Translate

Minggu, 12 November 2017

SEJARAH RINGIN SIRAH KOTA KEDIRI

Bila anda pernah mengunjungi Kota Kediri, pasti pernah melintasi kawasan Ringin Sirah. Kawasan ini terletak di pusat kota, persis di perempatan Jl. Hayam Wuruk - Jl. Joyoboyo. Tepatnya di sebelah selatan Kediri Mall/Sri Ratu. Di lokasi ini, terdapat sebuah lapangan yang cukup luas (kini, lapangan tersebut oleh warga Kota Kediri sering disebut Lapangan Joyoboyo), dan di lapangan itu terdapat pohon beringin dengan ukuran cukup besar (sampai sekarang ini pohon beringinnya masih ada dan bisa dilihat). Meski berada dipusat keramaian, persis di depan Joyoboyo Trade Centre, namun lapangan ini menyimpan sebuah misteri ,terkait legenda Ringin Sirah.

Bukan tanpa sebab kawasan itu bernama Ringin Sirah, karena menurut keyakinan turun-temurun warga kota maupun warga kabupaten Kediri, lapangan itu memang terkait erat dengan sebuah kisah tentang "sirah" atau kepala.

Menurut cerita "wong tuwo-tuwo mbiyen" (orang tua-tua dahulu), di lapangan itulah makam seorang tokoh legendaris Kediri berjuluk "Maling Gentiri". Maling Gentiri memang sosok maling budiman di zaman Kediri kuno. Maling Gentiri merupakan tokoh pencuri yang memiliki kesaktian "sundul langit" alias sakti mandraguna. Tapi karir Maling Gentiri dibidang mencuri, bukan semata-mata demi kepentingannya sendiri, melainkan hasilnya dibagikan pada warga miskin. Ia merampok harta orang kaya, lalu diberikan pada orang "kere" (miskin).

Tentunya kiprah Maling Gentiri ini disukai oleh orang miskin dan dibenci orang kaya (konglomerat) waktu itu. Para konglomerat berupaya sekuat tenaga menangkap hidup-hidup atau mati Maling Gentiri. Merekapun menjadikan Maling Gentiri sebagai buronan yang paling dicari. Akan tetapi kesaktian Maling Gentiri membuat para konglomerat itu "keder" (takut). Karena meskipun Maling Gentiri berkali-kali tertangkap, tidak pernah bisa dibunuh/mati. Maklumlah saja, Maling Gentiri memiliki aji pancasona, sebuah ilmu kadigdayan yang memungkinkan pemiliknya hidup kembali meski berkali-kali dibunuh, dengan syarat raganya tetap menyatu dan darahnya tidak menyentuh tanah.

Singkat cerita, para konglomerat yang ingin menamatkan riwayat Maling Gentiri, akhirnya menemukan titik kelemahan sang pendekar. Ketika Maling Gentiri tertangkap untuk kesekian kalinya, tubuh pencuri budiman itu lalu dipotong-potong dan dikubur terpisah di beberapa tempat untuk menghindari dia hidup kembali. Dan bagian kepalanya itulah, yang diyakini warga Kediri dikubur di kawasan Lapangan Joyoboyo dibawah pohon beringin. Sehingga kawasan ini disebut Ringinsirah. Ringin berarti Pohon Beringin, sedangkan Sirah adalah kepala manusia.

Sampai sekarang ini pun, kawasan itu masih dipercaya sebagai kawasan yang "wingit" (angker). Sehingga meski telah bersentuhan dengan suasana modern lingkungan sekitarnya, tetapi kawasan itu tetap dikeramatkan oleh sebagian warga Kediri dan menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka.

Itulah sedikit cerita Kediri kuno mengenai Ringin Sirah yang mulai asing bagi kita sebagai warga Kediri.

Ki Boncolono (maling genthiri)

Dahulu kala, d ijaman penjajahan Belanda. Masyarakat Kediri hidup dalam kemiskinan dan ketertindasan. Perkonomian dikuasai oleh Belanda dan diperlakukan pajak yang tidak masuk akal. Hasil buminya selalu dirampas jika tidak mau bayar pajak . Untuk makan saja mereka harus membeli kepada Belanda. Padahal itu hasil jerih payah mereka sendiri. Hal ini menggugah hati Ki Boncolono. Dia marah melihat kelakuan para meneer, ketidak adilan telah mengusik hati Ki Boncolono. Dengan kesaktiannya dibantu oleh Tumenggung Mojoroto dan Tumenggung Poncolono beserta murid-muridnya yang tentu saja sakti-sakti, dia merampok harta para pejabat Belanda. Hasilnya dia bagikan kepada rakyat jelata, Sungguh mulia...... Kontan namanya menjadi harum di kalangan masyarakat....dia ditakuti tapi juga dikagumi dan senantiasa ditunggu tunggu kedatangannya.

Belanda merasa geram dan marah. Segala upaya mereka kerahkan untuk meringkus Boncolono. Tetapi usahanya selalu gagal. Setiap terkepung, Boncolono hanya merapatkan diri pada salah satu tiang atau tembok atau pohon dan hilanglah dia. Biarpun ditembak dibunuh diapain juga Ki Boncolono tidak bisa mati, dia bisa hidup lagi ketika tubuhnya menyentuh tanah. Belanda Jengkel dan menggunakan kekuatan "uangnya" untuk meringkus Boncolono. Belanda mengadakan sayembara dengan hadiah yang sangat besar untuk menangkap atau membunuh Ki Boncolono. Beberapa orang yang tahu kelemahan ilmu Boncolono mendatangai Belanda. Mereka memberi tahu pada para meneer itu kalau Boncolono harus dipenggal, kepala dan tubuhnya harus terpisah dan dikuburkan pada tempat yang terpisahkan oleh sungai.

Akhirnya setelah membuat rencana dengan bantuan pendekar pribumi, Belanda melaksanakannya dengan cermat. Dan seperti kisah heroik lainnya, Boncolono tertangkap. dengan bantuan, pendekar Pribumi..... dan....Boncolono tewas.

Sebelum dia hidup lagi, tubuhnya dipotong jadi dua. Bagian bawahnya di kubur di bukit Maskumambang. Sedangkan bagian atasnya (kepalanya) di kubur di "Ringin Sirah", desa Banjaran. Kalau bukit Maskumambang terletak di barat sungai Brantas, maka Ringin Sirah terletak di timur sungai Brantas. Di puncak bukit Maskumambang selain makamnya Ki Boncolono terdapat juga dua buah makam lagi yaitu makamnya Tumenggung Mojoroto dan makamnya Tumenggung Poncolono, tetapi anehnya ketiga makam tersebut ukurannya sangat panjang mungkin lebih dari dua meter.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar