Translate

Kamis, 30 Juli 2015

Sejarah Laksamana Cheng Ho

Sekitar tahun 1930-an, sejarah kehebatan seorang laksamana laut asal Tiongkok pada abad ke-15 mulai terkuak. Adalah batu prasasti di sebuah kota di Provinsi Fujian, Cina yang bersaksi dan mengisahkan jejak perjalanan dan petualangan seorang pelaut andal dan tangguh bernama Cheng Ho atau Zheng He.

Catatan perjalanan dan penjelajahan yang luar biasa hebatnya itu tak hanya memiliki arti penting bagi bangsa Cina. Jejak hidup Laksamana Cheng Ho juga begitu berarti bagi umat Islam dan bangsa Indonesia. Seperti halnya, petualang hebat dari Maroko, Ibnu Battuta, Cheng Ho pernah singgah di Nusantara dalam ekspedisinya.

Matt Rosenberg, seorang ahli geografi terkemuka dunia mengungkapkan, ekspedisi laut yang dipimpin Cheng Ho telah dilakukan 87 tahun sebelum penjelajah kebanggaan Barat, Christopher Columbus, mengarungi luasnya samudera biru. Tak hanya itu, ekspedisi arung samudera yang dilakukan Cheng Ho juga jauh lebih awal dari penjelajah asal Portugis, Vasco da Gama dan petualang asal Spanyol, Ferdinand Magellan.

Petualangan antarbenua yang dipimpin Cheng Ho selama 28 tahun (1405 M -1433 M) itu berlangsung dalam tujuh kali pelayaran. Menurut Rosenberg, tak kurang dari 30 negara di benua Asia dan Afrika disinggahi Cheng Ho. Jarak tempuh ekspedisi yang dipimpin Cheng Ho beserta pengikutnya mencapai 35 ribu mil.

Dalam batu prasasti yang ditemukan di Provinsi Fujian itu, Cheng Ho mengatakan bahwa dirinya diperintahkan kaisar Dinasti Ming untuk berlayar mengarungi samudera menuju negara-negara di luar horizon. Dalam ekspedisinya mengelilingi benua Afrika dan Asia itu, Cheng Ho mengerahkan armada raksasa dengan puluhan kapal besar dan kapal kecil serta puluhan ribu awak.

Pada ekspedisi pertama, ia mengerahkan 62 kapal besar dan belasan kapal kecil yang digerakkan 27.800 ribu awak. Pada pelayaran ketiga, Cheng Ho menurunkan kapal besar sebanyak 48 buah dengan 27 ribu awak. Sedangkan pada pelayaran ketujuh, tak kurang dari 61 kapal besar dikerahkan dengan awaknya mencapai 27.550 orang. Padahal, ekspedisi yang dilakukan Columbus saat menemukan benua Amerika hanya mengerahkan tiga kapal dengan awak mencapai 88 orang.

Sebuah ekspedisi yang benar-benar dahsyat. Dalam setiap ekspedisi itu, secara khusus Cheng Ho menumpangi ‘kapal pusaka’. Sebuah kapal terbesar pada abad ke-15 M. Betapa tidak, panjangnya saja mencapai 138 meter dan lebarnya sekitar 56 meter. Ukuran kapal yang digunakan Cheng Ho untuk menjelajah samudera itu lima kali lebih besar dibanding kapal Columbus.

Menurut sejarawan, JV Mills kapasitas `kapal pusaka’ itu mencapai 2.500 ton. Pencapaian gemilang Cheng Ho melalui ekspedisi lautnya pada abad ke-15 M menunjukkan betapa peradaban Cina telah memiliki kapal-kapal besar serta kemampuan navigasi untuk menjelajahi dunia. Anehnya, keberhasilan yang dicapai Cheng Ho itu tak diikuti dengan ekspedisi berikutnya.

”Cheng Ho terlahir sekitar tahun 1371 M di Provinsi Yunan sebelah baratdaya Cina,” ungkap Rosenberg. Nama kecilnya adalan Ma Ho. Dia tumbuh dan dibesarkan dalam sebuah keluarga Muslim. Apalagi, sang ayah pernah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci, Makkah. Menurut Rosenberg, nama keluarga Ma digunakan oleh keluarga Muslim di Tiongkok merujuk pada Muhammad.

Ketika berusia 10 tahun (1381 M), Ma Ho kecil dan anak-anak yang lain ditangkap tentara Cina yang menginvasi wilayah Yunan. Pada usia 13 tahun, dia dan tahanan muda lainnya dijadikan pelayan rumah tangga Pangeran Zhu Di – anak keempat kaisar Cina. Namun, Ma Ho menjadi pelayan khusus Pangeran Zhu Di.

Pergaulannya dengan pangeran, membuat Ma Ho menjadi pemuda yang tangguh. Dia jago berdiplomasi serta menguasai seni berperang. Tak heran, bila dia kemudian diangkat menjadi pegawai khusus pangeran. Nama Ma Ho juga diganti oleh Pangeran Zhu Di menjadi Cheng Ho. Alasannya, kuda-kuda milik abdi (kasim) kaisar terbunuh dalam pertempuran di luar Istana yang dinamakan Zhenglunba.

“Cheng Ho juga dikenal sebagai San Bao yang berarti `tiga mutiara’,” papar Rosenberg. Cheng Ho yang memiliki tinggi badan sekitar tujuh kaki, posisinya kian menguat ketika Zhu Di diangkat menjadi kaisar pada 1402. Cheng Ho pun lalu didaulat menjadi laksamana dan diperintahkan untuk melakukan ekspedisi. Cheng Ho, merupakan abdi istana pertama yang memiliki pososi yang tinggi dalam militer Cina.

Ekspedisi pertama Cheng Ho dilakukan pada tahun 1405 M – 1407 M. Sebelum memulai ekspedisinya, rombongan besar itu menunaikan shalat terlebih dulu di sebuah masjid tua di kota Quanzhou (Provinsi Fujian). Pelayaran pertama ini mampu mencapai Caliut, barat daya India dan sampai di wilayah Asia Tenggara: Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Vietnam, Srilangka. Di setiap persinggahan armada itu melakukan transaksi dengan cara barter.

Tahun 1407 M – 1409 M ekspedisi kedua kembali dilakukan, namun Cheng Ho tak ikut memimpin ekspedisi ini, dia tetap di Cina merenovasi masjid di kampung halamannya. Ekspedisi ketiga digelar pada 1409 M – 1411 M menjangkau India dan Srilanka. Tahun 1413 M – 1415 M kembali melaksanakan ekspedisi, kali ini mencapai Aden, Teluk Persia, dan Mogadishu (Afrika Timur). Jalur ini diulang kembali pada ekspedisi kelima (1417M – 1419 M) dan keenam (1421 M – 1422 M). Ekspedisi terakhir (1431 M- 1433 M) berhasil mencapai Laut Merah.

Ekspedisi luar biasa itu tercatat dan terekam dalam buku Zheng He’s Navigation Map yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan. Jalur perdagangan Cina berubah, tidak sekadar bertumpu pada ‘Jalur Sutera’ antara Beijing-Bukhara.

Tak ada penaklukan dalam ekspedisi itu. Sejarawan Jeanette Mirsky menyatakan, ekspedisi bertujuan untuk memperkenalkan dan mengangkat nama besar Dinasti Ming ke seluruh dunia. Kaisar Zhu Di berharap dengan ekspedisi itu, negara-negara lain mengakui kebesaran Kaisar Cina sebagai The Son of Heaven (Putra Dewata. Tindakan militer hanya diterapkan ketika armada yang dipimpinnya menghadapi para perompak di laut. Cheng Ho tutup usia di Caliut, India ketika hendak pulang dari ekspedisi ketujuh pada 1433 M. Namun, ada pula yang menyatakan dia meninggal setelah sampai di Cina pada 1435. Setiap tahun ekspedisinya selalu dikenang. 

Siapa sebenarnya Laksamana Cheng Ho

Dalam sejarah Indonesia, Laksamana Sam Po Kong dikenal dengan nama Zheng He, Cheng Ho, Sam Po Toa Lang, Sam Po Thay Jien, Sam Po Thay Kam, dan lain-lain. Laksamana Sam Po Kong berasal dari bangsa Hui, salah satu bangsa minoritas Tionghoa. Laksamana Cheng Ho adalah sosok bahariawan muslim Tionghoa yang tangguh dan berjasa besar terhadap pembauran, penyebaran, serta perkembangan Islam di Nusantara. Cheng Ho (1371 – 1435) adalah pria muslim keturunan Tionghoa,berasal dari propinsi Yunnan di Asia Barat Daya. Ia lahir dari keluarga muslim taat dan telah menjalankan ibadah haji yang dikenal dengan haji Ma.

Silsilah lengkap Laksamana Cheng Ho:

Muhammad Cheng Ho (Zheng He, Ma He, Ma Sanbao atau Haji Machmud ‎ 1371–1433) bin
Mi-Li-Jin (Ma Ha Zhi ) bin
Mi-Di-Na (Haji) bin
Bai-Yan bin
Na-Su-La-Ding bin
Sau-Dian-Chi (Sayid Syamsuddin atau Sayid Ajall) bin
Ma-Ha-Mu-Ke-Ma-Nai-Ding bin
Ka-Ma-Ding-Yu-Su-Pu bin
Su-Sha-Lu-Gu-Chong-Yue bin
Sai-Yan-Su-Lai-Chong-Na bin
Sou-Fei-Er (Sayid Syafi'i) bin
An-Du-Er-Yi bin 
Zhe-Ma-Nai-Ding bin
Cha-Fa-Er bin
Wu-Ma-Er bin
Wu-Ma-Nai-Ding bin
Gu-Bu-Ding bin
Ha-San bin
Yi-Si-Ma-Xin bin
Mu-Ba-Er-Sha bin
Lu-Er-Ding bin
Ya-Xin bin
Mu-Lu-Ye-Mi bin
She-Li-Ma bin
Li-Sha-Shi bin
E-Ha-Mo-De bin
Ye-Ha-Ya bin
E-Le-Ho-Sai-Ni bin
Xie-Xin bin
Yi-Si-Ma-Ai-Le bin
Yi-Bu-Lai-Xi-Mo (Sayid Ali Zainal Abidin) bin
Hou Sai-Ni (Sayidina Husain As-Syahid) bin
Sayyidatina Fathimah binti
Sayidina Muhammad Rosululloh  SAW.

*kutipan dari buku "Ahlul Bait Rasulullah SAW & Kesultanan Melayu"

Dari silsilah ini diketahui bahwa Laksamana Cheng Ho memang seorang muslim keturunan Rasululloh SAW.

Moyang Laksamana Cheng Ho adalah Sayid Syamsuddin, putera Sultan Bukhara yang dikalahkan Ghenghiz Khan. Sayid Syamsuddin jadi tawanan di Peking (Beijing). Karena akhlaknya yang mulia, beliau bukan saja dibebaskan, tapi malah diangkat jadi Penolong Menteri di Yunnan.

Konon, pada usia sekitar 10 tahun Cheng Ho ditangkap oleh tentara Ming di Yunnan. Pangeran dari Yen, Chung Ti, tertarik melihat Cheng Ho kecil yang pintar, tampan, dan taat beribadah. Kemudian ia dijadikan anak asuh. Cheng Ho tumbuh menjadi pemuda pemberani dan brilian. Di kemudian hari ia memegang posisi penting sebagai Admiral Utama dalam angkatan perang.

Pada saat kaisar Cheung Tsu berkuasa, Cheng Ho diangkat menjadi admiral utama armada laut untuk memimpin ekspedisi pertama ke laut selatan pada tahun 1406. Sebagai admiral, Cheng Ho telah tujuh kali melakukan ekspedisi ke Asia Barat Daya dan Asia Tenggara. Selama 28 tahun (1405 – 1433 M) Cheng Ho telah melakukan pelayaran muhibah ke berbagai penjuru dunia dengan memimpin kurang lebih 208 kapal berukuran besar, menengah, dan kecil yang disertai dengan kurang lebih 27.800 awak kapal. Misi muhibah pelayaran yang dilaksanakan oleh Laksamana Cheng Ho bukan untuk melaksanakan ekspansi, melainkan melaksanakan misi perdagangan, diplomatik, perdamaian, dan persahabatan. Ini merupakan pelayaran yang menakjubkan, berbeda dengan pengembaraan yang dilakukan oleh pelaut Barat seperti Cristopherus Colombus, Vasco da Gamma, atau pun Magelhaes.

Sebagai bahariawan besar sepanjang sejarah pelayaran dunia, kurang lebih selama 28 tahun telah tercipta 24 peta navigasi yang berisi peta mengenai geografi lautan. Selain itu, Cheng Ho sebagai muslim Tiong Hoa, berperan penting dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara dan kawasan Asia Tenggara.

Pada perjalanan pelayaran muhibah ke-7, Cheng Ho telah berhasil menjalankan misi kaisar Ming Ta’i-Teu (berkuasa tahun 1368 – 1398), yaitu misi melaksanakan ibadah haji bagi keluarga istana Ming pada tahun 1432 – 1433. Misi ibadah haji ini sengaja dirahasiakan karena pada saat itu, bagi keluarga istana Ming menjalankan ibadah haji secara terbuka sama halnya dengan membuka selubung latar belakang kesukuan dan agama.

Untuk mengesankan bahwa pelayaran haji ini tidak ada hubungannya dengan keluarga istana, sengaja diutus Hung Pao sebagai pimpinan rombongan. Rombongan haji itu tidak diikuti oleh semua armada dalam rombongan ekspedisi ke-7. Rombongan haji ini berangkat dari Calleut (kuli, kota kuno) di India menuju Mekkah (Tien Fang).

Demikianlah misi perjuangan dan misi rahasia menunaikan ibadah haji yang dijalankan Cheng Ho, dan misi tersebut berhasil. Akan tetapi Cheng Ho merasa sedih karena tidak bisa bebas berlayar menuju tanah leluhurnya, Mekkah, untuk beribadah haji dan berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW. Sebelumnya, pada ekspedisi ke-5, armada Cheng Ho telah berhasil mencapai pantai timur Afrika dalam waktu tiga tahun. Dalam kesempatan tersebut, armada Cheng Ho berkunjung ke kerajaan di Semenanjung Arabiah dan menunaikan panggilan Allah ke Mekkah.

Sejarah tentang perjalanan muhibah Cheng Ho, hingga saat ini masih tetap diminati oleh berbagai kalangan, baik kalangan masyarakat Indonesia pada umumnya, maupun masyarakat keturunan Tionghoa. Chneg Ho telah menjadi duta pembauran negeri Tiongkok untuk Indonesia yang diutus oleh kaisar Dinasti Ming pada tahun Yong Le ke-3 (1405). Dalam tujuh kali perjalanan muhibahnya ke Indonesia, Laksamana Cheng Ho berkunjung ke Sumatera dan Pulau Jawa sebanyak enam kali.

Kunjungan pertama adalah ke Jawa, Samudera Pasai, Lamrbi (Aceh Raya), dan Palembang. Sebagian besar daerah yang pernah dikunjungi Cheng Ho menjadi pusat dagang dan dakwah, diantaranya Palembang, Aceh, Batak, Pulau Gresik, Semarang (di sekitar Gedong Batu), Surabaya, Mojokerto, Sunda Kelapa, Ancol, dan lain-lain. Gerakan dakwah pada masa itu telah mendorong kemajuan usaha perdagangan dan perekonomian di Indonesia.

Dalam perjalanan muhibahnya, setiap kali singgah di suatu daerah ia banyak menciptakan pembauran melalui bidang perdagangan, pertanian, dan peternakan.

Misi muhibah yang dilakukan Cheng Ho memberikan manfaat yang besar bagi negeri yang dikunjunginya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar