Pada kondisi perjalanan kehidupan warga Desa Karangrejo sebagaimana tersebut di atas, maka amat diperlukan peran serta Pemerintah Desa dalam rangka proses pemberdayaan masyarakat di Desa Karangrejo. Maka pada tahun 1998, Pemerintah Desa memfasilitasi terbentuknya Kelompok Tani Hutan Rakyat yang dinamakan “MURAKABI” dalam pengertian dapat bermanfaat dalam kehidupan warganya, Karena keberhasilannya dalam pembangunan hutan rakyat, kondisi saat ini di desa Karangrejo terdapat 13 Titik mata air yang tersebar di 3 Dusun, yakni Dusun Krajan, Dusun Karangjati dan Dusun Caok sehingga warga masyarakat tidak lagi mengalami kesulitan air pada masa musim kemarau.
Makam Keramat Silencu
Silencu merupakan nama pemakaman umum terletak pada sebuah bukit di dusun Karangjati desa Karangrejo kecamatan Loano. Disini terdapat dua kelompok makam terpisah, satu kelompok dinamakan makam Kyai Nur muhammad dan yang satunya dinamakan KRT Kromodirdjo. Pada transkip yang terdapat di masjid Loano yang disusun oleh MB Sutjiptotomo diyakini erat kaitannya dengan perjuangan Pangeran Diponegoro beserta prajurit dan pengikutnya yang setia diwilayah Bagelen pada waktu itu. MB Sutjiptotomo sejak kecil diasuh oleh KH R Abdussyakur yang merupakan penghulu pertama eks kawedanan Loano (yang kini menjadi KUA), semasa terjadinya Perang Diponegoro berusia Joko Tanggung. Sebelum beliau jatuh sakit yang membawa sampai wafatnya ketengah – tengah para sesepuh desa Loano pada bulan puasa tahun 1929 M, mengisahkan kisah pengalaman hidupnya sejak berkobar perjuangan Pangeran Diponegoro melawan Belanda sampai beliau diangkat menjadi penghulu.
Ketika dalam perjalanannya Pangeran Diponegoro beserta pengikutnya sampai diperbukitan Kendeng yang merupakan wilayah Bagelen bagian utara tepatnya di desa Kalitapas, terpaksa harus berhenti karena salah satu istri prajuritnya akan melahirkan anak. Di desa Kalitapas inilah kemudian Pangeran Diponegoro membagi tugas kepada pengikutnya melawan Belanda. Pangeran Dipokusumo yang merupakan putera trah Amangkurat Agung ditugaskan untuk mendirikan kembali pemerintahan di Bagelen sebagai kadipaten. Pangeran Dipokusumo diangkat sebagai Adipati (bupati) yang dibantu oleh Pangeran Dipoyudo sebagai panglima pasukan daerah selatan meliputi wilayah kota Purworejo hingga Banyumas, sedangkan Pangeran Gagak Handoko sebagai pimpinan pasukan daerah utara. Imam Mukhamat yang tak diketahui nama jawanya ditugaskan sebagai pengawal pribadi Pangeran Dipokusumo tidak boleh berpisah dengan Adipati Pangeran Dipokusumo. Kyai Jogonoyo ditugaskan sebagai kepala pasukan pengawal kadipaten, sebagai kepala barisan sandi (pendem) ditunjuk Kyai Kertomenggolo yang kemudian bergerak kebarat menyeberangi sungai Bogowonto mengambil markas di desa Kragilan, sementara anak buahnya yang bernama Kyai Benteng ditempatkan di desa Mlaran.
Masjid Tanda Kepahlawanan
Selesai mengatur tugas, pangeran Diponegoro bergerak ke arah selatan kembali dan bermarkas di pedukuhan Karangjati desa Karangrejo yang terletak disebelah timur sungai Bagawanta. Dengan disertai Pangeran Suryakusumo menyusuri perbukitan Menoreh menyusul Nyai Ageng Serang. Berkali- kali prajurit Pangeran Diponegoro berhasil memenangkan perlawanan di wilayah Bagelen yang dikenal dengan “ Geger Lengis”. Markas Belanda berhasil direbut dan dihancurkan, bahkan penghuni markas Lengis beserta pimpinannya berhasil ditumpas. Pertempuran yang terjadi di daearh Pituruh dapat dimenangkan dengan menghancurkan benteng Belanda. Bahkan pangeran kerajaan Mataram yang memihak Belanda berhasil ditawan namun kemudian dilepaskan.
Untuk memperingati kemenangan dan sebagai bentuk rasa syukur kepada allah SWT kemudian di bangun masjid yang terletak di sebelah utara alun-alun Loano. Selesai pembangunan masjid tersebut kemudian terdengar kabar, bahwa Pangeran Diponegoro diliciki dan ditangkap oleh Belanda di Magelang. Beberapa bulan kemudian disusul wafatnya Adipati Pangeran Dipokusumo yang sebelumnya telah berganti nama menjadi Kyai Nur Muhammad, kemudian dimakamkan di bukit Silencu dusun Karangjati desa Karangrejo sesuai dengan keinginan beliau sebagai tanda bahwa tempat tersebut pernah menjadi markas Pangeran Diponegoro . tidak disebutkan dalam transkipsi tersebut dimana makam Imam Muhammad yang ditugasi sebagai ajudan pangeran Dipokusumo alias Nur Muhammmad, hanya disebutkan bahwa ketika Belanda mengetahui bahwa Imam Muhammad sudah sangat tua bahkan lumpuh, namun tetap menjalankan kewajibannya sebagi imam masjid Loano sebagaimana sejak diamanatkan Pangeran Diponegoro sejak ditangkap. Ditengah- tengah iktikaf di masjid itulah Belanda datang memberondongakn peluru, dan berbagai senjata api, namun jubah yang dikenakan rantas terkena peluru namun kulit dan badannya tidak luka sedikitpun. Oleh Belanda kemudian ditandu ke markas Belanda di Maron, namun kemudian dilepaskan kembali. Dan tidak pernah diganggu hingga beliau wafat.
Makam Kyai Nur Muhammad terletak di puncak bukit Silencu, tidak jauh dari makam ini terdapat makam yang batu nisannya jelas terbaca dalam huruf arab. Kromodirdjo patih Purworejo meninggal tahun 1836 Mdisamping kalimat “La Ilaha Illallah Mukhammadur rosulullah madhzhabuna Madzhab Syafi’i” maknanya menegaskan bahwa sebagai seorang muslim beliau mencantumkan kalimat tauhid dan bermadzab syafi’i. Tulisan tersebut terukir dalam nisan dari batu andesit dengan ketinggian dari permuakaan tanah sekitar 1 meter dan lebar 0.5 m, sedangkan pada makam Kyai Nur Muhammad tak tertulis apapun. Dengan adanya bukti primer berupa prasasti nisan ini membuktikan bahwa selama perjuangan melawan belanda di daerah Bagelen telah berhasil dibentuk dan terbukti eksis keberadaannya tata pemerintahan patriotis yaitu kadipaten Purworejo dengan Adipati Pangeran Dipokusumo.
Perjuangan menentang penjajah tidaklah padam, hanya berubah siasat melalui barisan bawah tanah. Ini tidah lepas upaya sesepuh Loano termasuk kyai Abdus Syakur cucu dari Imam Muhammad pemangku masjid Loano dalam membela kebenaran dan keadilan. Jiwa perjuangan Abdus Syakur sudah tertanam lama dan memiliki hubungan tersendiri dengan babah Gendong sejak terjadi perang Pacinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar