Jenderal Mana ? Sekolahnya Di Mana ? Dari Negara Mana ? Siapa Orangnya ? yang mampu dan berani menyusun taktik dan menghadapi pertempuran dengan musuh yang bersenjatakan TANG DAN MERIAM CANON DENGAN BAMBU RUNCING.. Itu hanya terjadi di Indonesia yang terjadi didalam peristiwa pertempuran 10 Nopember 1945 yang kita peringati sebagai HARI PAHLAWAN.
Tak lepas dari sejarah panjang bangsa Indonesia, penguasaan negeri ini oleh Bangsa Belanda dengan penuh kekerasan selama tiga ratusan tahun tentu membawa luka yang tak ringan. Rangkaian kejadian besar dialami bangsa ini pada tahun 1945 setelah lama hidup tertindas hingga akhirnya sampai pada peristiwa besar perang melawan Belanda dan Inggris pada tanggal 10 November 1945.
Mungkin butuh waktu untuk memahami kembali tentang hari pahlawan. Ada beberapa pertanyaan di benak, mengapa 10 November, bagaimana sejarah peristiwa nya, kemudian tentang makna kata pahlawan itu sendiri, apa makna yang terkandung dalam peristiwa tersebut, dan relevansinya dalam kehidupan bangsa Indonesia sekarang ini.
Mana rasa syukur kita? dikatakan bahwa kemerdekaan ini adalah rahmat dari Allah Yang Maha Esa. Lalu bagaimana sikap bangsa ini kepada-Nya? Lupa, melupakan atau tak mau ingat? Sibuk terbuai dengan dunia seakan kan hidup selamanya dan banyak juga yang putus asa menghadapi kehidupan. Sedikit sekali mengingat-Nya, mempelajari dan mengamalkan petunjuk-Nya. Semangat sekali mempelajari dunia namun tak juga jaya dunia negeri ini.
Harapan kembali pada kita untuk introspeksi, mengenali jati diri, bukan hanya sebagai bangsa namun sebagai manusia yang sedang menempuh perjalanan kembali pada Allah Tuhan Yang Maha Tinggi. Kembali pada petunjuk-Nya yang penuh kebaikan, cahaya kehidupan, cahaya langit dan bumi.
Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Kronologi Penyebab Peristiwa
Kedatangan Tentara Jepang ke Indonesia
Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian tanggal 8 Maret 1945, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang berdasarkan perjanjian Kalidjati. Setelah penyerahan tanpa syarat tesebut, Indonesia secara resmi diduduki oleh Jepang.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada bulan Agustus 1945. Dalam kekosongan kekuasaan asing tersebut, Soekarno kemudian memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Kedatangan Tentara Inggris & Belanda
Setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara Inggris yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA.
Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya.
Sikap Sekutu terhadap bangsa Indonesia tidak dapat diterima, oleh karenanya banyak terjadi konflik. Semakin hari suasana semakin memanas dan bangsa Indonesia tidak dapat menahan diri lagi terhadap perlakuan pasukan Inggris dan Belanda akhirnya konflik terbuka tidak dapat dihindarkan. Untuk mengelabui niat jahatnya kemudian Sekutu dan Belanda melakukan tindakan politik dengan berlindung pada organisasi sosial yang bergerak dibidang misi kemanusiaan.
Untuk memelihara semangat perjuangan maka pemerintah Indonesia mengeluarkan maklumat tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai tanggal 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru/Hotel Yamato yang pada zaman kolonial bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada malam hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda yaitu Merah-Putih-Biru, tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya. Dikibarkan ditiang pada tingkat teratas Hotel Yamato di sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasaan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.
Tidak lama kemudian berkumpul rakyat dan Pejuang Indonesia di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen atau Fuku Syuco Gunseikan yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono, sebagai perwakilan RepubIik Indonesia. Bermaksud menemui Mr. Ploegman dan mengadakan perundingan serta meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato.
Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato.
Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.
Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Yang semula berupa aktivitas serangan kecil kemudian berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.
Situasi kian memanas. Pada 19 September 1945, terjadi insiden Hotel Yamato, Surabaya. Rakyat Surabaya, utamanya para pemuda, berdatangan ke sana lantaran melihat bendera kebangsaan Belanda berkibar di pucuk bangunan hotel tersebut. Inilah tandanya tentara Belanda sama sekali tidak menghormati fakta historis Proklamasi 17 Agustus 1945.
Keributan tak terhindarkan. Seorang kader Pemuda Anshor, Cak Asy’ari, berupaya mencapai ketinggian Hotel Yamato. Lantas, dia berhasil mencapai Tri Warna dan merobek bagian berwarna biru dari kain bendera itu. Merah-Putih kembali berkibar.
Sepanjang September 1945, situasi di Surabaya betul-betul di atas ambang emosi. Laskar rakyat Indonesia terus berupaya mengambil alih persenjataan dari gudang-gudang yang dahulunya milik tentara Jepang. Di antara pergerakan bersenjata itu adalah Barisan Hizbullah dan Sabilillah yang terus melakukan konsolidasi untuk mempersiapkan strategi terbaik.
Sebagai informasi, keduanya dibentuk atas prakarsa KH Abdul Wahid Hasyim kala Jepang masih bercokol di Indonesia. Baik Hizbullah maupun Sabilillah merupakan wadah perjuangan fisik umat Islam, khususnya kaum santri, di zaman mempertahankan kemerdekaan.
Situasi kian memanas. Sejak 15 Oktober 1945, pecah pertempuran lima hari di Semarang, Jawa Tengah, antara sisa pasukan Jepang dan laskar rakyat setempat. Beberapa hari kemudian, PBNU menggelar rapat konsolidasi se-Jawa dan Madura di Surabaya. Hasilnya mengukuhkan Resolusi Jihad, yang merupakan penguatan atas fatwa yang pada 17 September 1945 telah dikeluarkan Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari.
Memasuki November, situasi semakin mendekati perang besar. Inilah pertaruhan eksistensi Republik Indonesia, yang memproklamasikan kemerdekaannya bukan lantaran hadiah penjajah, melainkan perjuangan mati-matian dengan darah dan air mata para pahlawan.
Pada 7-8 November 1945, Resolusi Jihad yang digaungkan pertama kali oleh KH Hasyim Asy’ari dikukuhkan dalam konteks yang lebih luas, yakni Kongres Umat Islam (KUI) di Yogyakarta. Ini juga sebagai respons atas ultimatum Sekutu.
Sehari sebelum pecah pertempuran akbar di Surabaya, KH Hasyim Asy’ari selaku komando tertinggi Hizbullah memerintahkan segenap kekuatan bersenjata dari kalangan santri untuk memasuki Surabaya. Perintahnya jelas: tidak akan menyerah dalam mempertahankan kemerderkaan RI.
KH Abbas Buntet Cirebon diperintahkan memimpin langsung komando pertempuran. Di antara para komando resimen yang membantu KH Abbas adalah sebagai berikut. KH Abdul Wahab Hasbullah, Sutomo (Bung Tomo), Roeslan Abdulgani, KH Mas Mansur, dan Doel Arnowo.
Bung Tomo berpidato dengan disiarkan melalui jaringan radio. Pidatonya itu begitu membakar semangat juang rakyat Indonesia yang sedang membuktikan jihad fi sabilllah mempertahankan kedaulatan Indonesia sampai titik darah penghabisan. Suara Bung Tomo diakhiri dengan pekik takbir: “Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!”
Perdebatan tentang pihak penyebab baku tembak
Tom Driberg, seorang Anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh Inggris (Labour Party). Pada 20 Februari 1946, dalam perdebatan di Parlemen Inggris (House of Commons) meragukan bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan pihak Indonesia. Dia menyampaikan bahwa peristiwa baku tembak ini disinyalir kuat timbul karena kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak tersebut tidak mengetahui bahwa gencatan senjata sedang berlaku karena mereka terputus dari kontak dan telekomunikasi. Berikut kutipan dari Tom Driberg:
“… Sekitar 20 orang (serdadu) India (milik Inggris), di sebuah bangunan di sisi lain alun-alun, telah terputus dari komunikasi lewat telepon dan tidak tahu tentang gencatan senjata. Mereka menembak secara sporadis pada massa (Indonesia). Brigadir Mallaby keluar dari diskusi (gencatan senjata), berjalan lurus ke arah kerumunan, dengan keberanian besar, dan berteriak kepada serdadu India untuk menghentikan tembakan. Mereka patuh kepadanya. Mungkin setengah jam kemudian, massa di alun-alun menjadi bergolak lagi. Brigadir Mallaby, pada titik tertentu dalam diskusi, memerintahkan serdadu India untuk menembak lagi. Mereka melepaskan tembakan dengan dua senapan Bren dan massa bubar dan lari untuk berlindung; kemudian pecah pertempuran lagi dengan sungguh gencar. Jelas bahwa ketika Brigadir Mallaby memberi perintah untuk membuka tembakan lagi, perundingan gencatan senjata sebenarnya telah pecah, setidaknya secara lokal. Dua puluh menit sampai setengah jam setelah itu, ia (Mallaby) sayangnya tewas dalam mobilnya-meskipun (kita) tidak benar-benar yakin apakah ia dibunuh oleh orang Indonesia yang mendekati mobilnya; yang meledak bersamaan dengan serangan terhadap dirinya (Mallaby).
Saya pikir ini tidak dapat dituduh sebagai pembunuhan licik… karena informasi saya dapat secepatnya dari saksi mata, yaitu seorang perwira Inggris yang benar-benar ada di tempat kejadian pada saat itu, yang niat jujurnya saya tak punya alasan untuk pertanyakan “
Ultimatum 10 November 1945
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.
Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan bom udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.
Berbagai bagian kota Surabaya dibombardir dan ditembak dengan meriam dari laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal mupun terluka.
Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris. Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris.
Setidaknya 6,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600. Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan.
PERANAN DAN KEPEMIMPINAN BUNG TOMO
Peranan Bung Tomo dalam Peristiwa 10 November 1945 di Surabya. Bung Tomo merupakan salah satu tokoh dalam peristiwa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Bung Tomo berhasil mengajak rakyat Surabaya untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan pasukan Sekutu dan NICA. Peristiwa itu membuat Bung Tomo dekat dengan rakyat dan menjadi populer.
Bung Tomo mempunyai cara yang berbeda dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Surabaya yakni dengan mengobarkan semangat rakyat melalui radio. Peranan Bung Tomo dalam Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Banyak yang melakukan pengkajian keterlibatan Bung Tomo dalam peristiwa 10 November 1945 di Surabaya kenapa hanya melalui radio? untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang bertema sejarah Indonesia kajian peranan Bung Tomo dalam revolusi kemerdekaan.
Bung Tomo lahir di Surabaya, tepatnya di kampung Blauran. Akibat kerisis ekonomi pada tahun 1930. Bung Tomo ikut bekerja membantu orang tuanya. Jiwa kebangsaan Bung Tomo terasah ketika ikut dalam KBI atau Kepanduan Bangsa Indonesia.
Prestasi terbaik Bung Tomo dalam KBI adalah memperoleh Lencana Elang. Prestasi ini membuat Bung Tomo menjadi terkenal di kampungnya. Bung Tomo mempunyai kemampuan dalam hal tulis-menulis yang mengantarkannya menjadi wartawan Domei. Pasca menerima berita Proklamasi dengan segera di Surabaya diadakan peralihan pemerintahan dan perebutan senjata dari Jepang. Bung Tomo turut serta dalam perundingan dengan pihak Jepang dalam rangka mendapatkan persenjataan dari Jepang. Bung Tomo kemudian membentuk BPRI yang bertujuan menampung para rakyat untuk bersiap menghadapi datangnya pasukan Inggris dan NICA.
Pembentukan BPRI ini berawal dari rasa kecewa Bung Tomo ketika melihat kondisi Ibukota Jakarta, dimana orang-orang Belanda maupun Sekutu bebas berkeliaran di jalanan Ibukota. BPRI mempunyai senjata ampuh dalam menggerakkan massa, yaitu Radio Pemberontakan. Pidato Bung Tomo di Radio Pemberontakan berhasil memberikan semangat kepada rakyat untuk terus berjuang mempertahankan kemerdekaan di Surabaya. Berkat Radio Pem-berontakan ini pula terjalin komunikasi antar laskar pejuang.
Ide Cerdas Bung Tomo Menjadi Radio Sebagai Alat Pengendalian Dan Komndo, Koordinasi. Ini peranan Bung Tomo yang sebenarnya dalam peristiwa 10 November di Surabaya, sehingga dapat dijadikan tauladan dan contoh sikap yang diperlihatkan oleh Bung Tomo seperti cintah tanah air, sikap moralitas yang baik dalam berbangs bernegara dan beragama.
NILAI SPIRITUAL YANG TERKANDUNG
Nilai. Dalam kamus besar bahasa indonesia menerangkan mengenai pengertian nilai, dimana nilai didefinisikan sebagai,ukuran, harga, kadar, manfaat, dan mutu, atau sifat yang penting dan berguna bagi kemanusiaan. Dalam hal lain menurut para ahli disebutkan bahwa nilai atau value adalah prinsip, standar, atau kualitas yang dianggap berharga atau diinginkan oleh orang yang memegangnya. Artinya, nilai itu tidak hanya diharapkan, tetapi juga bisa diusahakan sebagai suatu yang pantas dan benar bagi diri sendiri dan orang lain. Nilai merupakan kumpulan sikap dan juga perasaan yang dapat diwujudkan melalui perilaku sosial yang memiliki nilai sosial tersebut.
Ukuran Penilaian berdasarkan cipta, rasa. dan karsa. Cipta ada sesuatu yang dapat dilihat dan dibuktikan secara kongkrit dan tidak multi tafsir, rasa adalah sesuatu yang dapat dirasakan keberadaannya, manfaatnya, dan fungsinya, sedangkan karsa adalah sebuah daya yang memiliki kekuatan jiwa yang mendorong makhluk hidup untuk berkehendak atau minta dan nitan untuk meniru dari yang baik.
Spiritual. Spiritual adalah sesuatu yang memiliki hubungan dengan Yang Maha Kuasa dan Maha pencipta, tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu. Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek :
1. Berhubungan dengan sesuatu yang abstrak atau ketidakpastian.
2. Memahami arti dan makan serta tujuan hidup,
3. Menumbuhkan kesadaran dan kemampuan serta kekuatan yang lahir dari dirinya sendiri.
4. Menumbuhkan keyakinan akan kebenaran dan sukses terhadap segala sesuatu yang diinginkan.
Kata spiritual menurut etimologinya, spiritual berarti sesuatu yang mendasar, penting, dan mampu menggerakkan serta memimpin cara berpikir dan bertingkah laku seseorang, sehinga orang itu memiliki kepercayaan, keyakinan, komitmen terhadap sesuatu. Konsep keyakinan bias ada dua pengertian yaitu budaya dan keagamaan. Sifatnya lainnya adalah berupa kebaikan, dan perkembangan, dari energi yang bisa memberikan motivasi kepada individu untuk mencapai suatu prestasi dan berorientasi ke depan.
Menurut saya Nilai Spiritual Sejarah Sebuah kalimat yang terdiri dari tiga kata yakni Nilai, Spiritual, Dan Sejarah. Dari ketiganya bila dijadikan satu kalimat maka akan dapat diartikan sebuah nilai positif dari sebuah nilai sejarah yang dapat menggerakkan semangat, keinginan, dan minta orang yang memahaminya untuk meniru dan melakukan sebagai mana nilai positif dari apa yang tertulis dalam cerita.
Awal Pidato : Bismillahirrohmanirrohim..
MERDEKA!!!
Akhir Pidato Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
MERDEKA!!!
Dan Kelanjutan Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
MERDEKA!!!
Dalam Peristiwa Sejarah Indonesia ada empat buah yang memiliki Nilai spiritual yaitu Sumpah Pemuda, Paragraf dalam pembukaan Undang dasar 1945 yaitu ”Atas berkat Rahmat Allah dan didorongkan oleh keinginan luruh…… ”, Merdeka Atau Mati, Allahu Akbar, dan satu lagi adalah Bismillah Hirrohmanirrochim dalam peristiwa penandatanganan Surat Perintah II Maret 1996 atau yang lebih dikenal supersemar. Pada penulisan lain akan saya bahas khusus mengenai nilai spiritual Sejarah ini berikut dengan pemahaman dan artikulasinya.
Peristiwa berdarah di Surabaya ketika itu juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia. Perlawanan lain seperti di Jakarta, Bogor, Bandung sampai dengan aksi membakar kota 24 Maret 1946 dan Mohammad Toha meledakkan gudang amunisi Belanda, Palagan Ambarawa, Medan, Brastagi, Bangka dll. Perlawanan ini terus berlanjut baik dengan senjata maupun dengan negosiasi para pimpinan negeri seperti perjanjian Linggajati di Kuningan, perjanjian di atas kapal Renville, perjanjian Roem-Royen sampai akhirnya Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda pada tahun 1949.
RELEVANSINYA BAGI KONDISI SAAT INI
Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai perjuangan para pahlawan bangsa. Kata ini dilontarkan untuk mengajak bangsa kita untuk menghormati jasa pahlawan dalam memperjuangkan kemerdekaan. Jika kita memahami perjuangan bangsa para pahlawan itu memiliki semngat kepoloporan yang tinggi. Selanjutnya, kepeloporan dapat menyatu dalam karakter yang sama dengan kepemimpinan yakni berada di muka dan diteladani oleh orang lain. Tetapi, kepeloporan dapat pula memiliki arti sendiri. Kepeloporan jelas menunjukkan sikap maju ke depan, merintis, membuka jalan, dan memulai sesuatu, untuk diikuti, dipikirkan, dilanjutkan dan dikembangkan oleh orang lain. Dalam kepeloporan terdapat unsur menghadapi risiko. Kesanggupan untuk memikul risiko ini penting dalam setiap perjuangan.
Tidak semua orang berani, dapat, atau mampu mengambil jalan yang penuh resiko, maka dia selalu siap untuk tidak bergantung kepada orang lain yang disebut mandiri. Kemandirian selalu dibutuhkan untuk tombak kita bahwa kita tidak perlu selalu menjagakan pendapat orang lain, melainkan pendapat kita yang selalu untuk diikuti, dipikirkan, dan dikembanmgkan oleh orang lain.
Kecerdasan mendasari sifat pahlawan. Cerdas adalah cerdik. Seorang pahlawan selalu cekatan dalam mengambil keputusan di saat ada masalah yang tiba- tiba muncul. Dalam melawan penjajah pun pahlawan selalu memakai strategi yang jitu untuk merebut kembali kemerdekan. Bila di zaman ini kecerdasan dibutuhkan untuk membaca situasi dan kondisi, juga memikirkan cara atau memakai trik-trik untuk memajukan bangsa dan negara.
Pahlawan sosok yang tangguh. Ketangguhan dalam zaman ini sangat penting karena di zaman modernitas memang mengurangi resiko pada bidang –bidang dan cara hidup tertentu tetapi juga memperkenalkan bentuk resiko yang baru yang tidak dikenal di era-era sebelumnya. Untuk itu diperlukan ketangguhan baik mental maupun fisik. Seperti Diponegoro, Imam Bonjol, Pattimura, Teuku Umar, dan sederet pahlawan bangsa lainnya yang berani menyatakan bahwa imperialisme dan kolonialisme adalah bentuk ketidakadilan dan karenanya harus dilawan. Kita juga perlu membangun keberanian membela kebenaran. Semangat inilah yang seharusnya dimiliki oleh kaum muda bangsa ini untuk memberikan pencerahan kepada rakyat serta mempersiapkan diri menerima estafet kepemimpinan bangsa
Pada zaman modern ini, kehidupan makin kompleks dan penuh risiko. Seperti pernah dikatakan oleh Giddens, modernity is a risk culture. Modernitas memang mengurangi risiko pada bidang-bidang dan cara hidup tertentu, tetapi juga memperkenalkan bentuk risiko baru yang tidak dikenal pada era-era sebelumnya. Untuk itu maka diperlukan ketangguhan, baik mental maupun fisik. Tidak semua orang berani, dapat atau mampu mengambil jalan yang penuh risiko.
Kita telah melihat, bahwa bangsa Indonesia telah mengisinya berbagai sisi kehidupan dan lingkupnya dan itu nampak jelas. Oleh karena itu kemerdekaan yang kita miliki sekarang tidak hanya diisi pesta pora, bersenang-senang dan hura-hura. Hanya memenuhi ambisi, berebut kekuasaan, disertai kebebasan berekspresi tidak mempedulikan menurunnya moral dan dampak negatif sosial, seperti demonstrasi melampiaskan amarah dan anarkis, kekerasan, kekacauan, kerusuhan dan terror serta manipulasi.
Belum lagi perselisihan yang menimbulkan kerusakan yang lebih parah yaitu kerusakan dan kejahatan yang mengatasnamakan agama, merubah dan menyelewengkan ajaran agama. Mereka mengira sebagai kebaikan namun sebenarnya kejahatan yang sangat besar bahaya kerusakannya. Terasa kering kehidupan bangsa ini, bencanapun tak jarang mengguncang negeri ini namun manusia tak juga menyadari.
Kepeloporan juga bermakna keberanian menyatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Seperti Diponegoro, Imam Bonjol, Pattimura, Teuku Umar, dan sederet pahlawan bangsa lainnya yang berani menyatakan bahwa imperialisme dan kolonialisme adalah bentuk ketidakadilan dan karenanya harus dilawan. Kita juga perlu membangun keberanian membela kebenaran. Semangat inilah yang seharusnya dimiliki oleh kaum muda bangsa ini untuk memberikan pencerahan kepada rakyat serta mempersiapkan diri menerima estafet kepemimpinan bangsa. Jika kita memahami perjuangan bangsa pahlawan itu memiliki keteguhan yang tinggi, selalu kukuh terhadap pendiriannya.
Ulasan ini hanya singkat semoga bermanfaat bagi kehidupan generasi muda yang akan datang mampu mengambil hikmah dibalik peristiwa. Mencontoh sikap satria yang telah ditunjukkan oleh para leluhur pendahulu kita yang tidak hanya mengorbankan kehidupan dirinya saja tetapi juga sanak keluarga dan kerabatnya juga.
Demikianlah, tanggal 10 November 1945 akan selalu dikenang sebagai Hari Pahlawan Nasional. Resolusi Jihad yang digagas KH Hasyim Asy’ari menandakan ketegasan kalangan santri, serta umat Islam Indonesia pada umumnya, untuk tulus berjuang demi kemerdekaan negeri ini.
Ketulusan hanya mengharapkan ridha Allah SWT. Pada hari itu, ribuan pejuang menemui syahid. Namun, kekuatan laskar rakyat berhasil mengacaukan strategi Tentara Sekutu. Tercatat, saat itu tiga unit pesawat tempur RAF Inggris jatuh ditembak laskar rakyat Indonesia.
Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar