Al-Quran Al-Karim adalah kita yang paling suci, dari kesucian Al-Qur’an ada beberapa surah yang punya kelebihan khusus, diantaranya surah Alkahfi yang mempunyai keagungan dan keutamaan dibanding beberapa surat yang lain. Akan tetapi tidak masih banyak saudara kita dari kaum muslimin yang belum mengetahui keagungan dan keutamaannya, sehingga sebagian besar mereka jarang atau bahkan tidak pernah membaca surah Alkahfi tersebut terlebih lagi untuk di hafalnya khusus pada hari dan malam Jumat.
عَنْ أَبِى الدَّرْدَاءِ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم قَالَ : « مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُورَةِ الْكَهْفِ عُصِمَ مِنَ الدَّجَّالِ » وفي رواية ـ من آخر سورة الكهف ـ
Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menghafal sepuluh ayat dari bagian awal surat Al-Kahfi, niscaya dia akan terlindungi dari (fitnah) Dajjal.” Dan di dalam riwayat lain disebutkan, “(sepuluh ayat) dari bagian akhir surat Al-Kahfi.” (Diriwayatkan oleh Muslim I/555 no. 809, Ahmad V/196 no. 21760, Ibnu Hibban III/366 no. 786, Al-Hakim II/399 no. 3391, dan Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman V/453 no. 2344).
Salah satu senjata paling ampuh dalam menghadapi Dajjal adalah hafalan 10 ayat pertama QS Al-Kahfi. Bagaimana bisa?Wallahu a’lam.
Namun, bila kita mencoba menghayati ayat-ayat ini, ada beberapa hikmah tentang pengetahuan apa yang harus kita kuasai untuk mengidentifikasi fitnah-fitnah Dajjal di akhir zaman ini.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنزَلَ عَلَىٰ عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَل لَّهُ عِوَجًا ۜ
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya;
Di ayat pertama ini, Allah memberi perhatian khusus pada karakteristik Al-Quran yang tidak memiliki kebengkokan di dalamnya. Dalam Tafsir Jalalain, disebutkan bahwa yang dimaksud kebengkokan di sini adalah pertentangan dan perselisihan. Di ayat ini Allah menegaskan bahwa Al-Quran yang Allah turunkan kepada Rasulullah Muhammad mutlak bersih dari kebengkokan dalam bentuk apapun (‘iwajan menggunakan bentuk ismun nakirah, umum, indefinite, bermakna segala bentuk kebengkokan).
Di akhir zaman ini, kita melihat banyak sekali upaya-upaya orang kafir dan bahkan orang yang mengaku muslim untuk mengekspos “kontradiksi” dalam Al-Quran.
Allah Mahatahu akan hal ini. Oleh karena itu, Dia memerintahkan rasulNya untuk memperingatkan umatnya bahwa upaya-upaya semacam ini hanyalah omong-kosong belaka melalui petunjuk umum sebagaimana yang kita dapat dari hadits di atas.
Selain itu, penyebutan kata ‘iwajan dalam ayat tersebut semestinya juga memantik perhatian kita untuk lebih dalam lagi mempelajari Al-Quran agar kita tidak termakan oleh isu “kontradiksi” Al-Quran yang dilancarkan orang kafir. Setidaknya ketika ada pertanyaan semacam ini, “Mana yang benar, urusan langit yang dibawa para malaikat itu naik kembali ke Allah dalam sehari yang kadarnya sama dengan 1.000 tahun atau 50.000 tahun?” kita masih mampu menjawab dengan tepat tanpa didahului keringat dingin. Bagaimana? Anda mampu?
قَيِّمًا لِّيُنذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِّن لَّدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا
sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik,
Biasanya, tahapan pendidikan Qur’ani adalah basyiran (kabar gembira) baru kemudian nadziran (peringatan) sebagaimana dalam QS Al-Baqarah: 119. Namun, di ayat kedua QS Al-Kahfi ini tahapannya terbalik, yundzira baru kemudian yubasysyira. Peringatan lebih diprioritaskan daripada kabar gembira. Selain itu, pada yubasysyira terdapat informasi yang jelas tentang target dan kontennya: targetnya adalah al-mu’minin alladzina ya’malunash shalihat dan kontennya adalah anna lahum ajran hasana. Sementara pada yundzira tidak ada info tentang target. Yang ada hanya info konten, yaitu ba’san syadidan min ladunhu. Jadi, selain prioritas peringatan di akhir zaman ini lebih tinggi, targetnya pun lebih luas karena tidak dibatasi sebagaimana kabar gembira.
Secara tersirat, kita harusnya sadar bahwa ayat ini mengindikasikan betapa rusaknya akhir zaman (ya zaman kita ini) sampai-sampai peringatan dan ancaman harus lebih diutamakan daripada kabar gembira. Kita, yang hidup di akhir zaman ini, semestinya tidak boleh terlalu husnuzhzhan terhadap apapun yang kita peroleh dari mayoritas manusia karena sunnatullah generasi akhir zaman adalah lebih banyak rusaknya daripada baiknya. QS Al-Kahfi ayat 2 ini adalah rekomendasi bagi kita, generasi akhir zaman, agar senantiasa mempelajari Al-Quran dan lebih banyak mengingat peringatan di dalamnya, baru kemudian kabar gembiranya.
مَّاكِثِينَ فِيهِ أَبَدًا
mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.
Nah, kabar gembira di ayat ini cukup sederhana. Beriman DAN beramal shalihlah kamu, maka kamu akan kekal di dalam pembalasan yang baik, yaitu surga. Though it’s more easily said than done, it’s indeed that simple.
وَيُنذِرَ الَّذِينَ قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا
Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata: “Allah mengambil seorang anak”.
Nah, ini salah satu bagian paling menarik dari fragmen surah ini, menurut saya. Kebanyakan kita cenderung menganggap bahwa ayat ini berbicara tentang orang Nasrani. Hohoho… Jangan terburu-buru. Coba kita perhatikan lagi, adakah disebutkan dalam ayat ini dan ayat-ayat setelahnya secara spesifik bahwa yang berkata, “Allah mengambil seorang anak,” itu hanya kaum Nasrani? Tidak ada! Bahkan, nanti kita akan lihat bahwa ayat ini juga berkenaan dengan orang-orang sebelum kaum Nasrani.
Yang sangat menarik dari ayat ini adalah betapa Allah memberi porsi khusus untuk peringatan kepada orang-orang yang meyakini bahwa Allah mengambil atau mengangkat seorang anak. Ayat ini, yang merupakan bagian dari fragmen surah yang menurut Rasulullah SAW dapat menyelamatkan kita dari fitnah Dajjal, mengindikasikan bahwa di akhir zaman ini terdapat fitnah yang begitu besar dari sistem-sistem keyakinan yang mengajarkan bahwa “Tuhan mengambil anak”.
Kita muslimin Indonesia sangat rentan menganggap bahwa ayat ini berbicara tentang Nasrani. Namun, bila kita perhatikan seluruh kebudayaan musyrik di muka bumi ini, mulai dari paganisme sampai Judeo-Christianity, mulai dari Arab pra-Islam sampai Shinto, semuanya meyakini bahwa Tuhan telah mengambil satu atau beberapa anak! Ayat tadi sesungguhnya sedang mengarahkan perhatian kita kepada satu karakteristik dasar dari seluruh kesyirikan di muka bumi! Tidakkah kita memperhatikan?
Selain itu, jika kita mau look into the big picture, akan kita dapati bahwa seluruh teologi musyrik di dunia ini memiliki satu kerangka yang sama, yaitu trinitas. Kesamaan-kesamaan ini telah diungkapkan pula di ayat berikutnya.
مَّا لَهُم بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلَا لِآبَائِهِمْ ۚ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ ۚ إِن يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا
Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.
Perhatikan, ayat ini menegaskan bahwa orang-orang yang meyakini “Allah telah mengambil seorang anak” sesungguhnya bukan kaum pertama yang berkata demikian. Sebelum mereka, telah ada kaum lain yang meyakini hal serupa. Abaihim di sana tidak letterlijk bermakna bapak-bapak mereka saja, tapi justru lebih luas, yaitu mencakup juga orang-orang sebelum mereka, sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Jalalain.
Baik yang terdahulu maupun terkemudian, semuanya sama-sama buruk, dusta, dan celaka. Dan, karena Rasulullah SAW sudah mengabarkan bahwa hafalan 10 ayat pertama Al-Kahfi dapat melindungi kita dari fitnah Dajjal, maka dapat disimpulkan bahwa semua kaum yang meyakini “Allah telah mengambil anak” pasti punya hubungan dengan Dajjal, baik langsung maupun tidak, baik disadari maupun tidak. Mulai sekarang, perhatikanlah semua sistem keyakinan semacam ini dan lihatlah betapa mereka semua sesungguhnya sedang berjalan menuju satu pusat yang sama: penyambutan datangnya Al-Masih Ad-Dajjal.
فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ عَلَىٰ آثَارِهِمْ إِنْ لَمْ يُؤْمِنُوا بِهَٰذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا
Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran). [18:6] Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. [18:7] Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus. [18:8]
Ayat keenam sesungguhnya sedang memperingatkan para da’i bahwa beratnya fitnah di Akhir Zaman akan membuat begitu banyak orang, termasuk keluarga dekat kita, dengan mudah menolak Islam. Begitu dekatnya para penolak Islam ini dengan kita sampai-sampai penolakan mereka akan membuat kita begitu sedih, marah, kecewa, dan khawatir hingga kita pun akan berpikir untuk bunuh diri saja.
Perlu kesedihan, kemarahan, kekecewaan, dan kekhawatiran yang begitu mendalam untuk membuat seseorang berpikir ingin bunuh diri. Dan ayat di atas mengabarkan bahwa kesedihan, kemarahan, kekecewaan, serta kekhawatiran sedalam itulah yang akan kita hadapi ketika kita memutuskan untuk ber-Islam secara sungguh-sungguh, apalagi berdakwah menyeru keluarga kita dan orang-orang dekat kita kepada Islam. Mengapa dakwah kepada diri sendiri, lebih-lebih kepada orang lain, di Akhir Zaman ini begitu berat? Sebab, ada empat lini kehidupan yang sudah sedemikian parah dirasuki oleh fitnah Dajjal. Lini yang pertama adalah Fun (Kesenangan).
Hari ini, jenis kesenangan apa yang tidak disentuh oleh fitnah Dajjal institusional? Food, fashion, festivity, fitness, dan fandom, semuanya telah dirasuki oleh agen-agen Dajjal, baik dengan maupun tanpa mereka sadari. Bahkan saya yang sedang menulis artikel ini pun bisa jadi telah menjadi agen Dajjal di beberapa kesempatan yang saya lalui dalam kehidupan saya. Na’udzu billahi tsumma na’udzu billah.
Makanan-makanan kita hari ini, cara berpakaian kita hari ini, perayaan-perayaan kita hari ini, definisi kebugaran kita hari ini, dan idola-idola kita hari ini, mayoritasnya adalah hasil indoktrinasi “Dajjal” melalui corong-corong media dan korporasinya. Jika ingin didaftar satu per satu, tentu tidak akan cukup satu postingan ini mendata semuanya. Demikianlah gambaran betapa luasnya pengaruh Dajjal di sektor kesenangan umat manusia hari ini.
Kebebasan mungkin merupakan salah satu kata berkonotasi positif yang paling banyak disalahgunakan hari ini. Atas nama kebebasan, pelacur dibayar bak profesional bermartabat. Atas nama kebebasan, maling pun diusung menjadi pemimpin masyarakat. Atas nama kebebasan, gadis-gadis jelita diperdagangkan di layar kaca dalam kemasan sarat syahwat. Atas nama kebebasan, para orang tua banyak dihin oleh anak-anak mereka sendiri yang sedari kecil mereka jaga dan rawat. Dan yang paling parah, atas nama kebebasan, umat manusia meninggalkan Tuhan layaknya kupon yang masa berlakunya telah lewat.
Arus ateisme dan homoseksualisme menerpa segenap umat manusia dengan kecepatan yang tak pernah disaksikan oleh peradaban-peradaban sebelum kita. Lesbian dan gay kini bukan lagi monopoli mereka yang doyan clubbing saja, namun juga sudah merangsek ke kalangan aktivis masjid. Na’udzu billah. Na’udzu billah. Tsumma na’udzu billah.
Wanita hari ini merupakan salah satu komoditas fitnah paling laris sehingga perlu disebutkan secara khusus. Fitnah wanita hari ini merupakan fitnah multidimensional sehingga tidak bisa dianggap sebagai fitnah dari segi kesenangan semata.
Dari arah pemikiran, para wanita telah dilanda fitnah feminisme (feminism). Dari arah pencitraan, para wanita telah dilanda fitnah standar kecantikan yang hanya mendewakan penampilan fisik (face and figure). Dari arah pergaulan, banyak wanita secara aktif terlibat dalam praktik seks bebas (free sex), baik sebagai subjek maupun objek.
Tidak heran bila Allah memberi ganjaran luar biasa bagi para orang tua yang mampu membesarkan anak perempuan menjadi wanita shalihah yang bertakwa kepada Allah hingga akhir hayatnya.
Pintu fitnah terakhir yang terangkum dalam ayat 6-8 dari QS Al-Kahfi di atas adalah Keuangan. Mayoritas fitnah keuangan ini mengorbit satu dosa besar yang sama yang sejak 14 abad yang lalu telah Allah perintahkan kepada kita untuk menjauhinya, yaitu dosa riba.
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. [2:275]
Derajat keharaman riba tidak lebih rendah dari derajat keharaman babi. Akan tetapi, hari ini, bukannya menjauhi riba layaknya kita menjauhi babi, kita justru mengkonsumsi riba layaknya kita mengkonsumsi nasi. Sudah jadi kebutuhan pokok. Na’udzu billahi min dzalik.
Dan praktis tak ada satu manusia pun yang bisa lari dari hal ini. Mengapa? Karena uang yang kita pakai pun pada dasarnya memanfaatkan prinsip riba.Dikuasai Rothschild ataupun tidak, bank-bank sentral kita hari ini adalah iblis yang telah menjerumuskan segenap umat manusia ke dalam riba massal.
Kesenangan, kebebasan, wanita, dan keuangan, semuanya adalah sektor-sektor perhiasan dunia yang telah dikuasai oleh agen-agen Dajjal institusional dalam rangka mempersiapkan umat manusia untuk menerima Dajjal personal sebagai tuhan baru mereka.
أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَابَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيمِ كَانُوا مِنْ آيَاتِنَا عَجَبًا
Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan?
Di ayat 9 ini, Allah mengarahkan perhatian kita kepada kisah Ashabul Kahfi. Kisah ini sendiri dalam QS Al-Kahfi sebenarnya diceritakan sejak ayat 9 ini sampai ayat 26. Namun, mengapa hanya sampai ayat 10 yang Rasulullah sebut dapat menyelamatkan umatnya dari fitnah Dajjal?
Bagi saya, sekali lagi hanya bagi saya pribadi, ini adalah isyarat bahwa ada beberapa karakteristik mendasar dari peristiwa Ashabul Kahfi yang akan dialami juga oleh orang-orang beriman di masa kekuasaan Dajjal atas umat manusia. Karakteristik yang saya maksud adalah sebagai berikut:
Ashabul Kahfi adalah para pemuda yang beriman kepada Allah semata di saat mayoritas penduduk negeri dan penguasa mereka menganut paganisme. Produk turunan paganisme hari ini adalah demokrasi dan agama Kristen (akar hari raya Natal disinyalir adalah hari lahir Mitras, sesembahan salah satu sekte pagan Romawi; akar hari raya Paskah/Easter disinyalir adalah pemujaan terhadap Ishtar dari Babilonia, atau Astarte dari Yunani, atau Ashtoreth dari Yahudi).Ashabul Kahfi tidak mampu melawan penguasa dengan tangan dan lisan. Mereka hanya mampu melawan dengan hati yang resisten. (Sekarang, siapa yang bisa menentang kebijakan uang kertas, sistem pemerintahan parlementer, pengambilan hukum dari sumber selain Al-Quran, dan legalisasi zina?)Ashabul Kahfi tidak dimenangkan dalam peperangan. Mereka hanya diselamatkan oleh Allah dari rencana penangkapan yang disusun Kaisar Trajan. (Saat ini pun kita tidak bisa berharap menang dari mayoritas paganis yang menguasai dunia. Kita hanya bisa berharap Allah menolong kita mempertahankan iman tauhid kepadaNya semata.)Ashabul Kahfi melarikan diri dan bersembunyi di gua. (Mungkin ini cara paling efektif untuk menghadapi Dajjal sistemik hari ini? Yah, kita nggak usah segitu banget juga. Maksudnya, kita “mengurung diri” di komunitas yang terpisah sama sekali dari segala hiruk-pikuk fitnah zaman ini sambil terus membangun kemandirian hidup dan kedekatan dengan Allah di komunitas ini.)
Mungkin segini saja karakteristik yang bisa saya data. Kalaupun ada tambahan, pastinya karakteristik itu berasal dari fragmen kisah mereka sebelum mereka tertidur. Mengapa? Karena kisah tidurnya mereka hingga dibangunkan dan pada akhirnya meninggal sudah berada di luar rentang ayat 1 sampai 10. Yang dikabarkan Rasulullah dapat menolong kita dari fitnah Dajjal hanya hafalan ayat 1 sampai 10 dari QS Al-Kahfi.
إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”.
Nah, ayat 10 cuma sampai sini. Cuma sampai momen ketika Ashabul Kahfi berlindung ke dalam gua dan berdoa seperti di atas. Bagi saya, ini adalah indikasi bahwa karakteristik fitnah yang kita hadapi di akhir zaman ini sangat mirip dengan karakteristik fitnah di zaman Ashabul Kahfi, TAPI mukjizatnya tidak. Kita tidak akan tertidur selama 300 tahun Masehi dan tiba-tiba bangun di zaman Imam Mahdi, Ratu Agung, Satrio Piningit, atau bahkan Kerajaan Tuhan 1000 tahun. Tidak. Fitnahnya mungkin mirip, malah justru lebih parah, tapi kali ini kita akan menghadapinya secara manusiawi, bukan dengan bantuan mukjizat, setidaknya sampai Nabi Isa (atau Yesus) putra Maryam (atau Maria) turun ke bumi.
Oleh karena itu, selagi menunggu mukjizat, yang bisa kita lakukan hanyalah memperkuat keimanan kita sekuat mungkin, berlindung dari segala fitnah zaman ini, sambil terus memohon kepada Allah, “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).”
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar