Hendaknya kita berhati-hati dalam masalah laknat. Bahkan kepada orang kafir sekalipun. Orang kafir yang masih hidup tidak boleh ditujukan laknat kepadanya secara personal. Hukumnya haram melaknat orang kafir secara personal yang masih hidup. Karena boleh jadi Allah merahmati dia, sehingga dia mendapatkan hidayah untuk masuk Islam.
Dalilnya adalah ketika Nabi shallallahu ’alaihi wasallam mendoakan laknat untuk Abu Jahl, begitu juga orang-orang musyrik Quraisy lainnya, Allah ta’ala menegur beliau melalui firmanNya:
لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ
“Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim” (QS. Ali imran:128).
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ
“Seorang mukmin bukanlah orang yang banyak mencela, bukan orang yang banyak melaknat, bukan pula orang yang keji (buruk akhlaqnya), dan bukan orang yang jorok omongannya” (HR. Tirmidzi, no. 1977; Ahmad, no. 3839 dan lain-lain)
Bila melaknat secara personal orang kafir saja terlarang, maka melaknat seorang muslim tentu lebih terlarang lagi. Sungguh mengherankan bila seorang muslim begitu mudah mengucapan laknat kepada saudaranya. Padahal perkara laknat ini adalah perkara yang besar.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Siapa yang melaknat seorang Mukmin maka ia seperti membunuhnya ” (HR. Bukhari dalam Shahihnya 10/464).
Beliau juga bersabda: “Orang yang banyak melaknat tidak akan diberi syafaat dan syahadatnya tidak akan diterima pada Hari Kiamat” (HR. Muslim dalam Shahihnya no. 2598 dari Abi Darda radhiallahu ‘anhu)
So… jadilah insan muslim yang santun dan lembut tutur katanya. Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah nabi yang penuh dengan kasih sayang. Beliau pernah bersabda,
إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً
“Sesunguhnya aku tidak diutus sebagai tukang melaknat, sesungguhnya aku diutus hanya sebagai rahmat.”
Definisi laknat secara bahasa adalah:
الإِبْعادُ والطَّرْد من الخير وقيل الطَّرْد والإِبعادُ من الله ومن الخَلْق السَّبُّ والدُّعاء واللَّعْنةُ الاسم والجمع لِعانٌ ولَعَناتٌ ولَعَنه يَلْعَنه لَعْناً طَرَدَه وأَبعده
“Menjauhkan dan menyingkirkan kebaikan. Dikatakan : ‘Menyingkirkan dan menjauhkan (jika berasal) dari Allah. Dan (jika berasal) dari makhluk maknanya adalah cacian dan doa’. Laknat adalah kata benda (ism), bentuk jamaknya adalah li’aan dan la’anaat. La’anahu – yal’anahu – la’nan, yaitu menyingkirkannya dan menjauhkannya” [Lisaanul-‘Arab, hal. 4044].
Adapun secara istilah:
البعد عن رحمة الله تعالى
“Menjauhkan dari rahmat Allah ta’ala dan pahala-Nya” [‘Umdatul-Qaariy 22/117; Majmuu’ Fataawaa Ibni Taimiyyah, 2/167; dan Aadaabusy-Syar’iyyah 1/344].
Semua hal yang dilaknat Allah dan Rasul-Nya berdasarkan dalil, maka itu termasuk dosa besar.
Oleh karena itu, haram hukumnya melaknat seorang mukmin yang tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak menampakkan kemaksiatan-kemaksiatannya secara terang-terangan.
Allah ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata” [QS. Al-Ahzaab : 58].
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَلَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ
“Pelaknatan terhadap seorang mukmin seperti membunuhnya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6105 & 6653 dan Muslim no. 110].
An-Nawawiy rahimahullah berkata:
اعلم أن لعن المسلم المصون حرامٌ بإجماع المسلمين
“Ketahuilah bahwasannya melaknat seorang muslim yang terlindungi adalah haram berdasarkan ijmaa’ kaum muslimin” [Al-Adzkaar, 1/354].
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
الاجماع منعقد على تحريم لعنة معين من أهل الفضل
“Telah menjadi ijmaa’ keharaman laknat terhadap person tertentu dari kalangan orang-orang yang mempunyai keutamaan” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 20/285].
Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya berjudul Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudzâharah wal Muwâzarah, halaman 141, menjelaskan tentang larangan mendoakan jelek dan melaknat, baik ditujukan pada diri sendiri, orang lain maupun sesuatu apa pun di luar dirinya sebagai berikut:
واحذر - أن تدعو على نفسك أو على ولدك أو على مالك أو على احد من المسلمين وإن ظلمك, فإن من دعا على من ظلمه فقد انتصر. وفي الخبر "لا تدعوا على انفسكم ولا على أولادكم ولا على اموالكم لاتوافقوا من الله ساعة إجابة".
Artinya: “Jangan sekali-kali mendoakan datangnya bencana atau mengutuk diri sendiri, keluargamu, hartamu ataupun seseorang dari kaum Muslimin walaupun ia bertindak dzalim terhadapmu, sebab siapa saja mengucapkan doa kutukan atas orang yang mendzaliminya, berarti ia telah membalasnya. Rasulullah SAW telah bersabda: ‘Jangan mendoakan bencana atas dirimu sendiri, anak-anakmu ataupun harta hartamu. Jangan-jangan hal itu bertepatan dengan saat pengabulan doa oleh Allah SWT’.”
Dari kutipan diatas dapat diuraikan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, mendoakan jelek atau melaknat siapa pun dan apa pun dari kaum Muslimin termasuk diri sendiri, harta benda, keluarga dan orang lain agar tertimpa suatu bencana sangat tidak dianjurkan sekalipun mereka telah berbuat kedzaliman kepada kita. Artinya tidak sepantasnya kita melakukan hal yang sama buruknya sebab mendoakan jelek dan melaknat bukan akhlak karimah. Doa yang sebaiknya diucapkan untuk orang yang telah berbuat dzalim adalah doa yang baik saja, misalnya agar ia mendapatkan hidayah dari Allah SWT, lalu menyadari kesalahannya dan bertobat.
Kedua, mengucapkan doa kutukan atau laknat atas orang lain agar tertimpa bencana bisa sama saja dengan melaknat diri sendiri. Alasannya, sebagimana dijelaskan Rasulullah SAW, adalah bisa saja pada saat kita mengucapkan kutukan atau laknat kepada orang lain, pada saat itu Allah sedang menghendaki terkabulnya doa-doa, sementara orang lain tersebut ternyata tidak pantas mendapat kutukan karena tidak bersalah, misalnya. Kutukan atau laknat seperti itu bisa berbalik kepada diri sendiri sebagaimana dijelaskan Sayyid Abdullah Al-Haddad di halaman yang sama (hal. 141) sebagai berikut:
وقد ورد أن اللعنة إذا خرجت من العبد تصعد نحوالسماء فتغلق دونها أبوابها ثم تنزل إلى الأرض فتغلق دونها أبوابها ثم تجيء الى الملعون فإن وجدت فيه مساغا وإلارجعت على قائلها.
Artinya: “Ketahuilah bahwa suatu laknat, bila telah keluar dari mulut seseorang, akan naik ke arah langit, maka ditutuplah pintu-pintu langit di hadapannya sehingga ia turun kembali ke bumi dan dijumpainya pintu-pintu bumi pun tertutup baginya, lalu ia menuju ke arah orang yang dilaknat jika ia memang patut menerimany , atau jika tidak, laknat itu akan kembali kepada orang yang mengucapkannya.”
Dari kutipan di atas sangat jelas bahwa kutukan atau laknat memiliki dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, orang yang dilaknat akan terkena bencana jika memang menurut Allah ia pantas menerimanya. Kemungkinan kedua, jika ternyata Allah memandang lain, maka bencana itu akan menjadi bumerang atau berbalik arah menuju orang yang telah mengucapkannya. Ini artinya sangat riskan melakukan kutukan atau melaknat orang lain.
Dalam kaitan itu, Nabi Muhammad SAW telah memberikan contoh atau teladan yang baik ketika beliau didzalimi orang-orang Thaif yang menolak dakwahnya. Beliau mendoakan agar mereka tetap diberi keselamatan atau hak hidup dengan berharap dari anak cucunya akan ada yang mau beriman kepada Allah SWT. Sebenarnya mengutuk atau melaknat orang lain hanya diperbolehklan kepada orang-orang tertentu saja yang telah di-nash oleh Allah sendiri sebagaimana penjelasan Sayyid Abdullah Al-Haddad di halaman yang sama (hal. 141) sebagai berikut:
واحذرأن تلعن مسلما أو بهيمة أوجمادا أو شخصا بعينه وان كان كافرا إلا إن تحققت أنه مات على الكفر كفرعون وابي جهل أو علمت أن رحمة الله لا تناله بحال كإبليس.
Artinya: “Jauhkan dirimu dari perbuatan melaknat seorang Muslim (termasuk pelayan dan sebagainya), bahkan seekor hewanpun. Jangan melaknat seorang manusia tertentu secara langsung, walaupun ia seorang kafir, kecuali bila Anda yakin bahwa ia telah mati dalam keadaan kafir sepeti Fir’aun, Abu Jahal dan sebagainya. Ataupun, yang Anda ketahui bahwa rahmat Allah tak mungkin mencapainya seperti Iblis.”
Dari kutipan diatas semakin jelas bahwa kita sangat dianjurkan untuk tidak pernah melaknat siapa pun dan apa pun, baik itu manusia maupun bukan manusia; baik itu Muslim maupun kafir. Orang kafir sekarang bisa saja akan menjadi mukmin di masa depan dengan hidayah Allah SWT. Laknat hanya boleh ditujukan kepada orang-orang kafir yang sudah jelas kekafirannya hingga akhir hayat seperti Fir’aun, Abu Jahal dan sebagainya.
Iblis juga boleh dilaknat karena rahmat Allah SWT memang tidak akan pernah sampai kepadanya. Ia telah membangkang terhadap perintah Allah dan menyombongkan diri kepada-Nya sebagaimana di tegaskan di dalam Al-Qur’an, surah Al-Baqarah, ayat 34: “Aba wastakbara wakâna minal kâfirîn.” (Iblis membangkang Allah dan menyombongkan diri. Ia kafir). Demikian pula setan-setan boleh dilaknat sebagaimana terdapat dalam bacaan ta’awudz: “A’ûdzu billâhi minasy-syaithânir rajîm.” (Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk).
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar