Translate

Minggu, 16 Juli 2017

Imam Syafi'i Rahimahullah Bukan Syi'i

Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan:

أَفْضَلُ النَّاسِ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ وَعَلِيٌّ

“Manusia paling mulia setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali” (Ma’rifat Sunan wal Atsar, karya Imam Baihaqi 1/192)

Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah membawakan satu riwayat dalam kitabnya sebagai berikut :

قد قال الزبير بن عبد الواحد الاستراباذي: أخبرنا حمزة بن علي الجوهري، حدثنا الربيع بن سليمان قال: حججنا مع الشافعي، فما ارتقى شرفا، ولا هبط واديا، إلا وهو يبكي، وينشد: يا راكبا قف بالمحصب من منى * واهتف بقاعد خيفنا والناهض سحرا إذا فاض الحجيج إلى منى * فيضا كملتطم الفرات الفائض إن كان رفضا حب آل محمد * فليشهد الثقلان أني رافضي

“Telah berkata Az-Zubair bin ‘Abdil-Waahid Al-Istiraabaadziy : Telah mengkhabarkan kepada kami Hamzah bin ‘Aliy Al-Jauhariy : Telah menceritakan kepada kami Ar-Rabii’ bin Sulaiman, ia berkata : “Kami pernah melakukan ibadah haji bersama Asy-Syafi’iy. Tidaklah ia menanjak tanah yang tinggi atau menuruni tanah yang rendah, kecuali senantiasa ia menangis serta bersenandung syair :

Wahai pengendara, behentilah di tempat lemparan di Mina

Serukan kepada orang yang duduk dan yang berdiri seluruhnya

Sebuah sihir jika jama’ah haji telah mengalir ke Mina

Secara berbondong-bondong seperti gelombang air (sungai) Furat yang meluap

Jika Rafidlah berarti mencintai keluarga Muhammad

Maka hendaknya jin dan manusia bersaksi bahwa aku seorang Rafidliy

[Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 10/58. Lihat juga Manaaqib Asy-Syafi’iy lil-Baihaqiy 2/71, Manaaqib Asy-Syafi’iy lir-Raaziy hal. 51, Taariikh Ibni ‘Asaakir 14/407, Ath-Thabaqaat Asy-Syafi’iyyah lis-Subkiy 1/299, Al-Intiqaa’ 90-91, Mu’jamul-Adbaa’ 17/320, dan ‘Uyuunut-Tawaariikh 7/180].

Beberapa orang Syi’ah Rafidlah menukil riwayat ini dan mengklaim bahwa Al-Imam Asy-Syafi’iy rahimahullah termasuk golongan mereka.

Klaim mereka ini tentu saja salah dengan kesalahan yang teramat nyata. Adz-Dzahabiy rahimahullah berkata :

من زعم أن الشافعي يتشيع فهو مفتر، لا يدري ما يقول......

لو كان شيعيا - وحاشاه من ذلك - لما قال: الخلفاء الراشدون خمسة، بدأ بالصديق، وختم بعمر بن عبد العزيز.

“Barangsiapa yang menyangka bahwa Asy-Syafi’iy mempunyai kecenderungan kepada Syi’ah, maka ia telah mengada-ada, tidak mengetahui apa yang dikatakannya…. Apabila ia seorang Syi’iy – dan ia jauh dari hal itu – tentu ia tidak mengatakan : ‘Al-Khulafaaur-Raasyidiin itu ada lima, dimulai dari (Abu Bakr) Ash-Shiddiq, dan ditutup dengan ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 10/58-59].

Apa yang dikatakan oleh Adz-Dzahabi  rahimahullah di atas adalah benar. Tidaklah disebut sebagai Rafidlah orang yang mencintai keluarga Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ahlus-Sunnah telah sepakat tentang kewajiban mencintai mereka, sebagaimana pula mereka telah sepakat untuk mencintai Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam beserta para shahabatnya radliyallaahu ‘anhum.

Allah ta’ala telah berfirman :

قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى

“Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan" [QS. Asy-Syuuraa : 23].

Katakanlah, hai Muhammad, kepada orang-orang musyrik dari kaum Quraisy, "Aku tidak meminta sesuatu harta pun dari kamu atas penyampaian dan nasihatku kepada kalian ini sebagai imbalannya yang kamu berikan kepadaku. Sesungguhnya yang aku minta dari kalian ialah hendaknya kalian menghentikan kejahatan kalian kepadaku, dan kalian biarkan aku menyampaikan risalah-risalah Tuhanku. Jika kalian tidak mau membantuku, maka janganlah kalian menggangguku, demi hubungan kekeluargaan yang ada antara aku dan kalian."

قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ مَيْسَرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ طَاوُسًا عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ قَوْلِهِ تَعَالَى: {إِلا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى} فَقَالَ سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ: قُرْبَى آلِ مُحَمَّدٍ. فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: عَجِلْتَ إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ بَطْنٌ مِنْ قُرَيْشٍ إِلَّا كَانَ لَهُ فِيهِمْ قَرَابَةٌ، فَقَالَ: إِلَّا أَنْ تَصِلُوا مَا بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ مِنَ الْقَرَابَةِ.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abdul malik ibnu Maisarah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Tawus menceritakan hal berikut dari Ibnu Abbas r.a. Bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai makna firman-Nya, "Kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan." Maka Sa'id ibnu Jubair (yang ada di majelis itu) langsung menjawab, "Keluarga ahli bait Muhammad." Ibnu Abbas r.a. berkata, "Engkau tergesa-gesa, sesungguhnya Nabi Saw. itu tiada suatu puak pun dari kabilah Quraisy melainkan mempunyai hubungan kekerabatan dengan beliau Saw. Untuk itulah maka beliau Saw. bersabda, 'terkecuali bila kalian menghubungkan kekerabatan yang telah ada antara aku dan kalian'."

Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid (tunggal).

Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini dari Yahya Al-Qattan, dari Syu'bah dengan sanad yang sama.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Amir Asy-Syabi, Ad-Dahhak, Ali ibnu Abu Talhah, Al-Aufi, dan Yusuf ibnu Mahran serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, dari Ibnu Abbas r.a. dengan lafaz yang semisal.

Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid, Ikrimah, Qatadah, As-Saddi, Abu Malik, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ يَزِيدَ الطَّبَرَانِيُّ وَجَعْفَرٌ الْقَلَانِسِيُّ قَالَا حدثنا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ، حَدَّثَنَا شَرِيكٍ، عَنْ خُصَيف، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا أَنْ تَوَدّوني فِي نَفْسِي لِقَرَابَتِي مِنْكُمْ، وَتَحْفَظُوا الْقَرَابَةَ الَّتِي بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ"

Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim ibnu Zaid At-Tabrani dan Ja'far Al-Qalansi. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Adam ibnu Abu Iyas, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Khasif, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. berkata kepada mereka (orang-orang musyrik Mekah): Aku tidak meminta kepada kalian atas seruanku ini suatu upah pun kecuali kecintaanmu kepadaku mengingat kekeluargaanku dengan kalian, dan hendaknya kalian pelihara kekeluargaan yang ada antara aku dan kalian ini.

وَرَوَى الْإِمَامُ أَحْمَدُ، عَنْ حَسَنِ بْنِ مُوسَى: حَدَّثَنَا قَزَعَة يَعْنِي ابْنَ سُوَيد -وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ-عَنْ أَبِيهِ، عَنْ مُسْلِمِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ قَزَعة بْنِ سُوَيْدٍ-عَنِ ابْنِ أَبِي نَجِيح، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَى مَا آتَيْتُكُمْ مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى أَجْرًا، إِلَّا أَنْ تُوَادوا اللَّهَ، وَأَنْ تَقَرَّبُوا إِلَيْهِ بِطَاعَتِهِ"

Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Hasan ibnu Musa, bahwa telah menceritakan kepada kami Quz'ah (yakni Ibnu Suwaid) dan Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Muslim ibnu Ibrahim, dari Quz'ah ibnu Suwaid, dari Ibnu Abu Najih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas r.a, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Aku tidak meminta kepada kalian atas keterangan dan petunjuk yang kusampaikan kepada kalian ini sesuatu upah pun, kecuali ketaatan kalian kepada Allah dan pendekatan diri kalian kepada-Nya dengan cara taat kepada-Nya.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Qatadah, dari Al-Hasan Al-Basri. Dan hal ini bagaikan pendapat yang kedua seakan-akan disebutkan:

{إِلا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى}

kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.  (Asy-Syura: 23)

Yakni kecuali bila kalian mengerjakan amal ketaatan yang mendekatkan diri kalian kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.

Pendapat yang ketiga ialah seperti apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan lain-lainnya melalui riwayat Sa’id ibnu Jubair dengan kesimpulan bahwa makna yang dimaksud yaitu, 'kecuali bila kalian menunaikan hak kekeluargaan kalian denganku'. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa terkecuali kalian berbuat baik kepada kaum kerabat kalian.

As-Saddi telah meriwayatkan dari Abud Dailam yang telah menceritakan bahwa ketika Ali ibnul Husain didatangkan sebagai tawanan dan diberdirikan di atas tangga kota Dimasyq, maka berdirilah seorang lelaki dari kalangan penduduk negeri Syam, lalu berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah membunuh dan memberantas kalian serta memotong sumber fitnah (kekacauan)." Maka Ali ibnul Husain bertanya kepada lelaki itu, "Apakah engkau membaca Al-Qur'an?" Lelaki itu menjawab, "Ya." Ali ibnul Husain bertanya, "Tidakkah engkau membaca Ali Ha Mim?" Lelaki itu menjawab, "Aku telah membaca seluruh Al-Qur'an, tetapi belum pernah menemukan yang namanya Ali Ha Mim." Ali ibnul Husain berkata, bahwa tidakkah engkau pernah membaca firman-Nya: Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.”(Asy-Syura: 23) Lelaki itu berkata, "Sesungguhnya kamukah yang dimaksud dengan mereka itu (ahlul bait)?" Ali ibnul Husain menjawab, "Ya."

Abu Ishaq As-Subai'i mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Amr ibnu Syu'aib tentang firman Allah Swt,: Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syura: 23) Maka Amr ibnu Syu'aib menjawab, bahwa yang dimaksud adalah kaum kerabat Nabi Saw. Riwayat ini dan yang sebelumnya kedua-duanya diketengahkan oleh Ibnu Jarir.

ثُمَّ قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ السَّلَامِ، حَدَّثَنِي يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ، عَنْ مِقْسَمٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَتِ الْأَنْصَارُ: فَعَلْنَا وَفَعَلْنَا، وَكَأَنَّهُمْ فَخَرُوا فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ -أَوِ: الْعَبَّاسُ، شَكَّ عَبْدُ السَّلَامِ-: لَنَا الْفَضْلُ عَلَيْكُمْ. فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَاهُمْ فِي مَجَالِسِهِمْ فَقَالَ: "يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ، أَلَمْ تَكُونُوا أَذِلَّةً فَأَعَزَّكُمُ اللَّهُ بِي؟ " قَالُوا: بَلَى، يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: أَلَمْ تَكُونُوا ضُلَّالًا فَهَدَاكُمُ اللَّهُ بِي؟ " قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: "أَفَلَا تُجِيبُونِي؟ " قَالُوا: مَا نَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "أَلَا تَقُولُونَ: أَلَمْ يخرجك قومك فآويناك؟ أو لم يكذبوك فصدقناك؟ أو لم يَخْذُلُوكَ فَنَصَرْنَاكَ"؟ قَالَ: فَمَا زَالَ يَقُولُ حَتَّى جَثَوْا عَلَى الرُّكَبِ، وَقَالُوا: أَمْوَالُنَا وَمَا فِي أَيْدِينَا لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ. قَالَ: فَنَزَلَتْ: {قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى}

Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Abdus Salam, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Abu Ziad, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa orang-orang Ansar pernah mengatakan anu dan anu seakan-akan mereka membangga-banggakan dirinya. Maka Ibnu Abbas atau Al-Abbas —Abdus Salam atau perawi ragu—mengatakan, "Kamilah yang lebih utama daripada kamu." Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah Saw, maka beliau mendatangi majelis mereka, lalu bersabda, "Hai orang-orang Ansar, bukankah dahulu kalian dalam keadaan hina, lalu Allah memuliakan kalian melaluiku?" Mereka menjawab, "Memang benar, ya Rasulullah." Beliau Saw. bertanya, "Bukankah dahulu kamu dalam keadaan sesat, lalu Allah memberimu petunjuk melaluiku?" Mereka menjawab, "Benar, ya Rasulullah." Rasulullah Saw. bersabda,"Mengapa kamu tidak menjawabku?"Mereka balik bertanya, "Apakah yang harus kami katakan, ya Rasulullah?" Rasulullah Saw. bersabda: Tidakkah kamu katakan bahwa bukankah kaummu telah mengusirmu, lalu kami memberimu tempat tinggal. Bukankah mereka mendustakanmu, lalu kami membenarkanmu. Dan bukankah mereka menghinamu, lalu kami menolongmu? Rasulullah Saw. terus-menerus mengatakan hal itu sehingga mereka terduduk di atas lutut mereka (merendahkan diri) dan mereka mengatakan, "Semua harta yang ada pada tangan kami untuk Allah dan Rasul-Nya." Lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Katakanlah,- "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syura: 23)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Ali ibnul Husain, dari Abdul Mu'min ibnu Ali, dari Abdus Salam, dari Yazid ibnu Abu Ziad, tetapi ini daif, dengan sanad yang semisal atau mendekatinya.

Di dalam kitab Sahihain, dalam Bab "Pembagian Ganimah Hunain" disebutkan hal yang semisal dengan konteks ini, tetapi tidak disebutkan turunnya ayat terebut. Mengenai penyebutan turunnya ayat ini di Madinah masih diragukan kebenarannya, mengingat suratnya adalah Makkiyyah. Dan tidak ada kaitan yang jelas antara ayat dan riwayat ini; hanya Allah­lah Yang Maha Mengetahui.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا علي بن الحسين، حَدَّثَنَا رَجُلٌ سَمَّاهُ، حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ الْأَشْقَرُ، عَنْ قَيْسٍ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى} قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ أَمَرَ اللَّهُ بِمَوَدَّتِهِمْ؟ قَالَ: "فَاطِمَةُ وَوَلَدُهَا، عَلَيْهِمُ السَّلَامُ"

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami seorang lelaki yang senama dengannya (yakni Ali), telah menceritakan kepada kami Husain Al-Asyqar, dari Qais, dari Al-A'masy, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan, bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah Swt.:Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syura: 23) Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah mereka yang diperintahkan oleh Allah agar kita mencintainya?" Beliau Saw. bersabda, "Fatimah dan anaknya."

Sanad hadis ini daif, karena didalamnya terdapat seseorang yang tidak dikenal yang menerima hadis ini dari seorang guru beraliran Syi'ah yang ekstrim. Dia adalah Husain Al-Asyqar yang beritanya tidak dapat diterima dalam masalah ini. Dan penyebutan mengenai turunnya ayat di Madinah jauh dari kebenaran, karena sesungguhnya ayat ini Makkiyyah, dan pada saat itu Fatimah r.a. belum mempunyai anak sama sekali. Mengingat sesungguhnya Fatimah r.a. baru menikah dengan sahabat Ali r.a. hanya setelah Perang Badar, yaitu di tahun kedua Hijrah.

Pendapat yang benar sehubungan dengan tafsir ayat ini adalah apa yang telah diketengahkan oleh ulama umat ini juru penafsir Al-Qur'an, yaitu Abdullah ibnu Abbas r.a, seperti yang disebutkan dalam riwayat yang dikemukakan oleh Imam Bukhari darinya. Dan memang tidak diingkari adanya wasiat (anjuran) serta perintah untuk memperlakukan ahli bait dengan perlakuan yang baik dan menghormati serta memuliakan mereka. Karena sesungguhnya mereka berasal dari keturunan yang suci dari ahli bait yang paling mulia di muka bumi ini dipandang dari segi keturunan, kedudukan, dan kebanggaannya. Terlebih lagi bila mereka benar-benar mengikuti sunnah nabi yang sahih, jelas, dan gamblang; seperti yang telah dilakukan oleh para pendahulu mereka, misalnya Al-Abbas dan kedua putranya, Ali dan ahli bait serta keturunannya. Semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka.

Di dalam hadis sahih telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. dalam khotbahnya di Gadir Khum (nama sebuah mata air) telah bersabda:

"إِنِّي تَارِكٌ فِيكُمُ الثَّقَلَيْنِ: كِتَابَ اللَّهِ وَعِتْرَتِي، وَإِنَّهُمَا لَمْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ"

Sesungguhnya aku menitipkan kepada kalian dua perkara yang berat, yaitu Kitabullah dan keturunanku(ahli baitku), dan sesungguhnya keduanya tidak dapat dipisahkan sebelum keduanya sampai di telaga (ku).

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٌ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ ، عَنِ الْعَبَّاسِ بْنِ عَبَدِ الْمُطَّلِبِ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ قُرَيْشًا إِذَا لَقِيَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا لَقُوهُمْ بِبِشْرٍ حَسَنٍ، وَإِذَا لَقُونَا لَقُونَا بِوُجُوهٍ لَا نَعْرِفُهَا؟ قَالَ: فَغَضِبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَضَبًا شَدِيدًا، وَقَالَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا يَدْخُلُ قَلْبَ الرَّجُلِ الْإِيمَانُ حَتَّى يُحِبَّكُمْ لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Abu Khalid, dari Yazid ibnu Abu Ziad, dari Abdullah ibnul Haris, dari Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang Quraisy itu apabila sebagian dari mereka bersua dengan sebagian yang lain, mereka menjumpainya dengan wajah, yang cerah dan baik. Tetapi bila mereka bersua dengan kami, maka mereka menjumpai kami dengan wajah yang kami tidak kenal (dengan muka tidak sedap)." Maka Nabi Saw. marah sekali, lalu bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, iman masih belum meresap ke dalam hati seseorang sebelum dia menyukai kalian karena Allah dan Rasul-Nya.

Yakni sebelum mencintai ahli bait Rasulullah Saw. demi karena Allah dan Rasul-Nya.

ثُمَّ قَالَ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ، عَنْ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ بْنِ رَبِيعَةَ قَالَ: دَخَلَ الْعَبَّاسُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنَّا لَنَخْرُجُ فَنَرَى قُرَيْشًا تُحدث، فإذا رأونا سَكَتُوا. فَغَضِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ودَرّ عِرْقُ بَيْنَ عَيْنِهِ ، ثُمَّ قَالَ: "وَاللَّهِ لَا يَدْخُلُ قَلْبَ امْرِئٍ  إِيمَانٌ حَتَّى يُحِبَّكُمْ لِلَّهِ وَلِقَرَابَتِي"

Kemudian Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Yazid ibnu Abu Ziad, dari Abdullah ibnul Haris, dari Abdul Muttalib ibnu Rabi'ah yang menceritakan bahwa Al-Abbas r.a. masuk menemui Rasulullah Saw, lalu berkata, "Sesungguhnya kami benar-benar keluar dan kami lihat orang-orang Quraisy sedang berbicara dengan asyik. Tetapi bila mereka melihat kami, maka mendadak mereka diam." Maka Rasulullah Saw. marah dan mengernyitkan dahinya, kemudian bersabda: Demi Allah, iman masih belum meresap ke dalam kalbu seseorang muslim sebelum dia mencintai kamu karena Allah dan karena kekerabatanku.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Khalid, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Waqid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan dari Ibnu Umar r.a, dari Abu Bakar r.a. yang mengatakan, "Ingatlah Muhammad Saw. terhadap ahli baitnya."

Di dalam kitab sahih disebutkan bahwa Abu Bakar As-Siddiq r.a. pernah berkata kepada Ali r.a, "Demi Allah, sesungguhnya hubungan kerabat dengan Rasulullah Saw. lebih aku sukai daripada aku menghubungkan persaudaraan dengan kerabatku sendiri."

Umar ibnul Khattab pernah berkata kepada Al-Abbas r.a, "Demi Allah, sesungguhnya keislamanmu di hari engkau masuk Islam lebih aku sukai ketimbang keislaman Al-Khattab seandainya dia masuk Islam. Karena sesungguhnya keislamanmu lebih disukai oleh rasulullah Saw. daripada keislaman Al-Khattab."

Demikianlah sikap kedua Syekh (Abu Bakar dan Umar) dan hal ini merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk meniru jejaknya. Karena itulah maka keduanya merupakan orang mukmin yang paling utama sesudah para nabi dan para rasul; semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada keduanya, juga kepada semua sahabat Rasulullah.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ أَبِي حَيّان التيمي، حدثني يزيد ابن حَيَّانَ قَالَ: انْطَلَقْتُ أَنَا وحُسَيْن بْنُ مَيْسَرة، وَعُمَرُ بْنُ مُسْلِمٍ إِلَى زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، فَلَمَّا جَلَسْنَا إِلَيْهِ قَالَ لَهُ حُصَيْنٌ: لَقَدْ لقيتَ يَا زَيْدُ خَيْرًا كَثِيرًا، رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَسَمِعْتَ حَدِيثَهُ وَغَزَوْتَ مَعَهُ، وَصَلَّيْتَ مَعَهُ. لَقَدْ رَأَيْتَ يَا زَيْدُ خَيْرًا كَثِيرًا. حَدِّثْنَا يَا زَيْدُ مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَقَالَ: يَا ابْنَ أَخِي، وَاللَّهِ كَبُرت سِنِّي، وَقَدِمَ عَهْدِي، وَنَسِيتُ بَعْضَ الَّذِي كُنْتُ أَعِي مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَا حَدَّثْتُكُمْ فَاقْبَلُوهُ، وَمَا لَا فَلَا تُكَلّفونيه. ثُمَّ قَالَ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا خَطِيبًا فِينَا، بِمَاءٍ يُدْعَى خُمّا -بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ-فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، وَذَكَرَ وَوَعَظَ، ثُمَّ قَالَ: "أَمَّا بَعْدُ، أَلَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَنِي رَسُولُ رَبِّي فَأُجِيبَ، وَإِنِّي تَارِكٌ فِيكُمُ الثَّقَلَيْنِ، أَوَّلُهُمَا: كِتَابُ اللَّهِ، فِيهِ الهدى والنور، فخذوا بكتاب الله واستمسكوا به" فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ، وَقَالَ: "وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي" فَقَالَ لَهُ حُصَيْنٌ: وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ يَا زَيْدُ؟ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ؟ قَالَ: إِنَّ نِسَاءَهُ من أهل بيته، ولكن أهل بيته من حُرم الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ قَالَ: وَمَنْ هُمْ؟ قَالَ: هم آل علي، وآل عقيل، وآل جعفر، وَآلُ الْعَبَّاسِ، قَالَ: أَكُلُّ هَؤُلَاءِ حُرِمَ الصَّدَقَةَ؟ قال: نعم.

Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, dari Abu Hayyan At-Taimi; telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Hayyan yang mengatakan, "Aku dan Husain ibnu Maisarah serta Umar ibnu Muslim berangkat menuju ke rumah Zaid ibnu Arqam r.a. Dan ketika kami sampai di rumahnya, Husain berkata, 'Hai Yazid, sesungguhnya engkau telah menjumpai banyak kebaikan. Engkau telah melihat Rasulullah Saw. dan mendengar hadis langsung darinya, ikut berperang bersamanya, dan salat bersamanya. Sesungguhnya engkau, hai Yazid, telah menjumpai kebaikan yang banyak. Maka ceritakanlah kepada kami sebagian dari apa yang engkau telah dengar dari Rasulullah Saw.' Maka Zaid ibnu Arqam r.a. menjawab, 'Hai anak saudaraku, sesungguhnya usiaku telah tua dan sudah cukup lama hidup sehingga aku lupa kepada sebagian yang pernah kuhafal dari Rasulullah Saw. Karena itu, apa yang akan kuceritakan kepadamu, terimalah; dan yang tidak dapat kuceritakan, janganlah kamu memaksaku untuk menceritakannya'." Kemudian Zaid ibnu Arqam melanjutkan, bahwa di suatu hari Rasulullah Saw. bangkit melakukan khotbah di sebuah mata air yang dikenal dengan nama Khum, terletak di antara Mekah dan Madinah. Pertama beliau mengucapkan hamdalah dan sanjungan kepada Allah Swt, lalu memberikan peringatan dan pelajaran (nasihat). Setelah itu beliau bersabda: Ammd ba'du. Hai manusia, sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia yang hampir kedatangan utusan Tuhanku, lalu aku menyambutnya. Dan sesungguhnya aku titipkan kepada kalian dua perkara yang berat; yang pertama ialah Kitabullah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, maka ambillah Kitabullah dan berpegang teguhlah kepadanya. Nabi Saw. menganjurkan (mereka) untuk berpegang teguh kepada Kitabullah dan memberikan dorongan (kepada mereka) untuk mengamalkannya, lalu beliau bersabda: Dan (yang kedua ialah) ahli baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku. Maka Husain bertanya kepada Zaid ibnu Arqam r.a, "Hai Zaid, siapakah yang dimaksud dengan ahli baitnya? Bukankah istri-istri beliau Saw. termasuk ahli baitnya juga?" Zaid menjawab, "Sesungguhnya istri-istri beliau bukan termasuk ahli baitnya, tetapi yang termasuk ahli baitnya adalah orang yang tidak boleh menerima zakat sesudah beliau tiada." Husain bertanya, "Siapa sajakah mereka itu?" Zaid menjawab, "Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja'far, dan keluarga Al-Abbas radiyallahu 'anhum." Husain bertanya, "Apakah mereka semua tidak boleh menerima harta zakat?" Zaid menjawab, "Ya."

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Yazid ibnu Hibban dengan sanad yang sama.

وَقَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْمُنْذِرِ الْكُوفِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ -وَالْأَعْمَشُ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ-قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "إِنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي، أَحَدُهُمَا أَعْظَمُ مِنَ الْآخَرِ: كِتَابُ اللَّهِ حَبْلٌ مَمْدُودٌ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ، وَالْآخَرُ عِتْرَتِي: أَهْلُ بَيْتِي، وَلَنْ يَتَفَرَّقا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ، فَانْظُرُوا كَيْفَ تَخْلُفُونِي فِيهِمَا"

Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Munzir Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id dan Al-A'masy, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Zaid ibnu Arqam r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian sesuatu yang selama kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat sesudahku. salah satunya lebih besar daripada yang lain, yaitu kitabullah yang merupakan tali yang terjulurkan dari langit ke bumi. Dan yang lainnya ialah keluargaku, yakni ahli baitku; keduanya tidak akan terpisahkan sebelum keduanya mendatangi telaga (ku). Maka perhatikanlah, bagaimanakah kalian menggantikan diriku terhadap keduanya.

Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini secara tunggal, kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib.

قَالَ التِّرْمِذِيُّ أَيْضًا حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْكُوفِيُّ، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحَسَنِ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّتِهِ يَوْمَ عَرَفَةَ، وَهُوَ عَلَى نَاقَتِهِ الْقَصْوَاءِ يَخْطُبُ، فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنِّي تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا: كِتَابَ اللَّهِ، وَعِتْرَتِي: أَهْلَ بَيْتِي"

Imam Turmuzi mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Abdur Rahman Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Hasan, dari Ja'far ibnu Muhammad ibnul Hasan, dari ayahnya, dari Jabir, bin Abdullah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Rasulullah Saw. dalam hajinya di hari Arafah menunggang unta qaswa-nya seraya berkhotbah, dan ia mendengarnya bersabda: Hai manusia, sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian suatu perkara yang jika kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat, yaitu kitabullah dan keturunanku, yakni ahli baitku.

Imam Turmuzi mengetengahkan hadis ini secara tunggal pula, lalu ia mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib.

Dalam bab yang sama telah diriwayatkan hal yang semisal dari Abu Zar, Abu Sa'id, Zaid ibnu Arqam, dan Huzaifah ibnu Usaid radiyallahu 'anhum.

ثُمَّ قَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ سُلَيْمَانُ بْنُ الْأَشْعَثِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مَعِين، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُلَيْمَانَ النَّوْفَلِيِّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَحِبُّوا اللَّهَ لِمَا يَغْذُوكُمْ  مِنْ نِعَمِهِ، وَأَحِبُّونِي بِحُبِّ اللَّهِ، وَأَحِبُّوا أَهْلَ بَيْتِي بِحُبِّي"

 Kemudian Imam Turmuzi mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Daud Sulaiman ibnul Asy'as, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Mu'in, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yusuf, dari Abdullah ibnu Sulaiman An-Naufali, dari Muhammad ibnu Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas, dari ayahnya, dari kakeknya (yakni Abdullah ibnu Abbas r.a.) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Cintailah Allah Swt. karena Dia telah melimpahkan kepada 'kalian sebagian dari nikmat-nikmat-Nya. Dan cintailah aku karena cinta kepada Allah, dan cintailah ahli baitku karena cinta kepadaku.

Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib, sesungguhnya kami mengenalnya hanya melalui jalur ini.

Maka, ketika ada sebagian orang yang menuduh Al-Imam Asy-Syafi’iy rahimahullah sebagai seorang Syi’iy atau Raafidliy, beliau melantunkan syair :

إذا نحن فضلنا علياً فإننا

روافض بالتفضيل عند ذوي الجهل

وفضل أبو بكر إذا ما ذكرته

رميت بنَصْب عند ذكريَ للفضل

فلازلت ذا رفض ونصب كليهما

أدين به، حتى أوسد الرمل

Jika kami mengutamakan ‘Ali maka sesungguhnya kami

adalah Raafidlah karenanya menurut orang-orang bodoh.

Dan jika aku menyebut keutamaan Abu Bakr

maka aku dituduh Naashibiy pada saat aku mengatakannya

Maka aku senantiasa Raafidliy dan Naashibiy, kedua-duanya

aku memegangnya sampai aku dikubur di tanah”

[Manaaqibusy-Syaafi’iy oleh Ar-Raaziy, hal. 140-143]

Al-Haafidh Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya :

قيل للشافعي : إنَّ فيك بعضَ التشيُّع، قال : وكيف ذاك ؟ قالوا : لأنك تُظهرُ حُبَّ آل محمد، فقال : يا قوم، ألم يَقُل رسولُ الله صلى الله عليه وسلم : ((لا يُؤمِنُ أحدُكم حتى أَكونَ أَحَبَّ إليه من والدِهِ ووَلِدِهِ والناس أَجمعين)). وقال : ((إن أوليائي من عترتي : المُتَّقُون)). فإذا كان واجباً عليَّ أن أُحِبَّ قَرَابتي وذوي رحمي إذا كانوا من المتقين، أليس من الديِّين أن أُحِبَّ قَرابةَ رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا كانوا من المتقين. لإنه كان يُحِبُّ قرابتَه، وأَنشد : يا راكباًَ قِفْ بالمحصَّبِ مِن منًَى.

Bahwasannya ada seseorang yang berkata kepada Asy-Syafi’iy rahimahullah : “Sesungguhnya pada dirimu terdapat kecenderungan kepada Syi’ah”. Beliau bertanya : “Bagaimana bisa seperti itu ?”. Mereka menjawab : “Engkau menunjukkan kecintaan kepada keluarga Muhammad”. Maka Asy-Syafi’iy mengatakan : “Wahai manusia, bukankah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : ‘Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia lebih mencintaiku daripada ayahnya, anaknya, dan seluruh manusia’. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda : ‘Sesungguhnya wali-wali-Ku dari keluargaku adalah orang-orang yang bertaqwa’. Jika aku wajib mencintai kerabat dan sanak familiku jika mereka adalah orang-orang yang bertaqwa, bukankah termasuk bagian dari agama jika aku mencintai kerabat Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam bila mereka adalah orang-orang yang bertaqwa. Karena beliau sendiri mencintai kerabatnya”. Lalu Asy-Syafi’iy menyenandungkan syair :“Wahai pengendara, berhentilah di tempat lemparan di Mina” [Al-Intiqaa’ fii Fadlaailil-Aimmatits-Tsalaatsatil-Fuqahaa’, hal. 146-147].

Ringkasnya, mencintai kerabat/Ahlul-Bait Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidaklah harus mengkonsekuensikan sebagai seorang Raafidliy atau Syi’iy. Bahkan, sebagai seorang muslim kita dianjurkan untuk mencintai mereka dengan batas-batas yang telah diatur oleh syari’at.Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

ويحبون أهل بيت رسول الله ويتولونهم ويحفظون فيهم وصية رسول الله صلى الله عليه وسلم حيث قال يوم (غدير خم) : (أذكركم الله في أهل بيتي)، وقال أيضاً للعباس عمه وقد اشتكى إليه أن بعض قريش يجفو بني هاشم فقال : (والذي نفسي بيده لا يؤمنون حتى يحبوكم لله ولقرابتي (وقال) إن الله اصطفى بني إسماعيل واصطفى من بني إسماعيل كنانة واصطفى من كنانة قريشاً واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم). ويتولون أزواج رسول الله صلى الله عليه وسلم أمهات المؤمنين ويؤمنون بأنهن أزواجه في الآخرة خصوصاً خديجة رضي الله عنها أم أكثر أولاده أول من آمن به وعاضده على أمره وكان لها منه المنزلة العالية والصِّدّيقة بنت الصّدّيق رضي الله عنها التي قال النبي صلى الله عليه وسلم : (فضل عائشة على النساء كفضل الثريد على سائر الطعام).

“Dan mereka (Ahlus-Sunnah) mencintai Ahlul-Bait Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, setia kepada mereka, serta menjaga wasiat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang mereka, yaitu ketika beliau bersabda di satu hari (Ghaadir-Khum) : “Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlul-Bait-ku”. Beliau juga berkata kepada pamannya, Al-‘Abbas, dimana ketika itu ia (Al-‘Abbas) mengeluh bahwa sebagian orang Quraisy membenci Bani Haasyim. Beliau bersabda : “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, mereka itu tidak beriman sehingga mereka mencintai kalian karena Allah, dan karena mereka itu sanak kerabatku”. Beliau juga bersabda :“Sesungguhnya Allah telah memilih dari Bani Isma’il yaitu suku Kinaanah, dan dari Bani Kinaanah, yaitu suku Quraisy, dari suku Quraisy, terpilih Bani Haasyim. Dan Allah memilihku dari Bani Haasyim”. Dan Ahlus-Sunnah senantiasa setia dan cinta kepada istri-istri Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam, karena mereka adalahUmmahatul-Mukminin, serta meyakini bahwasannya mereka adalah istri-istri beliau di akhirat nanti, khususnya Khadijah radliyallaahu ‘anhaa, ibu dari sebagian besar anak-anak Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ia adalah orang yang pertama kali beriman kepada beliau, mendukungnya, serta mempunyai kedudukan yang tinggi. Dan juga Ash-Shiddiqah binti Ash-Shiddiq radliyallaahu ‘anhaa dimana Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentangnya : “Keutamaan ‘Aisyah atas seluruh wanita adalah seperti keutamaan tsarid atas semua jenis makanan” [selesai - Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah].

Tidak bisa dikatakan bahwa Al-Imam Asy-Syafi’iy rahimahullah adalah seorang Raafidliy ketika beliau berkata :

ما اختلف أحد من الصحابة والتابعين في تفضيل أبي بكر وعمر وتقديمهما على جميع الصحابة

“Tidak ada perbedaan pendapat seorangpun dari kalangan shahabat dan tabi’in dalam pengutamaan Abu Bakr dan ‘Umar, serta mendahulukannya dari seluruh shahabat” [Manaaqibusy-Syaafi’iy lil-Baihaqiy, 1/434, tahqiq : Ahmad Shaqr].

Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu ‘Umarradliyallaahu ‘anhuma mengenai posisi para shahabat atas permasalahan ini :

كنا نفاضل على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم أبو بكر ثم عمر ثم عثمان ثم نسكت

“Kami mengutamakan di jaman Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam : Abu Bakr, kemudian ‘Umar, kemudian ‘Utsman, kemudian kami diam” [Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban no. 7251, Ibnu Abi Syaibah 12/9, Ahmad 2/14, Ibnu Abi ‘Aashim no. 1195, dan Ath-Thabaraniy no. 13301; shahih].

Pengutamaan Abu Bakr dan ‘Umar atas ‘Ali radliyallaahum ajma’in merupakan ijma’ dari kalangan Ahlus-Sunnah. Bahkan ‘Ali sendiri mengatakan hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud :

عن محمد بن الحنفية قال: قلت لأبي: أيُّ الناس خير بعد رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم؟ قال: أبو بكر، قال: قلت: ثم من؟ قال: ثم عمر، قال: ثم خشيت أن أقول ثم من؟ فيقول عثمان، فقلت: ثم أنت يا أبتِ؟ قال: ما أنا إلا رجل من المسلمين.

Dari Muhammad bin Al-Hanafiyyah, ia berkata : Aku bertanya kepada ayahku (yaitu ‘Ali bin Abi Thaalib radliyalaahu ‘anhu) : “Siapakah manusia yang paling baik setelah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ?”. Beliau menjawab : “Abu Bakr”. Aku bertanya : “Kemudian siapa ?”. Beliau menjawab : “Kemudian ‘Umar”. Muhammad bin Al-Hanafiyyah berkata : “Kemudian aku takut untuk mengatakan kemudian siapa (setelah ‘Umar). Namun kemudian beliau berkata : “Kemudian ‘Utsman”. Aku kembali bertanya : “Kemudian setelah itu engkau wahai ayahku ?”. Beliau menjawab : “Aku hanyalah seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 4629; shahih].

إن معاوية رضي الله عنه له فقه وعلم

“Sesungguhnya Mu’awiyyah radliyallaahu ‘anhu mempunyai kefaqihan dan ilmu” [Al-Umm, 4/87].

Telah menjadi satu kemakluman tentang syi’ar khas kaum Syi’ah Raafidlah untuk mengutamakan terhadap ‘Ali di atas Abu Bakr dan ‘Umar; serta hinaan/celaan mereka (bahkan pengkafiran) terhadap keduanya (Abu Bakr dan ‘Umar) serta Mu’awiyyah bin Abi Sufyan radliyallaahu ‘anhum.

Justru dalam banyak kesempatan, beliau rahimahullah mengeluarkan banyak celaan terhadap orang-orang Syi’ah Raafidlah (karena kesesatan mereka dalam agama). Diantaranya beliau berkata :

ما رأيت في أهل الأهواء قوما أشهد بالزور من الرافضة

“Aku tidak pernah melihat satu kaum dari pengikut hawa nafsu yang aku saksikan kedustaannya daripada Rafidlah” [Syarh Ushuulil-I’tiqaad Ahlis-Sunnah wal-Jama’ah 8/1457 dan Siyaru A’laamin-Nubalaa’ 10/89, dari Ar-Rabii’. Dibawakan pula oleh Harmalah lafadh yang semisal dalamAadaabusy-Syaafi’iy hal. 187, Al-Manaaqib lil-Baihaqiy1/468, dan As-Sunan Al-Kubraa lil-Baihaqiy 10/208].

ما كلمتُ رجلاً في بدعةٍ؛ لا رجلاً كان يَتَشَيَّعُ

“Tidaklah aku berbicara kepada seseorang tentang bid’ah, kecuali ia cenderung mengarah kepada Syi’ah” [Aadaabusy-Syaafi’iy wa Manaaqibuhu li-Ibni Abi Haatim Ar-Raaziy, hal. 186].

عن البويطي يقول: سألت الشافعي: أصلي خلف الرافضي ؟ قال: لا تصل خلف الرافضي، ولا القدري، ولا المرجئ....

Dari Al-Buwaithiy ia berkata : “Aku bertanya kepada Asy-Syafi’iy : ‘Apakah aku boleh shalat di belakang seorang Rafidliy ?”. Beliau menjawab : “Janganlah engkau shalat di belakang seorang Rafidliy, Qadariy, dan Murji’” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 10/31].

Taajuddin As-Subkiy rahimahullah berkata :

وروى الحافظ أبو الحسن بن حَكَمَان : أن الزعفراني، قال : قال الشافعِي في الرافضي يحضر الواقعة : "لا يعطى من الفيء شيئا؛ لأن الله تعالى ذكر آية الفيء، ثم قال : (وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ) الآية. فمن لم يقل بها لم يستحِق".

“Al-Haafidh Abul-Hasan bin Hakamaan meriwayatkan : Bahwasannya Az-Za’faraniy berkata : Telah berkata Asy-Syafi’iy tentang seorang Rafidlah yang ikut serta dalam peperangan : “Tidak diberikan bagian harta fai’ sedikitpun, karena Allah ta’ala menyebutkan ayat fai’ dan setelah itu Ia berfirman : “Dan orang-orang yang datang setelah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa : ‘Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang te;ah beriman terlebih dahulu daripada kami” (QS. Al-Hasyr : 10). Barangsiapa yang tidak mengatakan hal itu, maka ia tidak berhak atas harta fai” [Thabaqaatusy-Syafi’iyyah Al-Kubraa lis-Subkiy, 1/117].

Simaklah percakapan Imam Asy Syafi’i dengan murid seniornya, Al Buwaithi:

البويطي يقول: سألت الشافعي: أصلي خلف الرافضي؟ قال: لا تصل خلف الرافضي، ولا القدري، ولا المرجئ. قلت: صفهم لنا. قال: من قال: الإيمان قول، فهو مرجئ، ومن قال: إن أبا بكر وعمر ليسا بإمامين، فهو رافضي، ومن جعل المشيئة إلى نفسه، فهو قدري

Albuwaithi: “Aku pernah bertanya kepada Imam Asy Syafi’i, apakah boleh aku shalat di belakang orang berpaham (syi’ah) rafidhah?”

Imam Asy Syafi’i menjawab: “Janganlah shalat di belakang orang yang berpaham Syi’ah Rafidhah, atau orang berpaham Qadariyah, atau orang berpaham Murji’ah!”.

Al Buwaithi mengatakan: “Sebutkanlah sifat mereka kepada kami!”

Imam Syafi’i menjawab: “Barangsiapa mengatakan bahwa iman itu perkataan saja, maka ia seorang Murji’ah. Barangsiapa mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar bukan imam, maka ia seorang Syiah Rafidhah. Barangsiapa menjadikan kehendak untuk dirinya, maka ia seorang Qadariyah”

(Siyaru A’lamin Nubala, karya Imam Dzahabi 10/31).

Subhanallah… shalat di belakang seorang Syiah Rafidhah saja dilarang oleh Imam Asy Syafi’i rahimahullah, lalu bagaimana kita boleh toleran dengan pemahaman mereka?! Semoga Allah menyelamatkan kita dan masyarakat kita dari sesatnya pemahaman syiah ini, aamiin.

Yunus bin Abdul A’la murid senior Imam Asy  Syafi’i mengatakan: Aku pernah mendengar Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan:

أجيز شهادة أهل الأهواء كلهم إلا الرافضة, فإنهم يشهد بعضهم لبعض

“Aku membolehkan persaksiannya semua ahli bid’ah, kecuali Syi’ah Rafidhah, karena mereka itu saling memberi ‘kesaksian baik’ antara satu dengan lainnya” (Manaqib Syafi’i, karya Imam Baihaqi 1/468).

Lihatlah bagaimana kerasnya sikap Imam Asy Syafi’i rahimahullah kepada pemeluk Syiah Rafidhah. Sehingga apabila ada pengikut beliau masih toleran kepada mereka, maka sungguh perlu dipertanyakan pengakuannya sebagai pengikut Madzhab Syafi’i?!

Yunus bin Abdul A’la juga mengatakan:

سمعت الشافعي إذا ذكر الرافضة عابهم أشد العيب, فيقول: شر عصابة

Aku pernah mendengar Imam Syafi’i, bila menyebut kelompok Syiah Rafidhah, beliau mencela mereka dengan celaan yang paling buruk, lalu beliau mengatakan: “mereka itu komplotan yang paling jahat!” (Manaqib Syafi’i, karya Imam Baihaqi 1/468)

Alhamdulillah… Imam Asy Syafi’i rahimahullah, yang merupakan imamnya Ahlussunnah wal jamaah telah memberikan contoh kepada kita, bagaimana harus menyikapi ‘komplotan’ Syiah Rafidhah. Beliau tidaklah mencela mereka dengan celaan paling buruk, kecuali karena beliau tahu dan yakin akan kebusukan dan bahaya laten yang mereka usung.

Sehingga harusnya kita mengikuti jejak Imam Asy Syafi’i ini dengan menolak dan melawan gerakan mereka, jangan sampai kita terkecoh oleh mulut manis mereka, yang mengatakan: “Kita kan sama-sama Islam, sama-sama sholat, sama-sama berhaji ke baitulloh, sama-sama…, sama-sama… dst“.

Padahal kita telah tahu, semua persamaan tersebut tidaklah cukup, bukankah kaum munafikin juga punya persamaan-persamaan itu? Namun tetap saja mereka berada di kerak neraka yang paling dalam.

Selama mereka (Rafidhah) menodai Al Qur’an, mencela para sahabat Nabi, dan merendahkan kemuliaan ibunda kita kaum mukminin, pantaskah kita toleran terhadap mereka?!

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar