Translate

Minggu, 06 Mei 2018

Perkembangan Thoriqoh Syadziliyah Di Nusantara

Tarekat (Thoriqoh) Syadziliyah adalah tarekat Islam yang dipelopori oleh Syekh Abul Hasan 'Ali Asy-Syadzili (571-656) H/ (1197 - 1258) M yang berkembang di Indonesia.

Tarekat Syadziliyah adalah tarekat yang dipelopori oleh Syekh Abul Hasan Ali Asy-Syadzili. Nama Lengkapnya adalah Abul Hasan Ali Asy Syadzili al-Hasani bin Abdullah Abdul Jabbar bin Tamim bin Hurmuz bin Hatim bin Qushay bin Yusuf bin Yusya' bin Ward bin Baththal bin Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Muhammad anak pemimpin pemuda ahli surga dan cucu sebaik-baik manusia: Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abi Thalib r.a dan Fatimah al-Zahra binti Rasulullah SAW.

Nama kecil Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili adalah Ali, gelarnya adalah Taqiyuddin, Julukanya adalah Abu Hasan dan nama populernya adalah Asy Syadzili. al-Syadzili lahir di sebuah desa yang bernama Ghumarah, dekat kota Sabtah pada tahun 593 H (1197 M). menghapal al-Quran dan pergi ke Tunis ketika usianya masih sangat muda. Ia tinggal di desa Syadzilah. Oleh karena itu, namanya dinisbatkan kepada desa tersebut meskipun ia tidak berasal dari desa tersebut.

Silsilahnya Syaikh Abil Chasan Assyadiliy dari guru dzikir Sirrilalah Syaikh Abi Abdullah Muhamad bin Charozin, beliau dari Syaikh Abi Muhamad Sholeh bin banshori Addakaaliy, beliau dari Syaikh Abi Madyan Al andalusi, beliau dari Syaikh Quthub Abi Ya’inna adar, beliau dari Syaikh Abi Muhammad Tannur, beliau dari Syaikh Abi Muhamad Abdul Jalil, beliau dari Syaikh Abil fadli Al Hindi Abdillah bin Abi Basyar, beliau dari Syaikh Abi Basyar Al Chasan Al Jauhari, beliau dari Syaikh Abi Ali Annuriy, beliau dari Syaikh Abil Chasan Assarry Assiqoty, beliau dari Syaikh Abi Mahfudz Ma’ruf bin firuzil Kurochi, beliau dari Syaikh Sulaiman dawud Atthi’i, beliau dari Syaikh Habib Al’ajamiy beliau dari Syaikh Abi Bakar bin Muhamad bin Sirin, beliau dari Sayidina Anas r.a, beliau dari Rosulullah saw.

Adapun silsilahnya Syaikh Abil Chasan Assyadiliy r.a dari guru dzikir jahri (silsilah Quthubiyah) ialah Syaikh Quthub Abdussalam, beliau mengambil toriqoh dari Al Quthbus Syarif Abdurrohman, beliau dari Quthub Taqilyuddin Al fuqoiri, beliau dari Quthub fahruddin, beliau dari Quthub Nuruddin beliau dari Quthub Tajuddin beliau dari Quthub Syamsuddin beliau dari Quthub Zinuddin, beliau dari Quthub Abi Ishak Ibrohim Al Bashori beliau dari Quthub Abil Qosim Ahmad Al Mazwani, beliau dari Quthub Sa’id, beliau dari Quthub Sa’du, beliau dari Quthub Abi Muhamad Fathusu’ud, beliau dari Quthub Al Fazwani, beliau dari Quthub Abi Muhamad Jabir, beliau dari Quthub Al Aqthob Sayidina Chasan, beliau dari Sayidina Ali r.a, beliau dari Rosulullah saw.

Menurut keterangan orang yang telah bertemu dengan Syaikh Abi Chasan Asyadzili, bahwa dia adalah seorang laki-laki yang agung, yang tinggi agak kurus, wajahnya wajah seorang pertapa, perawakannya menarik, bentuk wajahnya agak lonjong yang memancarkan sinar keimanan dan keihlasan, adapun kulitnya sawo matang (hitam kemerah-merahan), godeknya tipis, tangannya agak panjang dan jari-jarinya langsing. Menurut keterangan itu sudah menunjukkan seorang yang agung yang penuh Asror dan hikmah, yang sifat seperti ini sesuai dengan keterangan Abul Azaa’im bahwa diantara sifat imam Asyadzili itu ialah lincah dan gesit, ucapannya pelan dan jelas, masuk kehati, manis bahasanya, ringkas tutur katanya enak didengarkan dan mudah diterima, sehingga apa yang dikatakan punya pengertian yang dalam.
Syaikh Abi Chasan r.a itu sangat tawaddu’, dan sesungguhnya sebagian dari ketawadu’annya ialah : beliau tidak mau berbicara di suatu tempat perkumpulan, kecuali bila dikatakan pada beliau ”berbicaralah!” maka baru mau berbicara, dan perkataan beliau itu halus, dan bisa ditanggapi orang-orang besar dan orang-orang kecil karena kebijaksanaan beliau, dan keadilan beliau, dan karena beliau mengerti ilmu-ilmunya para ulama, dan sifat-sifatnya raja0raja dan kebijaksanaannya ahli hikmah.

Dan diceritakan : sesungguhnya ketika para auliya dan para ulama berkumpul di balai pertemuan manshuroh dekat tsugroh dimyathi : syaikh izzuddin bin Abdussalam dan syaikh makinuddin Al-asmari dan syaikh taqiyyuddin bin daqiqil’id dan yang lainnya, mereka semua telah duduk sedang membicarakan Risalah Qusyairiyah dan setiap mereka mengatakan pada beliau. Kami ingin mendengar suatu perkataan darimu tentang makna-makna pembinaan ini, maka beliau berkata ”kalian semua adalah para guru-guru besar Islam dan sungguh telah kalian bicarakan maka bagi saya sudah tidak ada tempat untuk membicarakan, maka mereka berkata pada beliau ”tidak”, tetapi tetap berbicaralah. Maka beliau memuja dan memuji Alloh dan mulai berbicara sesuatu. Setelah itu maka Syaikh Izzuddin bin Abdis Salam yang menjadi sultonnya para ulama berteriak dari dalam perkemahan dan keluar sambil memanggil-manggilnya dengan suara keras. Kesinilah semua! Untuk mendengar pembicaraan yang dekat dengan kebenaran dari hadapan Alloh, maka dengarkanlah!

Dan padahal Syaikh Izziddin itu sebelum berkumpul dengan Syaikh Abi Chasan dia ingkar dengan kaum para sufi dan dia berkata, ”apakah ada toriqoh yang selain Qur’an dan hadits? Dan setelah Syaikh Izzidin berkumpul dengan Syaikh Abi Chasan dan setelah salut dan pasrah dengan kaum sufi dia berkata. ”Sebagian dari tanda yang agung yang menunjukkan adanya golongan kaum ahli tasawuf itu ialah, mereka sudah bisa mendudukkan agung-agungnya dasar agama yaitu mereka bisa meletakkan kekuasaan karomah-karomah dan yang luar kebiasaan manusia sedangkan para ahli fiqih belum bisa menguasai apa-apa kecuali hanya baru bisa menjalani di jalan-jalannya kaum sufi, seperti yang kelihatan di lahirnya saja. Maka setelah Syaikh Izzuddin berkumpul dengan kaum sufi dan setelah merasakan toriqoh yang telah dirasakan kaum sufi dan telah bisa memotong besi dengan lembaran kertas, maka dia memuji-muji terhadap kaum sufi dengan pujian yang sangat.

Syaikh Abi Chasan itu adalah memiliki manakib (sejarah bagus yang khusus) yang agung sebagian dari manakibnya ialah beliau terbuka untuk bisa melihat buku catatan orang-orang yang akan masuk ke toriqoh beliau dan lebarnya buku catatan tersebut ialah sepanjang batas pandangan mata, dari para murid yang baiat langsung pada beliau dan para murid yang setelah beliau wafat sampai akhir zaman, dan seluruh murid-murid akan dibebaskan dari neraka dan Syaikh Abi Chasan r.a diberi Bisyaroh (bebungah) sesungguhnya orang yang melihat beliau dengan rasa cinta dan mengagungkan dia tak akan celaka. Dan sebagian dari manaqibnya lagi ialah sesungguhnya beliau itu menjadi sebab keberuntungan para muridnya. Dan sebagian dari manaqibnya lagi ialah sesungguhnya beliau berdo’a pada Alloh semoga Alloh mengangkat wali-wali quthub sampai akhir zaman diambilkan dari golongan toriqoh Syadziliyah. Dan Alloh mengijabah do’a beliau, maka wali quthub hingga akhir zaman akan diangkat dari golongan toriqoh beliau. Dan sebagian dari manaqibnya lagi ialah Syaikh Abul Abbas berkata : ”ketika Alloh hendak menurunkan bencana secara umum maka golongan toriqoh syadzili diberi selamat dari bencana tersebut dengan karomahnya Syaikh Abil Chasan Asyadzili”. Dan sebagian dari manaqibnya lagi ialah Syaikh Syamsudin Al Chanafi r.a berkata ”Para ahli toriqoh Syadzaliyah itu diberi keunggulan 3 perkata sedangkan yang lainnya tidak diberi, yang pertama ialah sesungguhnya para ahli toriqoh syadzaliyah itu sudah dipilij dari luh mahfudz, yang kedua ialah sesungguhnya bila mereka jadzab bisa pulih kembali seperti semula, yang ketiga ialah sesungguhnya wali quthub yang setelah Syaikh Abil Chasan Asyadzili diambilkan dari ahli toriqoh syadzaliyah”. Dan sebagian dari manaqibnya lagi ialah sesungguhnya bila beliau mendidik murid-muridnya maka cukup sebentar saja sudah bisa menjadi futuh (terbuka). Dan sebagian dari manakibnya lagi ialah sesungguhnya Rosululloh saw telah mengizini siapa saja yang berdo’a kepada Alloh dengan tawasul kepada Syaikh Abil Chasan Asyadzili, karena Syaikah Abdullah berkata kepada Rosululloh saw tentang tingkah lakunya dari membaca sholawat kepada Rosululloh kemudian membaca Tarhibiyahnya (sifat kependetaan / menjauhi masyarakat) Syaikh Abil Chasan Asyadzili r.a kemudian berdo’a kepada Alloh dengan tawasul kepada Syaikh Abil Chasan Asyadzili, kemudian Syaikh Abdullah bertanya kepada Rosululloh ”Apakah yang seperti ini diizinkan atau tidak diizinkan?, maka Rosululloh menjawab ”Tingkah lakumu yang seperti ini diizini, sebab Syaikh Abi Chasan adalah juz (bagian) dari beberapa juz diriku dan barang siapa tawasul dengan juzku, itu seperti orang yang tawasul dengan diriku.

Syaikh Makinudin Al Asmuru r.a berkata ”Para guru toriqoh itu mengajak masyarakat duduk-duduk dipintu rohmatnya Alloh, tetapi Syaikh Abi Chasan Asyadzili mengajak masyarakat supaya masuk dihadapan Alloh.” Syaikh Abi Chasan Asyadzili berkata : ”sebagian dari nifaq ialah menampakkan dirinya melakukan sunah rosul saw, tetapi Alloh mengetahui dari orang itu bahwa ada maksud lainnya.” sebagian dari syirik yaitu menjadikan kekasih selain Alloh dan menjadikan penolong selain Alloh, Alloh telah berfirman ”kalian semua itu tidak mempunyai kekasih dan tidak ada yang menolong kalian semua selain Alloh apakah kalian semua tidak berangan-angan.”

Disebutkan dalam syarah qoridah seperti ini : ”sebagian dari mana aibnya Syaikh Abi Chasan Syadzili adalah beliau itu bila naik kendaraan para pembesarnya fuqoro’ dan ahli dunia mereka berjalan dikanan kiri beliau, bendera dikibarkan di atas kepala beliau, gelas minuman ditaruh dihadapannya dan perintah kepada pimpinan fuqoro’ supaya mengatakan : siapa yang menghendaki quthub supaya bertemu Syadzili. Dan Syaikh Abi Chasan r.a berkata : ”saya diberi oleh Alloh daftar sahabat-sahabat saya dan sahabat-sahabat saya sehingga hari kiamat, yang luasnya sejauh pandangan mata untuk membebaskan sahabat-sahabat saya itu dari neraka. Dan beliau juga berkata ”Andaikan tidak ada ikatan sariat dilisanku, saya bisa menceritakan kalian semua apa yang akan terjadi besok dan besoknya sampai hari kiamat.’

Intisari Thoriqoh

Secara pribadi Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili tidak meninggalkan karya tasawuf, begitu juga muridnya, Syekh Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya sebagai ajaran lisan tasawuf, doa, dan hizib. Syekh Ibnu Atha'illah as-Sakandari atau nama lengkapnya Syekh Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandari]] (658 - 709 H )/ (1260 - 1309 M)  adalah orang yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga khasanah tareqat Syadziliyah tetap terpelihara. Ibnu Atha'illah juga orang yang pertama kali menyusun karya paripurna tentang aturan-aturan tareqat tersebut, pokok-pokoknya, prinsip-prinsipnya, bagi angkatan-angkatan setelahnya.

Melalui sirkulasi karya-karya Ibnu Atha'illah, tareqat Syadziliyah mulai tersebar sampai ke Maghrib, sebuah negara yang pernah menolak sang guru. Tetapi ia tetap merupakan tradisi individualistik, hampir-hampir mati, meskipun tema ini tidak dipakai, yang menitik beratkan pengembangan sisi dalam. Syadzili sendiri tidak mengenal atau menganjurkan murid-muridnya untuk melakukan aturan atau ritual yang khas dan tidak satupun yang berbentuk kesalehan populer yang digalakkan. Namun, bagi murid-muridnya tetap mempertahankan ajarannya. Para murid melaksanakan Tareqat Syadziliyah di zawiyah-zawiyah yang tersebar tanpa mempunyai hubungan satu dengan yang lain.

Sebagai ajaran Tareqat ini dipengaruhi oleh Al-Ghazali dan Abu Talib al-Makki atau al-Makki. Salah satu perkataan as-Syadzili kepada murid-muridnya: "Seandainya kalian mengajukan suatu permohonanan kepada Allah, maka sampaikanlah lewat Abu Hamid Al-Ghazali". Perkataan yang lainnya: "Kitab Ihya' Ulum ad-Din, karya Al-Ghazali, mewarisi anda ilmu. Sementara Qut al-Qulub, karya Abu Talib al-Makki/ al-Makki, mewarisi anda cahaya." Selain kedua kitab tersebut, as-Muhasibi, Khatam al-Auliya, karya Hakim at-Tarmidzi, Al-Mawaqif wa al-Mukhatabah karya An-Niffari, Asy-Syifa karya Qadhi 'Iyad, Ar-Risalah karya al-Qusyairi, Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn Atha'illah.

Wejangan Thoriqoh Syadziliyah

1- Tauhid dengan sebenar-benarnya tauhid yang tidak musyrik kepada Allah.
2- Ketaqwaan terhadap Allah swt lahir dan batin, yang diwujudkan dengan jalan bersikap wara' dan Istiqamah dalam menjalankan perintah Allah swt.
3- Konsisten mengikuti Sunnah Rasul, baik dalam ucapan maupun perbuatan, yang direalisasikan dengan selalau bersikap waspada dan bertingkah laku yang luhur.
4- Berpaling (hatinya) dari makhluk, baik dalam penerimaan maupun penolakan, dengan berlaku sadar dan berserah diri kepada Allah swt (Tawakkal).
5- Ridho kepada Allah, baik dalam kecukupan maupun kekurangan, yang diwujudkan dengan menerima apa adanya (qana'ah/ tidak rakus) dan menyerah.
6- Kembali kepada Allah, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah, yang diwujudkan dengan jalan bersyukur dalam keadaan senang dan berlindung kepada-Nya dalam keadaan susah.

Keenam sendi tersebut juga tegak diatas lima sendi berikut:

1- Semangat yang tinggi, yang mengangkat seorang hamba kepada derajat yang tinggi.
2- Berhati-hati dengan yang haram, yang membuatnya dapat meraih penjagaan Allah atas kehormatannya.
3- Berlaku benar/baik dalam berkhidmat sebagai hamba, yang memastikannya kepada pencapaian tujuan kebesaran-Nya/kemuliaan-Nya.
4- Melaksanakan tugas dan kewajiban, yang menyampaikannya kepada kebahagiaan hidupnya.
5- Menghargai (menjunjung tinggi) nikmat, yang membuatnya selalu meraih tambahan nikmat yang lebih besar.

Selain itu tidak peduli sesuatu yang bakal terjadi (merenungkan segala kemungkinan dan akibat yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang) merupakan salah satu pandangan tareqat ini, yang kemudian diperdalam dan diperkukuh oleh Ibn Atha'illah menjadi doktrin utamanya. Karena menurutnya, jelas hal ini merupakan hak prerogratif Allah. Apa yang harus dilakukan manusia adalah hendaknya ia menunaikan tugas dan kewajibannya yang bisa dilakukan pada masa sekarang dan hendaknya manusia tidak tersibukkan oleh masa depan yang akan menghalanginya untuk berbuat positif.

Perkembangan Thoriqoh

Sementara itu tokohnya yang terkenal pada abad ke delapan Hijriyah, Ibn Abbad ar-Rundi (w. 790 H), salah seorang pensyarah kitab al-Hikam memberikan kesimpulan dari ajaran Syadziliyah: Seluruh kegiatan dan tindakan kita haruslah berupa pikiran tentang kemurahan hati Allah kepada kita dan berpendirian bahwa kekuasaan dan kekuatan kita adalah nihil, dan mengikatkan diri kita kepada Allah dengan suatu kebutuhan yang mendalam akan-Nya, dan memohon kepada-Nya agar memberi syukur kepada kita."

Mengenai dzikir yang merupakan suatu hal yang mutlak dalam tareqat, secara umum pada pola dzikir tareqat ini biasanya bermula dengan Fatihat adz-dzikir. Para peserta duduk dalam lingkaran, atau kalau bukan, dalam dua baris yang saling berhadapan, dan syekh di pusat lingkaran atau diujung barisan. Khusus mengenai dzikir dengan al-asma al-husna dalam tareqat ini, kebijakjsanaan dari seorang pembimbing khusus mutlak diperlukan untuk mengajari dan menuntun murid.

Sebab penerapan asma Allah yang keliru dianggap akan memberi akibat yang berbahaya, secara rohani dan mental, baik bagi sipemakai maupun terhadap orang-orang di sekelilingnya. Beberapa contoh penggunaan Asma Allah diberikan oleh Ibnu Atha'ilah berikut: Asma al-Latif, Yang Halus harus digunakan oleh seorang sufi dalam penyendirian bila seseorang berusaha mempertahankan keadaan spiritualnya; Al-Wadud, Kekasih yang Dicintai membuat sang sufi dicintai oleh semua makhluk, dan bila dilafalkan terus menerus dalam kesendirian, maka keakraban dan cinta Ilahi akan semakin berkobar; dan Asma al-Faiq, "Yang Mengalahkan" sebaiknya jangan dipakai oleh para pemula, tetapi hanya oleh orang yang arif yang telah mencapai tingkatan yang tinggi.

Tareqat Syadziliyah terutama menarik dikalangan kelas menengah, pengusaha, pejabat, dan pengawai negeri. Mungkin karena kekhasan yang tidak begitu membebani pengikutnya dengan ritual-ritual yang memberatkan seperti yang terdapat dalam tareqat-tareqat yang lainnya. Setiap anggota tareqat ini wajib mewujudkan semangat tareqat di dalam kehidupan dan lingkungannya sendiri, dan mereka tidak diperbolehkan mengemis atau mendukung kemiskinan. Oleh karenanya, ciri khas yang kemudian menonjol dari anggota tareqat ini adalah kerapian mereka dalam berpakaian.

Kekhasan lainnya yang menonjol dari tareqat ini adalah "ketenagan" yang terpancar dari tulisan-tulisan para tokohnya, misalnya: asy-Syadzili, Ibn Atha'illah, Abbad. A Schimmel menyebutkan bahwa hal ini dapat dimengerti bila dilihat dari sumber yang diacu oleh para anggota tareqat ini. Kitab ar-Ri'ayah karya al-Muhasibi. Kitab ini berisi tentang telaah psikologis mendalam mengenai Islam pada masa awal. Acuan lainnya adalah Qut al-Qulub karya al-Makki dan Ihya Ulumuddin karya al-Ghazali. Ciri "ketenangan" ini tentu saja tidak menarik bagi kalangan muda dan kaum penyair yang membutuhkan cara-cara yang lebih menggugah untuk berjalan di atas Jalan Yang Benar.

Disamping Ar-Risalahnya Abul Qasim Al-Qusyairy serta Khatamul Auliya'nya, Hakim at-Tirmidzi. Ciri khas lain yang dimiliki oleh para pengikut tareqat ini adalah keyakinan mereka bahwa seorang Syadzilliyah pasti ditakdirkan menjadi anggota tareqat ini sudah sejak di alam Azali dan mereka percaya bahwa Wali Qutb akan senantiasa muncul menjadi pengikut tareqat ini.

Tidak berbeda dengan tradisi di Timur Tengah, Martin menyebutkan bahwa pengamalan tareqat ini di Indonesia dalam banyak kasus lebih bersifat individual, dan pengikutnya relatif jarang, kalau memang pernah, bertemu dengan yang lain. Dalam praktiknya, kebanyakan para anggotanya hanya membaca secara individual rangaian-rangkaian doa yang panjang (hizb), dan diyakini mempunyai kegunaan-kegunaan megis. Para pengamal tareqat ini mempelajari berbagai hizib, paling tidak idealnya, melalui pengajaran (talkin) yang diberikan oleh seorang guru yang berwewenang dan dapat memelihara hubungan tertentu dengan guru tersebut, walaupun sama sekali hampir tidak merasakan dirinya sebagai seorang anggota dari sebuah tareqat.

Amalan amalan

Hizib yang diajarkan Tarekat Syadziliyah di antaranya adalah: Hizb al-Syifa’, Hizb al-Kahfi atau al-Autad, Hizb al-bahr, Hizb al-Baladiyah atau Bithatiyah, Hizb al-Barr, Hizb al-Mubarak, Hizb al-Salama, Hizb al-nur, dan Hizb al-Hujb. merupakan Hizib-Hizib yang terkenal dari as-Syadzilli. Menurut laporan, hizib ini dikomunikasikan kepadanya oleh [[Nabi Muhammad]] SAW. Sendiri. Hizib ini dinilai mempunyai kekuatan adikodrati, yang terutama dugunakan untuk melindungi selama dalam perjalanan dan bermanfaat dalam meningkatkan kadar ibadah kepada Allah.

Sebagai contoh, [[Ibnu Batutah]] menggunakan doa-doa tersebut selama perjalanan-perjalanan panjangnya, dan berhasil. Di Indonesia, di mana doa ini diamalkan secara luas, secara umum dipercaya doa ini baik dan tidak bertentangan dengan Sunatulloh dan Sunnatur Rosul. Untuk pengamalan hizb ini sebaiknya dalam bimbingan guru yang mengamalkannya.

Hizib-hizib dalam Tareqat Syadzilliyah, di Indonesia, juga dipergunakan oleh anggota tareqat lain untuk memohon perlindungan tambahan (Istighotsah), dan berbagai kekuatan hikmah, seperti debus di Pandegelang, yang dikaitkan dengan tareqat Rifa'iyah, dan di Banten utara yang dihubungkan dengan tareqat Qadiriyah. Akan tetapi yang utama adalah Hizb tersebut dipergunakan untuk meningkatkan kadar ibadah yang sebenarnya kepada Allah.

Para ahli mengatakan bahwa hizib, bukanlah doa yang sederhana, ia bukan hanya merupakan mantera megis yang Nama-nama Allah Yang Agung (Ism Allah A'zhim) dan, apabila dilantunkan secara benar, akan mengalirkan berkah dan menjamin respon supra natural dan yang terpenting adalah mendapatkan ridha Allah. Menyangkut pemakaian hizib, wirid, dana doa, para syekh tareqat biasanya tidak keberatan bila doa-doa, hizib-hizib (Azhab), dan wirid-wirid dalam tareqat dipelajari oleh setiap muslim untuk tujuan personalnya. Akan tetapi mereka tidak menyetujui murid-murid mereka mengamalkannya tanpa berlandaskan Al-Qur'an dan tuntunan Rasululloh SAW, sebab murid tersebut sedang mengikuti suatu pelatihan dari sang guru untuk dapat beribadah kepada Allah dengan benar.

Yang menarik dari filosufi Tasawuf Asy-Syadzily, justru kandungan makna hakiki dari Hizib-hizib itu, memberikan tekanan simbolik akan ajaran utama dari Tasawuf atau Tharekat Syadziliyah. Jadi tidak sekadar doa belaka, melainkan juga mengandung doktrin tingkah laku islami, pemahaman, adab hati, penyaksian, pembuktian yang sangat dahsyat yang semuanya bersumber dari Nabi Muhammad SAW.

Diantara Kata Mutiara Syaikh Abil Hasan Asy-Syadzily

Imam Syadzili itu adalah lebih ma’rifat-ma’rifatnya orang yang ada pada saat itu maka dari itu Syaikh Takiyuddin bin daqiq Al-’id ra berkata aku belum pernah melihat orang yang lebih ma’rifat pada Alloh dari pada Syaikh Abi Chasan Asyadzili beliau itu adalah orang yang luas dalam ilmu Hakikotnya. Sebagian yang menunjukkan bahwa beliau memiliki ilmu Hakikot Yang Agung ialah beliau pernah berkata : saya pernah diberi kabar gembira seperti ini. ”Hai Ali tak ada majlis ilmu fiqih yang lebih agung di atas bumi ini dari pada majlisnya Syaikh Izziddin Abdissalam sebagai sulton ulama, dan tak ada majlis ilmu hadits yang agung di atas bumi ini dari pada majlisnya Syaikh Abdil A’dim Al-Mundiri, dan tak ada majlis ilmu hakikot yang agung di atas bumi ini dari pada majlismu.

Syaikh Abi Hasab Asyadzili pernah berkata : ”Saya bertemu Rosul lalu saya bertanya apa hakikinya mengikuti? Rosul menjawab : ”Yaitu melihat orang yang diikuti dalam segala tingkah, dan bersama dalam segalanya, dan ada di dalamnya setiap waktu apa saja. Dan Syaikh Abi Chasan Asyadili juga berkata jika kamu ingin benar dalam setiap ucapan maka perbanyaklah membaca surat : ”Qulhuwallahu Ahad dan jika kami ingin mudahnya rizki maka perbanyaklah membaca surat kul a’udu birobbil falaq dan jika kamu ingin selamat maka perbanyaklah membaca surat ”Qul a’udu birobbinnas. Wali quthub Robbani Syaikh Abdul Wahab Assa’roni berkata : sebagian ulama berkata paling sedikitnya memperbanyak bacaan ialah 70 kali setiap hari sampai 700 kali.

Syaikh Abi Chasan berkata : ”Lebih benar-benarnya ucapan ialah ucapan Laailaaha illallaah dalam keadaan bersih. Dan Syaikh Abi Chasan juga berkata jika kamu ingin hatimu tidak jelek, tidak menemui kesusahan dan perihatin, dan tidak terus-menerus ke tempat dosa, maka perbanyaklah membaca : ”Subhaanallaahi wa bihamdihi subhanallaahil adhiim laailaahaillahuwa. Allaahumma tsabbit ’ilma haa fi qolbii wagfirlil dzanbii.

Syaikh Abi Chasan R.A berkata : kamu jangan memilih suatu perkara, dan pilihlah perkara yang tidak dipilih. Dan Syaikh Abi Chasan juga berkata : para wali itu tidak butuh segala sesuatu, cukup dengan mempunyai Alloh, dan mereka cukup bersama Alloh tanpa pemikiran dan pilihan lain. Sedangkan para orang ’alim mempunyai pemikiran dan pilihan untuk kebaikan dan pembicaraan untuk mendapatkan faidah-faidah.

Syaikh Abi Chasan Asyadzili R.A berkata ada satu perkara yang bisa menghancurkan beberapa amal, dan kebanyakan manusia tidak mengingatnya yaitu bencinya hamba pada qodo’ Alloh (ketentuan Alloh), dan juga ada dua kebaikan yang menjadikan tidak akan berbahaya dengan banyaknya kejelekan yaitu rido dengan qodo’ Alloh dan memaafkan hamba Alloh dan beliau juga berkata seorang hamba tak akan bisa menghindar dari neraka kecuali mencegah anggota badannya dari maksiat pada Alloh dan menghiasi dirinya dengan menjaga amanat Alloh dan membuka hatinya untuk melihat Alloh dan membuka lisan dan batinnya untuk munajat pada Alloh dan menghilangkan hijab (tirai) diantara dirinya dan diantara sifat-sifat Alloh dan mensaksikan dirinya terhadap ruh-ruh kalimat Alloh kepada Alloh.

Syaikh Abil Chasan Asyadzili berkata : ”ketika dzikir terasa berat dilisanmu dan banyak sia-sianya dalam ucapanmu dan tergelarnya anggota badan dalam syahwatmu dan buntunya pintu pemikiran dalam kebaikanmu maka ketahuilah sesungguhnya yang seperti itu dari besarnya dosamu atau adanya irodah (kehendak) munafik di dalam hatimu dan tidak ada jalan untukmu kecuali satu jalan yaitu taubat dan berbuat baik, dan mohon perlindungan Alloh, dan ihlas di dalam agama Alloh. Apakah kau tidak mendengarkan firmah Alloh : ”kecuali orang-orang yang mau bertaubat dan berbuat baik, minta perlindungan kepada Alloh dan membersihkan agama mereka, maka mereka itulah orang-orang yang bisa bersama-sama dengan orang-orang mukmin”. Dan Alloh tidak mengatakan dengan perkataan : sebagian dari golongan orang-orang mukmin maka berangan-anganlah dengan perkara ini jika kamu menjadi orang pandai”.

Syaikh Abil Chasan Asyadzili berkata : ”Apabila ilmu kasafmu (terbukanya hati) bertentangan dengan qur’an hadits, maka berpeganglah dengan qur’an dan hadits dan tinggalkan saja ilmu kasafmu dan katakan pada dirimu : Sesungguhnya Alloh menjamin menjaga saya di dalam qur’an hadits, dan tidak menjamin (tidak bertanggung jawab) dari arah ilmu kasaf, ilmu ilham (bisikan), ilmu musyahadah (melihat perkara goib), dan juga para ulama sepakat sebaiknya tidak mengamalkan ilmu kasaf, ilmu ilham, ilmu musyahadah kecuali setelah ditinjau sesuai qur’an hadits”.

Dan beliau juga berkata : ”Bila ada seseorang menghalangimu menuju Alloh maka tetap teguhlah dan mantaplah, Alloh telah berfirman : Hai orang-orang yang beriman bila kalian bertemu menghadapi suatu qoum (golongan) maka tetap teguhlah dan berdzikirlah (berdo’alah) pada Alloh dengan banyak supaya kalian semua beruntung”.

Syaikh Abil Chasan Asyadzili berkata : ”setiap ilmu yang tergerak dalam hati yang digerakkan oleh nafsu dan nafsu merasa lezat dengan ilmu tersebut maka buanglah walaupun ilmu itu haq dan ambilah ilmunya Alloh yang diberikan Rosululloh kemudian ikutlah kepada Rosululloh dan kepada kholifah, kepada para sahabat, dan para tabi’in dan para imam-imam yang mendapat hidayah yang menjauhkan kehendak dan perintah hawa nafsu. Maka kamu akan selamat dari beberapa keraguan dan beberapa prasangka dan beberapa penarik dusta yang menyesatkan yang menyimpang dari hidayah dan haqiqinya hidayah. Dan beliau juga berkata termasuk sebagian dari lebih menjaganya penjaga dari terjerumus ke dalam cobaan terhadap ma’siat dan dosa. Adalah istigfar, Alloh telah berfirman : Dan tidaklah Alloh itu menyiksa mereka (ahli Makkah) sedangkan mereka lagi mohon ampun.”

Syaikh Abil Chasan r.a berkata : ”Bila kamu majlisan (duduk-duduk) dengan para ulama maka janganlah kamu membicarakan kepada mereka kecuali ilmu yang dinukil dari ketentuan qur’an dan riwayat-riwayat hadits yang shohih, adakalanya berfaidah untuk mereka atau kamu yang mengambil faidah dari mereka yang seperti itu adalah keuntungan yang besar dari mereka. Dan jika kamu majlisan dengan ahli ibadah dan ahli zuhud (ahli bertapa) maka duduk-duduklah ke dalam mereka dengan apa yang mereka anggap baik dan buatlah mudah atas masalah-masalah yang mereka anggap sulit dan berilah mereka rasa ma’rifat yang mereka belum merasakannya. Dan jika kamu majlisan dengan ahli shidiqin maka, pisahkanlah dengan apa yang kau ketahui maka kamu akan mendapat ilmu yang tetap. Dan Syaikh Abil Chasan Asyadzili berkata : ”termasuk sulit-sulitnya manusia ialah orang yang senang bisa orang-orang tunduk dengan mu’amalahnya sehingga orang-orang tersebut sesuai dengan segala yang ia inginkan sedangkan dirinya sendiri tidak bisa menemukan kehendak nafsunya sendiri, maka carilah nafsumu dengan memuliakan manusia dan jangan kau mencari manusia agar mereka memuliakanmu, dan jangan kau memaksa kecuali terhadap nafsumu sendiri.”

Syaikh Abil Chasan r.a berkata : ”saya telah menghentikan manfaat dari saya untuk diri saya sendiri, maka bagaimana tidak bila saya memutuskan manfaat orang lain untuk diri saya. Dan saya mengharapkan kepada Alloh untuk kemanfaatan orang lain maka bagaimana tidak bila saya mengharap kepada Alloh untuk kemanfaatan diri saya sendiri. Syaikh Abil Chasan Asyadzili juga berkata : janganlah kau cenderung dengan ilmu dan jangan kepada kekuatan tetapi cenderunglah kepada Alloh. Dan jangan sampai kau menyebarkan ilmumu hanya agar manusia membenarkan dirimu tapi sebarlah ilmumu agar menjadi lantaran Alloh membenarkanmu. Dan dari perkataan beliu tersebut di atas sudah cukup untukmu bila Syaikh Abil Chasan Syadzili itu adalah dari golongan orang-orang ahli ma’rifat, ahli zuhud, ahli membersihkan diri, ahli fiqih (pandai) dalam agama, ahli muroqobah, dan menjadi gurunya orang-orang besar.”

Syaikh Abil Chasan r.a pernah berkata kepada para sahabatnya : ”makanlah dari makanan yang enak-enak dan minumlah dengan minuman lebih lezat lebih segar dan tidurlah dikasur-kasur yang empuk dan pakailah pakaian yang lebih halus, lebih bagus, maka sesungguhnya diantara kalian semua ketika melakukan seperti itu dan mengucapkan Alhamdulillah maka seluruh anggota badan bisa menerima untuk bersyukur. Berbeda dengan makan makanan jelek, roti kasar dengan garam dan memakai pakaian kasar yang jelek dan tidur di atas bumi dan minum dengan air panasnya matahari dan setelah itu mengucapkan Alhamdulillah maka sesungguhnya ucapannya itu tercampur dengan rasa terpaksa dan kurang ikhlas (gerundel) dan sebagian dari rasa benci dengan takdirnya Alloh. Dan sesungguhnya apabila kalian melihat dengan mata hati sudah pasti bisa menemukan kejengkelan dan rasa kebencian tersebut yang kembali kepada dosa bagi orang-orang yang mengambil kenikmatan perkara dunia dengan yakin. Maka sesungguhnya yang dinamakan orang yang mengambil kenikmatan perkara dunia itu ialah melakukan perkara yang telah diwenangkan oleh Alloh swt dan barang siapa punya rasa jengkel dan benci maka sungguh berarti telah melakukan perkara yang diharamkan oleh Alloh swt. Ucapakan seperti ini adalah sebagian dari tanda bahwa Syaikh Abil Chasan r.a sebagian dari golongan ahli muroqobah (mengintai & meneliti) terhadap tingkah lakunya hati dan termasuk sebagian dari golongan ahli syukur.Beliau juga berkata : ”murid toriqoh tak akan meningkat sama sekali kecuali setelah jelas benar-benar cinta kepada Alloh SWT, dan murid tak akan bisa benar-benar cinta Alloh sehingga benci dunia, dan ahli dunia, dan zuhud dengan kenikmatan dunia dan akhirat. Dan beliau berkata lagi : setiap murid toriqoh tentu ada rasa cinta dunia, maka Alloh akan membencinya menurut banyak sedikitnya di dalam cintanya terhadap dunia. Maka murid supaya membuang dunia lepas dari tangannya dan dari hatinya ketika awal masuknya di dalam toriqoh, dan ketika ada murid meminta talqin (pengajaran secara berhadap-hadapan) dengan guru atau mengambil janji terhadap guru sedangkan dia cenderung kepada dunia, maka dia harus kembali dari mana asal tempat datangnya, dan toriqohnya akan membuang dirinya. Maka sesungguhnya paling sedikitnya sebagai dasar murid masuk toriqoh yaitu zuhud di dalam bab dunia, maka barang siapa tidak zuhud di dalam bab dunia maka tidak sah baginya dibangun sesuatu diakhirat”.

Syaikh Abi Chasan Asyadzily pernah berkata : telapakku bisa di atas jidatnya para wali-wali :
Ada di (kalangan) toriqoh itu tidak ada karomah yang lebih besar daripada karomah (berupa) iman, dan manut pada sunah Nabi, siapa orangnya yang sudah diberi iman dan bisa manut pada sunah Nabi, kemudian menginginkan selain yang kedua tadi, (jelas) orang itu hamba yang berpura-pura dan ahli bohong.

Tidak ada dosa besar yang lebih besar dari pada dua perkara : (yaitu) cinta dunia sampai memilihnya (artinya menganggap lebih penting dari pada akhirat) dan terus menerus (berada di dalam) kebodohan sampai ridho. Karena cinta dunia itu sumber setiap kesalahan dan terus menerus (berada di dalam) kebodohan itu sumbernya maksiat.

Kamu jangan terlalu meninggalkan dunia. Yang bisa menjadi sebab gelapnya dunia (menyelimuti harimu) dan menjadi lemah anggota badanmu. Yang akhirnya kamu kembali merangkul dunia setelah keluar dari dunia dengan Himmahmu (cita-citamu) atau fikiranmu atau keinginan atau gerakmu.
Kamu supaya menetapkan perkara lima yang membersihkan badanmu yang ada dalam perkataan yaitu : ”subhaanallaahi wal hamdulullaahi wa laa ilaaha illallaahu wallaahu akbaru wa laa hau la wa laa quwata illaa billaahi”. Dan perkara lima yang membersihkan badanmu yang ada dalam pekerjaan yaitu solat lima waktu dan membersihkan badan dari rasa memiliki daya dan kekuatan.

Tandanya orang yang mendapat kebahagiaan di akhirat, yaitu : orang yang tahu kebenaran lalu mau tawadu’ pada orang yang ahli kebenaran walaupun melakukan kejelekan apa saja. Dan tandanya orang yang celaka di akhirat yaitu orang yang menentang kebenaran dan menyombongi pada orang yang ahli kebenaran walaupun melakukan kebaikan apa saja.

Cabang Cabang Thoriqoh

Tareqat Syadziliyah ini mempunyai pengaruh yang besar di dunia Islam. Sekarang tareqat ini terdapat di Afrika Utara, Mesir, Kenya, dan Tanzania Tengah, Sri langka, Indonesia dan beberapa tempat yang lainnya termasuk di Amerika Barat dan Amerika Utara. Di Mesir yang merupakan awal mula penyebaran tareqat ini, tareqat ini mempunyai beberapa cabang, yakitu: al-Qasimiyyah, al- madaniyyah, al-Idrisiyyah, as-Salamiyyah, al-handusiyyah, al-Qauqajiyyah, al-Faidiyyah, al-Jauhariyyah, al-Wafaiyyah, al-Azmiyyah, al-Hamidiyyah, al-Faisiyyah dan al- Hasyimiyyah dan 'Alawiyah.

Perkembangan di Indonesia

Para sejarawan barat meyakini, Islam bercorak sufistik itulah yang membuat penduduk Nusantara yang semula beragama Hindu dan Buddha menjadi sangat tertarik. Tradisi dua agama asal India yang kaya dengan dimensi metafisik dan  spiritualitas itu dianggap lebih dekat dan lebih mudah beradaptasi dengan tradisi tarekat yang dibawa para wali. Sayangnya dokumen sejarah islam sebelum abad 17  cukup sulit dilacak. Meski begitu, beberapa catatan tradisional di keraton-keraton sedikit banyak bercerita tentang aktivitas tarekat di kalangan keluarga istana raja-raja muslim.

Salah satu referensi keterkaitan para wali dengan dunia tarekat adalah Serat Banten Rante-rante, sejarah Banten kuno. Dalam karya sastra yang ditulis di awal berdirinya kesultanan Banten itu disebutkan, pada fase belajarnya Sunan Gunung Jati pernah melakukan perjalanan ke tanah Suci dan berjumpa dengan Syaikh Najmuddin Kubra dan Syaikh Abu Hasan Asy- Syadzili. Dari kedua tokoh berlainan masa itu Sang Sunan konon memperoleh ijazah kemursyidan Tarekat Kubrawiyah dan Syadziliyah. Meski jika mengacu pada data kronologi sejarah tentu saja pertemuan fisik antara Sunan Gunung Jati yang hidup di abad 16 dengan Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili yang wafat di abad 13, apalagi dengan Syaikh Najmudin Kubra yang wafat pada tahun 1221 M, tidak(lah) mungkin.

Terlepas dari kebenaran cerita pertemuan Sunan Gunung Jati dengan dua pendiri tarekat dalam Serat Banten Rante-rante, pendiri Kesultanan Cirebon itu diyakini sebagai orang pertama yang membawa Tarekat Kubrawiyah dan Syadziliyah ke (tanah) Jawa.

Tarekat lain yang masuk Nusantara pada periode awal adalah Tarekat Qadiriyah, Syaththariyah dan Rifa’iyah. Ketiga tarekat tersebut masuk ke Sumatra sepanjang abad 16 dan 17 secara susul menyusul.

Syaikh Abdul Malik juga mewariskan (ijazah) kemursyidan beberapa tarekat kepada Habib Luthfi Bin Yahya, salah satunya adalah Tarekat Syadziliyah. Bahkan, belakangan Rais ‘Aam Jam’iyah Ahli at-Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah itu lebih identik dengan tarekat yang berasal dari Afrika Utara tersebut.

Selain melalui jalur Kiai Abdul Malik, Tarekat Syadziliyah di Jawa juga dibawa oleh K.H. (Muhammad) Dalhar, Watucongol, dan Kiai Siroj, Payaman, Magelang; K.H. Ahmad, Ngadirejo, Klaten; Kiai Abdullah bin Abdul Muthalib, Kaliwungu, Kendal;  Sayyid Abdurrahman Alhasany Sumolangu, Kebumen; dan K.H. Idris, Jamsaren, Surakarta. Keenam guru Syadziliyah pertama memiliki mata rantai sanad yang sama: Kiai Ahmad, Kiai Abdullah, Kiai Abdurrahman, Kiai Abdul Malik dan Kiai Dalhar mendapatkan ijazahnya dari Syaikh Ahmad Nahrowi Muhtaram Al-Banyumasi, Al-Makki, ulama Haramain asal Banyumas. Sementara Kiai Idris Jamsaren yang satu generasi lebih tua mendapatkan ijazah kemursyidannya dari guru Syaikh Ahmad Nahrawi Muhtaram Al-Banyumasi, yakni Syaikh Muhammad Shalih Al-Mufti Al-Hanafi.

Masih banyak lagi tarekat-tarekat lain yang saat ini terus tumbuh dan berkembang di tanah air, baik yang mu’tabar (keabsahannya diakui) maupun yang belum diakui. Dari yang diperkirakan datang bersamaan dengan tibanya wali songo seperti Tarekat Kubrawiyah, sampai yang baru masuk Indonesia di penghujung abad dua puluh, seperti Tarekat Naqsyabandiyah Haqqani atau Syadziliyah Darqawi yang dibawa para alumnus Damaskus.

Namun demikian, meski secara umum tarekat terus berkembang dan bertambah jumlah pengikutnya, namun karena ada beberapa kekhasan tradisi, seperti sistem kemursyidan yang cukup rumit, banyak pusat pengajaran tarekat yang saat ini mengalami kemandegan bahkan hilang sama sekali. Salah satunya adalah pusat pengajaran Tarekat Syadziliyah di Surakarta.

Pada masa keemasaannya, Kota Surakarta dan sekitarnya pernah menjadi pusat pengajaran Tarekat Syadziliyah, dengan beberapa guru mursyid yang cukup terkenal di kalangan ahli at-thariqah. Pada era abad 19, ada dua tokoh yang sangat terkenal dan kharismatik, yaitu Kiai Idris, pengasuh Pondok Pesantren Jamsaren, dan Kiai Ahmad, pengasuh Pesantren Ngadirejo, Klaten. Pada era selanjutnya, juga dikenal tokoh Kiai Siradj, Panularan, Surakarta; dan Kiai Abdul Mu’id, Tempursari, Klaten; lalu setelahnya Kiai Ma’ruf Mangunwiyoto, Jenengan; Kiai Abdul Ghani Ahmad Sadjadi, dan terakhir Kiai Idris, Kacangan, Boyolali.

Dari beberapa nama tersebut hanya Kiai Idris, Jamsaren, Kiai Abdul Mu’id, Tempursari, dan Kyai Ma’ruf yang mempunyai hubungan keluarga sekaligus hubungan guru-murid. Setelah Kiai Idris, Jamsaren wafat, Kiai Abdul Mu’id, kemenakannya, menggantikan kedudukannya sebagai mursyid. Dan ketika Kiai Abdul Mu’id wafat, putranya, Kiai Ma’ruf Mangunwiyoto yang menjadi penggantinya. Namun sayang, ketika Kiai Ma’ruf wafat, regenerasi kemursyidannya berhenti (?), seperti halnya mursyid-mursyid Tarekat Syadziliyah lain di Surakarta dan sekitarnya.

(Tentu) Sangat menarik menggali faktor-faktor yang menyebabkan kemandegan proses regenerasi tersebut. Hal ini mengingat, bahwa selain hadits, adalah tarekat yang sangat ketat menjaga tradisi sanadnya.

Tarikat Syadziliyyah adalah satu di antara tarikat yang diakui di Indonesia yang tergabung dalam Jam’iyyah Ahli al-Thariqah al-Mu’Tabarah al-Nahdliyah (JATMAN), lembaga otonom Nahdhatul Ulama NU, yaitu Aliran-aliran tarekat yang dinilai mu'tabarah (diakui keabsahannya) adalah: 1) 'Abbasiyah, 2) Akbariyah, 3) Baerumiyah, 4) Bakriyah, 5) Buhuriyah, 6) Ghaibiyah, 7) Haddadiyah, 8) Idrisiyah, 9) Isawiyah, 10) Justiyah, 11) Khadliriyah, 12) Khalidiyah wa al-Naqsyabandiyah, 13) Madbuliyah, 14. Maulawiyah, 15) Rifa'iyah, 16) Sa’diyah, 17) Sumbuliyah, 18) Syadziliyah, 19) Syuhrawiyah, 20) Umariyah, 21) Utsmaniyah. Kemudian, 22) Ahmadiyah, 23) Alawiyah, 24) Bakdasyiyah, 25) Bayumiyah, 26) Dasuqiyah, 27) Ghozaliyah, 28) Hamzawiyah, 29) Idrusiyah, 30) Jalwatiyah, 31) Kalsyaniyah, 32) Khalwatiyah, 33) Kubrawiyah, 34) Malamiyah, 35) Qadiriyah wa al-Naqsyabandiyah, 36) Rumiyah, 37) Samaniyah, 38) Sya'baniyah, 39) Syathariyah, 40) Tijaniyah, 41) Usyaqiyah, 42) Uwaisiyah, dan 43) Zainiyah.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar