Translate

Jumat, 08 Desember 2017

Janji Alloh Bangsa Yahudi Akan Hancur

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي سَعْدٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: مَنْ شَكَّ فِي أن أرض المحشر هاهنا -يَعْنِي الشَّامَ فَلْيَتْل هَذِهِ الْآيَةَ: {هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ دِيَارِهِمْ لأوَّلِ الْحَشْرِ} قَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اخْرُجُوا". قَالُوا: إِلَى أَيْنَ؟ قَالَ: "إِلَى أَرْضِ الْمَحْشَرِ"

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Sa'd, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa barang siapa yang merasa ragu bahwa tanah mahsyar adalah di sini, yakni negeri Syam, hendaklah ia membaca firman-Nya: Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama kali. (Al-Hasyr: 2) Rasulullah Saw. berkata kepada mereka, "Keluarlah kalian." Mereka menjawab, "Ke mana kami harus pergi?" Nabi Saw. bersabda, "Ke tanah mahsyar."

وَحَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنْ عَوْفٍ، عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: لَمَّا أَجْلَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَنِي النَّضِيرِ، قَالَ: "هَذَا أَوَّلُ الْحَشْرِ، وَأَنَا عَلَى الْأَثَرِ".

Telah menceritakan pula kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Auf, dari Al-Hasan, bahwa ketika Rasulullah Saw. mengusir Bani Nadir, beliau bersabda: Ini adalah permulaan hasyr (penggiringan) dan aku berikutnya (nanti di hari kemudian).

Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini dari Bandar, dari Ibnu Abu Addi, dari Auf, dari Al-Hasan dengan sanad yang sama. (Dapat disimpulkan bahwa makna hasyr ada dua, yaitu pengusiran dan penggiringan, pent).

Berbicara tentang Yahudi, sama saja dengan membicarakan tingkah polah suatu kaum yang tidak akan pernah habis-habisnya. Kelakuan kaum Yahudi bukan hanya sekedar suatu kebetulan. Kelakuan mereka yang cenderung meremehkan kaum lain yang ada di sekitar mereka, sudah sering terjadi sejak dulunya, bahkan di dunia Islam sepak terjang kaum hina ini dicatat dalam surat tersendiri di dalam Al-Qur’an, yaitu Surat Bani Israil (Al-Israa’, surat ke-17).

Seperti apakah sebenarnya bangsa Yahudi itu? Lalu apakah bangsa yang telah ditakdirkan menjadi bangsa yang cerdik itu akan terus menguasai dunia? Bagaimana dengan kaum muslimin? Tulisan berikut akan mengulas masa lalu dan masa depan kaum tersebut, tentu saja dengan sudut pandang Al-Islam.

YAHUDI, BANGSA YANG DILAKNAT ALLAH SWT

Sejak berlangsungnya diaspora (bercerainya kaum Yahudi ke seluruh penjuru dunia), mereka telah menjalani babakan sejarah yang amat pekat. Mereka bertebaran di muka bumi, hidup hanya mengandalkan belas kasihan bangsa-bangsa lain. Mereka tinggal di perkampungan tertutup yang dinamai ghetto. Akan tetapi mereka termasuk bangsa yang tidak tahu membalas budi, sehingga bangsa-bangsa yang menerima kehadirannya merasa gundah dan terancam. Keadaan tersebut membuahkan perasaan anti Yahudi yang menjalar ke seluruh penjuru dunia. Pengusiran, pengejaran, teror, dan pembunuhan menjadi warna hidup sehari-hari Yahudi. Kita mencatatnya, bagaimana di bawah kekuasaan Nebuchadznezar misalnya, bangsa Babilonia menumpas habis setiap orang Yahudi di wilayahnya. Begitu pula kejadian yang menimpa mereka pada abad VII M, yaitu ketika Romawi menggulung orang-orang Yahudi di atas bumi Romawi.

Untunglah, dengan munculnya Kekhilafahan Islam, eksistensi mereka terselamatkan (karena semua negara sudah memusuhi mereka) untuk sementara. Namun keadaan tersebut tidak berarti sikap, tabiat, dan sifat-sifat yang mejadi ciri khas bangsa Yahudi sejak dahulu hilang (berubah). Malah dengan terang-terangan mereka menyebarkan intrik politik dan sosial, keresahan ekonomi, dan berbagai macam racun masyarakat ke tengah-tengah kaum muslimin.

Persekongkolan Yahudi dengan para Imperialis Barat dan permusuhannya terhadap kaum muslimin berlanjut sepanjang sejarah, tidak pernah patah di tengah jalan, apalagi berhenti. Di awal abad ini bersama-sama kekuatan lain yang memusuhi Islam, mereka berjaya menggulingkan Kekhilafahan Islam di Istanbul, negara yang sebelumnya melindungi mereka dari kematian dan kepunahannya.

Kejadian yang paling tragis yang menimpa mereka adalah, pembantaian menjelang Perang Dunia II terhadap lebih dari enam juta orang Yahudi di Jerman oleh Nazi Jerman di bawah kekejaman Hitler (mungkin hanya metos untuk tujuan tertentu). Memang tidak ada satu bangsapun di dunia ini mengalami penderitaan begitu lama dan penghinaan yang menginjak-injak martabat mereka sebagai manusia (penyiksaan yang teramat kejam) selain bangsa Yahudi. Tetapi pada dasarnya, perlakuan yang tidak simpatik dan tindakan lainnya yang dilakukan oleh setiap bangsa terhadap mereka tidak lain adalah merupakan akibat ulah mereka.

KEPASTIAN PUNAHNYA BANGSA YAHUDI

Tidaklah berlebihan kiranya apabila mereka dijadikan lakon dalam sejarah peradaban manusia, karena peran dan kedudukan mereka dalam sejarah manusia. Dalam surah Al-Isra' (Memperjalankan di Malam Hari) menegaskan kehancuran atas kesombongan mereka. Allah SWT berfirman:

وَقَضَيْنَا إِلَى بَنِي إسْرائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الأرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا (4) فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولا (5)

Sesungguhnya kamu (Bani Israil) akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan kamu pasti akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar. Maka apabila datang saat hukuman kejahatan yang pertama dari kejahatan itu, Kami mendatangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan besar, lalu mereka mencarimu keluar masuk kampung ke seluruh negeri. Dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana” (QS. Al Israa’ 4-5).

Allah Swt. memberitakan bahwa sesungguhnya di dalam kitab itu Dia telah menetapkan terhadap kaum Bani Israil. Dengan kata lain, Allah telah memberitahukan terlebih dahulu kepada mereka di dalam kitab yang diturunkan-Nya kepada mereka, bahwa mereka kelak akan membuat kerusakan di muka bumi sebanyak dua kali, dan mereka berlaku menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar. Jelasnya, mereka akan berbuat sewenang-wenang, melampaui batas, dan durhaka terhadap orang lain. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam ayat lain melalui firman-Nya:

{وَقَضَيْنَا إِلَيْهِ ذَلِكَ الأمْرَ أَنَّ دَابِرَ هَؤُلاءِ مَقْطُوعٌ مُصْبِحِينَ}

Dan telah Kami wahyukan kepadanya (Lut) perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu subuh. (Al-Hijr: 66)

Yakni telah Kami beritahukan terlebih dahulu kepada Lut akan kesudahan yang menimpa kaumnya nanti.

Bila kita perhatikan ayat di atas yang membahas tentang pengrusakan yang dilakukan oleh orang Yahudi, maka muncul pertanyaan: apakah mereka sudah melakukannya (sebelum ayat-ayat tersebut turun) atau belum? Perlu diketahui bahwa ayat tersebut turunnya di Makkah, jauh sebelum kaum muslimin mempunyai kekuasaan dan kekuatan di Madinah.

Menurut catatan sejarah, bangsa Yahudi telah berkali-kali mengalami kehancuran sebelum datangnya Islam dan sebelum turunnya ayat-ayat di atas. Mereka pernah menelan pil pahit yang nyaris merenggut keberadaan bangsa Yahudi di masa peradaban Babilonia dan Romawi (seperti yang telah disampaikan di alinea sebelumnya), begitu pula yang dilakukan bangsa-bangsa lain sebelum Islam datang. Bukan hal yang perlu dipungkiri jika kesombongan dan kerusakan yang lebih besar lagi akan mereka ulangi di masa yang akan datang sampai akhirnya Allah SWT akan melenyapkan mereka dari permukaan bumi ini.

Apabila kita mendalami ayat-ayat tersebut di atas dengan cermat (dengan menggunakan kaidah Bahasa Arab), akan kita temukan bahwa kata tufsidunna dan ta’lunna merupakan bentukan fi’il mudhari’ (kata kerja yang berlaku untuk masa akan datang (pasti terjadi) atau sekarang), sedangkan ‘lam’ di awal kedua kata tersebut memastikan bahwa kata tersebut merupakan bentuk karta kerja akan datang (future) bukan sekarang (present). Dengan demikian, makna lafadz latufsidunna berarti ‘kamu pasti akan melakukan kerusakan’ dan lafadz lata’lunna berarti ‘kamu pasti akan melakukan kesombongan’. Lafadz ‘latufsidunna’ diberi penjelasan bahwa akan terjadi dua kali, sedangkan ‘lata’lunna’ mendapat penegasan dengan lafadz ‘ulluwan’ yaitu suatu kesombongan yang bersifat kabiiran (besar) dan ditambah lafadz ‘kabiiran’ itu sendiri; berarti kesombongan yang sangat besar. Kemudian ayat berikutnya disambung dengan lafadz ‘idzaa’ yang berarti ‘apabila’ dan ‘fa’ sebelumnya yang merupakan penghubung yang menunjukkan suatu kejadian yang terjadi segera setelah keadaan sebelumnya terpenuhi.

Dari pengertian bahasa, maka kita fahami bahwasanya bangsa Yahudi melakukan kerusakan yang pertama setelah ayat tersebut turun. Kemudian disusul dengan penghancuran yang menimpa mereka tanpa menunggu waktu yang lebih lama (sesuai dengan kata hubung ‘fa’ tadi). Allah SWT melanjutkan firmanNya:

بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلالَ الدِّيَار

Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan besar, lalu mereka mencarimu keluar-masuk kampung di seluruh negeri” (QS. Al Israa’ 5).

Lafadz ‘ibaadan lanaa’ yang berarti hamba-hamba Kami, merupakan suatu kehormatan bagi orang-orang tersebut yang akan menghancurkan hegemoni Yahudi. Siapakah sesungguhnya yang dimaksud hamba-hamba Kami? Tidak lain adalah kaum mu’minin, sekelompok kaum yang pantas mendapat predikat ‘ibaadan lanaa’,

Ulama tafsir dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf berbeda pendapat tentang yang dimaksud dengan orang-orang yang menguasai mereka, siapakah mereka sebenarnya? Riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas dan Qatadah mengatakan bahwa yang berkuasa atas mereka adalah Jalut (Goliat) dan bala tentaranya, sesudah itu berkuasalah Adilu. Kemudian Nabi Daud dapat membunuh Jalut. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:

{ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ}

Kemudian Kami berikan kepada kalian giliran untuk mengalah­kan mereka. (Al-Isra: 6), hingga akhir ayat.

Telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair bahwa orang yang dimaksud adalah Raja Sanjarib dan bala tentaranya.

Diriwayatkan pula dari Sa'id ibnu Jubair, dan dari selainnya, bahwa orang yang dimaksud adalah Bukhtanasar, Raja negeri Babilonia.

Sehubungan dengan hal ini Ibnu Abu Hatim telah menuturkan kisah yang aneh dari Sa'id ibnu Jubair tentang fase-fase peningkatan yang dialami oleh Bukhtanasar dari suatu tingkatan ke tingkatan lain yang lebih tinggi, hingga berhasil menempati kedudukan raja. Asalnya Bukhtanasar adalah seorang yang miskin, pengangguran lagi lemah ekonominya, kerjanya hanya meminta-minta kepada orang lain untuk mendapatkan sesuap nasi. Kemudian setapak demi setapak keadaannya meningkat, hingga sampailah ia pada kedudukan yang tinggi dan berhasil menjadi raja. Setelah menjadi raja, ia berjalan bersama pasuk­annya menyerang negeri-negeri yang ada di sekitar Baitul Maqdis dan membunuh banyak manusia dari kalangan Bani Israil yang mendiaminya.

Ibnu Jarir dalam bab ini telah meriwayatkan sebuah kisah yang ia sandarkan kepada Huzaifah secara marfu'. Kisahnya cukup panjang, tetapi kisah ini dikategorikan sebagai hadis maudu' yang tidak diragukan lagi ke-maudu '-annya. Tidaklah pantas bila hadis seperti ini diketengah­kan oleh seorang yang berpengetahuan minim, sekalipun dalam riwayat hadis. Terlebih lagi bila hadis ini diriwayatkan oleh seorang yang berkedu­dukan tinggi dan berpredikat sebagai imam seperti Ibnu Jarir.

Al-Hafiz Al-Allamah Abul Hajjaj Al-Mazi — telah mengatakan bahwa hadis tersebut berpredikat maudu' (dibuat-buat) dan mak'zub (dusta). Predikat ini dicatatkan olehnya dalam catatan kaki dari kitabnya.

Sehubungan dengan hal ini banyak kisah israiliyat yang menceritakan­nya. Menurut kami tidak ada gunanya diketengahkan dalam kitab tafsir ini, mengingat sebagian di antaranya ada yang maudu' buatan orang-orang kafir zindiq dari kalangan Bani Israil, dan sebagian lainnya ada ke­mungkinan berpredikat sahih. Akan tetapi, kita tidak memerlukannya lagi.

Apa yang telah dikisahkan kepada kita oleh Allah di dalam kitab Al-Qur'an sudah cukup tanpa memerlukan informasi dari kitab-kitab lain yang sebelumnya. Allah dan Rasul-Nya telah membuat kita tidak memer­lukan berita dari mereka. Allah Swt. telah menceritakan tentang keadaan mereka, bahwa ketika mereka berlaku melampaui batas dan sewenang-wenang, Allah menguasakan diri mereka kepada musuh-musuh mereka yang menghalalkan kehormatannya dan merajalela di kampung-kampung serta rumah-rumah mereka, juga menindas dan menghinakan mereka. Hal itu dilakukan oleh Allah atas mereka sebagai pembalasan yang setimpal dari perbuatan mereka sendiri — Allah sekali-kali tidak pernah berbuat aniaya terhadap hamba-hamba-Nya — karena sesungguhnya sebelum itu mereka telah berbuat sewenang-wenang dan membunuh banyak orang dari kalangan nabi-nabi dan para ulama.

Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Bilal, dari Yahya ibnu Sa'id yang mengatakan, ia pernah mendengar Sa'id ibnul Musayyab bercerita bahwa Bukhtanasar menguasai negeri Syam dan merusak Baitul Maqdis serta membunuh para penghuninya. Kemudian Bukhtanasar datang ke Damaskus. Di Damaskus itu ia menjumpai darah yang mendidih di atas buih air. Kemudian raja Bukhtanasar menanyakan kepada penduduk kota itu tentang darah tersebut, "Darah apakah ini?" Mereka menjawab, "Kami telah menjumpainya dalam keadaan seperti ini sejak bapak-bapak kami dahulu." Setiap kali Bukhtanasar memasuki kota itu, ia melihat darah itu mendidih. Maka Bukhtanasar melakukan pembantaian atas darah itu yang memakan korban sebanyak tujuh puluh ribu orang dari kalangan orang-orang muslim dan lain-lainnya. Setelah itu barulah darah tersebut tenang, tidak mendidih lagi.

Kisah ini sahih sampai kepada Sa'id ibnul Musayyab dan kisah inilah yang terkenal, yaitu yang menyebutkan bahwa Bukhtanasar telah membu­nuh orang-orang terpandang dan para ulamanya sehingga tiada seorang pun yang dibiarkan hidup dari kalangan mereka yang menghafal kitab Taurat. Selain dari itu Bukhtanasar menahan anak-anak para nabi dan lain-lainnya, kemudian terjadilah banyak peristiwa dan kejadian yang sangat panjang bila disebutkan. Seandainya kami menjumpai hal yang sahih atau yang mendekati kesahihan, tentulah diperbolehkan mencatat dan meriwayatkannya.

Kemudian Allah Swt. berfirman:

{إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لأنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا}

Jika kalian berbuat baik, (berarti) kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri; dan jika kalian berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi diri kalian sendiri.(Al-Isra: 7)

Artinya, jika kalian berbuat kejahatan, maka akibatnya akan menimpa diri kalian sendiri. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

{مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا}

Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, maka(pahalanya) untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang berbuat jahat, maka (dosanya) atas dirinya sendiri. (Fushshilat: 46)

Adapun firman Allah Swt.:

{فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الآخِرَةِ}

Dan apabila datang saat hukuman bagi(kejahatan) yang kedua. (Al-Isra: 7)

Maksudnya, apabila kalian melakukan kerusakan untuk kedua kalinya, maka akan datanglah musuh-musuh kalian.

{لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ}

untuk menyuramkan muka-muka kalian. (Al-Isra: 7) Mereka datang untuk menghina dan menindas kalian.

{وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ}

dan mereka masuk ke dalam masjid. (Al-Isra: 7)

Yaitu Masjid Baitul Maqdis.

{كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ}

sebagaimana musuh-musuh kalian memasukinya pada yang pertama kali. (Al-Isra: 7)

Yakni mereka akan merajalela di kampung-kampung kalian.

{وَلِيُتَبِّرُوا}

dan untuk membinasakan. (Al-Isra: 7)

Maksudnya, melakukan penghancuran dan pengrusakan terhadap:

{مَا عَلَوْا}

apa saja yang mereka kuasai sehabis-habisnya.(Al-Isra: 7)

Yakni segala sesuatu yang mereka kuasai dihancurkan dan dirusak oleh mereka.

{تَتْبِيرًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يَرْحَمَكُمْ}

Mudah-mudahan Tuhan kalian akan melimpahkan rahmat-(Nya) kepada kalian. (Al-Isra: 8)

Artinya, berkat rahmat dari-Nya itu musuh-musuh kalian akan berpaling pergi dari kalian, dan kalian selamat dari ulah mereka.

{وَإِنْ عُدْتُمْ عُدْنَا}

dan sekiranya kalian kembali kepada(kedurhakaan), niscaya Kami kembali (mengazab kalian). (Al-Isra: 8)

Maksudnya, manakala kalian kembali melakukan pengrusakan.

{عُدْنَا}

tentulah Kami kembali (mengazab kalian). (Al-Isra: 8)

Yakni Kami kembali mengazab kalian di dunia di samping azab dan pembalasan yang Kami simpan buat kalian di akhirat nanti. Karena itulah dalam firman selanjutnya Allah Swt. menyebutkan:

{وَجَعَلْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ حَصِيرًا}

dan Kami jadikan neraka Jahannam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman. (Al-Isra: 8)

Yaitu tempat menetap, penjara, dan sekapan bagi mereka yang tiada jalan menyelamatkan diri bagi mereka darinya. Ibnu Abbas mengatakan bahwa hasiran artinya penjara.

Mujahid mengatakan bahwa mereka dipenjarakan di dalamnya. Hal yang sama telah dikatakan oleh yang lainnya.

Al-Hasan mengatakan, yang dimaksud dengan hasiran ialah hamparan dan lantai.

Qatadah mengatakan bahwa memang setelah itu Bani Israil kembali melakukan pengrusakan. Maka Allah menguasakan mereka kepada go­longan ini —yakni Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya — yang memungut jizyah dari mereka, sedangkan mereka dalam keadaan terhina.

Sudah barang tentu gelar kehormatan dan kemuliaan yang diberikan Allah SWT tersebut tidak sesuai dengan sifat-sifat bangsa Babilonia atau Romawi yang pernah menghancurkan bangsa Yahudi sebelumnya. Penghormatan dan kemuliaan itu lebih berhak disandang oleh Rasulullah SAW beserta para sahabatnya yang hijrah ke Madinah, negeri tempat kekuasaan, politik, dan ekonomi bangsa Yahudi waktu itu. Tak aneh apabila Rasulullah SAW pertama kali sampai di Madinah langsung menyusun resolusi dan perjanjian politik antara kaum muslimin dengan bangsa Yahudi.

Tetapi bangsa, yang telah mendapat laknat Allah, itu telah melanggar dan merusak perjanjian yang sebelumnya mereka sepakati. Oleh karena itu, Allah SWT mendatangkan kepada mereka hamba-hambaNya (kaum mu’minin) yang mempunyai kekuatan besar, lalu mencari Yahudi keluar masuk kampung ke seluruh pelosok negeri. Berakhirlah kedigjayaan, kepongahan, dan kekuasaan bangsa Yahudi di Madinah, Khaibar, dan kawasan Taima. Bahkan tidak kepalang tanggung, hancurlah seluruh pengaruh dan impian mereka untuk bercokol di bumi Arab. Maha benar Allah SWT dengan firmanNya:

هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ دِيَارِهِمْ لأوَّلِ الْحَشْرِ مَا ظَنَنْتُمْ أَنْ يَخْرُجُوا وَظَنُّوا أَنَّهُمْ مَانِعَتُهُمْ حُصُونُهُمْ مِنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الأبْصَارِ (2)

Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama kali. Kamu tiada menyangka bahwa mereka akan keluar, dan mereka pun yakin, bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah mencampakkan ketakutan ke dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah(kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan. (QS. Al Hasyr 2).

Yakni renungkanlah akibat yang dialami oleh orang-orang yang menentang perintah Allah dan menentang Rasul-Nya, serta mendustakan Kitab-Nya, bagaimana Allah menimpakan pembalasan-Nya kepada mereka, yang membuat mereka terhina di dunia ini disertai dengan azab yang pedih yang telah disediakan oleh Allah Swt. di hari kemudian (hari akhirat).

Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Daud dan Sufyan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Abdur Rahman ibnu Ka'b ibnu Malik, dari seseorang sahabat Nabi Saw., bahwa orang-orang kafir Quraisy pernah berkirim surat kepada Ibnu Ubay ibnu Salul dan orang-orang yang bersamanya dari kalangan penyembah berhala dari kabilah Aus dan Khazraj, sedangkan Rasulullah Saw. saat itu berada di Madinah sebelum kejadian Perang Badar. Isi surat itu menyatakan, "Sesungguhnya kamu mendekatkan diri kamu kepada musuh kami (maksudnya Nabi Saw.), padahal kami telah bersumpah untuk memeranginya. Kalau begitu kami akan mengusir kamu atau kami akan mengerahkan semua bala tentara kami, hingga kami akan bunuh semua prajurit kalian dan akan kami tawan semua kaum wanita kalian."

Ketika surat tersebut sampai kepada Abdullah ibnu Ubay dan para pengikutnya dari kalangan penyembah berhala, maka mereka bersepakat untuk memerangi Nabi Saw. Dan ketika berita itu sampai kepada Nabi Saw., maka beliau menjumpai mereka dan berkata kepada mereka, "Sesungguhnya telah sampai kepada kalian ancaman orang-orang Quraisy yang berlebihan itu. Padahal di balik itu tipu muslihat mereka hanyalah untuk mencari-cari alasan buat memerangi kalian, mereka pada hakikatnya ingin memerangi anak-anak kalian dan saudara-saudara kalian." Setelah mereka mendengar perkataan Nabi Saw., maka mereka pun bubar dan mengurungkan niatnya.

Berita itu sampai kepada orang-orang Quraisy. Dan sesudah Perang Badar, orang-orang Quraisy kembali menulis surat kepada orang-orang Yahudi Madinah, yang isinya mengatakan, "Sesungguhnya kalian adalah para pemilik kebun dan benteng-benteng, dan sesungguhnya kalian harus memerangi teman kami (yakni Nabi Saw.) atau kami akan melakukan anu dan anu terhadap kalian, dan tiada sesuatu pun yang akan menghalang-halangi kami dari gelang-gelang kaki kaum wanita kalian."

Ketika berita surat mereka itu sampai kepada Nabi Saw., ternyata orang-orang Bani Nadir termakan oleh isi surat itu dan bertekad untuk merusak perjanjian mereka dengan Nabi Saw. Lalu mereka mengirimkan utusannya kepada Nabi Saw. dengan membawa pesan, "Keluarlah kamu bersama tiga puluh orang lelaki dari sahabat-sahabatmu, maka akan keluar pula dari kami tiga puluh orang pendeta, dan kita akan bertemu di pertengahan jalan. Biarkanlah mereka mendengar darimu; jika mereka membenarkan kamu dan beriman kepadamu, maka kami pun akan beriman kepadamu."

Pada keesokan harinya Rasulullah Saw. berangkat menemui mereka dengan membawa sejumlah besar pasukannya, lalu beliau mengepung mereka dan berkata kepada mereka:

"إِنَّكُمْ وَاللَّهِ لَا تَأْمَنُوا عِنْدِي إِلَّا بِعَهْدٍ تُعَاهِدُونِي عَلَيْهِ"

Sesungguhnya kalian, demi Allah, jangan dulu menyatakan beriman di hadapanku kecuali setelah mengemukakan suatu janji yang kalian pegang teguh terhadapku.

Ternyata mereka tidak mau memberikan janji itu kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. memerangi mereka di hari itu juga. Kemudian pada keesokan harinya Nabi Saw. berangkat dengan pasukannya menuju ke tempat Bani Quraizah, dan beliau membiarkan Bani Nadir, lalu beliau menyeru mereka untuk menyatakan perjanjian mereka kepada Nabi Saw. hingga akhirnya mereka mau mengemukakannya. Nabi Saw. meninggalkan mereka, kemudian langsung menuju ke tempat Bani Nadir dengan pasukannya, dan beliau memerangi mereka hingga akhirnya mereka mau menerima untuk diusir. Bani Nadir akhirnya diusir, dan mereka membawa apa yang dapat mereka bawa melalui unta-unta kendaraan mereka dari barang-barang mereka dan pintu-pintu rumah-rumah mereka berikut semua kayu (kusen-kusen)nya.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي سَعْدٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: مَنْ شَكَّ فِي أن أرض المحشر هاهنا -يَعْنِي الشَّامَ فَلْيَتْل هَذِهِ الْآيَةَ: {هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ دِيَارِهِمْ لأوَّلِ الْحَشْرِ} قَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اخْرُجُوا". قَالُوا: إِلَى أَيْنَ؟ قَالَ: "إِلَى أَرْضِ الْمَحْشَرِ"

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Sa'd, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa barang siapa yang merasa ragu bahwa tanah mahsyar adalah di sini, yakni negeri Syam, hendaklah ia membaca firman-Nya: Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama kali. (Al-Hasyr: 2) Rasulullah Saw. berkata kepada mereka, "Keluarlah kalian." Mereka menjawab, "Ke mana kami harus pergi?" Nabi Saw. bersabda, "Ke tanah mahsyar."

وَحَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنْ عَوْفٍ، عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: لَمَّا أَجْلَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَنِي النَّضِيرِ، قَالَ: "هَذَا أَوَّلُ الْحَشْرِ، وَأَنَا عَلَى الْأَثَرِ".

Telah menceritakan pula kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Auf, dari Al-Hasan, bahwa ketika Rasulullah Saw. mengusir Bani Nadir, beliau bersabda: Ini adalah permulaan hasyr (penggiringan) dan aku berikutnya (nanti di hari kemudian).

Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini dari Bandar, dari Ibnu Abu Addi, dari Auf, dari Al-Hasan dengan sanad yang sama. (Dapat disimpulkan bahwa makna hasyr ada dua, yaitu pengusiran dan penggiringan, pent).

KAPAN KEHANCURAN YAHUDI YANG TERAKHIR ?

Pengusiran dan kehancuran Yahudi yang pertama mengakibatkan tersebarnya koloni-koloni mereka ke seluruh penjuru (diaspora) di masa Rasulullah SAW beserta sahabatnya masih hidup. Inilah rahasia lafadz terakhir ayat tadi (Al Israa’ 5), yaitu wa kaana wa dan maf’uulaa yang berarti ‘dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana’. Ayat berikutnya menggambarkan babakan kedua dari kesombongan dan kepongahan mereka:

Kemudian kami berikan giliran padamu untuk mengalahkan mereka kembali, dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak (keturunan), dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar” (QS. Al Israa’ 6).

Ayat ini mengisyaratkan bahwasanya Allah SWT akan memberikan giliran kepada bangsa Yahudi untuk mengalahkan “mereka”. “Mereka” pada ayat ini berhubungan erat dengan ayat sebelumnya, yaitu orang yang pernah mengusir dan mengejar Yahudi keluar masuk kampung di seluruh negeri. Ayat ini diawali dengan lafadz tsumma yang berfungsi sebagai kata penghubung, yang menghubungkan kejadian pertama dan kejadian kedua dengan memberikan jeda (waktu atau kurun) yang agak lama. Berbeda dengan lafadz fa.

Mahabenar Allah SWT yang menunjukkan kepada kita saat ini Kebesaran dan KeagunganNya dengan mengukir kemenangan bangsa Yahudi atas kaum muslimin. Bangsa Yahudi berhasil membalas sakit hatinya dengan menduduki kembali negeri-negeri Syam dan Palestina, serta mengalahkan pengaruh kaum muslimin di wilayah itu.

Pada ayat di atas tercantum lafadz ‘al karrata’, yang dapat diartikan pula dengan ‘kekuasaan’, disambung dengan ‘dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak (keturunan), dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar’. Kebenaran ayat ini juga tak perlu disangsikan lagi, dengan melimpahnya bantuan ekonomi maupun politik terhadap bangsa Yahudi Israel serta dengan mengalirderasnya arus imigran Yahudi dari segala penjuru dunia ke bumi Palestina, tanpa bisa dicegah lagi oleh kaum muslimin. Kekuatan ekonomi dan militer Barat hampir seluruhnya berdiri di belakang Yahudi, sebagai konsekuensi bagi mereka yang telah melahirkan negara Israel pada tahun 1948. Karenanya, kesombongan dan kepongahan mereka pun meningkat, sesuai dengan derajat kesombongan kedua yang dilukiskan dalam Al Qur’an. Sejarah modern pun mencatat lembaran hitam kaum muslimin akibat ulah bangsa Yahudi, sebagaimana dipaparkan di bawah.

Tanpa mengindahkan kekhawatiran dunia, bangsa Yahudi melompati batas-batas wilayahnya, menduduki kawasan lain yang dapat memeliharanya dari bencana dan kemarahan orang-orang Arab (baca: kaum muslimin), melakukan teror dan pembunuhan, perburuan dan penyiksaan yang belum pernah ditemui dalam sejarah kekejian manusia. Berapa banyak anak-anak kaum muslimin menjadi yatim piatu, wanita yang menjadi janda, orang tua kehilangan anak-anaknya, wanita yang direnggut kehormatannya, rumah-rumah milik kaum muslimin yang dihancurkan, tanah penduduk yang dirampas, tanpa ada balas budi atas kebaikan kaum muslimin di masa lampau terhadap mereka (di masa Kekhilafahan Turki Utsmani bangsa Yahudi kebanyakan menjadi Ahludz Dzimmah*)). Malahan dengan biadab mereka merusak dan membakar Masjidil Aqsha (tahun 1969), merobek-robek Kitab Suci Al Qur’an, dan membunuh jama’ah yang sedang melakukan shalat. Kalaulah kita ingin mencatat kebiadaban mereka, maka akan masih banyak lagi daftar panjang kebiadaban bangsa Yahudi terhadap kaum muslimin.

Benar, bahwasanya perbuatan biadab dan kekejian yang mereka lakukan, sesungguhnya hanyalah akan mempercepat datangnya siksaan dan hukuman Allah SWT sebagaimana yang telah dijanjikan dalam Al Qur’an:

Dan apabila tiba saatnya hukuman bagi (kejahatan) yang kedua. (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-mukamu (Bani Israil), dan untuk memasuki masjid sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali yang pertama, dan untuk membinasakan habis-habisan apa saja yang mereka kuasai.” (QS. Al Israa’ 7).

Dalam ayat ini Allah SWT telah memastikan akan lenyapnya bangsa Yahudi dari permukaan bumi ini. Seperti ayat ke-5, Al Qur’an kembali menggunakan lafadz ‘fa’ bukan ‘tsumma’. ‘Fa’ menunjukkan ‘athaf’ yang berarti segera akan terjadi (bersusulan) begitu keadaan sebelumnya telah terpenuhi (terjadi).

Mahasuci Allah yang memberitahukan kepada kaum muslimin bahwasanya kita akan memasuki Masjidil Aqsha, sebagaimana dahulu (di masa pemerintahan Umar bin Khaththab RA yang menaklukan bumi Palestina). Lafadz ‘wa liyutabbiruu’ berarti kita (kaum muslimin) akan menghancurleburkan apa saja yang berembel-embelkan Yahudi. Dengan teramat indah, ayat tadi menjanjikan tentang kedua kejadian. Peristiwa pertama, telah dilakukan oleh pasukan kaum muslimin yang dipimpin Abu Ubaidah bin Jarrah RA. Sedangkan peristiwa kedua adalah penaklukan terakhir yang akan meluluhlantakkan bangsa Yahudi sampai kedasar-dasarnya tanpa sisa dengan kemenangan kaum muslimin yang gilang-gemilang.

Pada saat kehancuran Yahudi pertama kali, kaum muslimin sedang berada dalam keadaan yang dilukiskan oleh Al Qur’an sebagai ‘hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan besar’. Dengan demikian, maka lafadz ‘sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali yang pertama’, memiliki relevansi (hubungan) yang amat kuat dengan keadaan yang pernah terjadi sebelumnya. Dengan kata lain, kaum muslimin baru akan menghancurkan Yahudi pada kali yang kedua setelah memiliki kekuatan, setidak-tidaknya menyamai kekuatan dan kekuasaan kaum muslimin di masa sahabat RA.

Imam Bukhari rahimahullah telah mengetengahkan melalui riwayat Juwairiyah binti Asma, dari Nafi', dari Ibnu Umar r.a., bahwa Rasulullah Saw. membakar kurma milik Bani Nadir dan menebanginya, yaitu kurma Buwairah. Dan sehubungan dengan peristiwa ini Hassan ibnu Sabit mengabadikannya melalui bait-bait syairnya yang mengatakan:

وَهَان عَلى سَراة بَنِي لُؤيّ ... حَريق بالبُوَيَرة مُسْتَطيرُّ ...

Dianggap ringan bagi orang-orang Bani Lu-ay melakukan pembakaran di Buwairah yang terkenal itu.

Kemudian dijawab oleh Abu Sufyan ibnul Haris melalui syairnya yang mengatakan:

أدَام اللهُ ذلكَ مِنْ صَنيع ... وَحَرّق فِي نَوَاحيها السَّعير ...

سَتَعلم أيُّنا منْها بِنزهٍ ... وَتَعْلُمُ أيّ أرْضينَا نَضِيرُ ...

Semoga Allah mengekalkan peristiwa itu, yaitu pembakaran yang dilakukan di sekitarnya dengan api yang sangat besar.

Kelak akan Anda ketahui di mana lagi kita akan mendapatkan tempat untuk berwisata, dan akan Anda ketahui di manakah bagian dari negeri kita yang akan mengalami kelaparan.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari, tetapi Ibnu Ishaq tidak menyebutnya.

Muhammad ibnu Ishaq menceritakan ucapan Ka'b ibnu Malik yang 'menceritakan tentang pengusiran Bani Nadir dan terbunuhnya Ibnul Asyraf dalam bait-bait syair berikut:

لَقَد خَزيت بغَدْرَتِها الحُبُور ... كَذَاكَ الدهرُ ذُو صَرْف يَدُورُ ...

وَذَلك أنَّهم كفَرُوا بِرَبّ ... عَظيم أمرُهُ أمرٌ كَبِيرُ ...

وقَد أُوتُوا مَعًا فَهمًا وَعِلْمًا ... وَجَاءهُمُ مِنَ اللَّهِ النَّذيرُ ...

نَذير صَادق أَدَّى كِتَابًا ... وَآيَاتٍ مُبَيَّنَةً تُنيرُ ...

فَقَالَ مَا أَتَيْتَ بِأَمِرِ صِدْقٍ ... وَأَنْتَ بِمُنْكَرٍ مِنَّا جَديرُ ...

فَقَالَ: بَلى لَقَدْ أديتُ حَقًّا ... يُصَدّقني بِهِ الفَهم الخَبيرُ ...

فَمن يَتْبعه يُهدَ لِكُل رُشُد ... وَمَن يَكفُر بِهِ يُجزَ الكَفُورُ ...

فَلَمَّا أْشربُوا غَدْرًا وكُفْرًا ... وَجَدّ بِهِمْ عَنِ الحَقّ النَفورُ ...

أرَى اللَّهُ النَّبِيَّ بِرَأي صدْق ... وكانَ اللَّهُ يَحكُم لَا يَجُورُ ...

فَأيَّدَهُ وَسَلَّطَه عَلَيهم ... وكانَ نَصيرهُ نعْم النَّصيرُ ...

فَغُودرَ منْهمُو كَعب صَرِيعًا ... فَذَلَّتْ بعدَ مَصْرَعة النَّضيرُ ...

عَلى الكَفَّين ثمَّ وقَدْ عَلَتْهُ ... بِأَيِدِينَا مُشَهَّرة ذكُورُ ...

بأمْر مُحَمَّد إِذْ دَس لَيلا ... إلى كَعب أخَا كَعب يَسيرُ ...

فَمَا كَرَه فَأنزلَه بِمَكْر ... وَمحمودُ أخُو ثقَة جَسُورُ ...

فَتلْك بَنُو النَّضير بِدَارِ سَوء ... أبَارَهُمُ بِمَا اجْتَرَمُوا المُبيرُ ...

غَداة أتاهُمُ فِي الزّحْف رَهوًا ... رَسُولُ اللَّهِ وَهّوَ بِهِمْ بَصيرُ ...

وَغَسَّانُ الحماةُ مُوازرُوه ... عَلَى الْأَعْدَاءِ وَهْوَ لَهُمْ وَزيرُ ...

فَقَالَ: السْلم ويحكمُ فَصَدّوا ...وَحَالفَ أمْرَهَم كَذبٌ وَزُورُ ...

فَذَاقُوا غِبَّ أمْرهُمُ دَبَالا ... لكُلّ ثَلاثَة منهُم بَعيرُ ...

وَأجلوا عَامدين لقَينُقَاع ... وَغُودرَ مِنْهُم نَخْل ودُورُ

Para pendeta Yahudi itu benar-benar telah terhina karena pengkhianatan yang dilakukannya. Memang demikianlah masa berputar, membolak-balikkan para penghuninya.

Demikian itu karena mereka ingkar kepada Tuhan Yang Mahabesar, yang perintah-Nya adalah suatu perkara yang agung.

Padahal mereka telah diberi pemahaman dan ilmu sekaligus, dan telah datang kepada mereka pembawa peringatan dari Allah.

Pemberi peringatan yang benar, dia telah membawa Kitab dan ayat-ayat yang menjelaskan lagi memberi penerangan.

Tetapi mereka mengatakan, "Apa yang engkau sampaikan itu bukanlah perintah yang benar, dan engkau lebih layak untuk diingkari di kalangan kami.”

Dia menjawab, "Tidak, sesungguhnya aku telah menyampaikan kebenaran,' yang hanya dibenarkan oleh orang yang mempunyai pemahaman lagi berwawasan luas.”

Maka barang siapa yang mengikutinya, niscaya ia mendapat petunjuk untuk menempuh semua perkara yang benar. Dan barang siapa yang mengingkarinya, niscaya ia dibatasi dengan kesesalan.

Manakala pengkhianatan dan kekufuran telah mendarah daging dalam diri mereka, dan perlawanan mereka terhadap perkara yang hak telah memuncak.

Maka Allah memperlihatkan kepada Nabi-Nya keputusan yang benar, dan adalah Allah pemberi hukum yang tidak lalim (melampaui batas).

Lalu Allah memberikan dukungan kepadanya dan menguasa­kan mereka kepadanya, dan orang yang ditolong oleh-Nya adalah sebaik-baik orang yang mendapat pertolongan.

Akhirnya seseorang dari mereka —yaitu Ka'b mati— terbunuh sehingga kalahlah Bani Nadir dengan terbunuhnya dia.

Nasib mereka berada di tangan (kaum muslim),juga mereka telah dikalahkan oleh pasukan kaum muslim yang telah termasyhur keberaniannya.

Berkat perintah Muhammad, ketika di suatu malam Ka 'b ditugaskan untuk membunuh Ka'bul Asyraf dengan menyelinap ke tempatnya.

Lalu ditipunya dia dan terjebaklah dia ke dalam perangkap, dan juga berperan dalam hal ini saudara yang tepercaya lagi pemberani, yaitu Mahmud.

Itulah Bani Nadir di perkampungannya yang buruk, yang kini telah binasa disebabkan ulah para perusak (dari kalangan mereka sendiri). Yaitu di pagi hari ketika datang pasukan yang bergerak di siang hari dipimpin oleh Rasulullah, dia telah membaca tipu daya mereka.

Dan orang-orang Gassan yang pemberani, membelanya dalam menghadapi semua musuh, dan beliau pun sebaliknya membantu mereka.

Maka dikatakanlah, "Perdamaian, " lalu diadakanlah keputusan dan perang dihentikan. Tetapi pada akhirnya perkara mereka hanyalah kedustaan dan pembangkangan.

Akhirnya mereka merasakan akibat dari perbuatannya yang merupakan petaka besar bagi mereka; maka bagi tiap tiga orang dari mereka hanya diberi seekor unta.

Mereka diusir dengan tujuan Qainuqa', sedangkan pohon kurma dan rumah-rumah mereka dimusnahkan.

Ibnu Ishaq sehubungan dengan peristiwa ini telah mengetengahkan banyak syair yang mencatatnya. Di dalamnya terkandung etika-etika, pelajaran-pelajaran, dan hikmah-hikmah yang rincian kisahnya kami tinggalkan karena sudah cukup dengan apa yang telah kami kemukakan di atas secara ringkas.

Abu Ishaq mengatakan bahwa perang Bani Nadir terjadi sesudah perang Uhud dan sesudah peristiwa sumur Ma'unah. Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Urwah, bahwa perang Bani Nadir terjadi sesudah Perang Badar enam bulan berikutnya.

Lalu, muncul dalam pikiran kita, apakah saat ini kaum muslimin mempunyai kekuatan? Kaum muslimin yang mana yang akan melakukannya? Apakah penguasa-penguasa kaum muslimin saat ini, yang menguasai negeri-negeri kaum muslimin, khususnya di kawasan Timur Tengah, yang akan menghancurkan kepongahan Yahudi? Jawabnya tentu saja tidak.

Memang kaum muslimin saat ini memiliki bilangan jumlah yang teramat besar, tetapi mereka ibarat macan kehilangan taringnya, ibarat sleeping giants, ibarat buih yang mengapung dan terombang-ambing di lautan. Dan para penguasanya duduk di atas buih-buih tadi dan diam dalam kelezatan dunia, mereka membiarkan saja kekejaman yang dilakukan Yahudi atas sesama saudara seaqidah mereka di Palestina, walaupun itu dilakukan di depan hidung mereka. Malah mereka menjerumuskan diri, rakyat, serta negeri mereka di bawah telapak kaki bangsa Yahudi.

Ayat Al Qur’an di atas juga menjanjikan bahwa yang akan mengalahkan bangsa Yahudi (berdasarkan relevansi tadi) adalah ‘ibadan lanaa’ yang memiliki sifat-sifat mulia. Sekarang, apakah kaum muslimin saat ini beserta para penguasanya telah memiliki sifat-sifat sebagaimana yang digambarkan dalam Al Qur’an? Anda semua bisa menjawabnya. Kenyataannya saat ini, sebagian besar umat hanyut dalam pesta pora. Gaya hidup pria-wanitanya yang nista. Apakah dari perempuan-perempuan liar seperti itu akan lahir generasi mujtahid dan mujahid yang kemudian akan menegakkan Islam?

Ketahuilah wahai saudaraku, bahwasanya kaum muslimin yang memiliki sifat-sifat mulia-lah yang akan mengalahkan bangsa Yahudi, dan mereka akan memperoleh kemenangan di bawah kekuasaan, kekuatan, dan naungan Daulah Islamiyyah (Khilafatan Raasyidatan alaa min haajin Nubuwah) yaitu Khilafah yang menerapkan Syari’at Islam secara keseluruhan. Hanya Daulah Islam yang menerapkan Syari’at Islam secara totalitas inilah, tentunya dengan izin Allah SWT, yang akan menghancurkan eksistensi bangsa Yahudi.

Kejadian demi kejadian berlalu, semakin hari semakin menambah dan mempertebal keyakinan kita akan datangnya kemenangan itu. Namun untuk mempercepat apa yang telah dijanjikan Allah SWT kepada kaum muslimin, maka hendaknya kita berhenti sejenak untuk berintrospeksi diri dengan tingkah polah kita, untuk merenungkan sejauh mana kita sebagai kaum muslimin telah berusaha mendekat menuju gambaran sifat-sifat ‘ibadan lanaa’. Lebih penting dari itu adalah sejauh mana kepedulian kita untuk membangkitkan umat ini dan sekaligus merubahnya menjadi suatu kekuatan yang maha dahsyat? Inilah salah satu syarat untuk mewujudkan kemenangan yang pasti diraih kaum muslimin. Kiranya sabda Rasulullah SAW perlu kita renungkan:

عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ

Artinya : "Dari Abu Hurairah bahwa Raslullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “ Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum Muslimin berperang dengan Yahudi, maka kaum Muslimin berhasil membunuh mereka sehingga Yahudi bersembunyi di balik pohon dan batu. Lalu batu atau pohon itu berkata : Wahai Muslim.. Wahai Abdullah… ini Yahudi sembunyi di belakangku, maka segera bunuh dia, kecuali gharqad karena ia adalah dari pohon Yahudi (HR. Bukhari & Muslim).

HARAPAN BERADA PADA PUNDAK GENERASI INI

Kaum muslimin saat ini hidup pada kurun sejarah sebelum hari kiamat. Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, pada masa itu akan terjadi serangkaian peristiwa yang akan menimpa bangsa Yahudi akibat kebengisan dan kesombongan yang telah mereka lakukan sebelumnya. Mereka adalah satu-satunya bangsa yang telah berani membunuh para Nabi dan Rasul serta mencela Allah SWT. Merekalah satu-satunya umat yang dikutuk Allah SWT dengan menjadikannya babi dan kera. Mereka jugalah satu-satunya umat yang diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, merasakan pahit getirnya penderitaan yang teramat hebat. Itulah siksa dan azab yang menimpa mereka pada masa lalu. Mereka seolah-olah menjadi satu bangsa yang telah ditakdirkan untuk menderita, karena kekejaman yang mereka lakukan terhadap para nabi dan kaum muslimin melampaui batas-batas yang dilakukan golongan manusia lainnya.

Serangkaian ayat-ayat dan hadits yang diungkapkan di atas mengisyaratkan bahwa negara Israel yang dikuasai Yahudi tidak akan lama lagi usianya. Negara itu akan hilang dari peta dunia, dan kepunahannya merupakan hal yang pasti, walaupun seluruh kekuatan di muka bumi memberikan kepada mereka ramuan panjang umur untuk mempertahankan eksistensinya. Namun kemusnahan bangsa Yahudi tidak bisa diwujudkan hanya dengan do’a saja, atau hanya dengan tafsir terhadap ayat-ayat dan hadits yang berkaitan dengan hal itu.

Aqidah Islam tidak mengajarkan keyakinan seperti itu. Sedang Rasulullah SAW sendiripun yang dijanjikan kemenangannya tidak berpangku tangan dan berdo’a saja dalam memerangi kaum kafir. Beliau bahkan harus mengorbankan harta, air mata, darah, bahkan nyawa kaum muslimin. Generasi muslimin pada masa dahulu bahu-membahu menyusun kekuatan, menggalang persatuan, memproklamirkan suatu kekuatan baru yang siap mengorbankan aspek-aspek materi/fisik untuk mencapai tujuan menegakkan kalimat Allah SWT serta hidup secara Islam di bawah naungan Syari’at Islam yang agung. Mereka berhasil memperoleh kemenangan tatkala mereka mengikatkan diri mereka di jalan Allah, dan akan menderita kekalahan dan kehinaan tatkala melanggar jalan Allah SWT.

Kini, saat umat Islam menghadapi berbagai krisis yang menentukan hidup dan matinya, sedang mengalami ujian yang tiada tolok bandingnya. Membanjirnya musuh-musuh Islam yang menghanyutkan sendi-sendi Syari’at dan masyarakat Islam, yang menyisakan kotoran dan lumpur kesesatan dan kemunafikan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat dan hukum pemerintahan, dan mengibarkan berbagai bendera kekafiran, serta berdirinya berbagai bentuk negara. Musuh-musuh Islam itu ada yang menyamar menjadi kaum muslimin dan menyerang dari dalam dan menggerogoti umat dengan merusak sendi-sendi syari’at yang telah qath’i nashnya. Para penguasanya hanya diam, buta dan tuli terhadap kejahatan dan kesewenangan yang berada di hadapan mereka. Sedang umat telah tenggelam di majelis-majelis para Darwisy, berdo’a dan asyik memohon kepada Allah SWT agar banjir kesesatan dan kekafiran yang melanda umat segera berlalu.

Setelah sekian lama umat hanyut diombang-ambing dalam ketidakpastian, sekaranglah saatnya untuk membangun kembali puing-puing yang telah hancur dilanda air bah, menyusun kekuatan, merapikan barisan, memperindah bangunan peradaban Islam dengan sifat-sifat mulia, berdo’a, dan bertawakkal. Hanya dengan jalan itu, pastilah kemenangan itu akan dengan cepat dan mudah diraih, insyaAllah. Tinggallah sekarang, apakah umat ini mau melakukan pilihan yang justru akan menentukan hidup mati mereka? Juga, apakah umat saat ini mau membangun dan merancang kembali bangunan Islam yang dulu pernah tegak? Atau, malah umat akan turut hanyut bersama air bah kesesatan dan kekafiran? Mahabenar Allah SWT dengan segala firmanNya:

فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لَا يُوقِنُونَ (60)

Maka bersabarlah kamu. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, dan janganlah sekali-kali orang yang tidak meyakini ayat-ayat Allah itu berhasil menakut-nakuti kamu.” (QS. Ar Ruum 60).

Yakni bersabarlah kamu dalam menghadapi sikap mereka yang menentang dan keingkaran mereka itu, karena sesungguhnya Allah Swt. pasti akan menunaikan apa yang telah Dia janjikan kepadamu, yaitu menolongmu dalam menghadapi mereka dan menjadikan kesudahan yang baik hanya bagimu dan bagi orang-orang yang mengikutimu di dunia maupun di akhirat.

{وَلا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لَا يُوقِنُونَ}

dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (Ar-Rum: 60)

melainkan tetap teguhlah kamu dalam melaksanakan risalah Allah yang dipercayakan kepadamu, karena sesungguhnya hal itu adalah perkara hak yang tiada keraguan padanya. Janganlah kamu menyimpang darinya, karena pada jalan yang lain tiada hidayah yang dapat diikuti, melainkan perkara hak itu hanyalah terdapat di dalam risalah yang kamu bawa.

Sa'id telah meriwayatkan dari Qatadah, bahwa seorang lelaki dari kalangan Khawarij menyeru sahabat Ali r.a. yang saat itu sedang mengerjakan salat Subuhnya, seraya membacakan firman-Nya: Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (Az-Zumar: 65) Sahabat Ali diam mendengarkannya hingga memahami apa yang dimaksud oleh si orang Khawarij itu. Maka ia menjawabnya, sedangkan ia masih berada dalam salatnya: Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini(kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (Ar-Rum: 60)

Asar ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula melalui jalur lain.

Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, dari Syarik, dari Usman, dari Abu Zar'ah, dari Ali ibnu Rabi'ah yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki dari kalangan Khawarij memanggil Ali r.a. yang sedang mengerjakan salat Subuh. Lelaki itu membacakan firman-Nya: Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (Az-Zumar: 65) Maka Ali r.a. yang sedang dalam salatnya langsung menjawabnya dengan membaca firman-Nya:Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah)itu menggelisahkan kamu. (Ar-Rum: 60)

Jalur lain. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Ja'd, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Imran ibnuZabyan, dari Abu Yahya yang mengatakan bahwa ketika Ali ibnu AbuTalib r.a. sedang mengerjakan salat Subuh, ada seorang lelaki Khawarij menyerunya seraya membacakan firman-Nya: Jika kamu mempersekutukan(Tuhan), niscaya hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (Az-Zumar: 65) Maka Ali r.a. menjawabnya dengan membacakan firman-Nya, sedangkan ia masih dalam salatnya: Maka bersabarlah, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (Ar-Rum: 60)

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar