Translate

Sabtu, 25 September 2021

Seorang Wali Murid Harus Berada Pada Seorang Guru

 Perlu kerja sama yang baik antara orang tua dan guru saat mendidik seorang anak. Ketika menyekolahkan anak, maka orang tua harus mempercayai sekolah dan guru yang diamanahi. Sedangkan guru harus bisa menerimanya dan berusaha memberikan ilmu sebaik-baiknya kepada anak tersebut agar orang tua murid bangga.

Namun, dewasa ini tak jarang kita jumpai kasus perseteruan antara orang tua murid dan guru. Hal ini jelas tidak dibenarkan karena bagaimana pun keduanya harus berjalan beriringan.

Sebuah kisah antara guru dan orang tua murid pernah dialami Syekh Abdul Qadir Jaelani. Kala itu, beliau memiliki seorang murid yang dididik dengan penuh kesabaran. Bahkan, mereka kerap makan bersama layaknya sebuah keluarga.

Suatu ketika, ada seseorang yang tidak suka dengan Syekh Abdul Qadir Jaelani dan berniat untuk memfitnahnya. Pada suatu malam, seorang yang tidak baik itu membuat sebuah lubang di dinding rumah Syekh Abdul Qadir Jaelani. Lubang itu digunakannya untuk mengintip aktivitas Syekh Abdul Qadir dengan muridnya di dalam rumah.

Ketika mengintip, didapatilah Syekh Abdul Qadir bersama muridnya sedang makan bersama. Syekh Abdul Qadir Jaelani yang senang dengan lauk ayam kemudian menyisihkan separuh ayamnya untuk dibagikan kepada muridnya.

Namun, apa yang dilakukannya itu justru menjadi celah bagi orang yang berniat jahat itu untuk bisa memfitnahnya. Orang itu kemudian menemui ayah dari si murid dan mengadu dengan penyampaian yang keliru.

Benarkah engkau yang memiliki anak yang sedang berguru kepada Syekh Abdul Qadir Jaelani? tanya orang jahat itu.

Iya benar, jawab singkat sang ayah.

Tahukah engkau, Syekh Abdul Qadir Jaelani memperlakukan anakmu seperti seekor kucing, kata si orang jahat.

Ayah murid yang terpancing emosi lantas bergegas menuju Syekh Abdul Qadir Jaelani untuk meminta kembali anaknya. Dalam perjalanan pulang, sang ayah mencoba menanyakan ilmu apa saja yang telah didapatkan dari Syekh Abdul Qadir. Tak disangka, sang anak justru menjawab pertanyaan ayahnya dengan cermat dan tepat.

Atas hal itu, sang ayah lalu menyesal dan mencoba menyerahkannya kembali kepada Syekh Abdul Qadir Jaelani. Namun sayang, Syekh Abdul Qadir enggan menerima kembali muridnya tersebut.

Bukannya aku tak mau menerimanya lagi, tetapi Allah telah menutup pintu hatinya untuk menerima ilmu. Allah sudah menutup futuhnya untuk mendapat ilmu karena ayahnya tak memiliki adab kepada guru. Oleh sebab itu, anak lah yang menjadi korban, jawab Syekh Abdul Qadir Jaelani.

Para ulama dalam hal mencari ilmu bersepakat bahwa orang tua juga harus menghormati guru karena merekalah sumur suatu ilmu pengetahuan.

Banyak ulama berwasiat, Satu prasangka buruk saja kepada gurumu, maka Allah haramkan seluruh keberkatan yang ada pada gurumu kepadamu.

Wallohu a'lam 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar