Translate

Jumat, 15 Maret 2019

Mencari Jatidiri Manusia Sebagai Langkah Penghambaan

Ada seorang remaja yang bertanya mengenai arti dari jati diri dan bagaimana cara mencari jati diri?Mungkinkah Anda telah menemukan jati diri Anda sendiri? Atau hinga saat ini masih mencarinya? Memang tak sedikit orang yang masih bingung tentang konsep jadi diri dalam Islam. Maka dari itu ada yang disebut istilah mencari jati diri.

Terlepas apakah Anda telah menemukannya ataupun belum, maka perlu untuk di pertimbangkan lagi,apakah konsep jati diri kita ini sudah benar atau belum? Jika salah, sangat berbahaya! Sebab semua tindakan kita nantinya akan berlandaskan pada konsep jati diri kita sendiri. Jika salah, tentu tindakan dan juga perilaku kita akan salah. Kita sendiri bisa celaka, baik di dunia ataupun di akhirat.

Semua manusia yang ada didunia ini tentu mengetahui siapa namanya, dimana ia tinggal dan dari kota mana ia berasal, dimana ia dilahirkan dan lain sebagainya, tetapi tidak banyak yang memikirkan siapa dirinya yang sesungguhnya dan apa tujuannya hidup didunia dan apa yang dilakukan setelah nanti ia tiada.

Kebanyakan manusia saat ini tidaklah begitu mengenal jati dirinya yang sebenarnya, padahal Rasul sendiri mengingatkan bahwa mengenal diri sendiri adalah langkah pertama dalam mengenal Allah SWT sebagai Tuhan seluruh alam.
Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini

مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ وَمَنْ عَرَفَ رَبَّهُ فَسَدَ جَسَدَهُ

 “Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya, dan barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka binasalah (fana) dirinya.

Dari Hadits tersebut kita bisa mengetahui bahwa mengenal diri sendiri sangatlah penting bagi manusia karena dengan mengenal dirinya sendiri sebagai manusia ciptaan Allah SWT, ia dapat mengenal Tuhannya atau penciptanya tersebut yakni Allah SWT.

Apa Itu Jati Diri?

Ada yang menyebutkan bahwa jati diri itu adalah karakter dasar, Ada yang mengatakan itu adalah kamu sesungguhnya, ada juga yang yang bilang bahwa seseorang akan menemukan jati diri itu seiring semakin dewasanya kita. Mungkin ucapan seperti ini ada benarnya juga, karena Jati diri sendiri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sifat seseorang yang muncul dengan sendirinya sejak saat dari kecil, kemudian sifat bawaan dari kecil itu kadang juga terpengaruh dengan berbagai faktor seperti faktor lingkungan tempat dia dibesarkan. Jati Diri adalah identitas seseorang yang jelas sehingga siapa pun tahu tentang orang tersebut. Sering kali orang memberikan definisi dari jati diri berdasarkan jawaban dari 3 buah pertanyaan ini:

Siapa aku?
Dari mana aku?
Dan aku mau kemana?

Ya, ketiga pertanyaan ini memerlukan pemikiran yang mendalam untuk dapat mengetahui jawaban yang benar. Tidak sedikit juga orang yang masih saja kebingungan dan akhirnya dia melupakan untuk menjawab 3 pertanyaan ini. Mereka berfikir yang penting jalani saja hidup ini.

Apakah Kita Boleh Mengabaikan Penemuan Jati Diri?

Apakah kita perlu ‘meributkan’ tentang jati diri ini? Ya, tentu saja kita perlu memahami siapa diri kita ini. Jika tidak, untuk apa kita hidup di dunia? Hidup kita nantinya akan tanpa arah, tidak bermakna, tanpa memiliki arti. Sebab, bagaimana kita bisa mempunyai hidup yang bermakna sementara kita sendiri tidak mengetahui siapa diri kita dan mau kemana kita nantinya.

Jadi jelas jawabannya bahwa kita tidak boleh mengabaikan penemuan jati diri ini, kecuali Anda ingin menjalani hidup hampa yang berlalu tanpa makna sama sekali.

Apakah Jati Diri Membahas Tentang Minat dan Bakat Kita?

Tentu saja kita dapat memahami bahwa kita sebenarnya mempunyai keunikan masing-masing. Tidak pernah berhenti mencari kelebihan dan potensi unik kita tentu merupakan hal penting dalam kehidupan kita sendiri. Namun, yang kita butuhkan sebenarnya tidak sebatas hanya menemukan sebuah bakat spesial kita saja. Kita juga tidak bisa sepenuhnya mengatakan bahwa orang yang sudah sukses itu berarti sudah menemukan jati dirinya.

Bagaimana Cara Mencari Jati Diri?

Tidak ada seorangpun yang lebih mengetahui diri kita ini selain Dzat yang telah menciptakan kita, yaitu Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Mengetahui. Jika hanya Allah yang paling mengetahui tentang diri kita, mengapa kita harus mencari dan menemukan makna jati diri dari selain Dia? Mengapa hidup kita harus dikendalikan oleh berbagai konsep jati diri yang bukan bersumber dari Allah? Ini memang termasuk hal yang sangat penting, sebab hanya dari Allah saja kita akan menemukan segala jawaban yang paling tepat, dijamin kita tidak akan salah sehingga hidup kita ini akan lebih bermakna.

Tentu saja, kita tetap boleh (bahkan harus) untuk selalu terus menggali bakat serta potensi kita. Yang ditekankan disini, bahwa jati diri bukan hanya sebatas itu saja. Itu merupakan keunikan Anda, bukan jati diri Anda.

Jati Diri Manusia Sesungguhnya

Siapa Aku? Manusia adalah makhluk Allah yang terbuat dari tanah dan kemudian diberikan ruh oleh Allah. Kemudian manusia juga dilengkapi dengan sebuah potensi hati, akal dan juga jasad. Hati dan akal merupakan 2 potensi yang menyebabkan manusia mempunyai kedudukan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan makhluk Allah lainnya.

الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الإنْسَانِ مِنْ طِينٍ (7) ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ (8) ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ قَلِيلا مَا تَشْكُرُونَ (9)

Yang menjadikan segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan juga Yang memulai penciptaan manusia dari saripati tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunan manusia dari saripati air yang hina. Kemudian Dia menyempurnakan dan juga meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan untuk kamu pendengaran, penglihatan dan juga hati; (tetapi) sedikit sekali dari kalian bersyukur. (QS As Sajdah:7-9)

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ

Dan (ingatlah), saat Tuhanmu berfirman pada para malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat yang kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang dibentuk. Demikian dalam QS. Al Hijr ayat 28.

Untuk Apa Aku Ada?

Ada 2 tujuan dalam penciptaan manusia yang saling berkaitan yaitu dijadikan khalifah dimuka bumi ini dan untuk beribadah kepada Allah swt. Tidak ada tujuan lain selain kedua hal tadi. Semua aktivitas dan segala tindakan yang kita lakukan semuanya harus bertujuan dalam rangka kedua peran kita ini. Sebagai khalifah dan juga sebagai hamba Allah.

Untuk itu, Allah telah memberi kita semua dengan berbagai potensi yaitu hati, akal, dan juga jasa yang cukup untuk memikul kedua tugas ini. Selama kita dapat memanfaatkan semua potensi yang kita punyai, kedua tugas ini pasti akan terlaksana dengan baik.

Dalam Al-Quran surat Ad-dzariyat ayat 56 Allah berfirman :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

Tidaklah Aku menciptakan jin dan juga manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku.

Sesungguhnya Aku menciptakan mereka agar Aku memerintahkan mereka untuk menyembah-Ku, bukan karena Aku membutuhkan mereka.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a.: melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adz-Dzariyat: 56) Yakni agar mereka mengakui kehambaan mereka kepada-Ku, baik dengan sukarela maupun terpaksa.

Demikianlah menurut apa yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Menurut Ibnu Juraij, makna yang dimaksud ialah melainkan supaya mereka mengenal-Ku.

Ar-Rabi' ibnu Anas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adz-Dzariyat: 56) Yakni kecuali untuk beribadah.

As-Saddi mengatakan bahwa sebagian dari pengertian ibadah ada yang bermanfaat dan sebagian lainnya ada yang tidak bermanfaat.

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ

Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Niscaya mereka akan menjawab, "Allah.” (Az-Zumar: 38; Luqman: 25)

Ini jawaban dari mereka termasuk ibadah. Akan tetapi, hal ini tidak memberi manfaat bagi mereka karena kemusyrikan mereka. Ad-Dahhak mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini (Adz-Dzariyat: 56) adalah orang-orang mukmin.

Allah juga berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 30:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Ingatlah saat Tuhanmu berfirman pada para Malaikat: Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka bertanya: Mengapa Engkau akan menjadikan (khalifah) di bumi  orang yang akan berbuat kerusakan padanya dan akan menumpahkan darah, padahal kami selalu bertasbih dengan memuji Engkau dan juga mensucikan Engkau? Allah berfirman: Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang kalian tidak ketahui.

Dengan kata lain, seakan-akan Allah bermaksud bahwa sesungguhnya Aku mengetahui hal-hal yang tidak kalian ketahui menyangkut kemaslahatan yang jauh lebih kuat dalam penciptaan jenis makhluk ini daripada kerusakan-kerusakan yang kalian sebut itu. Karena sesungguhnya Aku akan menjadikan dari kalangan mereka nabi-nabi dan rasul-rasul; di antara mereka ada para siddiqin, para syuhada, orang-orang saleh, ahli ibadah, ahli zuhud, para wali, orang-orang bertakwa, para muqarrabin, para ulama yang mengamalkan ilmunya, orang-orang yang khusyuk, dan orang-orang yang cinta kepada Allah Swt. lagi mengikuti jejak rasul-rasul-Nya.

Ditetapkan di dalam hadis sahih bahwa para malaikat itu apabila naik (ke langit) menghadap kepada Tuhan mereka seraya membawa amal-amal hamba-hamba-Nya, maka Allah Swt. bertanya kepada mereka (sekalipun Dia lebih mengetahui), "Dalam keadaan apakah kalian tinggalkan hamba-hamba-Ku?" Mereka (para malaikat) menjawab, "Kami datangi mereka dalam keadaan sedang salat, dan kami tinggalkan mereka dalam keadaan sedang salat."

Demikian itu karena mereka datang kepada kita secara silih berganti, dan mereka berkumpul dalam salat Subuh dan salat Asar. Malaikat yang datang tinggal bersama kita, sedangkan malaikat yang telah menunaikan tugasnya naik meninggalkan kita seraya membawa amal-amal kita, sebagaimana yang disebutkan oleh sabda Nabi Saw.:

"يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ النَّهَارِ، وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ اللَّيْلِ"

Dilaporkan kepada-Nya amal perbuatan malam hari sebelum siang hari, dan amal siang hari sebelum malam hari.

Ucapan para malaikat yang mengatakan, "Kami datangi mereka sedang dalam keadaan salat, dan kami tinggalkan mereka sedang dalam keadaan salat," merupakan tafsir dari firman-Nya kepada mereka (para malaikat): Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. (Al-Baqarah: 30)

Menurut pendapat lain, firman-Nya ini merupakan jawaban kepada mereka, yang artinya, "Sesungguhnya Aku mempunyai hikmah terinci mengenai penciptaan makhluk ini, sedangkan keadaan yang kalian sebut itu sebenarnya kalian tidak mengetahuinya."

Menurut pendapat lainnya, firman Allah Swt ini merupakan jawaban ucapan mereka yang disitir oleh firman-Nya: padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau. (Al-Baqarah: 30) Lalu Allah Swt. berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. (Al-Baqarah: 30) Maksudnya, keberadaan iblis di antara kalian dan keadaan penciptaan ini tidaklah sebagaimana yang kalian gambarkan itu.

Menurut pendapat yang lain, bahkan ucapan para malaikat tersebut disitir oleh firman-Nya:Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau. (Al-Baqarah: 30) Ayat ini mengandung makna permintaan mereka kepada Allah untuk menghuni bumi sebagai ganti dari Bani Adam, lalu Allah Swt. berfirman kepada mereka: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. (Al-Baqarah: 30) Artinya, keberadaan kalian pada tempatnya lebih maslahat dan lebih layak bagi kalian. Demikian yang disebut oleh Ar-Razi dalam salah satu jawabannya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadanya Al-Qasim ibnul Hasan, telah menceritakan kepadaku Al-Hajjaj, dari Jarir ibnu Hazim dan Mubarak, dari Al-Hasan dan Abu Bakar, dari Al-Hasan dan Qatadah. Semua menceritakan bahwa Allah berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menciptakan khalifah di muka bumi." Firman Allah yang menyatakan bahwa 'Dia akan melakukan hal tersebut' artinya 'Dia memberitahukan hal tersebut kepada mereka'.
As-Saddi mengatakan, Allah bermusyawarah dengan para malaikat tentang penciptaan Adam. Demikian diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. As-Saddi mengatakan bahwa hal yang semisal diriwayatkan pula oleh Qatadah. Ungkapan ini mengandung sikap gegabah jika tidak dikembalikan kepada pengertian pemberitahuan. Ungkapan Al-Hasan serta Qatadah dalam riwayat Ibnu Jarir merupakan ungkapan yang lebih baik.
Sehubungan dengan makna firman-Nya, "Fil ardi," Ibnu Abu Hatim meriwayatkan:

حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ حَدَّثَنَا عَطَاءُ بْنُ السَّائِبِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "دُحِيت الْأَرْضُ مِنْ مَكَّةَ، وَأَوَّلُ مَنْ طَافَ بِالْبَيْتِ الْمَلَائِكَةُ، فَقَالَ اللَّهُ: إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً، يَعْنِي مَكَّةَ"

telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Ata ibnus Sa'ib, dari Abdur Rahman ibnu Sabit, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Bumi dihamparkan mulai dari Mekah, dan yang mula-mula melakukan tawaf di Baitullah adalah para malaikai, lalu Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi," yakni Mekah.

Hadis ini berpredikat mursal, sedangkan di dalam sanadnya terdapat kelemahan, dan di dalam hadis ini terdapat madraj (kalimat yang dari luar hadis), yaitu makna yang dimaksud dengan bumi adalah Mekah. Karena sesungguhnya menurut pengertian lahiriah, yang dimaksud dengan bumi lebih umum daripada hal itu (Mekah).

Akan Kemana Aku?

Kita bukan hanya berproses dari bayi menuju anak-anak. Bukan hanya anak-anak menuju remaja. Bukan hanya remaja menuju dewasa. Bukan pula hanya dewasa menuju tua. Seungguhnya, tujuan yang pasti bagi setiap manusia itu adalah desa akhirat. Dan hanya ada dua pilihan saat kita pulang ke kampung akhirat, yaitu surga (Al Jannah) atau neraka (An-Naar).

Kita akan memilih yang mana? Tentu saja, setiap orang yang beriman pasti berharap mendapatkan balasan surga dari Allah. Syaratnya ialah hidup kita harus sesuai dengan tujuan akan keberadaan kita, yaitu sebagai khalifah dan juga beribadah pada Allah. Sebagaimana firman Allah dalam QS As Sajdah:19-20:

أَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ جَنَّاتُ الْمَأْوَى نُزُلًا بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (19) وَأَمَّا الَّذِينَ فَسَقُوا فَمَأْوَاهُمُ النَّارُ كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا أُعِيدُوا فِيهَا وَقِيلَ لَهُمْ ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ (20)

Adapun orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, maka bagi mereka surga sebagai tempat tinggalnya, sebagai pahala bagi apa yang telah mereka kerjakan. Dan adapun bagi orang-orang yang fasik (kafir) maka tempat mereka ialah neraka jahannam. Setiap kali mereka ingin keluar dari neraka, mereka dikembalikan lagi ke dalamnya dan dikatakan pada mereka Rasakanlah siksa api neraka yang dulu kamu mendustakannya.

Mudah-mudahan, setelah kita bisa memahami siapa kita sebenarnya, mengapa kita adadi dunia ini dan mau kemana kita nantinya, pikiran kita tidak akan galau lagi karena bingung dengan arti dan cara menemukan jati diri dalam Islam. Kini sudah jelas, apa yang harus kita jalani dan bagaimana konsekuensinya ke depan. Kita mesti selalu ingat bagaimana kita diciptakan, kita diciptakan dari sesuatu yang hina dan keluar dari tempat ‘yang kita sendiri malu untuk menyebutkannya’, tidak lain agar kita tidak sombong dan melupakan siapa kita. Karena sombong adalah sifat Iblis yang menyebabkannya terusir dari surga dan terlaknat selamanya.

Selain itu, kita juga harus selalu mengingat tujuan kita agar sekecil apapun perbuatan kita selalu mempunyai niat untuk tujuan ibadah, agar kita bisa mencegah diri sendiri dari berbagai perbuatan yang tidak bernilai apalagi perbuatan maksiat, dan tentu saja kita akan selalu berbuat baik. Firman Allah dalam surat Al-hasyr ayat 18:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Duhai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian pada Allah dan hendaklah setiap diri itu memperhatikan apa yang sudah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah pada Allah, sesungguh Allah Maha Mengetahui apa saja yang kamu kerjakan.

Dengan mensyukuri nikmat Allah SWT seorang manusia dapat mengenali dirinya dengan baik dan mengenal Allah SWT. Seseorang yang mensyukuri nikmat Allah tentunya akan senantiasa menyadari bahwa dirinya tidak memiliki apa-apa dan segala yang ia miliki adalah milik Allah SWT. Perintah untuk mensyukuri nikmat Allah tersebut dijelaskan dalam ayat Alqur’an berikut

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS Ibrahim : 7)

Allah memerintahkan kepada manusia untuk memperhatikan ke dalam dirinya disebabkan karena di dalam diri manusia itu Allah telah menciptakan sebuah mahligai yang mana di dalamnya Allah telah menanamkan rahasia-Nya sebagaimana sabda Nabi di dalam Hadis Qudsi :

بَنَيْتُ فِى جَوْفِ اِبْنِ آدَمَ قَصْرًا وَفِى الْقَصْرِ صَدْرً وَفِى الصَّدْرِ قَلْبًا وَفِى الْقَلْبِ فُؤَادً وَفِى الْفُؤَادِ شَغْافًا وَفِى الشَّغَافِ لَبًّا وَفِى لَبِّ سِرًّا وَفِى السِّرِّ أَنَا (الحديث القدسى)

“Aku jadikan dalam rongga anak Adam itu mahligai dan dalam mahligai itu ada dada dan dalam dada itu ada hati (qalbu) namanya dan dalam hati (qalbu) ada mata hati (fuad) dan dalam mata hati (fuad) itu ada penutup mata hati (saghaf) dan dibalik penutup mata hati (saghaf) itu ada nur/cahaya (labban), dan di dalam nur/cahaya (labban) ada rahasia (sirr) dan di dalam rahasia (sirr) itulah Aku kata Allah”. (Hadis Qudsi)

Bagaimanakah maksud hadis ini? Tanyalah kepada ahlinya, yaitu ahli zikir, sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 43 :

فَاسَئَلُوْا أَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَتَعْلَمُوْنَ

“Tanyalah kepada ahli zikrullah (Ahlus Shufi) kalau kamu benar-benar tidak tahu.”

Karena Allah itu ghaib, maka perkara ini termasuk perkara yang dilarang untuk menyampaikannya dan haram pula dipaparkan kepada yang bukan ahlinya (orang awam), seabagimana dikatakan para sufi:

وَلِلَّهِ مَحَارِمٌ فَلاَ تَهْتَكُوْهَا

“Bagi Allah itu ada beberapa rahasia yang diharamkan membukakannya kepada yang bukan ahlinya”.

Nabi juga ada bersabda :

وَعَائِيْنِ مِنَ الْعِلْمِ اَمَّا اَحَدُ هُمَا فَبَشَتْتُهُ لَكُمْ وَاَمَّااْلأَخِرُ فَلَوْبَثَتْتُ شَيْئًا مِنْهُ قَطَعَ هَذَالْعُلُوْمَ يَشِيْرُ اِلَى حَلْقِهِ

“Telah memberikan kepadaku oleh Rasulullah SAW dua cangkir yang berisikan ilmu pengetahuan, satu daripadanya akan saya tebarkan kepada kamu. Akan tetapi yang lainnya bila saya tebarkan akan terputuslah sekalian ilmu pengetahuan dengan memberikan isyarat kepada lehernya.

اَفَاتُ الْعِلْمِ النِّسْيَانُ وَاِضَاعَتُهُ اَنْ تَحَدَّثْ بِهِ غَيْرِ اَهْلِهِ

“Kerusakan dari ilmu pengetahuan ialah dengan lupa, dan menyebabkan hilangnya ilmu krn diajarkan kpd orang yang bukan ahlinya

Demikianlah arti dan cara mencari jati diri dalam Islam. Semoga membantu Anda, khususnya para remaja dan pemuda yang masih bertanya & mencari jati dirinya agar tidak salah langkah dan terbawa arus zaman yang kadang menyimpang dari hakikat penciptaan manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar