Allah, Tuhan yang maha pengampun dan penyayang sekalipun hambanya berbuat dosa yang besar. Ada suatu kisah yang menggetarkan hati kita betapa luasnya ampunan Allah kepada hambanya.
Pada zaman kenabian Isa alayhissalaam, banyak terjadi kerusakan karena ulah kaisar Romawi yang zalim. Kelaparan dan kemisikinan merajalela di negeri Palestina.
Berbagai cara dilakukan oleh rakyat terutama para kaum miskin untuk melawan kelaparan dan kemiskinan itu. Seorang ibu terpaksa menjual anaknya seperti menjual pisang goreng.
Perampokan, pembunuhan, penganiayaan tak kenal peri kemanusiaan lagi. Sementara ketika nabi Isa a.s menyampaikan dakwahnya kepada rakyat, tentara Romawi selalu mengejar-ngejar beliau.
Sesekali nabi Isa a.s mengumpulkan para orang miskin itu, dan membagi-bagikan roti dan gandum kepada mereka. Namun tak urung para tentara Romawi terus menggusur dan menganiaya mereka.
Kehidupan rakyat sudah benar-benar tak menentu. Laki-laki banyak sekali yang meninggalkan rumah dan keluarga mereka, entah pergi ke mana. Pelacuran tumbuh di mana-mana. Setiap orang harus mempertahankan dirinya dari serangan lapar.
Suatu ketika terlihat seorang perempuan muda berjalan terseok-seok seolah menahan rasa letih. Sudah terlalu jauh ia menyusuri sepanjang jalan, untuk mencari sesuap nasi. Menawarkan diri kepada siapa saja yang mau, meski dengan harga yang murah.
Perempuan muda itu terlihat terlalu tua dibandingkan dengan usia sebenarnya. Wajahnya kuyu diguyur penderitaan panjang. Ia tidak mempunyai keluarga, kerabat ataupun sanak saudara lainnya. Orang-orang sekelilingnya menjauhinya. Bila bertemu dengan perempuan tersebut, mereka melengos menjauhinya karena jijik melihatnya.
Namun perempuan itu tidak peduli, karena pengalaman dan penderitaan mengajarinya untuk bisa tabah. Segala ejekan dan caci maki manusia diabaikannya. Ia berjalan dan berjalan, seolah tak ada pemberhentiannya.
Ia tak pernah yakin, perjalanannya akan berakhir. Tapi ia terus berusaha melenggak-lenggok menawarkan diri. Namun sepanjang jalan itu sunyi saja, sementara panas masih terus membakar dirinya. Entah sudah berapa jauh ia berjalan, namun tak seorangpun juga yang mendekatinya.
Lapar dan haus terus menyerangnya. Dadanya terasa sesak dengan nafas yang terengah-engah kelelahan yang amat sangat. Betapa lapar dan hausnya ia…
Akhirnya sampailah ia di sebuah desa yang sunyi. Desa itu sedemikian gersangnya hingga sehelai rumputpun tak tumbuh lagi. Perempuan lacur itu memandang ke arah kejauhan. Matanya nanar melihat kepulan debu yang bertebaran di udara. Kepalanya mulai terasa terayun-ayun dibalut kesuraman wajahnya yang kuyu.
Dalam pandangan dan rasa hausnya yang sangat itu, ia melihat sebuah sumur di batas desa yang sepi. Sumur itu ditumbuhi rerumputan dan ilalang kering dan rusak di sana-sini. Pelacur itu berhenti di pinggirnya sambil menyandarkan tubuhnya yang sangat letih. Rasa hauslah yang membawanya ke tepi sumur tua itu.
Sesaat ia menjengukkan kepalanya ke dalam sumur tua itu. Tak tampak apa-apa, hanya sekilas bayangan air memantul dari permukaannya. Mukanya tampak menyemburat senang, namun bagaimana harus mengambil air sepercik dari dalam sumur yang curam ? Perempuan itu kembali terduduk.
Tiba-tiba ia melepaskan stagennya yang mengikat perutnya, lalu dibuka sebelah sepatunya. Sepatu itu diikatnya dengan stagen, lalu dijulurkannya ke dalam sumur. Ia mencoba mengais air yang hanya tersisa sedikit itu dengan sepatu kumalnya. Betapa hausnya ia, betapa dahaganya ia.
Air yang tersisa sedikit dalam sumur itu pun tercabik, lalu ia menarik stagen itu perlahan-lahan agar tidak tumpah. Namun tiba-tiba ia merasakan kain bajunya ditarik-tarik dari belakang.
Ketika ia menoleh, dilihatnya seekor anjing dengan lidahnya terjulur ingin meloncat masuk ke dalam sumur itu. Sang pelacur pun tertegun melihat anjing yang sangat kehausan itu, sementara tenggorokannya sendiri serasa terbakar karena dahaga yang sangat.
Sepercik air kotor sudah ada dalam sepatunya. Kemudian ketika ia akan mereguknya, anjing itu mengibas-ngibaskan ekornya sambil merintih.
Pelacur itupun mengurungkan niatnya untuk mereguk air itu. Dielusnya kepala hewan itu dengan penuh kasih. Si anjing memandangi air yang berada dalam sepatu.
Lalu perempuan itu meregukkan air yang hanya sedikit itu ke dalam mulut sang anjing. Air pun habis masuk ke dalam mulut sang anjing, dan perempuan itu pun seketika terkulai roboh sambil tangannya masih memegang sepatu …
Melihat perempuan itu tergeletak tak bernafas lagi, sang anjing menjilat-jilat wajahnya, seolah menyesal telah mereguk air yang semula akan direguk perempuan itu. Pelacur itu benar-benar telah meninggal.
Para malaikat pun turun ke bumi menyaksikan jasad sang pelacur. Malaikat Raqib dan Atid sibuk mencatat-catat, sementara malaikat Malik dan Ridwan saling berebut.
Malik – si penjaga neraka – sangat ingin membawa perempuan lacur itu ke neraka, sementara Ridwan – si penjara surga – mencoba mempertahankannya. Ia ingin membawa pelacur itu ke surga. Akhirnya persoalan itu mereka hadapkan kepada Allah.
“Ya Allah, sudah semestinya pelacur itu mendapatkan siksaan di neraka, karena sepanjang hidupnya menentang larangan-Mu, ” kata Malik.
” Tidak !” bantah Ridwan. Kemudian Ridwan berkata kepada Allah, ” Ya Allah, bukankah hamba-Mu si pelacur itu termasuk seorang wanita yang Ikhlas melepaskan nyawanya daripada melepaskan nyawa anjing yang kehausan, sementara ia sendiri melepaskan kehausan yang amat sangat ? “
Mendengar perkataan Ridwan, Allah lalu berfirman, ” Kau benar, wahai Ridwan, wanita itu telah menebus dosa-dosanya dengan mengorbankan nyawanya demi makhluk-Ku yang lain. Bawalah ia ke surga, Aku meridhoinya .. “
Seketika malaikat Malik kaget dan terpana mendengar Firman Allah itu, sementara malaikat Ridwan merasa gembira. Ia pun membawa hamba Allah itu memasuki surga.
Lalu bergemalah suara takbir, para malaikat berbaris memberi hormat kepada wanita, sang hamba Allah, yang Ikhlas itu.
Ada hadits yang membicarakan tentang keutamaan memberikan minum pada hewan. Ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan untuk berbuat baik pada setiap makhluk termasuk pula hewan. Di antara hadits yang diangkat adalah membicarakan wanita pezina yang memberi minum pada anjing dan akhirnya ia mendapatkan pengampunan dosa.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ غُفِرَ لِامْرَأَةٍ مُومِسَةٍ مَرَّتْ بِكَلْبٍ عَلَى رَأْسِ رَكِيٍّ يَلْهَثُ قَالَ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ فَنَزَعَتْ خُفَّهَا فَأَوْثَقَتْهُ بِخِمَارِهَا فَنَزَعَتْ لَهُ مِنْ الْمَاءِ فَغُفِرَ لَهَا بِذَلِكَ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang wanita pezina telah mendapatkan ampunan. Dia melewati seekor anjing yang menjulurkan lidahnya dipinggir sumur. Anjing ini hampir saja mati kehausan, (melihat ini) si wanita pelacur itu melepas sepatunya lalu mengikatnya dengan penutup kepalanya lalu dia mengambilkan air untuk anjing tersebut. Dengan sebab perbuatannya itu dia mendapatkan ampunan dari Allâh Azza wa Jalla.
Hadits itu riwayat oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahih beliau rahimahullah, hadits ini shahih.
Dalam riwayat lain yang disepakati keshahihannya oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim diriwayatkan bahwa yang melakukan itu adalah seorang lelaki. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
« بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِى بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ فِيهَا فَشَرِبَ ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ الْعَطَشِ فَقَالَ الرَّجُلُ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنَ الْعَطَشِ مِثْلُ الَّذِى كَانَ بَلَغَ مِنِّى. فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلأَ خُفَّهُ مَاءً ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ حَتَّى رَقِىَ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنَّ لَنَا فِى هَذِهِ الْبَهَائِمِ لأَجْرًا فَقَالَ « فِى كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ »
“Ketika seorang laki-laki sedang berjalan, dia merasakan kehausan yang sangat, lalu dia turun ke sumur dan minum. Ketika dia keluar, ternyata ada seekor anjing sedang menjulurkan lidahnya menjilati tanah basah karena kehausan. Dia berkata, ‘Anjing ini kehausan seperti diriku.’ Maka dia mengisi sepatunya dan memegangnya dengan mulutnya, kemudian dia naik dan memberi minum anjing itu. Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kita bisa meraih pahala dari binatang?” Beliau menjawab, “Setiap memberi minum pada hewan akan mendapatkan ganjaran.” (HR. Bukhari no. 2363 dan Muslim no. 2244)
Dalam syarah Shahih Bukhari yaitu kitab Umdatul Qari jilid 15 halaman 277 di sebutkan bahwa di antara faedah hadits ini adalah di terimanya amal seorang pelaku dosa besar asalkan dia seorang muslim. Dan bahwa Allah mungkin saja mengampuni dosa besar dengan amal yang kecil sebagai keutamaan.
Kisah wanita pelacur Bani Israil sungguh menunjukkan betapa besar kasih sayang Allah, terlebih hamba-hamba-Nya yang merahmati sesama. Baginda Rasul pernah bersabda dalam hadits Usamah bin Zaid :
إنما يرحم الله من عباده الرحماء
“Sungguh Allah merahmati hamba-hamba-Nya yang penyayang”
“Kasihilah yang berada di bumi, niscaya Allah yang berada di atas langit akan mengasihimu.”
Namun hadits-hadits ini ataupun yang semisalnya tidak bisa dijadikan sebagai dalil untuk membolehkan, apalagi mengajurkan (na’udzu billah min dzalik) untuk memelihara anjing.
Dan sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam فِي كُلِّ ذَاتِ كَبِدٍ (pada (pemeliharaan terhadap) setiap yang bernyawa), (keumuman kalimat ini) sudah takhshis (dikhususkan maknanya) pada binatang-binatang yang tidak membahayakan. Karena binatang-binatang yang diyari’atkan untuk dibunuh seperti babi misalnya, maka itu tidak boleh dibantu agar tidak semakin membahayakan. Perkataan senada dikatakan oleh Imam Nawawi rahimahullah “Sesungguhnya keumuman (makna) sabda Rasûlullâh itu telah di takhshis (dikhususkan maknanya) pada binatang-binatang yang dihargai (dalam syariat) yaitu binatang-binatang yang tidak diperintahkan untuk dibunuh. Binatang-binatang ini akan mendatangkan pahala dengan sebab memberinya minum, termasuk juga memberinya makan atau berbagai kebaikan lainnya.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar