Waktu di dunia ini sebenarnya pendek jika dibandingkan akhirat yang abadi. Adapun usia manusia di dunia ini lebih pendek lagi. Keberadaannya di dunia ini hanyalah beberapa hari yang terbatas, kemudian berjalan menuju akhirat. Oleh karena itu, setiap orang yang berakal dan cerdas harus segera memanfaatkan waktu dan membuahkan setiap kesempatan untuk beramal shalih, melakukan ketaatan, dan mendekatkan diri kepada Allah ta’ala. Kesempatan yang ada di dunia ini sedikit, dan perjalanan yang harus dilaluinya telah dekat, jalannya menakutkan, dan bahayanya besar. Sesungguhnya Allah Maha Melihat. Jika demikian, mungkinkah bagi orang yang berakal untuk menghilangkan detik-detik usianya yang terbatas ini untuk sesuatu yang tidak bermanfaat setelah kematiannya ?
Renungkanlah firman Allah ta’ala tentang orang-orang yang berdosa besar pada hari kiamat. Allah ta’ala berfirman :
قَالَ كَمْ لَبِثْتُمْ فِي الأرْضِ عَدَدَ سِنِينَ * قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ فَاسْأَلِ الْعَادِّينَ * قَالَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا قَلِيلا لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ * أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لا تُرْجَعُونَ
“Allah bertanya: "Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?". Mereka menjawab: "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung." Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui." Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? [QS. Al-Mukminuun : 112-115].
Renungkanlah ! Orang-orang yang berdosa itu mengakui bahwa mereka hidup di dunia ini hanya sebentar, yaitu sehari atau setengah hari. Pada hakekatnya kehidupan dunia ini singkat, jika dibandingkan akhirat. Kemudian, Allah menjelaskan hakekat ini seraya berfirman :
إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا قَلِيلا لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui”.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مالي و لي الدنيا إنما مثلي ومثل الدنيا كمثل راكب قال في ظل شجرة ثم راح وتركها
“Apa urusanku dengan dunia ? Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan dunia adalah seperti pengembara yang tidur siang hari di bawah naungan pohon. Ia istirahat, lalu meninggalkannya” [HR. Ahmad 1/391 dan At-Tirmidzi no. 2377; shahih].
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengkhabarkan kepada kita tentang pendeknya usia manusia di dunia dengan bersabda :
أعمار أمتي ما بين ستين إلى سبعين وأقلهم من يجوز ذلك
“Umur umatku antara enam puluh hingga tujuh puluh tahun, dan hanya sedikit di antara mereka yang melebihi umur tersebut” [HR. At-Tirmidzi no. 3550, Ibnu Majah no. 4236, Abu Ya’la no. 5990, Ibnu Hibbaan no. 2980, Al-Haakim 2/427, dan yang lainnya].
Oleh karena itu, sungguh celaka orang yang berjuang untuk kepentingan dunia yang pendek dan kemuliaan yang hina ini.
Orang bijak pernah berkata :
كيف يفرح بالدنيا من يومه يهدم شهره وشهره يهدم سنته وسنته تهدم عمره كيف يفرح من يقوده عمره إلى أجله وتقوده حياته إلى موته
“Bagaimana bahagia dengan dunia orang yang harinya menghabiskan bulannya, bulannya menghabiskan tahunnya, dan tahunnya menghabiskan umurnya ? Bagaimana bisa bahagia dengan dunia orang yang dituntun usianya kepada ajalnya, dan dituntun kehidupannya kepada kematiannya ?”.
Seorang penyair berkata :
نسير إلى الآجال في كل لحظة وأيامنا تطوي وهن مراحل
ولم أر مثل الموت حقا كأنه إذا ما تخطته الأماني باطل
وما أقبح التفريط في زمن الصبا فكيف به والشيب للرأس شاعل
ترحل من الدنيا بزاد من التقي فعمرك أيام وهن قلائل
“Kita berjalan kepada ajal di setiap setiap detik waktu
Hari-hari kita dilipat dan itu merupakan tahapan-tahapan
Aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih hakiki daripada kematian
Jika sesuatu dilampaui angan-angan, maka bathil
Sungguh jelek kelalaian di waktu muda
Bagaimana uban itu memenuhi kepala ?
Ia berjalan dari dunia dengan bekal taqwa
Jadi, umurmu adalah kumpulan hari-hari; dan hari-hari itu amatlah sedikit
Adalah para shahabat, orang-orang yang patut menjadi teladan kita dalam kebaikan. Al-Imam Ibnu Rajab menggambarkan keadaan para shahabat akan hal itu :
لما سمع الصحابة رضي الله عنهم قول الله عز وجل: {فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ} [البقرة: 148]. {سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ} [الحديد: 21] فهموا أن المراد من ذلك أن يجتهد كل واحد منهم أن يكون هو السابق لغيره إلى هذه الكرامة والمسارع إلى بلوغ هذه الدرجة العالية فكان أحدهم إذا رأى من يعمل عملا يعجز عنه خشي أن يكون صاحب ذلك العمل هو السابق له فيحزن لفوات سبقه فكان تنافسهم في درجات الآخرة
“Ketika para shahabat radliyallaahu ‘anhu mendengar firman Allah ‘azza wa jalla : ‘Berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan’ (QS. Al-Baqarah : 148) ‘Berlomba-lombalah kalian untuk mendapatkan ampunan dari Rabb kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi’(QS. Al-Hadiid : 21); mereka memahami bahwa maksudnya adalah agar mereka bersungguh-sungguh dan berlomba-lomba dalam ketaatan dan amal shalih agar tiap-tiap orang di antara mereka segera mendapatkan kemuliaan dan derajat yang tinggi. Jika salah seorang di antara mereka melihat yang lainnya beramal dengan satu amalan yang ia merasa lemah untuk mengerjakannya, maka ia khawatir bahwa orang tersebut akan mendahuluinya. Ia merasa sedih karena luput dalam mengerjakan amal. Persaingan mereka (para shahabat) adalah dalam meraih (ketinggian) derajat di akhirat” [Lathaaiful-Ma’aarif, hal. 244].
Mari kita baca satu pucuk surat Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri yang pernah ditujukan kepada Khalifah mulia, ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz rahimahumallah :
لأصفنّ لك الدنيا : ساعة بين ساعتين؛ ساعة ماضية وساعة آتية، وساعة أنت فيها. فأما الماضية والباقية فليس تجد لراحتهما الذَّة؛ ولا لبلائها ألمًَا. وإنما الدنيا ساعة أنت فيها فخدعتك تلك الساعة عن الجنة وصيرتك إلى النار، وإنما اليوم إن عقلت ضيف نزل بك وهو مرتحل عنك، فإن أحسنت نزله وقراه شهد لك وأثنى عليك بذلك وصدق فيك، وإن أسأت ضيافته ولم تحسن قراه جال في عينك. وهما يومان بمنزلة الأخوين نزل بك أحدهما فأسأت إليه ولم تحسن قراه فيما بينك وبينه، فجاءك الآخر بعده فقال : إني قد جئتك بعد أخي فإن إحسانك إليَّ يمحو إساءتك إليه، ويغفر لك ما صنعت فدونك إذ نزلت بك وجئتك بعد أخي المرتحل عنك فلقد ظفرت بخلف منه إن عقلت، فداركْ ما قد أضعت. وإن ألحقت الآخر بالألى فما أخلقك أن تهلك بشهادتهما عليك. إن الذي بقي من العمر لا ثمن له ولا عدل، فلو جمعت الدنيا كلها ما عدلت يومًا بقي من عمر صاحبه، فلا تبع اليوم ولا عدله من الدنيا بغير ثمنه، ولا يكونن المقبور أعظم تعظيمًا لما في يديك منك وهو لك، فلعمري لو أن مدفونًا في قبره قيل له : هذه الدنيا أولها إلى آخرها تجعلها لولدك أم يوم تترك فيه تعمل لنفسك لاختار ذلك، وما كان ليجمع مع اليوم شيئًا إلا اختار اليوم عليه رغبة فيه وتعظيمًا له، بل لو اقتصر على ساعة خُيِّرَهَا وما بين أضعاف ذلك يكون لغيره، بل لو اقتصر على كلمة يقولها تكتب له وبين ما وصفت لك وأضعافه لاختار كلمة الواحدة عليه، فانتقد اليوم لنفسك، وأبصر الساعة، وأعظم الكلمة، واحذر الحسرة عند نزول السكرة، ولا تأمن أن تكون لهذا الكلام حجة نفعنا الله وإياك بالموعظة، ورزقنا وإياك خير العواقب. والسلام عليك ورحمة الله وبركته.
“Aku akan menggambarkan kepadamu bahwa dunia ini adalah satu masa di antara dua masa yang lain. Satu masa telah lampau, satu masa akan datang, dan satu masa lagi saat dimana engkau hidup sekarang. Adapun masa lampau dan yang akan datang, tidaklah memiliki kenikmatan dan juga tidak ada rasa sakit yang bisa dirasakan sekarang. Tinggallah dunia ini saat dimana engkau hidup sekarang ini. Saat itulah yang sering memperdayamu hingga lupa dengan akhirat, dan perjalanan yang bisa mengantarkanmu menuju neraka. Sesungguhnya hari ini - bila engkau mengerti - ibarat tamu yang mampir ke rumahmu dan akan segera pergi meninggalkan rumahmu. Apabila engkau memberi penginapan yang baik dan menghormatinya, ia akan menjadi saksi atas dirimu, memujimu, dan berbuat benar untuk dirimu. Akan tetapi bila engkau memberi penginapan yang jelek, melayaninya dengan kasar, maka ia akan terus terbayang di depan matamu.
Hari ini dan hari esok bagaikan dua orang bersaudara yang masing-masing bertamu kepadamu secara bergantian. Ketika yang pertama singgah, engkau bersikap jelek kepadanya dan tidak memberikan pelayanan yang baik antara engkau dan dia. Lalu di hari kemudian saudaranya yang akan berkata : “Sesungguhnya saudaraku telah engkau perlakukan buruk. Sekarang aku datang setelahnya. Bila engkau melayaniku dengan baik, niscaya engkau dapat membayar perlakuan burukmu terhadap saudaraku, dan aku akan memaafkan apa yang telah engkau perbuat (terhadap saudaraku). Maka cukuplah engkau memberi pelayanan kepadaku apabila aku singgah dan menemuimu setelah kepergian saudaraku tadi. Dengan itu engkau telah mendapat keuntungan sebagai gantinya bila engkau mau berpikir. Gapailah apa yang telah engkau sia-siakan”.
Bila yang datang kemudian engkau perlakukan seperti sebelumnya, alangkah meruginya hidupmu di dunia akibat persaksian keduanya atas kejahatanmu. Sisa umurmu tidak akan berguna dan berharga lagi. Apabila engkau kumpulkan dunia seluruhnya, tidak akan dapat menggantikannya meskipun hanya satu hari yang tersia-siakan. Maka, janganlah engkau jual hari ini, dan jangan engkau ganti hari ini dengan dunia tanpa faedah yang berharga. Janganlah sampai terjadi, bahwa orang yang telah dikubur saja lebih menghargai apa yang ada di hadapanmu daripada dirimu sendiri, padahal semua itu milikmu. Demi Allah, apabila orang yang telah dikebumikan itu ditanya : ‘Ini dunia beserta seisinya, dari awal sampai akhirnya, yang bisa engkau pergunakan untuk anak cucumu setelah kematianmu, agar mereka dapat berfoya-foya, yang keinginanmu hanyalah mereka; dan ini satu hari yang disediakan untukmu yang dapat engkau gunakan untuk beramal bagi dirimu” - manakah yang engkau pilih ? Tentu ia akan memilih satu hari yang terakhir. Tidak ada sesuatu yang dapat diperbandingkan dengan satu hari itu, melainkan ia pasti memilih hari itu karena kesukaannya dan penghormatannya terhadap hari itu. Bahkan apabila hanya dicukupkan satu jam, untuk diperbandingkan dengan berkali-kali lipat dari apa yang telah kita paparkan tadi; pasti ia juga akan memilih yang satu jam tadi. Meskipun dengan segala yang kita sebutkan dengan berbagai kelipatannya diberikan kepada orang lain. Bahkan apabila ia diberikan (pahala) satu kata yang ia ucapkan, untuk diperbandingkan dengan berlipat-lipat dari yang disebutkan tadi, pasti ia akan memilih satu kata itu.
Maka mulailah hari ini ! Cermatilah hari-harimu untuk kemaslahatanmu. Cermatilah meski hanya satu jam ! dan hormatilah meski hanya satu kata. Waspadailah kehinaan yang datang di akhir kehidupanmu. Janganlah engkau merasa aman untuk tidak dibantah oleh ucapanmu sendiri. Semoga nasihat ini berguna buatmu dan buat kami sendiri. Semoga Allah memberikan rizki kepada kita dengan akhir kehidupan yang baik. As-Salaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabatakaatuh”. [Hilyatul-Auliyaa’ 2/39].
وَأَنفِقُواْ مِن مّا رَزَقْنَاكُمْ مّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولُ رَبّ لَوْلآ أَخّرْتَنِيَ إِلَىَ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصّدّقَ وَأَكُن مّنَ الصّالِحِينَ * وَلَن يُؤَخّرَ اللّهُ نَفْساً إِذَا جَآءَ أَجَلُهَآ وَاللّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu, lalu ia berkata,”Ya Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)-ku sebentar saja, sehingga aku dapat bersedekah dan aku menjadi orang-orang shalih”. Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan [QS. Al-Munafiquun : 10-11].
عَنْ ابْنِ عُمَرْ رضي الله عَنْهُمَا قَالَ : أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ : كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ . وَكاَنَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ : إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
Dari Ibnu Umar radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam pernah memegang pundak kedua pundakku seraya bersabda :“Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara “. Ibnu Umar berkata : “Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu”. [HR. Al-Bukhari no. 6416, Al-Baihaqi 3/369, Ibnul-Mubaarak dalam Az-Zuhdno. 13, Al-Baghawiy no. 4029, dan yang lainnya].
إِغْتَنِمْ خَمْساًَ قًبْلَ خَمْسٍِ : حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ وَشَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ
”Manfaatkanlah lima (keadaan) sebelum (datangnya) lima (keadaan yang lain) : Hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, waktu luangmu sebelum waktu sempitmu, masa mudamu sebelum masa tuamu, dan kayamu sebelum miskinmu”.
Waktu amat berharga, wahai saudaraku. Ia tidak mungkin kan kembali setelah berlalu pergi.
الوقت أنفاس لا تعود
“Waktu adalah nafas yang tidak mungkin akan kembali.”
Syaikh ‘Abdul Malik Al Qosim berkata, “Waktu yang sedikit adalah harta berharga bagi seorang muslim di dunia ini. Waktu adalah nafas yang terbatas dan hari-hari yang dapat terhitung. Jika waktu yang sedikit itu yang hanya sesaat atau beberapa jam bisa berbuah kebaikan, maka ia sangat beruntung. Sebaliknya jika waktu disia-siakan dan dilalaikan, maka sungguh ia benar-benar merugi. Dan namanya waktu yang berlalu tidak mungkin kembali selamanya.” (Lihat risalah “Al Waqtu Anfas Laa Ta’ud”, hal. 3)
Tanda waktu itu begitu berharga bagi seorang muslim karena kelak ia akan ditanya, di mana waktu tersebut dihabiskan,
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ
“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417, dari Abi Barzah Al Aslami. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Menyia-nyiakan waktu hanya untuk menunggu-nunggu pergantian waktu, itu sebenarnya lebih parah dari kematian. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Al Fawa-id berkata,
اِضَاعَةُ الوَقْتِ اَشَدُّ مِنَ الموْتِ لِاَنَّ اِضَاعَةَ الوَقْتِ تَقْطَعُكَ عَنِ اللهِ وَالدَّارِ الآخِرَةِ وَالموْتِ يَقْطَعُكَ عَنِ الدُّنْيَا وَاَهْلِهَا
“Menyia-nyiakan waktu itu lebih parah dari kematian. Karena menyia-nyiakan waktu memutuskanmu dari (mengingat) Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanya memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”
Imam Syafi’i pernah mendapat nasehat dari seorang sufi,
الوقت كالسيف فإن قطعته وإلا قطعك، ونفسك إن لم تشغلها بالحق وإلا شغلتك بالباطل
“Waktu laksana pedang. Jika engkau tidak menggunakannya, maka ia yang malah akan menebasmu. Dan dirimu jika tidak tersibukkan dalam kebaikan, pasti akan tersibukkan dalam hal yang sia-sia.” Lihat Madarijus Salikin, Ibnul Qayyim, 3: 129.
Basyr bin Al Harits berkata,
مررت برجل من العُبَّاد بالبصرة وهو يبكي فقلت ما يُبكيك فقال أبكي على ما فرطت من عمري وعلى يومٍ مضى من أجلي لم يتبين فيه عملي
“Aku pernah melewati seorang ahli ibadah di Bashroh dan ia sedang menangis. Aku bertanya, “Apa yang menyebabkanmu menangis?” Ia menjawab, “Aku menangis karena umur yang luput dariku dan atas hari yang telah berlalu, semakin dekat pula ajalku, namun belum jelas juga amalku.” (Mujalasah wa Jawahir Al ‘Ilm, 1: 46, Asy Syamilah).
Jangan Jadi Orang yang Menyesal Kelak
Sebagian orang kegirangan jikalau ia diberi waktu yang panjang di dunia. Bahkan inilah harapan ketika nyawanya telah dicabut, ia ingin kembali di dunia untuk dipanjangkan umurnya supaya bisa beramal sholih. Orang-orang seperti inilah yang menyesal di akhirat kelak, semoga kita tidak termasuk orang-orang semacam itu. Allah Ta’ala berfirman,
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan” (QS. Al Mu’minun: 99-100).
Ketika orang kafir masuk ke neraka, mereka berharap keluar dan kembali ke dunia dan dipanjangkan umur supaya mereka bisa beramal. Allah Ta’ala berfirman,
وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ
“Dan mereka berteriak di dalam neraka itu : “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan”. Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.” (QS. Fathir: 37).
Dalam ayat lainnya disebutkan pula,
وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ
“Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): “Ya Rabb kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.”” (QS. As Sajdah: 12).
وَتَرَى الظَّالِمِينَ لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ يَقُولُونَ هَلْ إِلَى مَرَدٍّ مِنْ سَبِيلٍ
“Dan kamu akan melihat orang-orang yang zalim ketika mereka melihat azab berkata: “Adakah kiranya jalan untuk kembali (ke dunia)?”” (QS. Asy Syura: 44).
قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ ذَلِكُمْ بِأَنَّهُ إِذَا دُعِيَ اللَّهُ وَحْدَهُ كَفَرْتُمْ وَإِنْ يُشْرَكْ بِهِ تُؤْمِنُوا فَالْحُكْمُ لِلَّهِ الْعَلِيِّ الْكَبِيرِ
“Mereka menjawab: “Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?” Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Ghafir: 11-12).
Qotadah mengatakan, “Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil yang bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari menyia-nyiakan umur yang panjang dalam hal yang sia-sia.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 553, pada tafsir surat Fathir ayat 37)
Renungkan: Umurmu yang Berkurang
Tidak ada awal dan akhir tahun, yang ada hanyalah umur yang semakin berkurang. Mengapa kita selalu berpikir bahwa umur kita bertambah, namun tidak memikirkan ajar semakin dekat? Benar kata Al Hasan Al Bashri, seorang tabi’in terkemuka yang menasehati kita agar bisa merenungkan bahwa semakin bertambah tahun, semakin bertambah hari, itu berarti berkurangnya umur kita setiap saat.
Hasan Al Bashri mengatakan,
ابن آدم إنما أنت أيام كلما ذهب يوم ذهب بعضك
“Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilang, maka akan hilang pula sebagian dirimu.” (Hilyatul Awliya’, 2: 148)
Al Hasan Al Bashri juga pernah berkata,
لم يزل الليلُ والنهار سريعين في نقص الأعمار ، وتقريبِ الآجال
“Malam dan siang akan terus berlalu dengan cepat dan umur pun berkurang, ajal (kematian) pun semakin dekat.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 383).
Semisal perkataan Al Hasan Al Bashri juga dikatakan oleh Al Fudhail bin ‘Iyadh. Beliau rahimahullah berkata pada seseorang, “Berapa umurmu sampai saat ini?” “Enam puluh tahun”, jawabnya. Fudhail berkata, “Itu berarti setelah 60 tahun, engkau akan menghadap Rabbmu.” Pria itu berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi rooji’un.” “Apa engkau tidak memahami maksud kalimat itu?”, tanya Fudhail. Lantas Fudhail berkata, “Maksud perkataanmu tadi adalah sesungguhnya kita adalah hamba yang akan kembali pada Allah. Siapa yang yakin dia adalah hamba Allah, maka ia pasti akan kembali pada-Nya. Jadi pada Allah-lah tempat terakhir kita kembali. Jika tahu kita akan kembali pada Allah, maka pasti kita akan ditanya. Kalau tahu kita akan ditanya, maka siapkanlah jawaban untuk pertanyaan tersebut.” Lihat percakapan Fudhail ini dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 383.
Jadi sungguh keliru, jika sebagian kita malah merayakan ulang tahun karena kita merasa telah bertambahnya umur. Seharusnya yang kita rasakan adalah umur kita semakin berkurang, lalu kita renungkan bagaimanakah amal kita selama hidup ini?
Bukankah yang Islam ajarkan, kita jangan hanya menunggu waktu, namun beramallah demi persiapan bekal untuk akhirat. Ibnu ‘Umar pernah berkata,
إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
“Jika engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu waktu pagi. Jika engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu sore. Isilah waktu sehatmu sebelum datang sakitmu, dan isilah masa hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari no. 6416). Hadits ini mengajarkan untuk tidak panjang angan-angan, bahwa hidup kita tidak lama.
‘Aun bin ‘Abdullah berkata, “Sikapilah bahwa besok adalah ajalmu. Karena begitu banyak orang yang menemui hari besok, ia malah tidak bisa menyempurnakannya. Begitu banyak orang yang berangan-angan panjang umur, ia malah tidak bisa menemui hari esok. Seharusnya ketika engkau mengingat kematian, engkau akan benci terhadap sikap panjang angan-angan.” ‘Aun juga berkata,
إنَّ من أنفع أيام المؤمن له في الدنيا ما ظن أنَّه لا يدرك آخره
“Sesungguhnya hari yang bermanfaat bagi seorang mukmin di dunia adalah ia merasa bahwa hari besok sulit ia temui.” Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 385.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar