Translate

Minggu, 14 Mei 2017

PELAJARAN DARI RIWAYAT KEHIDUPAN KHOLIFAH 'UMAR BIN 'ABDUL AZIZ

Lembaran hidup khalifah yang ahli ibadah, zuhud, dan khalifah rasyidin yang kelima ini lebih harum dari aroma misk dan lebih asri dari taman bunga yang indah. Kisah hidup yang mengagumkan laksana taman yang harum semerbak, di manapun Anda singgah di dalamnya yang ada hanyalah suasana yang sejuk di hati, bunga-bunga yang elok dipandang mata dan buah-buahan yang lezat rasanya.

Meski kami tak sanggup memaparkan seluruh perjalanan hidup beliau yang tercatat dalam sejarah, namun tidak menghalangi kami untuk memetik setangkai bunga di dalam tamannya, atau mengambil sebagian cahayanya sebagai lentera. Karena “ma laa yudraku kullahu laa yutraku ba’dhuhu”, apa yang tidak bisa diambil seluruhnya janganlah ditinggalkan sebagian yang dapat diambil.

Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz, ya begitulah rakyatnya memanggilnya. Seorang pemimpin yang saleh, kharimastik, bijaksana, dan dekat dengan rakyatnya. Sosoknya yang begitu melegenda tentu membuat hati penasaran untuk mengenalnya. Peristiwa-peristiwa pada pemerintahannya menimbulkan rasa cinta untuk meneladaninya.

Nama beliau adalah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin al-Hakam bin Abil ‘Ash bin Umaiyyah bin Abdusyamsin bin Abdimanaf bin Qusay bin Kilab. Beliau adalah seorang al-Imam (pemimpin), al-Hafidh (Hafal ilmu), al-Allaamah (Seorang yang sangat alim), al-Mujtahid (ahli dalam berijtihad), az-Zahid (Ahli zuhud), al-Abid (ahli ibadah), as-Sayyid (pemuka), Amirul mukminin haqqaan (pemimpin orang-orang yang beriman). Nama julukan (kunyah) beliau adalah Abu Hafsin, al-Qurasy (Bani Quraisy), al-Umawy (keturunan Bani ‘Umayyah), al-Madani (penduduk kota Madinah), lalu al-Misri (penduduk Mesir). Beliau seorang khalifah yang zuhud, yang dijuluki dengan Asyajju Bani Umayyah (keturunan Bani Umayyah yang paling terluka)

Umar bin Abdul Aziz adalah seorang tabi’in yang mulia.
Ibnu Sa’ad berkata tentang tingkatan ketiga dari kalangan tabi’in penduduk kota Madinah : “Nama ibu Umar bin Abdul Aziz adalah Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin al-Khattab. Mereka mengatakan : Beliau dilahirkan pada tahun 63 H”.

Sosok Beliau dan Pujian ‘Ulama

Ibnu Sa’ad berkata :”Beliau adalah seorang yang terpercaya, amanah, berilmu dan mempunyai sikap wara’ (hati-hati dari terjerumus dalam dosa), beliau banyak meriwayatkan hadits, beliau adalah seorang pemimpin yang adil, semoga rahmat Allah tercurah padanya, dan semoga Dia meridhainya.”
Beliau meriwayatkan hadits dari Sahabat Nabi -shollallahu alaihi wa sallam-, diantaranya Anas bin Malik, as-Saib bin Yazid, Yusuf bin Abdullah bin Sallam -radhiallohu anhum-. Demikian juga beliau meriwayatkan hadits dari sejumlah tabi’in. Demikian juga sejumlah tabi’in dan selain mereka ada yang meriwayatkan hadits darinya.

Beliau meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib, dan Sahl bin Sa’ad, dan beliau meminta Sahl bin Sa’ad agar menghibahkan sebuah cangkir yang mana Nabi n pernah minum dari tempat itu.

Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata : “Saya tidak pernah mengetahui seorangpun dari generasi tabi’in yang ucapannya dijadikan hujjah kecuali ucapan Umar bin Abdul Aziz.”

Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah, sesudah (kematian) khalifah Sulaiman bin Abdul Malik yang merupakan anak pamannya, melalui wasiat sebelum wafatnya.

Beliau termasuk di antara imam-imam ahli ijtihad, dan termasuk Khulafaur ar-Rasyidin semoga rahmat Allah tercurahkan atas beliau.
Beliau mempunyai banyak saudara laki-laki, namun saudara laki yang se-ayah dan se-ibu adalah Abu Bakar, Ashim dan Muhammad.
Sa’id bin Ufair menyebutkan sosok Umar bin Abdul Aziz : Beliau berkulit coklat, berwajah lembut dan tampan, bertubuh langsing, cekung kedua matanya, di kening beliau ada bekas luka pukulan kaki kuda, dan rambut beliau terdapat ubannya.

Dhimam bin Ismail meriwayatkan dari Abu Qabil : bahwasanya Umar bin Abdul Aziz pernah menangis di waktu masih belia, lalu Ibu beliau menemuinya dan bertanya: “Apa yang membuatmu menangis?”. “Saya ingat kematian”, jawab beliau. Mendengar itu ibunya-pun ikut larut dalam tangisan. Abu Qobil berkata : Pada waktu itu beliau telah hafal al-Qur’an.

MENUNTUT ILMU

Sa’id bin Ufair berkata : Ya’qub telah menceritakan kepada kami dari ayahnya bahwa Abdul Aziz bin Marwan mengirim anaknya ke kota Madinah untuk menuntut ilmu, maka iapun menulis surat kepada Shalih bin Kaisan untuk menjaganya. Dan Shalih senantiasa menemani Umar bin Abdul Aziz pergi ke masjid untuk shalat lima waktu. Suatu hari Umar bin Abdul Aziz terlambat menunaikan shalat, lalu Shalih bin Kaisan bertanya : “Apa yang menyebabkanmu terlambat?”. “Pelayanku menyisiri rambutku”, jawab Umar bin Abdul Aziz. Lalu Shalih berkata padanya : “Engkau lebih mendahulukan hal ini dari shalat?” lalu Shalih mengirim surat memberitakan hal ini kepada ayah Umar bin Abdul Aziz. Setelah itu Ayah beliau mengirim seorang utusan untuk pergi ke Madinah menemui anaknya, dan utusan ini tidak mengucapkan sepatah katapun tatkala bertemu dengan Umar bin Abdul Aziz hingga ia selesai mencukur rambutnya.

Az-Zubair bin Bukar menukil dari al-Utabi ia berkata : bahwasanya awal kali hal yang diketahui dari lurusnya pikiran Umar bin Abdul Aziz adalah semangatnya dalam menuntut ilmu, dan hasratnya yang besar dalam adab. Sesungguhnya ayahnya penguasa Mesir, dan saat itu Umar bin Abdul Aziz masih belia. Lalu ayahnya berkeinginan mengirimnya ke luar negeri yaitu negeri Syam, maka berkatalah Umar: Wahai Ayah, apakah tidak ada kota lainnya? Barangkali akan memberi manfaat padaku dan bagimu?” Ayahnya bertanya : “Kota apa yang engkau maksud?” Umar menjawab : “Kirimlah aku ke kota Madinah, di situ aku akan belajar kepada para ulama kota Madinah, aku akan beradab/berperangai seperti mereka, lalu ayahnya mengirimnya ke kota Madinah, bersama seorang pelayannya, di Madinah Umar belajar kepada para syaikh dan demikianlah keadaannya hingga ia mashur, maka setelah ayahnya wafat, paman beliau yaitu khalifah Abdul Malik bin Marwan mengasuh dan mencampurbaurkan dalam memelihara beliau dengan anak-anaknya, dan Khalifah Abdul Malik lebih mengutamakan beliau daripada anak-anaknya sendiri, setelah itu Khalifah Abdul Malik mengawinkan Umar bin Abdul Aziz dengan puterinya yang bernama Fatimah, yang dalam sebuah syair di sebutkan :

Fatimah adalah puteri seorang khalifah, dan kakeknya juga seorang khalifah
Dia adalah saudara perempuan para khalifah, dan suaminya adalah seorang khalifah

Az-Zubair berkata : “Kami tidak pernah melihat seorang perempuan yang seperti dikatakan syair ini sampai hari ini kecuali Fatimah istri Umar bin Abdul Aziz.”

Abu Mashur berkata : Umar bin Abdul Aziz menjadi penguasa di kota Madinah pada masa pemerintahan al-Walid, mulai tahun 83 H hingga tahun 93 H.

Diangkat menjadi khalifah

Abdurrahman bin Hassan al-Kinani ia berkata : tatkala Sulaiman sakit ia berkata (kepada penasehatnya) : “Wahai Roja! Apakah saya mengangkat anakku menjadi khalifah sebagai penggantiku?” Roja menjawab : “Anakmu tidak berada di sini”. Lalu ia bertanya lagi : “Anakku yang lainnya?” Roja menjawab : “Anakmu masih belia”. Ia bertanya lagi : “Kalau begitu siapa yang pantas menurut pendapatmu?” Roja menjawab : “Umar bin Abdul Aziz”. Ia menjawab : “Saya khawatir anak-anak keturunan Bani Marwan tidak ridha”. Roja menjawab : “Kalau begitu jadikan mereka khalifah setelah Umar bin Abdul Aziz, jadikan Yazid bin Abdul Malik khalifah setelah Umar, engkau tuliskan wasiat ini dalam suatu kitab lalu tutuplah tanpa memberitahu siapapun, kemudian engkau panggil keturunan Bani Marwan untuk baiat terhadap isi wasiat yang tertulis”. Lalu Sulaiman-pun menulis penggantinya dan menutupnya. Setelah itu Roja keluar dan berkata : “Sesungguhnya Amirul mukminin memerintahkan kalian untuk berbaiat terhadap khalifah baru yang ditunjuk dan tertulis dalam kitab”. Lalu mereka bertanya: “Siapa yang ditunjuk?” Roja menjawab : “Tidak diketahui, kalian tidak diberitahu siapa yang menggantikannya, setelah ia meninggal (kalian akan tahu)”. Maka merekapun diam. Lalu Sulaiman bin Abdul Malik berkata : “Berangkatlah menuju pasukan dan panggillah untuk shalat jama’ah lalu perintahkan mereka berbaiat, barangsiapa enggan penggallah kepalanya!” lalu Roja melakukannya, maka para pasukanpun berbaiat. Roja berkata : “Tatkala para pasukan telah keluar, Hisyam bin Abdul Malik datang, lalu bertanya : “Saya telah mengetahui kedudukan anda di sisi Khalifah kita, dan saya takut amirul mukminin tidak memberikan jabatan khalifah kepadaku, maka beritahukanlah padaku, mumpung belum terjadi. Lalu aku katakan : “Subhanallahi ! Amirul mukiminin meminta kepadaku untuk merahasiakannya setelah itu saya membocorkannya, hal ini tidak akan terjadi sama sekali!” lalu ia memutar badanku dan menginginkanku menceritakannya namun aku menolaknya. Iapun pergi, dan disaat aku berjalan terdengar suara kegaduhan dibelakangku, ternyata Umar bin Abdul Aziz. Ia pun berkata : “Wahai Roja!” hatiku merasakan kegelisahan, saya takut khalifah Sulaiman menjadikan aku sebagai penggantinya sedangkan aku tidak kuasa memikul urusan ini, oleh karena itu beritahukanlah padaku sebelum terjadi, agar aku dapat menghindarinya. Lalu aku katakan : “Subhanallahi ! Amirul mukimin meminta kepadaku untuk merahasiakannya setelah itu saya membocorkannya!” (Demikianlah ketakutan Umar bin Abdul Aziz untuk menjadi penguasa, pent).

Roja bin Haiwa bercerita : Ketika Sulaiman mengalami sakit yang berat dan akan meninggal, aku dudukkan dan sandarkan serta aku baguskan posisinya, lalu aku keluar menemui orang-orang, kemudian mereka bertanya : Bagaimana keadaan Amirul Mukimin pada pagi hari ini? Aku menjawab : ia lebih tenang, masuklah kalian dan ucapkan salam padanya, dan baiatlah dihadapannya atas ikrar yang ditetapkan, lalu mereka-pun masuk, dan aku berdiri disampingnya, kemudian aku katakan : Sesungguhnya amirul mukminin menyuruh kalian untuk berdiri, lalu aku mengambil sebuah buku dari saku amirul mukminin, dan kukatakan: Sesungguhnya Amirul mukminin menyuruh kalian untuk baiat melaksanakan apa yang telah diputuskan/tertulis dalam buku ini, maka merekapun berbaiat dan mengulurkan tangan-tangan mereka. Tatkala wasiat telah dibaca, aku berkata : “Semoga Allah membalas pahala kalian dalam menepati apa yang ditetapkan Amirul mukminin. Orang-orang bertanya : “Siapakah pengganti Amirul Mukminin ?” akupun membuka buku wasiat, dan ternyata nama Amirul mukminin yang ditetapkan adalah Umar bin Abdul Aziz, maka setelah mendengar hal ini berubahlah rona wajah anak-anak keturunan Abdul Malik, namun setelah mendengar bahwa jabatan khalifah setelah Umar bin Abdul Aziz adalah Yazid bin Abdul Malik wajah-wajah mereka kembali seperti sedia kala. Lalu Umar bin Abdul Aziz dicari, dan ternyata ia berada di dalam masjid, orang-orangpun mendatanginya dan mengucapkan selamat atas terpilihnya ia menjadi khalifah dan Umarpun tercengang menyaksikan hal ini, dan ia tidak mampu untuk bangkit dari duduk, lalu mereka mengangkat dengan memegang dua lengannya dan mendudukkannya di atas mimbar, kemudian Umar bin Abdul Aziz duduk lama di atas mimbar itu dan tidak berbicara.

Lalu Roja bin Haiwa berkata : “Tidakkah kalian berdiri dan membaiat Amirul mukminin ?!. Mendengar hal itu merekapun bangkit menuju kepada Umar. Lalu Umar menjulurkan tangannya kepada mereka, tatkala Hisyam bin Abdul Malik menjulurkan tangannya membaiat Umar, ia berkata : “Inna lillahi wainna ilaihirajiun”, Umar pun berkata : Ya benar, Inna lillah (sesungguhnya kita adalah milik Allah), ketika Allah menjadikan saya dan engkau menjadi penguasa umat ini, lalu Umar bangkit untuk berceramah, ia mulai dengan memuji Allah dan menyanjung-Nya, dan berkata : “Wahai manusia! bukanlah keinginan saya menjadi khalifah, namun saya ditetapkan (oleh khalifah sebelumnya, yaitu Sulaiman bin Abdul Malik), dan aku bukanlah seorang yang mengada-adakan suatu urusan agama (berbuat bid’ah), namun aku adalah seorang yang mengikuti ajaran agama, sesungguhnya jika penduduk negeri daerah kalian taat sebagaimana kalian taat maka aku adalah pemimpin mereka, dan jika mereka tidak taat maka aku bukanlah pemimpin kalian.” Lalu Umar bin Abdul Aziz turun dari mimbar, kemudian datanglah pengawal yang mengemudikan kereta khalifah, maka Umar berkata : “Tidak, aku tidak akan menaiki kereta khalifah, ambilkan hewan tungganganku, kemudian ia memerintahkan seluruh pegawai kekhalifahan untuk melakukan hal ini.”

Roja bin Haiwa berkata : Dahulu aku menyangka bahwa ia lemah dalam menjalankan kekhalifahan, namun tatkala aku melihat perbuatannya sesuai dengan al-Qur’an saya mengetahui bahwa ia akan kuat menjalankannya.

Khalid bin Mirdas berkata : al-Hakam bin Umar bercerita kepada kami : Saya menyaksikan Umar bin Abdul Aziz ketika di datangi para pegawai kereta khalifah, mereka meminta kepadanya keperluan perawatan kendaraan tersebut beserta gaji pegawainya. Lalu ia berkata : “Berangkatlah kalian membawa kendaraan-kendaraan itu ke negeri-negeri Syam agar mereka menjualnya, dan jadikan hasil penjualan itu masuk dalam baitul Mal (kas Negara), cukuplah bagiku kendaraanku ini.”

Sikap Khalifah setelah mendapatkan jabatan

Sufyan bin Waqi berkata : Ibnu Unaiyah bercerita kepada kami, dari Umar bin Dzar bahwasanya budak milik Umar bin Abdul Aziz berkata kepadanya setelah dikebumikannya jenazah Sulaiman : “Mengapa saya melihat anda bersedih?” Umar menjawab : ” Hendaknya seseorang yang menghadapi masalah seperti masalah yang saya hadapi bersedih, tidak ada seorangpun dari umat manusia melainkan saya berkeinginan menunaikan haknya tanpa perantara seorang yang menyampaikan kepadaku, dan tanpa perantara orang yang memintanya dariku.”

Ubaidillah bin Umar berkata : Umar bin Abdul Aziz berkhutbah kepada manusia, ia berkata : “Saya bukanlah orang paling baik diantara kalian, akan tetapi saya adalah orang yang paling berat bebannya di antara kalian.”

Hamad bin Zaid mengkisahkan dari Abu Hasyim bahwasanya seorang lelaki datang menemui Umar bin Abdul Aziz, lalu ia mengatakan : “Saya bermimpi melihat Nabi -shollallahu alaihi wa sallam- di saat tidur, sedangkan Abu Bakar as-Shiddiq berada di sebelah kanan beliau, dan Umar bin Khattab berada di sebelah kirinya.tiba-tiba ada dua orang lelaki saling mengadukan perkara dan engkau berada di depan keduanya, lalu Nabi -shollallahu alaihi wa sallam- berkata : Wahai Umar bin Abdul Aziz! Jika engkau memutuskan hukum lakukanlah seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab.” Lalu Umar meminta kepadanya untuk bersumpah atas nama Allah, dan berkata : “Apakah benar engkau mimpi demikian?” Lalu orang tersebut bersumpah untuknya bahwa ia bermimpi seperti itu, setelah itu Umar bin Abdul Aziz menangis.

Ya’qub al-Fasawi berkata : Ibrahim bin Hisyam bin Yahya bercerita kepada kami, ia berkata Ayahku menceritakan dari kakekku, ia berkata : Dahulu pernah aku bersama Abu Zakaria berada di depan pintu Umar bin Abdul Aziz, lalu kami mendengar suara tangisan. Lalu diceritakan bahwa : Amirul mukminin (Umar bin Abdul Aziz) memberikan pilihan kepada istrinya, antara tetap berada di rumahnya dalam keadaan seperti itu (berlaku zuhud), atau memilih tinggal di rumah ayahnya, maka menangislah istrinya serta budak-budak wanitanya. Dan Umar memberitahukan bahwa jabatan khalifah yang dipikulnya menyibukkannya dari urusan wanita.

Di dalam kitab “az-Zuhud” karya Ibnul Mubarak, dari Abu Ubaidah bin Uqbah bin Nafi, bahwasanya ia pernah menemui Fatimah binti Abdul Malik, lalu bertanya : “Maukah engkau menceritakan kepadaku tentang Umar bin Abdul Aziz?” kemudian Fatimah menjawab : “Aku tidak pernah mengetahui Umar bin Abdul Aziz mandi lantaran janabah (sehabis berhubungan) atau bermimpi (mengeluarkan air mani) semenjak diangkat menjadi khalifah.”

Fatimah (istrri Umar bin Abdul Aziz) bercerita : “Pernah ia tidur bersamaku di kasur, lalu teringat akhirat, kemudian badannya gemetar seperti burung kecil terjatuh di air, lalu ia duduk menangis, maka aku selimutkan selendang karena kasihan terhadapnya, setelah itu kukatakan padanya : “Andai saja kita jauh dari jabatan kekhalifahan seperti jauhnya timur dan barat, demi Allah kita tidak pernah melihat kebahagiaan setelah kita memikul jabatan khalifah (kekuasaan).”

Jarir mengkisahkan dari Mughirah, ia berkata : “Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan keluarga Bani Marwan ketika diangkat sebagai khalifah, lalu ia berkata : “Sesungguhnya Rasulullah -shollallah alaihi wa sallam-  mempunyai kekayaan di daerah Fadak dimana beliau -shollallah alaihi wa sallam- menginfakkan harta kekayaan desa itu, beliau memberikan sebagian hasil kekayaan daerah itu kepada Bani Hasyim, dan menikahkan para jandanya dengan menggunakannya, dan Fatimah bintu Muhammad -shollallah alaihi wa sallam- pernah meminta bagian kekayaan daerah itu, maka beliau -shollallah alaihi wa sallam- tidak memberikannya, demikian pula pada zaman Abu Bakar dan Umar bin Khattab, mereka melakukan seperti apa yang dilakukan Nabi -shollallah alaihi wa sallam-, lalu khalifah Marwan tidak melakukannya, kemudian jadilah hasil kekayaan daerah itu menjadi milikku, maka aku melihat suatu perkara yang mana bukanlah hakku – dimana Rasulullah -shollallah alaihi wa sallam- sendiri tidak memberikan kepada puterinya –, dan sesungguhnya aku bersaksi kepada kalian, aku mengembalikan hasil kekayaan daerah itu seperti pada zaman Rasulullah -shollallah alaihi wa sallam-.

Fatimah istri Umar bin Abdul Aziz bercerita : Suatu hari aku menemui Umar bin Abdul Aziz sedang duduk di Mushallanya, ia letakkan kedua tangannya di kedua pipinya, sedang air matanya menetes di keduanya, lalu aku bertanya : “Wahai Amirul mukminin! Adakah sesuatu yang telah terjadi? Umar menjawab : “Wahai Fatimah, sesungguhnya aku dijadikan sebagai kepala negara yang mengurusi urusan umat, lalu aku merenungkan keadaan seorang fakir yang tertimpa rasa lapar, seorang sakit yang terlantar, orang kurus yang tidak punya pakaian, orang terzalimi yang terkalahkan, orang asing yang tertawan, orang yang berusia lanjut, orang yang mempunyai anak yang banyak, dan orang-orang semisal mereka di penjuru negeri, maka aku mengetahui bahwasanya Allah ta’ala akan bertanya kepadaku tentang mereka, dan aku akan mempertanggungjawabkan hal ini maka aku takut hujjahku tidak tegak, lalu aku kasihan terhadap diriku, dan menangis.”

Maimun bin Mihran berkata : Umar bin Abdul Aziz menjadikan aku sebagai gubernur lalu ia berkata : “Jika datang kepadamu surat dariku yang tidak berdasar pada kebenaran maka buanglah di tanah.”

as-Shuli bercerita bahwa pernah Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada sebagian pegawai Negara :

عَلَيْكَ بِتَقْوَى اللهِ، فَإِنَّهَا هِيَ الَّتِي لاَ يُقْبَلُ غَيْرُهَا وَلاَ يُرْحَمُ إِلاَّ أَهْلُهَا، وَلاَ يُثَابُ إِلاَّ عَلَيْهَا، وَإِنَّ الْوَاعِظِيْنَِ بِهَا كَثِيْرٌ، وَالْعَامِلِيْنَ بِهَا قَلِيْلٌ

“Hendaknya engkau bertaqwa kepada Allah, sesungguhnya tidak akan diterima selain takwa, dan tidak akan diberi rahmat Allah kecuali orang bertaqwa, dan tidak diberi pahala kecuali taqwa, sesungguhnya orang yang memberi nasehat tentang ketaqwaan amat banyak, sedangkan orang yang mengamalkannya sedikit.”

Yahya bin Abu Ghaniyyah berkata dari Hafz bin Umar bin Abu az-Zubair, ia berkata : Umar bin Abdul Aziz menulis sebuah surat kepada Abu Bakar bin Hazm : “Hendaknya engkau runcingkan penamu, dan dekatkan tulisannya, sesungguhnya saya tidak suka mengeluarkan dari harta kaum muslimin sesuatu yang tidak memberikan manfaat.”

Khalfa bin Tamim berkata : Abdullah bin Muhammad menceritakan dari al-Auzai, ia berkata : “Pernah Umar bin Abdul Aziz menulis sebuah surat kepada kami, dan tidak ada yang menghafalnya kecuali aku dan Makhul , bunyinya demikian :

أَمَّا بَعْدُ : مَنْ أَكْثَرَ ذِكْرَ الْمَوْتِ، رَضِيَ مِنَ الدُّنْيَا بِالْيَسِيْرِ، وَمَنْ عَدَّ كَلاَمَهُ مِنْ عَمَلِهِ، قَلَّ كَلاَمُهُ إِلاَّ فِيْمَا يَنْفَعُهُ وَالسَّلاَمُ

“Barangsiapa banyak mengingat kematian pasti akan ridha dengan harta dunia yang sedikit, dan barangsiapa mengoreksi pembicaraannya dengan realisasi perbuatannya, pasti akan sedikit berbicara kecuali pembicaraan yang bermanfaat baginya.

Al-Auzai berkata : adalah Umar bin Abdul Aziz jika akan menghukum seseorang, ia menahannya selama tiga hari, setelah itu baru menghukumnya, hal itu ia lakukan lantaran ia tidak suka menyegerakan hukuman di awal kali ia marah.

Sikap zuhud seorang Khalifah

Muawiyah bin Shalih berkata : Telah menceritakan kepada kami Said bin Suwaid bahwasanya suatu ketika Umar bin Abdul Aziz shalat jum’at, setelah itu ia duduk sedangkan ia mengenakan pakaian yang ditambal sakunya dari depan dan belakang, lalu salah seorang berkata padanya : “Wahai amirul mukminin! Sesungguhnya Allah telah memberikan kepadamu (dunia) mengapa engkau tidak mengenakan pakaian (yang bagus)! Umar bin Abdul Aziz menjawab :

أَفْضَلُ الْقَصْدِ عِنْدَ الْجِدَّةِ، وَأَفْضَلُ الْعَفْوِ عِنْدَ الْمَقْدَرَةِ

“Sikap tengah-tengah yang paling utama adalah di waktu giat, dan sikap maaf yang paling utama adalah di saat kuasa (melampiaskan balasan).

Hammad bin Waqid berkata : Saya mendengar Malik bin Diinar mengatakan :

النَّاسُ يَقُوْلُ عَنِّي : الزَّاهِدُ، إِنَّمَا الزَّاهِدُ عُمُرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيْزِ الَّذِي أَتَتْهُ الدُّنْيَا فَتَرَكَهَا

Manusia membicarakan tentang diriku : bahwasanya aku adalah orang yang zuhud, sesungguhnya orang yang zuhud adalah Umar bin Abdul Aziz dimana dunia mendatanginya (ia mempunyai kekayaan) namun ia meninggalkannya.

Alfasawi berkata : Ibrahim bin Hisyam bin Yahya berkata, Ayahku menceritakan kepadaku dari Abdul Aziz bin Umar bin Abdul Aziz, ia berkata : Al-Mansyur pernah memanggilku, lalu bertanya : “Berapa kekayaan Umar bin Abdul Aziz ketika diangkat menjadi khalifah?” aku menjawab : “Lima puluh ribu dinar”. Lalu ia bertanya lagi : “Berapa kekayaannya saat ia meninggal dunia?” aku menjawab : “Dua ratus dinar”. (Kekayaan beliau justru berkurang tatkala menjadi penguasa, pent).

Dari Maslamah bin Abdul Malik ia berkata : “Saya pernah menemui Umar bin Abdul Aziz, tatkala itu ia mengenakan gamis yang sudah jelek, maka saya katakan kepada istrinya (dan istrinya adalah saudara kandung Maslamah) : “Cucilah gamis Umar bin Abdul Aziz”. Istrinya menjawab : “Ya, saya akan melakukannya”. Kemudian sesudah itu aku kembali (kerumahnya), namun saya melihat gamisnya masih kelihatan jelek, maka saya katakan kepada istrinya agar mencuci kembali. Kemudian istrinya menjawab : “Demi Allah, Umar bin Abdul Aziz tidak mempunyai gamis selain ini.”

Umar bin Abdul Aziz tidak mempunyai baju gamis melainkan hanya satu baju, jika keluarganya mencuci bajunya ia duduk dirumahnya hingga bajunya kering. Suatu hari ia bertemu seorang rahib lalu ia berkata padanya : “Nasehatilah saya”. Lalu sang rahib berkata padanya : “Hendaknya engkau melakukan seperti apa yang dikatakan seorang penyair :

تَجَرَّدْ مِنَ الدُّنْيَا فَإِنَّكَ إِنَّمَا خَرَجْتَ إِلىَ الدُّنْيَا وَأَنْتَ مُجَرَّدُ

Kosongkan dirimu dari dunia,
karena sesungguhnya engkau terlahir di dunia
dalam keadaan kosong (tidak mempunyai apa-apa)

Umar bin Abdul Aziz sangat mengagumi bait syair ini, dan ia senantiasa mengulang-ulanginya dan benar-benar mengamalkannya.

Ismail bin Ayyas meriwayatkan dari Amru bin Muhajir : Adalah nafkah Umar bin Abdul Aziz dua dirham setiap hari.

Suatu hari Umar bin Abdul Aziz berkata kepada istrinya : “Apakah engkau mempunyai dirham, yang aku pergunakan untuk membeli anggur?” istrinya menjawab : “Tidak”. Lalu ia bertanya lagi : “Apakah engkau mempunyai uang kertas?” istrinya menjawab : “Tidak, Engkau ini amirul mukminin (kepala Negara) namun tidak mempunyai uang dirham”. Umar bin Abdul Aziz menjawab : “Keadaan saat ini lebih ringan daripada hari esok tatkala membebaskan belenggu di neraka jahannam (kesulitan di dunia lebih ringan daripada siksaan di neraka, pent).

Ahmad bin Mirwan berkata : Abu Bakar Ibnu Akhi Khattab menceritakan, Khalid bin Khaddas menceritakan Hammad bin Yazid menceritakan dari Musa bin Aiman berkata (dia adalah penggembala kambing milik Muhammad bnin Uyainah) : “Pada zaman kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz singa, kambing, dan binatang-binatang buas merumput dalam satu tempat (tidak saling memangsa), pada suatu hari seekor serigala memangsa seekor kambing, maka akupun berkata : Innalillahi, saya berfirasat ini adalah tanda salah seorang shalih telah meninggal dunia. Maka dugaan kami Umar bin Abdul Aziz telah meninggal dunia, dan ternyata memang benar pada malam itu ia meninggal dunia.”

Dari Abdullah bin Idris, dari ayahnya, dari Azhar teman dari ayahnya ia berkata : “Saya pernah melihat Umar bin Abdul Aziz berkhutbah di daerah yang bernama Qunashirah dengan mengenakan baju gamis yang terdapat tambalannya.”

Malik berkata : Didatangkan kepada Umar bin Abdul Aziz minyak wangi, lalu ia memegang hidungnya karena khawatir mencium baunya. Malik juga mengkisahkan : “Bahwasanya Umar menutup hidungnya, tatkala di datangkan minyak kasturi dari lemari-lemari (Negara).”

Dari Abdul Aziz bin Umar : Raja’ bin Haiwa berkata kepadaku : “Alangkah sempurna sifat muru’ah ayahmu! Saya pernah mengobrol hingga malam bersamanya, lalu lampu padam, dan disampingnya ada pelayan yang tidur, lalu aku katakan : “Bagaimana kalau aku membangunkannya agar ia memperbaikinya?” iapun menjawab : “Jangan, biarkan dia tidur, saya tidak suka membebankan padanya dua pekerjaan”. Aku berkata : “Kalau begitu, saya yang akan berdiri memperbaikinya, lalu ia berkata : “Tidak, karena bukan termasuk sifat muru’ah, meminta tamu untuk melayani”. lalu iapun bangkit berdiri memperbaikinya, menuangkan minyak, dan menyalakan lampu, lalu kembali. Kemudian Umar berkata (bersikap tawadhu) : “Ketika saya bangkit berdiri, saya adalah Umar bin Abdul Aziz, dan ketika duduk, sayapun Umar bin Abdul Aziz (beliau dengan jabatan khalifah yang di sandangnya tidak enggan bersikap seperti orang biasa dan tidak sombong, pent).”

Rasa takut terhadap hari akhirat

Suatu kali ia mendengar salah seorang sahabatnya meninggal, lalu iapun pergi kepada keluarganya untuk menyatakan belasungkawa, sesampai disana keluarga sahabatnya tersebut menangisi jenazah dihadapannya. Lalu iapun berkata pada mereka : “Janganlah melakukan ini, sesungguhnya jenazah ini tidak memberi rezki kepada kalian, sesungguhnya yang memberi rezki kepada kalian Dzat yang Hidup dan tidak akan mati, sesungguhnya jenazah ini tidak akan menutupi lubang kalian, sesungguhnya jenazah ini menutup lubangnya sendiri. Ingatlah demi Allah, sungguh masing-masing kalian mempunyai lubang yang pasti menutupinya. Sesungguhnya Allah menetapkan tatkala menciptakan dunia bahwa dunia ini akan hancur, manusia serta penghuninya akan musnah. Tidaklah dunia ini dipenuhi melainkan oleh ibrah/pelajaran, tidaklah manusia berkumpul melainkan pasti berpisah, hingga Allah sendiri yang mewarisi dunia dan seisinya, maka barangsiapa diantara kalian menangis hendaklah menangisi dirinya sendiri, sesungguhnya apa yang menimpa jenazah ini (yaitu dikubur) setiap manusia akan mendatanginya dikemudian hari.”

Suatu kali ia berkata pada teman duduknya : “Pada malam hari aku merenung tidak tidur.” Lalu temannya bertanya : “Tentang apa wahai amirul mukminin?” Umar menjawab : “Tentang kubur dan penghuninya, sesungguhnya kalau engkau menyaksikan mayit setelah tiga hari di kuburnya, dan apa yang menimpanya di kuburnya, pasti engkau akan merasa jijik setelah sebelumnya ia menemanimu dalam persahabatan, engkau akan melihat rumah yang dikelilingi hal (menakutkan), dan cacing memakannya, nanah yang bercampur darah nampak padanya, disertai perubahan bau, setelah itu kafan-kafan yang sebelumnya bagus dan wangi menjadi rusak”. Setelah itu Umar-pun tersungkur pingsan.

Muqatil bin Hayyan berkata : “Saya pernah shalat dibelakang Umar bin Abdul Aziz, di saat ia membaca :

وَقِفُوْاهُمْ إِنَّهُمْ مَسْؤُوُلُوْنَ

“Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya.” (ash-Shaffat : 24)

Lalu ia mengulang-ulanginya dan akhirnya tidak mampu meneruskannya. (Karena ketakutannya akan neraka, pen)

Adalah Umar bin Abdul Aziz rahimahulllah seorang yang fasih dan lancar dalam berbicara, Hammad bin Salamah meriwayatkan dari Roja ar-Ramali dari Nu’aim bin Abdullah seorang juru tulis Umar bin Abdul Aziz bahwasanya Umar berkata : “Rasa takut akan berbangga-bangga menghalangiku dari banyak berbicara.

Fatimah istri Umar bin Abdul Aziz berkata : Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih banyak shalat dan puasanya dari Umar bin Abdul Aziz, dan aku tidak pernah melihat seseorang yang takut kepada Allah seperti dirinya, adalah Umar jika selesai menunaikan shalat isya duduk di masjidnya, menangis hingga kedua matanya terasa mengantuk dan tertidur, kemudian ia terbangun lagi, menangis hingga tertidur.

Ibnul Mubarak, dari Hisyam bin al-Ghaz, dari Makhul : “Kalau aku bersumpah pasti aku jujur, tidak pernah aku melihat seorang yang lebih zuhud dan lebih takut kepada Allah daripada Umar bin Abdu Aziz”.

Hakkam bin Salmin menceritakan dari Abu Hatim ia berkata : Tatkala Umar bin Abdul Aziz sakit dipanggillah seorang dokter, lalu dokter itu berkata : “Umar mempunyai penyakit yang tidak terdapat obatnya, yaitu rasa takut (kepada Allah) yang menyelimuti hatinya.”

Para sahabat Umar bercerita : jika Umar bin Abdul Aziz telah berbaring di tempat tidurnya ia membaca :

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang Telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu dia bersemayam di atas ‘Arsy. dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (QSal-‘Araf : 54)
Ia juga membaca ayat :

Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? (QS al-‘Araf : 97)

Dan ayat-ayat semisal ini.

Dahulu Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan para ulama setiap malam, mereka tidak berbincang kecuali tentang kematian dan keadaan di akhirat, setelah itu merekapun menangis seolah-olah di sekitar mereka ada jenazah.

Suatu ketika Umar melihat sekelompok orang yang di terpa debu dan terik matahari dalam iringan jenazah, lalu mereka mencari tempat berteduh dari debu dan terik matahari, melihat hal itu dia menangis dan bersyair :

مَنْ كاَنَ حِيْنَ تُصِيْبُ الشَّمْسُ جَبْهَتَهُ أََوِ الْغُبَارُ يَخَافُ الشَّيْنَ وَالشَّعَثَا
وَيَأْلَفُ الظِلَّ كَيْ تَبْقَى بَشَاشَتُهُ فَسَوْفَ يَسْكُنُ يَوْمًا رَاغِمًا جَدَثَا
فِي قَعْرِ مُظْلِمَةٍ غَبْرَاءَ مُوْحِشَةٍ يُطِيْلُ فِي قَعْرِهَا تَحْتَ الثَّرَى اللَّبَثَا
تَجَهَّزِي بِجِهَازٍ تَبْلُغِيْنَ بِهِ بَا نَفْسُ قَبْلَ الرَّدَى لَمْ تُخْلَقِي عَبَثَا

Barangsiapa takut akan cacat dan kusut
ketika matahari atau debu menimpa keningnya

Dan ia berteduh di bawah naungan agar tetap rupawan
Suatu hari kelak ia akan hina dan tinggal dalam kubur

Dalam ruangan yang gelap berdebu dan menakutkan
Ia akan lama berada dalam ruangan itu dibawah tanah

Wahai jiwa bersiap-siaplah sebelum mati dengan perbekalan yang menyampaikanmu padanya
Tidaklah engkau diciptakan sia-sia begitu saja

Di ceritakan bahwa Umar bin Abdul Aziz pernah menulis surat kepada seseorang : “Sesungguhnya jika engkau mengingat kematian di waktu malam dan siang hari pasti hal itu akan menjadikanmu membenci segala yang fana (rusak/dunia), dan hal itu akan menjadikanmu mencintai hal-hal yang kekal dan sentausa (akhirat).

Sa’id bin Abu Arubah berkata : Adalah Umar bin Abdul Aziz jika ingat akan mati, tulang-tulang sendinya bergemetar.

Diantara syair-syair beliau :

وَلاَ خَيْرَ فِي عَيْشِ امْرِئٍ لَمْ يَكُنْ لَهُ مِنَ اللهِ دَارِ الْقَرَارِ نَصِيْبُ
فَإِنْ تُعْجِبِ الدُّنْيَا أُنَاسًا فَإِنَّهَا مَتَاعٌ قَلِيْلٌ، وَالزَّوَالُ قَرِيْبُ

Tidak ada kebaikan dalam kehidupan seseorang
Jika ia tidak masuk surga
Jika dunia ini membuat kagum manusia
(Ketahuilah) Sesungguhnya dia adalah kesenangan yang sedikit, dan akan musnah dalam waktu dekat

Muhammad bin Katsir berkata : Umar bin Abdul Aziz menegur dirinya sendiri dengan bersyair :

أَيَقْظَانُ أَنْتَ الْيَوْمَ؟ أَمْ أَنْتَ نَائِمُ؟ وَكَيْفَ يُطِيْقُ النَّوْمَ حَيْرَانُ هَائِمُ
فَلَوْ كُنْتَ يَقْظَانَ الْغَدَاةَ لَخَرَّقَتْ مَدَامِعَ عَيْنَيْكَ الدُّمُوْعُ السَّوَاجِمُ
تُسَرُّ بِمَا يَبْلَى وَتَفْرَحُ بِالْمُنَى كَمَا اغْتَرَّ بِاللَّذَّاتِ فِي الْيَوْمِ حَالِمُ
نَهَارُكَ يَا مَغْرُوْرُ سَهْوٌ وَغَفْلَةٌ وَلَيْلُكَ نَوْمٌ وَالرَّدَى لَكَ لاَزِمُ
وَسَعْيُكَ فِيْمَا سَوْفَ تَكْرَهُ غِبَّهُ كَذَلِكَ فِي الدُّنْيَا تَعِيْشُ الْبَهَائِمُ

Apakah engkau waspada di hari ini? Ataukah engkau tertidur?
Bagaimana bisa seorang yang risau pikirannya tertidur

Kalau engkau waspada menghadapi esok
Pastilah air mata yang mengalir merobek kedua matamu

Engkau disenangkan dan digembirakan dengan sesuatu yang akan rusak serta angan-angan (dunia)
Sebagaimana orang yang bermimpi tertipu dengan kelezatan di saat tidur

Siang harimu wahai orang yang tertipu, kamu isi dengan kelupaan dan kelalaian
Sedangkan malam harimu pasti engkau isi dengan tidur sedangkan kematian pasti datang

Dan amal perbuatanmu senantiasa dalam hal yang engkau benci konsekwensinya
Demikianlah (kehidupanmu, seperti) binatang-binatang ternak hidup di dunia

Wafatnya UMAR BIN ABDUL AZIZ

Penyebab kematian Umar bin Abdul Aziz adalah penyakit TBC, namun dikisahkan bahwa penyebab kematiannya adalah budak beliau meracuni dengan meletakkan racun pada makanan dan minuman, dan ia diberi 1000 dinar sebagai upah atas apa yang dilakukannya, sehingga dengan racun itu Umar bin Abdul Aziz sakit dan diberitahukan kepadanya bahwa ia di racun. Iapun berkata : “Saya mengetahui saat saya makan racun itu, lalu iapun memanggil budaknya yang memberikan racun kepadanya. Iapun berkata : “Celaka engkau, apa yang menyebabkanmu melakukan hal ini?” budak itu menjawab : “Upah 1000 dinar (dari seseorang) yang diberikan kepadaku”. Lalu Umar berkata : “Berikan kemari uang tersebut!”, lalu uang tersebut diberikan Umar dan dia memerintahkan agar diletakkan di Baitul Mal (Kas Negara). Lalu ia berkata kepada budaknya :”Pergilah engkau ke suatu tempat yang seorangpun tidak menemukanmu, karena engkau akan binasa (jika manusia menemukanmu)”. Lalu dikatakan kepada Umar : “Berobatlah!” Umar pun menjawab : “Demi Allah, kalau seandainya kesembuhanku adalah dengan cara aku menyentuh daun telingaku, atau diberikan kepadaku minyak wangi agar aku menciumnya pastilah hal ini tidak akan aku lakukan. Lalu dikatakan padanya : “Lalu anak-anakmu bagaimana – jumlah anaknya 12 orang – tidakkah engkau mewasiatkan sesuatu kepada mereka, sesungguhnya mereka adalah orang-orang fakir”. Iapun menjawab dengan mengutip ayat al-Qur’an :

Sesungguhnya pelindungku ialah Allah yang telah menurunkan al-Kitab (al-Qur’an) dan Dia melindungi orang-orang yang shalih. (al-‘Araf : 196)

Demi Allah, jika mereka anak yang shalih maka Allah akan melindungi orang-orang yang shalih, dan jika tidak shalih aku tidak akan menolong atas kefasikannya, aku tidak peduli di lembah mana ia binasa.”

Dalam riwayat lain Umar bin Abdul Aziz berkata : “Apakah aku meninggalkan bagi anak-anakku sesuatu yang membantu mereka bermaksiat kepada Allah, sehingga menyebabkan aku termasuk ikut serta membantu perbuatan mereka setelah aku meninggal dunia? aku tidak akan melakukannya.” Lalu ia memanggil anak-anaknya dan mengucapkan kata perpisahan serta menghibur mereka dan mewasiatkan kepada mereka dengan membaca ayat al-Qur’an di atas, “Sesungguhnya pelindungku ialah Allah yang telah menurunkan al-Kitab (al-Qur’an) dan Dia melindungi orang-orang yang shalih”. (al-‘Araf : 196) lalu berkata : “Pergilah kalian, semoga Allah memelihara kalian, dan memperbaiki kekuasaan atas kalian.

Sungguh kami melihat sebagian anak-anak Umar bin Abdul Aziz menyerang delapan puluh pasukan musuh dalam jihad fi sabilillah, dan adalah sebagian anak-anak khalifah Sulaiman bin Abdul Malik sekalipun Khalifah Sulaiman meninggalkan untuk mereka harta yang banyak, mereka mengambil dan meminta dari anak-anak Umar bin Abdul Aziz, karena Umar bin Abdul Aziz menyerahkan urusan anaknya kepada Allah (bertawakkal), adapun Sulaiman dan yang lain menyerahkan anak-anak mereka kepada harta yang mereka tinggalkan, sehingga anak-anak mereka menyia-nyiakan harta dan lenyaplah harta terbuang memenuhi hawa nafsu anak-anak mereka.

Ya’qub bin Sufyan bercerita : Abu Nu’man menceritakan kepada kami dari Hamad bin Zaid dari Ayub ia berkata : dikatakan kepada Umar bin Abdul Aziz : “Wahai Amirul Mukminin andai saja engkau datang ke kota Madinah, jika Allah ta’a’a  mentakdirkanmu meninggal dunia di kota itu engkau di kubur dalam pekuburan ke empat bersama Rasulullah -shollallah alaihi wa sallam-, Abu Bakar, Umar bin Khattab. Lalu Umar bin Abdul Aziz berkata : “Demi Allah, Allah ta’ala menyiksaku dengan segala siksaan kecuali neraka karena aku tidak dapat sabar dalam azab neraka adalah lebih aku sukai dari Allah ta’ala mengetahui dari hatiku bahwasanya aku pantas menempati tempat itu.

Beliau menderita sakit sebelum meninggalnya ketika berada di sebuah desa di negeri Qimsho, beliau merasakan sakit itu selama dua puluh hari. Tatkala Umar merasakan akan meninggal ia berkata : “Dudukkan aku!” maka merekapun mendudukkannya, lalu Umar bin Abdul Aziz berkata : “Ya Allah ilahi, Engkau Dzat yang memerintahkan kepadaku (untuk taat) namun aku tidak menyempurnakannya, Engkau melarangku (dari hal-hal yang haram) namun aku mendurhakainya”, (ia mengucapkan ini tiga kali) akan tetapi laa ilaha illallah, kemudian ia mengangkat kepalanya dan menajamkan pandangannya, lalu mereka bertanya : “Sesungguhnya engkau benar-benar melihat dengan pandangan tajam wahai Amirul mukminin, lalu berkata : “Sesungguhnya aku benar-benar melihat di depan ada seseorang bukan manusia dan bukan pula jin”. Setelah itu ia meninggal. Dalam suatu riwayat bahwa ia berkata kepada keluarganya : “Keluarlah kalian dariku, lalu merekapun keluar, adapun Maslamah bin Abdul Malik dan saudara perempuannya Fatimah duduk di depan pintu, lalu mereka mendengar Umar bin Abdul Aziz berkata : “Selamat datang wahai wajah-wajah yang bukan wajah jin maupun manusia”, lalu ia membaca ayat :

“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat
kerusakan di muka bumi. Dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang-orang bertaqwa”. Al-Qashash : 83

Setelah itu suara ini tidak terdengar, lalu merekapun masuk dan mendapati Umar bin Abdul Aziz telah memejamkan mata, menghadap ke-arah kiblat dan meninggal.

Roja bin Haifa berkata : Setelah Umar bin Abdul Aziz meninggal, Yazid bin Abdul Malik menggantikannya sebagai kepala Negara, lalu Umar bin al-Walid bin Abdul Malik mendatanginya dan berkata : Wahai Amiirul mukiminin sesungguhnya Umar bin Abdul Aziz telah mengkhianati muslimin, dimana ia menyimpan permata berharga dan mutiara bernilai tinggi dalam dua rumahnya yang penuh dengannya. Dan kedua rumahnya itu masih terkunci dan berisikan permata-permata itu. Lalu Yazid mengirim seseorang menemui adiknya yang merupakan istri Umar, yaitu Fatimah binti Abdul Malik, lalu utusan itu berkata : telah sampai berita kepadaku bahwa Umar bin Abdul Aziz meninggalkan permata dan mutiara dalam dua rumahnya yang masih terkunci. Fatimah-pun menjawab : “Ya akhi, Umar tidak meninggalkan apa-apa kecuali sesuatu dalam sepotong kain ini”. Lalu Fatimah memberikan kain itu, dan dibuka ternyata sebuah baju gamis yang tebal dan robek, selendang yang lusuh, dan jubah jelek dan tebal. (Setelah utusan itu kembali menemui Yazid), Yazid berkata padanya : “Katakan pada Fatimah, bukan itu yang saya tanyakan, dan bukan ini yang saya inginkan, yang saya tanyakan adalah apa yang terdapat dalam dua rumah itu”. (Setelah utusan itu menyampaikan ucapan Yazid ini), Fatimah berkata padanya : “Hal yang membuat heran saya pada diri Umar bin Abdul Aziz adalah saya tidak pernah masuk dua rumah itu semenjak ia diangkat menjadi khalifah karena saya tahu ia tidak menyukai saya mengetahuinya, inilah kunci-kuncinya”. Kemudian Yazid bersama Umar bin Abdul Walid menuju dua rumah itu, lalu salah satu rumah itu dibuka, dan ternyata didapati sebuah kursi dari kulit dan empat buah batu bata tersusun di atasnya dan juga kendi. (Setelah melihatnya) Umar bin Abdul Walid berucap : “Astaghfirullah”. Lalu rumah kedua dibukanya, dan didapati di dalamnya terdapat tempat ibadah yang beralaskan kerikil, dan rantai yang tergantung di atas atap, seperti bentuk kalung, seukuran kepala manusia. Umar bin Abdul Aziz mempergunakannya tatkala ia merasa lemah dalam ibadah, atau teringat sebagian dosanya, ia letakkan pada lehernya, atau mungkin ia mempergunakkannya jika merasakan kantuk agar tidak tertidur (tatkala beribadah). Kemudian mereka mendapati sebuah kotak yang tertutup, lalu dibuka kotak itu dan mereka mendapati sebuah keranjang, lalu dibuka dan ternyata di dalamnya terdapat baju dan celana terbuat dari bahan yang kasar. Melihat hal ini Yazid dan orang-orang disekelilingnya menangis, lalu ia berkata : “Semoga rahmat Allah tercurahkan untukmu wahai saudaraku, sesungguhnya engkau orang yang bersih dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan”. Umar bin al-Walid pun keluar sambil menahan rasa malu (karena menduga hal yang jelek terhadap Umar bin Abdul Aziz) dan berkata : “Astaghfirullah, sesungguhnya apa yang saya ucapkan (saat ini, tentang Umar bin Abdul Aziz) adalah seperti yang diceritakan padaku”.

Semoga rahmat Allah selalu tercurahkan kepada beliau. Amiin

Mutiara kata Kholifah Umar bin Abdul Aziz

Beliau sering kali berdoa :

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ مَنْ كَانَ فِي صَلاَحِهِ صَلاَحَ لِأُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَهْلِكْ مَنْ كَانَ فِي هَلاَكِهِ صَلاَحَ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Ya Allah perbaikilah orang yang dengan kebaikannya akan baik umat Muhammad -shollallah alaihi wa sallam-, dan binasakanlah orang yang di dalam kebinasaannya akan berakibat baik bagi umat Muhammad  -shollallah alaihi wa sallam-

أَفْضَلُ الْعِبَادَةِ أَدَاءُ الْفَرَائِضِ وَاجْتِنَابُ الْمَحَارِمِ

Ibadah yang paling utama adalah menunaikan kewajiban-kewajiban, menjauhi hal yang diharamkan

لَوْ أَنَّ الْمَرْءَ لاَ يَأْمُرٌ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ حَتىَّ يَحْكُمَ أَمْرَ نَفْسِهِ لَتَوَاكَلَ النَّاسُ الْخَيْرَ، لَذَهَبَ اْلأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ واَلنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَلَقَلَّ الْوَاعِظُوْنَ وَالسَّاعُوْنَ لِلَّهِ بِالنَّصِيْحَةِ

Kalau seandainya seseorang tidak menyuruh yang baik, dan melarang dari mungkar dan mengawasi dirinya sendiri, pasti manusia tidak akan berusaha mengamalkan kebaikan, amar ma’ruf dan nahyi munkar akan hilang, akan sedikit pemberi nasehat dan mereka yang berusaha menasehati karena Allah.

إِنَّ نَفْسِي تَوَّاقَةٌ، وَإِنَّهَا لَمْ تُعْطَ مِنَ الدُّنْيَا شَيْئًا إِلاَّ تَاقَتْ إِلَى مَا هُوَ أَفْضَلُ مِنْهُ، فَلَمَّا أُعْطِيَتْ مَا لاَ أَفْضَلُ مِنْهُ فِي الدُّنْيَا، تَاقَتْ إِلَى مَا هُوَ أَفْضَلُ مِنْهُ، يَعْنِي الْجَنَّةُ

Sesungguhnya jiwaku sangat rindu, tidaklah dia diberi harta dunia melainkan dia sangat merindukan mendapatkan yang lebih utama dari itu (yaitu akhirat), maka tatkala dia diberi sesuatu yang tidak lebih utama dari akhirat di dunia, maka dia sangat merindukan untuk mendapatkan yang lebih dari itu, yaitu Surga.

الدُّنْيَا عَدُوَّةُ أَوْلِيَاءِ اللهِ، وَوَلِيَّةُ أَعْدَاءِ اللهِ، أَمَّا اْلأَوْلِيَاءُ فَغَمَّتْهُمْ وَأَحْزَنَتْهُمْ، وَأَمَّا اْلأَعْدَاءُ فَغَرَّتْهُمْ وَشَتَّتْهُمْ وَأَبْعَدَتْهُمْ عَنِ اللهِ

Dunia adalah musuh para wali Allah, namun ia kekasih musuh-musuh Allah, adapun terhadap para wali Allah, dunia akan membuat mereka tertimpa duka nestapa dan kesedihan, dan terhadap musuh-musuh Allah, dunia akan menjadikan mereka tertipu dan jauh dari Allah.

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ عَصَمَ مِنَ الْمِرَاءِ وَالْغَضَبِ وَالطَّمَعِ

Sungguh beruntung orang yang terpelihara dari debat kusir, sifat pemarah dan rakus terhadap harta.

لَقَدْ بُوْرِكَ لِعَبْدٍ فِي حَاجَةٍ أَكْثَرَ فِيْهَا سُؤَالَ رَبِّهِ، أَعْطَى أَوْ مَنَعَ

Sungguh akan diberkahi suatu kebutuhan seorang hamba yang mana ia memperbanyak memintanya kepada Rabbnya, Dia memberi atau tidak

قَيِّدِ الْعِلْمَ بِالْكِتَابِ

Ikatlah ilmu dengan tulisan dalam kitab

وَقَالَ لِرَجُلٍ : عَلِّمْ وَلَدَكَ الْفِقْهَ اْلأَكْبَرَ : اَلْقَنَاعَةُ وَكَفُّ اْلأَذَى

Ia berkata pada seseorang : “Ajarilah anakmu fikih yang paling besar, yaitu al-Qana’ah (menerima/tidak tamak) dan menyingkirkan gangguan”.
Ada seseorang yang berbicara dengan gaya bahasa yang indah padanya, lalu ia berkata :

هَذَا هُوَ السِّحْرُ الْحَلاَلُ

Ini adalah sihir yang diperbolehkan.

أَكْثِرُوْا ذِكْرَ النِّعَمِ، فَإِنَّ ذِكْرَهَا شَكَرَهَا

“Perbanyaklah mengingat kenikmatan, sesungguhnya mengingatnya adalah bentuk mensyukurinya.”

مَنْ عَلِمَ أَنَّ كَلاَمَهُ مِنْ عَمَلِهِ قَلَّ كَلاَمُهُ إِلاَّ فِيْمَا يُعْنِيْهِ وَيَنْفَعُهُ، وَمَنْ أَكْثَرَ ذِكْرَ الْمَوْتِ اجْتَزَأَ مِنَ الدُّنْيَا بِالْيَسِيْرِ

“Barangsiapa mengetahui kadar ucapannya dibandingkan dengan perbuatannya, niscaya akan sedikit ucapannya kecuali dalam hal yang penting dan bermanfaat baginya, barangsiapa banyak mengingat kematian ia akan merasa cukup dengan sedikit dari harta dunia.”

مَنْ لَمْ يَعُدَّ كَلاَمَهُ مِنْ عَمَلِهِ كَثُرَتْ خَطَايَاهُ، وَمَنْ عَبَدَ اللهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُهٌ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُهُ

“Barangsiapa tidak memperhitungkan ucapannya dari perbuatannya maka kesalahannya akan banyak, barangsiapa beribadah kepada Allah tanpa ilmu maka kerusakan yang dihasilkan lebih banyak dari manfaatnya.”

WALLOHUL WALIYYUT TAUFIQ ILA SABILUL HUDA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar