjinya dengan Rasulullah, pemicunya adalah diganggunya seorang muslimah yang datang ke pasar mereka. Ia duduk di depan salah seorang pengrajin perhiasaan, mereka merayunya agar membuka cadar yang dipakainya namun ia menolak. Lalu si pengrajin menarik ujung baju si wanita dan mengikatkannya ke punggung wanita tadi, ketika berdiri terbukalah auratnya, lalu mereka menertawakannya. Sang wanita pun berteriak minta tolong. Seorang lelaki muslim mendengar lalu menerjang si pengrajin dan membunuhnya. Melihat kejadian itu orang-orang Yahudi mengerumuninya, dan beramai-ramai membunuh lelaki muslim tersebut. Mendengar berita kematian lelaki itu, maka keluarganya menuntut pertanggungjawaban orang-orang Yahudi. Maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam datang bersama para sahabat mengepung mereka selama 15 malam. Atas perintah beliau mereka diberi hukuman untuk meninggalkan Madinah.
Yahudi Bani Nadhir melakukan pengkhianatan yang kedua. Suatu saat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pergi ke perkampungan Yahudi bani Nadhir untuk meminta diyat (denda) dua orang muslim yang terbunuh dari Bani Amir, yang melakukan pembunuhan adalah Amr bin Umayyah Ad-Dhimari, seorang Yahudi. Permintaan itu diajukan karena sudah adanya ikatan perjanjian persahabatan antara Rasulullah dengan mereka. Ketika beliau datang mengutarakan maksud kedatangannya, mereka berkata: “Baik wahai Abu Qasim! kami akan membantumu dengan apa yang engkau inginkan.”
Pada saat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam duduk bersandar di dinding rumah mereka, kemudian mereka saling berbisik, kata mereka: “Kalian tidak pernah mendapati lelaki itu dalam keadaan seperti sekarang ini, ini kesempatan buat kita. Karena itu hendaklah salah seorang dari kita naik ke atas rumah dan menjatuhkan batu karang ke arahnya”, dan untuk tugas ini diserahkan kepada Amr bin Jahsy bin Ka’ab. Lantas ia naik ke atas rumah guna melaksanakan rencana pembunuhan ini, tetapi Allah melindungi Rasul-Nya dari makar orang-orang Yahudi tersebut dengan mengirimkan berita lewat Malaikat Jibril tentang rencana jahat itu. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bergegas pulang ke Madinah, dan memberitahukan kepada para sahabatnya tentang usaha makar tersebut. Beliau memerintahkan para sahabatnya untuk bersiap-siap pergi memerangi mereka. Ketika orang Yahudi Bani Nadhir mengetahui kedatangan pasukan Rasulullah, mereka cepat pergi berlindung di balik benteng. Pasukan Islam mengepung perkampungan mereka selama 6 malam, beliau memerintahkan untuk menebang pohon kurma mereka dan membakarnya. Kemudian Allah memasukkan rasa gentar dan takut di hati mereka, sehingga mereka memohon izin kepada Rasulullah untuk keluar dari Madinah dan mengampuni nyawa mereka. Mereka juga meminta izin untuk membawa harta seberat yang mampu dipikul unta-unta mereka kecuali persenjataan, dan Rasulullah pun mengizinkannya.
Peristiwa ini direkam oleh Al-Qur’an:
هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ دِيَارِهِمْ لِأَوَّلِ الْحَشْرِ مَا ظَنَنْتُمْ أَنْ يَخْرُجُوا وَظَنُّوا أَنَّهُمْ مَانِعَتُهُمْ حُصُونُهُمْ مِنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ
"Dialah yag mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran kali yang pertama. Kamu tiada menyangka bahwa mereka akan keluar dan mereka pun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari siksaan Allah, maka Allah mendatangkan kepada mereka hukuman dari arah yang mereka tidak sangka. Dan Allah menancapkan ketakutan di dalam hati mereka, dan memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang beriman. Maka ambillah kejadian itu untuk menjadi pelajaran wahai orang yang mempunyai pandangan". (QS. al-Hasyr: 2)
Yahudi Bani Quraizhah melakukan pengkhianatan yang ketiga. Mereka membentuk pasukan Koalisi (al-Ahzab), antara pasukan musyrik dan pasukan Yahudi. Suku Quraisy dipimpin Abu Sufyan ibnu Harb, suku Gathafan di bawah pimpinan Uyainah ibnu Hushn, suku bani Murrah di bawah pimpinan Harits ibnu Auf dan suku-suku yang lain, sementara pasukan Yahudi bani Quraizhah akan menusuk dari belakang. Peperangan Al-Ahzab itu betul-betul menyesakkan dada kaum muslimin yang terkepung, apalagi tingkah golongan munafik yang membuat goyah pasukan Islam. Berkat kesabaran kaum muslimin, maka AllahSubhanahu wa Ta'ala mengirim pasukan Malaikat dengan mendatangkan serangan berupa angin topan dan guntur yang memporak-porandakan pasukan koalisi. Mereka kocar-kacir, dan pulang ke tempat masing-masing dengan membawa kekalahan. Tinggallah Yahudi Bani Quraizhah, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengumumkan kepada pasukan Islam: “Bagi mereka yang mau mendengar dan taat agar jangan shalat ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah.”
Kaum muslimin langsung bergerak menuju perkampungan Yahudi Bani Quraizah, dan mengepung mereka selama 25 malam. Orang-orang Yahudi tersebut benar-benar dicekam rasa ketakutan, lalu memohon kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam agar memberikan izin kepada mereka untuk keluar, sebagaimana yang beliau lakukan kepada Yahudi Bani Nadhir. Beliau menolak permohonan mereka, kecuali mereka keluar dan taat pada keputusan beliau. Kemudian Rasululah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyerahkan keputusan atas mereka kepada Sa’ad ibnu Mu’adz pemimpin suku Aus. Keputusan telah ditetapkan yaitu: laki-laki dewasa dieksekusi, harta dirampas, anak-anak dan wanita menjadi tawanan. Hukuman terhadap pengkhianatan Bani Quraizhah lebih berat dari pada Bani Qainuqa' dan Bani Nadzir, karena dampak dari pengkhianatan mereka hampir saja merontokkan moral kaum muslimin dan membahayakan nyawa mereka semua.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَاءَتْكُمْ جُنُودٌ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيحًا وَجُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَكَانَ اللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرًا إِذْ جَاءُوكُمْ مِنْ فَوْقِكُمْ وَمِنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَإِذْ زَاغَتِ الْأَبْصَارُ وَبَلَغَتِ الْقُلُوبُ الْحَنَاجِرَ وَتَظُنُّونَ بِاللَّهِ الظُّنُونَا هُنَالِكَ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُونَ وَزُلْزِلُوا زِلْزَالًا شَدِيدًا
"Hai orang-orang yang beriman ingatlah akan nikmat Allah kepadamu, ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan. Yaitu ketika datang (musuh) dari atas dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatanmu dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan, dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka disitulah diuji orang-orang mukmin, dan digoncangkan hatinya dengan goncangan yang sangat". (QS. al-Ahzab: 9-11)
Mujahid mengatakan bahwa angin topan tersebut adalah angin saba (angin yang sangat dingin lagi keras tiupannya). Pengertian ini diperkuat oleh hadis Nabi Saw. yang mengatakan:
"نُصِرْتُ بِالصَّبَا، وَأُهْلِكَتْ عَادٌ بِالدَّبُورِ"
Aku diberi pertolongan melalui angin saba, dan kaum 'Ad dibinasakan melalui angin dabur(puyuh).
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Mus'anna, telah menceritakan kepada kami Abdul A' la, telah menceritakan kepada kami Daud, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa angin selatan berkata kepada angin utara di malam pasukan bersekutu menyerang Rasulullah Saw., "Marilah kita pergi untuk menolong Rasulullah Saw." Maka angin utara yang berhawa panas menjawab, "Sesungguhnya hawa panas tidak dapat mengalir di malam hari." Ikrimah melanjutkan kisahnya bahwa pada akhirnya angin selatan atau angin saba-lah yang dikirimkan kepada mereka.
Imam Abu Hatim telah meriwayatkan hal yang semisal melalui Abu Sa'id Al-Asyaj, dari Hafs ibnu Gayyas, dari Daud, dari Ikrimah , dari Ibnu Abbas r.a.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ubaidillah ibnu Umar, dari Nafi', dari Abdullah ibnu Umar r.a. yang menceritakan bahwa Usman ibnu Mazun r.a. paman dari pihak ibunya pernah menyuruhnya pergi ke Madinah di malam Perang Khandaq saat cuaca malam sangat dingin dan anginnya yang sangat kencang, seraya berpesan, "Datangkanlah makanan dan kain selimut buat kami (yang ada di perbatasan parit)." Perawi (Abdullah ibnu Umar) melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia meminta izin untuk menemui Rasulullah Saw., dan ia diberi izin untuk menemuinya. Rasulullah Saw. bersabda, "Siapa pun yang kamu jumpai dari kalangan sahabatku, perintahkanlah kepada mereka untuk kembali ke Madinah." Maka aku (Abdullah ibnu Umar) pergi, sedangkan angin saat itu menyapu segala sesuatu; dan tiada seorang pun yang aku jumpai, melainkan aku perintahkan agar dia kembali kepada Nabi Saw. Maka tiada seorang pun dari mereka yang disampaikan kepadanya perintah itu, melainkan ia langsung kembali tanpa menolehkan wajahnya. Saat itu aku membawa sebuah tameng milikku, dan angin kencang menerpainya sehingga membuatnya memukuli diriku. Sedangkan pada tameng itu terdapat bagian dari besinya; ketika angin menerpanya dengan kuat, besi itu mengenai telapak tanganku dan tameng itu jatuh dari tanganku ke tempat yang cukup jauh.
Firman Allah Swt.:
{وَجُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا}
dan tentara yang kamu tidak dapat melihatnya.(Al-Ahzab: 9)
Mereka adalah para malaikat yang turun mengguncangkan hati mereka dan melemparkan ke dalam hati mereka rasa takut dan ngeri, sehingga tiap-tiap pemimpin kabilah dari pasukan bersekutu berkata, "Hai Bani Fulan, berkumpullah dekatku," lalu mereka berkumpul dan ia mengatakan, "Tolong, tolong," karena Allah Swt. telah melemparkan rasa takut ke dalam hati mereka.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Ziad, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi yang menceritakan bahwa seorang pemuda dari Kufah pernah bertanya kepada Huzaifah ibnul Yaman r.a., "Hai Abu Abdullah, engkau telah melihat dan menemui Rasulullah." Huzaifah menjawab, "Ya benar, hai anak saudaraku."
Pemuda itu bertanya, "Lalu apakah yang kamu lakukan?" Huzaifah menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya kami benar-benar telah mengerahkan segala kemampuan kami." Pemuda itu berkata, "Demi Allah, seandainya kami masih sempat menjumpai beliau, tentulah kami tidak akan membiarkan beliau berjalan di atas tanah, dan tentulah kami memanggulnya di atas pundak kami."
Huzaifah ibnul Yaman r.a. berkata, "Hai anak saudaraku, demi Allah, seandainya engkau menyaksikan keadaan kami bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Khandaq (niscaya engkau akan menyaksikan betapa pengorbanan kami), yaitu pada saat Rasulullah Saw. mengerjakan salat di sebagian malam itu, kemudian beliau berpaling dan bersabda:
"مَنْ رَجُلٌ يَقُومُ فَيَنْظُرُ لَنَا مَا فَعَلَ الْقَوْمُ؟ -يَشْرُطُ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ يَرْجِعُ -أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ".
'Siapakah lelaki yang mau pergi untuk melihat apa yang dilakukan oleh musuh, sebagai mata-mata kami —dan Nabi Saw. mensyaratkan hendaknya orang tersebut dapat kembali dengan selamat— maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga'.”
Huzaifah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa tiada seorang lelaki pun yang berdiri, kemudian Rasulullah Saw. salat lagi di sebagian malam itu. Setelah selesai, beliau berpaling ke arah kami dan mengucapkan sabda yang semisal, dan ternyata tiada seorang lelaki pun yang menyambut seruannya. Kemudian Rasulullah Saw. salat lagi di sebagian malam itu, dan setelah salat beliau berpaling ke arah kami seraya bersabda:
"مَنْ رَجُلٌ يَقُومُ فَيَنْظُرُ لَنَا مَا فَعَلَ الْقَوْمُ ثُمَّ يَرْجِعُ -يَشْتَرِطُ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجْعَةَ -أَسْأَلُ اللَّهَ أَنْ يَكُونَ رَفِيقِي فِي الْجَنَّةِ"
Siapakah lelaki yang sanggup pergi untuk kepentingan kita guna melihat apa yang dilakukan oleh musuh kita, lalu ia kembali lagi —Rasulullah Saw. mensyaratkan hendaknya orang tersebut kembali dengan selamat kepadanya— maka aku akan memohonkan kepada Allah semoga dia menjadi temanku di dalam surga?
Ternyata tiada seorang lelaki pun yang berdiri menyambut imbauannya, karena kami semua dicekam oleh rasa takut yang sangat, perut kami sangat lapar, dan cuaca sangat dingin.
Setelah Rasulullah Saw. melihat bahwa tiada seorang pun yang menyambut seruannya, maka beliau Saw. memanggilku, sehingga tiada jalan lain bagiku kecuali bangkit menuju kepadanya saat ia memanggilku. Beliau Saw. bersabda:
"يَا حُذَيْفَةُ، اذْهَبْ فَادْخُلْ فِي الْقَوْمِ فَانْظُرْ مَا يَفْعَلُونَ، وَلَا تُحْدثَنّ شَيْئًا حَتَّى تَأْتِيَنَا"
Hai Huzaifah, pergilah dan masuklah ke dalam markas musuh, lalu lihatlah apa yang dilakukan oleh mereka, tetapi jangan sekali-kali engkau melakukan suatu tindakan apa pun hingga engkau kembali kepada kami.
Huzaifah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia pergi dan memasuki markas musuh, sedangkan angin dan tentara Allah Swt. sedang mengerjai mereka dengan sebenarnya, sehingga membuat mereka tidak mempunyai suatu tempat berteduh pun dan tiada api serta tiada perlindungan apa pun. Lalu Abu Sufyan bangkit dan berkata, "Hai golongan kaum Quraisy, hendaklah tiap orang memeriksa teman sekedudukannya" (karena malam gelap sekali).
Huzaifah melanjutkan kisahnya, bahwa ia memegang tangan seseorang yang ada di sisinya, lalu bertanya, "Siapakah engkau?" Orang yang dipegangnya menjawab, "Aku adalah si Fulan bin Fulan." Selanjutnya Abu Sufyan berkata lagi, "Hai golongan orang-orang Quraisy, demi Allah, sesungguhnya kalian sekarang tidak mempunyai lagi tempat untuk berlindung. Sesungguhnya semua kaki dan sepatu telah rusak, dan Bani Quraisah telah berkhianat terhadap kita, kami mendapat berita yang tidak kita sukai tentang mereka. Dan kita ditimpa oleh petaka angin ini seperti yang kalian alami sendiri. Demi Allah, tiada suatu panci pun bagi kita yang tersisa, dan tiada api pun yang dapat dinyalakan, serta tiada bangunan apa pun bagi kita yang masih bertahan. Karena itu, berangkatlah kalian, karena sesungguhnya aku sendiri akan pulang."
Lalu Abu Sufyan bangkit menuju tempat penambatan unta kendaraannya yang terikat. Abu Sufyan menaiki unta kendaraannya dan memukulnya, lalu unta itu bangkit menjebol pasak tambatannya dan langsung berlari. Seandainya saja aku belum berjanji kepada Rasulullah Saw. yang memerintahkan diriku agar jangan melakukan suatu tindakan apa pun sebelum kembali kepada beliau, tentu aku dapat membunuh Abu Sufyan dengan anak panahku seandainya aku mau.
Huzaifah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia kembali kepada Rasulullah Saw. yang saat itu sedang dalam keadaan berdiri mengerjakan salat beralaskan kain sari salah seorang istri beliau. Ketika Rasulullah Saw. melihatku, maka beliau langsung memasukkan diriku di antara kedua kakinya dan melemparkan ujung kain sari itu menutupi diriku. Lalu beliau sujud, sedangkan saya tertutupi oleh kain itu. Setelah beliau salam dan menyelesaikan salatnya, maka kuceritakan kepadanya apa yang telah kulihat.
Kabilah Gatafan mendengar apa yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy, maka mereka pun bersiap-siap untuk pulang ke kampung halaman mereka.
وَقَدْ رَوَاهُ مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ مِنْ حَدِيثِ الْأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيِّ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: كُنَّا عِنْدَ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: لَوْ أدركتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قاتلتُ مَعَهُ وأبليتُ. فَقَالَ لَهُ حُذَيْفَةُ: أَنْتَ كنتَ تَفْعَلُ ذَلِكَ؟ لَقَدْ رَأيتُنا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةَ الْأَحْزَابِ فِي لَيْلَةٍ ذَاتِ رِيحٍ شَدِيدَةٍ وقُرّ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَا رَجُلٌ يَأْتِي بِخَبَرِ الْقَوْمِ، يَكُونُ مَعِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ ". فَلَمْ يُجِبْهُ مِنَّا أَحَدٌ، ثُمَّ الثَّانِيَةُ، ثُمَّ الثَّالِثَةُ مِثْلُهُ. ثُمَّ قَالَ: "يَا حُذَيْفَةُ، قُمْ فَأْتِنَا بِخَبَرٍ مِنَ الْقَوْمِ". فَلَمْ أَجِدْ بدَّا إِذْ دَعَانِي بِاسْمِي أَنْ أَقُومَ، فَقَالَ: "ائْتِنِي بِخَبَرِ الْقَوْمِ، وَلَا تَذْعَرْهم عَلَيّ". قَالَ: فَمَضَيْتُ كَأَنَّمَا أَمْشِي فِي حَمام حَتَّى أَتَيْتُهُمْ، فَإِذَا أَبُو سُفْيَانَ يَصْلَى ظَهْرَهُ بِالنَّارِ، فَوَضَعْتُ سَهْمًا فِي كَبِد قَوْسِي، وَأَرَدْتُ أَنْ أرميَه، ثُمَّ ذكرتُ قولَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَذْعَرْهم عَلَيَّ"، وَلَوْ رَمَيْته لَأَصَبْتُهُ. قَالَ: فَرَجَعْتُ كَأَنَّمَا أَمْشِي فِي حَمّام، فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ أَصَابَنِي الْبَرْدُ حِينَ فَرَغتُ وقُررْتُ فأخبرتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَلْبَسَنِي مِنْ فَضْلٍ عَبَاءَة كَانَتْ عَلَيْهِ يُصَلِّي فِيهَا، فَلَمْ أَزَلْ نَائِمًا حَتَّى الصُّبْحَ، فَلَمَّا أَنْ أَصْبَحَتُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قُمْ يَا نَوْمَانُ
Imam Muslim meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya melalui hadis Al-A'masy, dari Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ketika kami berada di rumah Huzaifah ibnul Yaman r.a. ada seorang lelaki berkata, "Seandainya aku menjumpai masa Rasulullah Saw., tentu aku akan berperang bersamanya dan aku akan beroleh kemenangan." Huzaifah berkata kepada lelaki itu, bahwa apakah engkau akan melakukan hal tersebut? Sesungguhnya kami bersama Rasulullah Saw. di malam Perang Ahzab yang cuacanya saat itu dingin dan angin yang sangat keras. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Adakah seorang lelaki yang mau mendatangkan berita musuh, kelak ia akan bersamaku di hari kiamat? Tiada seorang pun dari kami yang menjawab, lalu beliau Saw. mengulangi lagi sabdanya untuk kedua kalinya, dan sampai yang ketiga kalinya, kemudian beliau bersabda: Hai Huzaifah, berangkatlah kamu dan datangkanlah kepada kami berita tentang musuh kita. Maka tiada jalan lain bagiku, melainkan harus berangkat karena beliau Saw. menyebut namaku. Aku bangkit menuju ke arah beliau dan beliau berpesan:Datangkanlah kepadaku berita tentang musuh, dan janganlah kamu membuat mereka terkejut dengan kehadiranku. Maka aku berangkat dengan jalan kaki seakan-akan aku sedang berjalan di pemandian air panas, hingga sampailah aku ke tempat mereka, dan ternyata kujumpai Abu Sufyan sedang mendiangkan punggungnya ke api. Lalu aku letakkan anak panah pada busurku dengan maksud akan menembaknya, tetapi aku teringat pesan Rasulullah Saw. yang mengatakan, "Janganlah engkau kejutkan mereka karena aku," seandainya kulempar dia dengan anak panahku, pasti mengenainya. Setelah itu aku kembali seakan-akan aku sedang berjalan di pemandian air panas, dan aku langsung menghadap kepada Rasulullah Saw. Setelah sampai di tempat Rasulullah Saw., tubuhku kedinginan. Maka kuceritakan kepada Rasulullah Saw. segala sesuatunya dan beliau menyelimuti diriku dengan kain 'abayah yang biasa beliau pakai untuk hamparan salat. Aku langsung istirahat tidur hingga pagi hari. Ketika hari sudah pagi, Rasulullah Saw. bersabda, "Bangunlah, hai orang yang banyak tidur!"
Yunus ibnu Bukair meriwayatkannya melalui Hisyam Ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam yang menceritakan bahwa seorang lelaki berkata kepada Huzaifah r.a., "Kami mengadu kepada Allah Swt. tentang kalian yang sempat menjadi sahabat Rasulullah Saw. Sesungguhnya kalian menjumpainya, sedangkan kami tidak menjumpainya. Dan kalian melihatnya, sedangkan kami tidak melihatnya." Huzaifah r.a. menjawab, bahwa kami pun mengadu kepada Allah tentang keimanan kalian kepada Rasulullah Saw., padahal kalian belum pernah melihatnya. Demi Allah, hai anak saudaraku, sekiranya engkau menjumpai Rasulullah Saw. kami tidak mengetahui apa yang bakal kalian lakukan. Sesungguhnya kami bersama Rasulullah Saw. di malam Perang Khandaq dalam cuaca yang sangat dingin lagi hujan deras. Kisah selanjutnya sama dengan hadis yang sebelumnya.
Bilal ibnu Yahya Al-Absi telah meriwayatkan dari Huzaifah r.a. hal yang semisal dengan hadis di atas.
Imam Hakim dan Imam Baihaqi di dalam kitabDalail-nya telah mengetengahkan melalui hadis Ikrimah ibnu Ammar, dari Muhammad ibnu Abdullah Ad-Du'ali, dari Abdul Aziz (anak lelaki saudara Huzaifah r.a.) yang menceritakan kisah peperangan mereka para sahabat bersama dengan Rasulullah Saw.
Kemudian orang-orang yang ada di majelisnya berkata, "Demi Allah, seandainya kami ikut dalam peristiwa tersebut, tentulah kami akan berjuang dan terus berjuang." Maka Huzaifah r.a. berkata, "Janganlah kalian mengharapkan hal tersebut, sesungguhnya kami pernah mengalami malam hari Perang Ahzab, saat itu kami dalam keadaan siaga berbaris dengan duduk. Abu Sufyan berikut dengan golongan yang bersekutu; posisi mereka berada di atas kami, sedangkan Bani Quraizah berada di bagian bawah kami mengancam keselamatan kaum wanita dan anak-anak kami.
Kami belum pernah mengalami malam yang lebih gelap daripada malam itu, dan belum pernah ada angin yang bertiup sekeras malam itu yang suaranya seperti suara guntur. Cuaca saat itu gelap gulita, tiada seorang pun di antara kami yang dapat melihat ujung jarinya karena pekatnya malam yang sangat gelap.
Maka orang-orang munafik yang ada dalam barisan kaum muslim meminta izin kepada Nabi Saw. seraya mengatakan, "Sesungguhnya rumah-rumah kami adalah aurat (tidak ada pertahanannya)," Padahal rumah-rumah mereka bukanlah aurat. Pada waktu itu tiada seorang pun yang meminta izin kepada Nabi Saw., melainkan Nabi Saw. memberinya izin (untuk meninggalkan posisi mereka). Dan ada sebagian dari mereka yang tidak meminta izin dahulu, melainkan pergi dengan diam-diam meninggalkan medan perang.
Tinggallah kami yang ada di medan perang, jumlah kami kurang lebih ada tiga ratus orang. Tiba-tiba Rasulullah Saw. memeriksa barisan kami seorang demi seorang, hingga sampailah pada giliranku. Saat itu aku tidak mempunyai tameng untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, tidak pula mempunyai kain pelindung dari dinginnya cuaca dan angin yang keras selain dari kain sari milik istriku yang panjangnya tidak mencapai kedua lututku.
Nabi Saw. mendatangiku yang saat itu aku sedang duduk bersideku di atas kedua lututku karena kedinginan. Beliau bertanya, "Siapa kamu?" Aku menjawab, "Huzaifah."
Rasulullah Saw. memanggil, "Hai Huzaifah!" Saat itu bumi terasa sempit bagiku, dan aku menjawab dengan jawaban yang enggan karena tidak mau berdiri, "Ya, wahai Rasulullah," dan aku terpaksa berdiri.
Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya di kalangan musuh telah terjadi sesuatu, maka cari tahulah kamu tentang berita mereka dan ceritakanlah kepadaku."
Aku adalah orang yang paling gentar dan paling kedinginan saat itu. Akhirnya karena diperintah, terpaksa aku berangkat. Dan Rasulullah Saw. berdoa untukku:
"اللَّهُمَّ، احْفَظْهُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمَنْ خَلْفِهِ، وَعَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ، وَمِنْ فَوْقِهِ وَمِنْ تَحْتِهِ".
Ya Allah, peliharalah dia dari arah depannya, dari arah belakangnya, dari arah kanannya, dari arah kirinya, dari arah atasnya, dan dari arah bawahnya.
Demi Allah, sesudah itu tiada rasa gentar dan tiada rasa dingin yang tadinya mengendap di dalam diriku melainkan semuanya hilang saat itu juga, dan aku tidak merasakan apa-apa lagi. Setelah aku berpaling, Rasulullah Saw. berpesan:
"يَا حُذَيْفَةُ، لَا تُحدثَنّ فِي الْقَوْمِ شَيْئًا حَتَّى تَأْتِيَنِي".
Hai Huzaifah, jangan sekali-kali kamu melakukan suatu tindakan apa pun di kalangan musuh hingga kamu kembali kepadaku!
Aku berangkat hingga ketika telah berada di dekat markas musuh aku melihat ada cahaya api yang sedang dinyalakan oleh mereka. Tiba-tiba aku melihat seorang lelaki yang hitam lagi tinggi besar sedang memanaskan tangannya di atas nyala api, lalu mengusap-usapkannya ke pinggangnya. Ia mengatakan, "Mari kita pulang, mari kita pulang."
Ketika itu aku belum mengenal Abu Sufyan, dan aku mencabut anak panahku yang berbulu putih dari wadahnya, lalu kuletakkan di tengah busurku untuk kutembakkan kepada lelaki tersebut yang kelihatan melalui cahaya api. Namun aku teringat akan pesan Rasulullah Saw. yang mengatakan, "Jangan sekali-kali kamu melakukan tindakan apa pun di kalangan mereka hingga kamu kembali kepadaku."
Maka aku menahan diriku dan mengembalikan anak panah ke wadahnya, kemudian kuberanikan diriku untuk masuk ke markas musuh. Tiba-tiba orang-orang yang paling dekat denganku dari kalangan Bani Amir berkata, "Hai Bani Amir, mari kita pulang, mari kita pulang, tidak ada lagi tempat tinggal bagi kita!"
Tiba-tiba angin besar hanya menerpa markas mereka tidak lebih dari itu barang sejengkal pun. Demi Allah, aku benar-benar mendengar suara batu-batuan yang tertiup angin besar itu menghantami kemah dan barang-barang mereka.
Kemudian aku kembali menuju tempat Nabi Saw. setelah perjalananku sampai di pertengahan. Tiba-tiba aku bersua dengan sekelompok penunggang kuda yang jumlah mereka kurang lebih dua puluh orang, wajah mereka semuanya tertutup, lalu mereka berkata, "Beritahukanlah kepada temanmu (yakni Nabi Saw.) bahwa Allah Swt. telah menghindarkan bahaya musuh darinya."
Aku kembali kepada Rasulullah Saw. yang saat itu sedang salat memakai kain selimut. Demi Allah, begitu aku sampai di tempat, rasa dingin kembali menyerang diriku sehingga aku menggigil.
Maka Rasulullah Saw. berisyarat kepadaku dengan tangannya, sedangkan beliau tetap dalam salatnya. Lalu aku mendekat kepadanya, dan beliau berbagi selimut dengannya. Rasulullah Saw. apabila mengalami suatu perkara yang berat, maka beliau selalu salat. Lalu aku ceritakan kepadanya tentang berita musuh dan kukatakan kepadanya bahwa aku meninggalkan mereka, sedangkan mereka dalam keadaan bersiap-siap untuk pulang ke negeri mereka. Dan Allah menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikaruniakan)kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan. (Al-Ahzab: 9)
Imam Abu Daud di dalam kitab sunannya telah mengetengahkan sebagian dari hadis ini, yaitu:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى
Adalah Rasulullah Saw. bila mengalami kesulitan yang berat, maka beliau salat.
Ia riwayatkan hadis ini melalui jalur Ikrimah ibnu Ammar dengan sanad yang sama.
Kehancuran Yahudi
Surat al-Isra’ secara umum berisi tentang akhir perjalanan hidup dan kejayaan bangsa Yahudi, juga mengungkapkan hubungan langsung antara tumbangnya kejayaan suatu bangsa dengan maraknya kemaksiatan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Hal ini sejalan dengan sunnatullah yang disebutkan pada ayat 16:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا(١٦)
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menta`ati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”
Ulama ahli qiraat berbeda pendapat sehubungan dengan bacaan lafaz amarna. Menurut qiraat yang terkenal dibaca takhfif (bukan ammarna). Dan kalangan ulama tafsir berbeda pendapat mengenai maknanya. Menurut salah satu pendapat, makna yang dimaksud ialah Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu dengan perintah takdir. Seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:
{أَتَاهَا أَمْرُنَا لَيْلا أَوْ نَهَارًا}
tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang. (Yunus: 24)
Dan firman Allah Swt.:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ
Sesungguhnya Allah tidak menyuruh(mengerjakan) perbuatan yang keji. (Al-A'raf: 28)
Mereka yang berpendapat demikian mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Allah menundukkan mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan fahisyah, karenanya mereka berhak menerima azab-Nya.
Menurut pendapat lain, Kami perintahkan mereka untuk mengerjakan ketaatan, tetapi sebaliknya mereka mengerjakan perbuatan-perbuatan yang keji, karenanya mereka berhak mendapat hukuman. Demikianlah menurut riwayat ibnu Juraij, dari Ibnu Abbas, dan pendapat yang sama dikatakan pula oleh Sa'id ibnu Jubair.
Ibnu Jarir mengatakan, barangkali makna yang dimaksud ialah bahwa Allah menjadikan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu sebagai pemimpin mereka. Menurut kami, pendapat ini tiada lain berdasarkan qiraat yang membaca ayat ini dengan bacaan ammarna mittrafiha (maka Kami jadikan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu sebagai pemimpin-pemimpinnya).
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu. (Al-Isra: 16) Bahwa Kami jadikan orang-orang jahat mereka berkuasa, lalu mereka melakukan kedurhakaan dan kerusakan di dalamnya. Bilamana mereka melakukan hal tersebut, Allah membinasakan mereka dengan azab-Nya. Tafsir ini semakna dengan firman-Nya:
{وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ أَكَابِرَ مُجْرِمِيهَا لِيَمْكُرُوا فِيهَا}
Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri pembesar-pembesar yang jahat. (Al-An'am: 123), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abul Aliyah, Mujahid, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu.(Al-Isra: 16) Yakni Kami perbanyak bilangan mereka.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan Qatadah.
Diriwayatkan dari Malik, dari Az-Zuhri sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu. (Al-Isra: 16) Maksudnya, Kami perbanyak bilangan mereka.
Sebagian dari mereka berdalilkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang mengatakan,
حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو نَعَامَةَ الْعَدَوِيُّ، عَنْ مُسْلِمِ بْنِ بُدَيْل، عَنْ إِيَاسِ بْنِ زُهَيْرٍ، عَنْ سُوَيْد بْنِ هُبَيْرة، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: خَيْرُ مَالِ امْرِئٍ لَهُ مُهْرَةٌ مَأْمُورَةٌ أَوْ سِكَّةٌ مَأْبُورَةٌ".
telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Ubadah, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im Al-Adawi, dari Muslim ibnu Badil, dari Iyas ibnu Zuhair, dari Suwaid ibnu Hubairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sebaik-baik harta seseorang buat dirinya sendiri ialah kuda, dan ternak yang berkembang biak atau kebun karma cangkokan.
Imam Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam di dalam kitabnya Al-Garib mengatakan bahwa al-ma'murah artinya yang banyak anaknya, sedangkan as-sikkah artinya deretan pohon-pohon kurma yang ditanam rapi secara berbaris.Al-ma’burah berasal dari ta’bir, artinya cangkokan. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa sesungguhnya hal ini dikemukakan secaratanasub (bersesuaian), sama seperti pengertian yang terdapat di dalam sabda Nabi Saw. yang mengatakan,
"مَأْزُورَاتٍ غَيْرَ مَأْجُورَاتٍ"
"Yang dibiarkan rimbun dan tidak dipangkas."
Membaca surat al-Isra’ dengan metode tafsir analitik, disimpulkan bahwa terdapat dua janji Allah tentang kehancuran bangsa Yahudi;
1. Kehancuran Pertama
فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولَاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلَالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولًا (٥)
“Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana.” (Q.S. al-Isra’: 5)
Kemaksiatan yang paling besar ialah karena mereka menyembah berhala dan membunuhi para nabi. Maka Allah mendatangkan Nebukadnezar ke Yerusalem lalu dihancurkanlah negeri itu dan “dia merajalela di kampung-kampung” dengan meruntukan dan meratakan dengan tanah seluruh bangunannya. Anak-anak dibunuhi dan beribu-ribu tawanan dibawa ke Babilonia.
Kehancuran bangsa Yahudi ini terjadi 500 tahun sebelum Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hijrah ke Madinah dan sebelum adanya Isra’ dan Mi’raj.
2. Kehancuran Kedua
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا(٧)
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.” (Q.S. al-Isra’: 7)
Inilah jaminan Allah kepada Bani Israil, bahwa apabila mereka berbuat baik maka kebaikan itu akan kembali kepada diri mereka sendiri dan apabila mereka berbuat jahat maka hasil kejahatan itu akan menimpa diri mereka sendiri.
Sebelumnya pada ayat ke-6 disebutkan bahwa Allah telah memberikan berbagai anugerah kepada bangsa Yahudi (Israil) dengan mengembalikan negeri mereka setelah dirampas oleh bangsa Persia ditambah dengan limpahan kekayaan dan memberikan banyak anak laki-laki yang kuat serta pasukan yang tangguh.
Sejak 1948 Yahudi merampas tanah Palestina. Dan sejak 2006 sampai sekarang mereka memblokade Gaza. Sehingga sekitar 1,5 juta jiwa muslim terkurung rapat dari dunia luar. Berbagai upaya kemanusiaan untuk membantu mereka selalu digagalkan oleh Israel, termasuk misi kemanusiaan yang baru saja diserang pasukan komando Israel di perairan Gaza (Laut Mediterania). Tidak ada kekuatan di dunia ini yang mampu menghentikan kebiadaban Israel. Pengepungan dan pemenjaraan massal oleh penjajah Israel dengan pembangunan tembok pemisah dimulai 16 Juni 2002 di Tepi Barat dengan dalih pengamanan. Panjang tembok tersebut mencapai 721 km sepanjang Tepi Barat, tinggi 8 meter sehingga mengisolasi lahan pertanian milik penduduk Palestina yang ditanami berbagai buah, seperti anggur dan zaitun. Hal ini berakibat perekonomian Palestina terpuruk. Pengepungan ini sudah dinubuwatkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
"Hampir tiba masanya tidak dibolehkan masuk (embargo) kepada penduduk Iraq meski hanya satu qafiz makanan dan satu dirham," Kami bertanya dari mana larangan itu? Beliau menjawab: "Dari orang-orang asing yang melarangnya."Kemudian berkata lagi: "Hampir tiba masanya tidak diperbolehkan masuk (blokade) kepada penduduk Syam (Palestina) meski hanya satu dinar dan satu mud makanan."Kami bertanya: "Dari mana larangan itu? Beliau menjawab: Dari orang-orang Romawi." (HR. Muslim)
Siapa kekuatan yang mampu menghancurkan Israel? Pasukan Islam dari Khurasan (Afghanistan) dengan bendera-bendera hitam, . . (al-Hadits)
Siapa kekuatan yang mampu menghancurkan Israel? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan: “Akan muncul dari Khurasan (Afghanistan) bendera-bendera hitam, maka tidak ada seorang pun yang mampu mencegahnya, sehingga bendera-bendera itu ditancapkan di Eliya (al-Quds)“. (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Nu’aim bin Hammad). Kehancuran Israel berarti kiamat telah dekat, sehingga banyak orang mempertahankan eksistensi Negara Israel tersebut, namun janji Allah dan Rasul-Nya pasti akan terlaksana:
“Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum muslimin memerangi bangsa Yahudi, sampai-sampai orang Yahudi berlindung di balik batu dan pohon, lalu batu dan pohon tadi akan berbicara; Wahai orang Islam, hai hamba Allah! di belakangku ada orang-orang Yahudi, kemarilah, bunuhlah dia, kecuali pohon Ghorqod, sebab ia itu sungguh pohonnya Yahudi”. (HR. Ahmad)
“Kalian akan memerangi orang-orang Yahudi sehingga seorang diantara mereka bersembunyi di balik batu. Maka batu itu berkata, “Wahai hamba Allah, inilah si Yahudi di belakangku, maka bunuhlah ia”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (2767), dan Muslim dalam Shahih-nya (2922)].
Selanjutnya pada ayat 104, Allah berfirman:
وَقُلْنَا مِنْ بَعْدِهِ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ اسْكُنُوا الْأَرْضَ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ جِئْنَا بِكُمْ لَفِيفًا(١٠٤)
“Dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil: “Diamlah di negeri ini, maka apabila datang masa berbangkit, niscaya Kami datangkan kamu dalam keadaan bercampur baur (dengan musuhmu).”
Ayat ini dapat dipahami setelah kehancuran karena serangan musuh-musuhnya, bangsa Yahudi kemudian bercerai berai (diaspora) ke seluruh penjuru dunia dan kembalinya bangsa Yahudi ke Palestina pada tahun 1948 adalah berasal dari bermacam-macam suku dan ras yang ada di dunia.
Dengan kembali dan berkumpulnya bangsa Yahudi di Palestina saat ini berarti tanda kehancuran mereka yang kedua sudah dekat. Mereka sedanng menunggu “orang yang akan menyuramkan muka mereka dan memasuki Masjidil Aqsha serta menghancurkan mereka sehancur-hancurnya.”
Pada ayat di atas, “mereka masuk” dengan menggunakan fi’il mudlari’ yang menunjukkan pengertian ‘sedang’ atau ‘akan terjadi’. Dengan demikian, kehancuran yang kedua ini akan terjadi setelah ayat itu turun. Tentang kapan terjadinya, Allah yang tahu.
“Pada waktu negara Israel berdiri dan memproklamirkan kemerdekaannya (tahun 1948), seorang wanita Yahudi menangis dan masuk ke rumah keluarganya. Ketika ditanya, “Kenapa menangis, padahal orang Yahudi sedang bergembira dan merayakan kemerdekaan Israel?” Dia menjawab, “Bahwa dengan berdirinya negera Israel yang kedua adalah sebab adanya bani Israel yang akan dihancurkan dan dibinasakan.
Tafsir analitik tentang kronologi kehancuran bangsa Israel di atas mungkin tidak dijamin kebenarannya karena para ulama pun berbeda-beda dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut. Tetapi yang pasti benar adalah bahwa apabila suatu bangsa yang tidak menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk pasti akan hancur dan binasa. Ini adalah sunnatullah.
Lenyapnya Israel berarti terbebasnya Masjidil Aqsha dari penjajahan Israel, dan yang akan membebaskan Masjidil Aqsha adalah umat Islam sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ (رواه البخاري)
“Tidak akan terjadi Kiamat sehingga kaum Muslimin memerangi kaum Yahudi sampai Yahudi berlindung di balik batu dan pohon lalu batu dan pohon berbicara “Hai Muslim, hai hamba Allah, ini Yahudi di belakangku, kemari, bunuhlah dia,” kecuali Ghorqod sebab ia (Ghorqod) sungguh merupakan pohon Yahudi.” (H.R. Bukhari)
Namun lenyapnya Israel tidak boleh hanya kita tunggu tetapi harus kita perjuangkan dengan cara menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman hidup.
Menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman hidup berarti mengikuti al-Qur’an dengan sebenarnya. Allah berfirman:
الَّذِينَ ءَاتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ(١٢١)
“Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Q.S. al-Baqarah, 2: 121)
Abdullah bin Mas’ud dan Abdullah bin Abbas berkata, “Mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya,”maksudnya adalah mengikuti al-Qur’an dengan sebenar-benarnya, menghalalkan apa yang dihalalkan, dan mengharamkan apa yang diharamkan dan tidak menyelewengkan perkataan dari tempat yang semestinya serta tidak menakwilkannya dengan takwil yang bukan semestinya.”
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar