Translate

Minggu, 27 Mei 2018

Sejarah Perang Zallaqoh

Yusuf ibnu Tasyfin, barang kali sebuah nama yang asing bagi kebanyakan orang, akan tetapi taukah kita, bahwa ia menjadi salah satu orang yang disebut oleh para sejarawan sebagai orang yang berpengaruh dalam sejarah Islam di Andalusia (portugal dan spanyol sekarang). Ia bukan dari golongan orang Arab, apalagi suku Quraiys, melainkan dari suku Lamtunah salahsatu suku Barbar yang berada di magribi (wilayah maroko sekarang). Pada tahun 465 H/1073 H ia ditunjuk oleh sepupunya untuk menggantikan dirinya memimpin Dinasti Murabithun, setelah sepupunya yang bernama Abu bakr ibn Umar melihat sesuatu yang istimewa dalam dirinya.

Ditangan Yusuf ibn Tasyfin, Dinasti murabithun banyak mengalami kemajuan, ia mulai membangun kota baru yang bernama marakesh, yang kemudian menjadi ibu kota dari Dinasti murabithun. Wilayah kekuasaannya mencakup Sudan, Mali, Ghana, dan Nigeria. Dinasti murabithun berpijak pada Asas Islam, hukum Allah, pemahaman agama yang sahih, dan sisitem pemerintahan yang terbaik pada zamannya.

Sekilas Sejarah Dinasti

Murabithun atau Al-Murawiyah (448-541/1056-1147), merupakan salah satu Dinasti Islam yang berkuasa di Maghrib. Nama Al-Murabithun berkaitan dengan nama tempat tinggal mereka (ribath). Murabithun (ribath) sejenis benteng pertahanan Islam yang berada di sekitar masjid. Masjid mempunyai multifungsi sebagai tempat ibadah, penyebaran dakwah sekaligus sebagai benteng pertahanan. Anggota pertamanya berasal dari Lamtuna bagian dari suku Sanhaja yang suka mengembara di padang Sahara. Salah satu kebiasaan mereka menggunakan cadar yang menutupi wajah di bawah mata, kebiasaan ini dinamakan Mulatstsamun (para pemakai cadar) yang kadang-kadang menjadi sebutan lain bagi kaum Murabithun.

Ibu kota al-Murabithun ialah Marakesy yang didirikan oleh pemimpin mereka yang kedua, Yusuf ibn Tasyfin, 454/ 1062. Mereka juga berjasa mengIslamkan penduduk pantai barat Afrika, dan melintasi Sahara hingga ke Sudan di timur benua Afrika itu. Mereka mengakui khilafah Abbasiyah dan menganut mazhab Maliki yang tersebar luas di Afrika Utara. Akhirnya, al-Murabithun ditundukkan oleh al-Muwahhidun yang telah menguat di Afrika Utara.

Pada abad ke sebelas pemimpin Sanhaja, Yahya bin Ibrahim, melaksanakan ibadah haji ke Makkah. Dan sekembalinya dari Arabia, ia mengundang Abdullah bin Yasin seorang alim terkenal di Maroko, untuk membina kaumnya dengan keagamaan yang baik, kemudian beliau dibantu oleh Yahya bin Umar dan saudaranya Abu Bakar bin Umar. Perkumpulan ini berkembang dengan cepat, sehingga dapat menghimpun sekitar 1000 orang pengikut.

Di bawah pimpinan Abdullah bin Yasin dan komando militer Yahya bin Umar mereka berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke Wadi Dara, dan kerajaan Sijil Mast yang dikuasai oleh Mas’ud bin Wanuddin. Ketika Yahya bin Umar meninggal dunia, jabatannya diganti oleh saudaranya, Abu Bakar bin Umar, kemudian ia menaklukkan daerah Sahara Maroko. Setelah diadakan penyerangan ke Maroko tengah dan selatan selanjutnya menyerang suku Barghawata yang menganut paham bid’ah. Dalam penyerangan ini Abdullah bin Yasin wafat (1059 M). Sejak saat itu Abu Bakar memegang kekuasaan secara penuh dan ia berhasil mengembangkannya.

Abu Bakar berhasil menaklukkan daerah Utara Atlas Tinggi dan akhirnya dapat menduduki daerah Marakesy (Maroko). Kemudian ia mendapat berita bahwa Buluguan, Raja Kala dari Bani Hammad mengadakan penyerangan ke Maghrib dengan melibatkan kaum Sanhaja. Mendengar berita itu ia kembali ke Sanhaja untuk menegakkan perdamaian. Setelah berhasil memadamkan, ia menyerahkan kekuasaanya kepada Yusuf bin Tasyfin pada tahun 1061.

Pada tahun 1062 M, Yusuf bin Tasyfin mendirikan ibu kota di Maroko. Dia berhasil menaklukkan Fez (1070 M) dan Tangier (1078 M). Pada tahun 1080-1082 M, ia berhasil meluaskan wilayah sampai ke Al-Jazair. Dia mengangkat para pejabat Al-Murabithun untuk menduduki jabatan Gubernur pada wilayah taklukannya, sementara ia memerintah di Maroko. Yusuf bin Tasfin meninggalkan Afrika pada tahun 1086 M dan memperoleh kemenangan besar atas Alfonso VI (Raja Castile Leon), dan Yusuf bin Tasfin mendapat dukungan dari Muluk At-Thawa’if dalam pertempuran di Zallaqah. Ketika Yusuf bin Tasfin meninggal dunia, ia mewariskan kepada anaknya, Abu Yusuf bin Tasyfin. Warisan itu berupa kerajaan yang luas dan besar terdiri dari negeri-negeri Maghrib, bagian Afrika dan Spanyol. Ali ibn Yusuf melanjutkan politik pendahulunya dan berhasil mengalahkan anak Alfonso VI (1108 M). Kemudian ia ke Andalusia merampas Talavera Dela Rein.

Lambat laun Dinasti Al- Murabithun mengalami kemunduran dalam memperluas wilayah. Kemudian Ali mengalami kekalahan pertempuran di Cuhera (1129 M). kemudian ia mengangkat anaknya Tasyfin bin Ali menjadi Gubernur Granada dan Almeria. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menguatkan moral kaum Murabithun untuk mempertahankan serangan dari raja Alfonso VII. Masa terakhir Dinasti Al-Murabithun tatkala dikalahkan oleh Dinasti Muwahhidun yang dipimpin oleh Abdul Mun’im. Dinasti Muwahhidun menaklukkan Maroko pada tahun 1146-1147 M yang ditandai dengan terbunuhnya penguasa Al-Murabithun yang terakhir, Ishak bin Ali.

Dinasti Al- Murabithun memegang kekuasan selama 90 tahun, dengan enam orang penguasa yaitu: Abu Bakar bin Umar, Yusuf bin Tasyfin, Ali bin Yusuf, Tasyfin bin Ali, Ibrahim bin Tasfin, Ishak bin Ali. Penguasa-penguasa di Afrika Utara ini menjadi pendukung para penulis, filosofis, para penyair, dan arsitektur bangsa Spanyol. Masjid agung di Themsen dibangun tahun 1136. Memperbaiki masjid Qairuwan menurut desain Spanyol, dan membangun kota Maroko menjadi ibu kota kerajaan dan pusat keagamaan. Daulah Murabithun inilah yang pertama membuat dinar memakai huruf Arab dengan tulisan Amirul Mukminin dibagian depan mencontoh uang Abbasiyah dan bertuliskan kalimat iman dibagian belakang. Pembuatan uang ini dicontoh oleh Alfonso VIII dengan kalimat Amir al-Qatuliqun (Pemimpin Katolik) di bagian depan dan Amam al-Bi’ah Almasihiyah (pemimpin gereja Kristen) pada bagian belakang

Perang Zallaqoh

Pada tahun 479 H/1086 M, Yusuf ibn tasyfin mendapat surat permohonan dari Ulama' Andalusia untuk mempertahankan Andalusia dari ancaman bangsa Salib yang telah menguasai bagian utara Andalusia, yang kapan saja bisa menyerang wilayah kekuasaan kaum muslimin. Terlebih saat itu kondisi Andalusia berada pada keadaan lemah, dikarenanakan Andalusia telah terbagi menjadi dinasti-dinasti kecil. Hingga pada tanggal 12 Rajab 479H/ 22 Oktober 1086 M. perang Zallaqah meletus, Yusuf ibn Tasyfin memimpin pasukan kaum muslimin di Andalusia untuk bertempur melawan pasukan salib yang dipimpin oleh Alfonso VI yang dibantu oleh raja Aragon, sancho dan kerajaan Prancis, di perang Zallaqah.

Pada 23 Oktober 1086 Perang az Zallaqah berlangsung di Spanyol. Perang ini diberi nama az Zallaqah yang artinya perang yang terjadi di tanah yang licin. Tanah itu jadi begitu licin akibat banyaknya darah yang tumpah hingga membuat para tentara tergelincir.

Perang az Zallaqah juga disebut dengan Perang Sagrajas. Perang ini dipimpin oleh Raja Almoravid (almurobbitin), Yusuf Ibnu Tashfin yang mewakili kerajaan Islam melawan Raja Castilian, Alfonso VI mewakili kerajaan Kristen.

Perang ini sangat dahsyat dan banyak menimbulkan korban tewas. Darah yang menggenang begitu banyak hingga medan perang berwarna merah.

Sebelum perang Zallaqoh, eksistensi islam di Spanyol benar-benar berada diambang kehancuran. Perang saudara yang menyebabkan pecahnya kekuatan islam dalam kerajaan-kerajaan kecil membuat keadaan semakin genting. Ditengah perselisian yang terjadi antara kelompok tersebut, Raja Alfonso bersama pasukan Salibis telah berhasil meruntuhkan satu persatu benteng kaum muslim dari utara Spanyol.

Kondisi ini mendorong para pemimpin islam di selatan Andalus menyudahi perselisihan yang selama ini terjadi. Mereka sepakat meminta bantuan kepada Yusuf bin Tasyfin pemimpin Daulah Ar-Murabithin yang saat itu berpusat di Maroko. Ibnu Tasyfin yang telah berusia 79 tahun segera memenuhi panggilan jihad tersebut. Bersama 17 ribu pasukan dia menyeberangi selat Gibraltar. 5 ribu pasukan ditempatkan di Algeciras sebagai pasukan jaga yang diperlukan bila kalah nanti. Sementara 12.000 pasukan lainnya ikut bersamanya ke medan perang. Akhirnya berkumpullah 30.000 pasukan muslim, masing-masing dari Murabithin, Granada, Kordova dan Badajoz. Dibawah pimpinan Ibnu Tasyhin pasukan bergerak menuju Sevilla.

Sebelum memutuskan perang, Ibnu Tasyfin mengirimkan surat kepada Alfonso VI. Camp pasukan salibis hanya berjarak 3 mil dari camp pasukan muslim. Dalam suratnya Ibnu Tasyfin berkata: "Aku mendengar bahwa anda berdoa supaya dianugerahi kapal yang banyak agar bisa menyeberangi lautan menuju daerah kami. Kini kami datang kepadamu, dan engkau akan tahu sendiri akibat dari do'amu itu. Dan aku wahai Alfonso menawarkan opsi padamu, masuk islam, membayar Jizyah atau perang.? Saya beri anda waktu tiga hari".

Alfonso menjawab,

"Aku memilih perang, apa jawabmu.?"

Ibnu Tasyfin membalikkan surat tersebut dan menulis balasannya di kertas yang sama, "Jawabannya adalah apa yang akan kau lihat dengan mata kepalamu, bukan apa yang kau dengar dengar telingamu, keselamatanlah bagi yang mengikuti petunjuk"

Alfonso kembali membalasnya, namun dengan bahsa yang penuh makar, "Besok adalah hari jumat, hari rayanya orang islam dan kami tidak ingin berperang di hari rayanya orang islam. Sabtu adalah hari raya orang Yahudi sementara dalam pasukan kami ada prajurit yang beragama Yahudi. Adapun ahad adalah hari raya kami, bagaimana kalau perangnya kita tunda hingga hari senin..?

Ibnu Tasyfin menangkap adanya makar dalam surat Alfonso. Dipersiapkanlah prajurit sebagaimana rencana awal. Pada malam harinya, yaitu pada malam jumat 12 rajab 479 H, Imam Al-Faqih Ahmad bin Ramilah Al-Qurthuby bermimpi bertemu Rasulullah. Dalam mimpinya Rasulullah berkata: "Kalian pasti menang, dan engkau akan bertemu denganku".

Ibnu Rumaylah terbangun, hatinya dipenuhi rasa gembira. Mimpi itu dikabarkan kepada seluruh komandan perang. Semua digemparkan oleh berita itu. Seluruh pasukan dibangunkan. Dengan gagah Ibnu Tasyfin memerintahkan prajurit untuk membaca surah Al-Anfal. Para khatib diperintahkan untuk mengobarkan semangat jihad. Sambil keluar masuk barisan prajurit Ibnu Tasyfin mengatakan dengan suara yang lantang, "Berbahagialah orang yang meraih syahid. Siapa yang hidup, maka baginya pahala dari Allah dan ghanimah".

Hari itu bumi Andalus menyaksikan semangat jihad dan ghiroh yang memenuhi dada kaum muslimin. Para pemimpin bersatu di bawah kalimat yang sama "La ilaha illallah".

Dugaan Ibnu Tasyfin terbukti, ternyata benar Alfonso ingin berbuat makar, dia ingin menyerang pasukan muslim secara tiba-tiba. Namun semua diluar dugaan Alfonso, ternyata pasukan muslimin telah bersiap-siap menghadapi serangannya.

Akhirnya di padang hijau inilah peperangan itu berlangsung sengit. Perang berlangsung hingga ashar, Dan Akhirnya Alfonso dan prjuritnya berhasil dikepung, dan dengan izin Allah kemenangan diraih oleh kaum muslimin. Sebagaimana mimpinya, Imam Agung Kordova Abul Abbas Achmad Ibnu Rumaylah turut gugur dalam pertempuran tersebut.

Dari 100 ribu pasukan salibis, hanya tersisa 450 pasukan berkuda. Alfonso yang kehilangan kakinya kembali bersama sisa pasukan yang kesemuanya dalam keadaan terluka. Dari 450 pasukan tersebut, hanya 100 pasukan berkuda yang selamat hingga Toledo. Yang lainnya mati dalam perjalanan pulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar