Wulang Reh atau Serat Wulangreh adalah karya sastra berupa tembang macapat karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV, Raja Surakarta, yang lahir pada 2 September 1768. Beliau bertahta sejak 29 November 1788 hingga akhir hayatnya pada 1 Oktober 1820.
Nama kecil Paku Buwana IV adalah Bendara Raden Mas Sambadya. Beliau lahir dari permaisuri Sunan Paku Buwana III yang bernama Gusti Ratu Kencana, pada hari Kamis Wage, 18 Rabiul Akhir 1694 Saka atau 2 September 1768 Masehi. Memegang pemerintahan selama 32 tahun (1788-1820), dan wafat pada hari Senin Pahing, 25 Besar 1747 Saka atau 2 Oktober 1820 M.
Banyak jasa dan perubahan yang dilakukan oleh PB IV ini, baik itu bersifat fisik maupun non-fisik. Dari sekian banyak warisan yang ditinggalkannya, ada beberapa yang masih dapat kita saksikan sampai saat ini. Seperti Masjid Agung, Gerbang Sri Manganti, Dalem Ageng Prabasuyasa, Bangsal Witana Sitihinggil Kidul, Pendapa Agung, dan juga Kori Kamandhungan.
Paku Buwana IV yang mewarisi darah kaprabon sekaligus kapujanggan ini juga sangat produktif dan kreatif dalam “dunia pena”, sehingga melahirkan banyak karya sastra yang masih dapat diakses sampai sekarang. Konsep ketatanegaraan dan keilmuan yang dibangun oleh PB IV, membuatnya sangat dikagumi oleh rakyat dan lingkungan istana. Bahkan juga membangun tradisi-tradisi yang berbeda dari sunan-sunan (raja-raja) sebelumnya. Diantara perubahan tradisi tersebut adalah pakaian prajurit kraton yang dulu model Belanda diganti dengan model Jawa, setiap hari Jumat diadakan jamaah salat di Masjid Besar, setiap abdi dalem yang menghadap raja diharuskan memakai pakaian santri, mengangkat adik-adiknya menjadi Pangeran. Perubahan-perubahan yang dilakukan tersebut dimaksudkan untuk menjawakan kehidupan masyarakat, yang sebelumnya terkontaminasi oleh budaya Belanda.
Ilustrasi Mengajar Sastra Piwulang
Berbagai upaya baik itu bersifat fisik maupun non-fisik, yang dilakukan PB IV banyak membuahkan hasil, sehingga pantaslah jika beliau ditempatkan sebagai Pujangga Raja. Dalam bidang sastra dan budaya, diantara karya-karya beliau yang terkenal adalah Serat Wulangreh, Serat Wulang Sunu, Serat Wulang Putri, Serat Wulang Tata Krama, Donga Kabulla Mataram, Cipta Waskita, Panji Sekar, Panji Raras, Panji Dhadhap, Serat Sasana Prabu, dan Serat Polah Muna Muni. Dari sekian karya PB IV tersebut, yang paling familiar dalam masyarakat Jawa (bahkan kalangan akademik), adalah Serat Wulangreh. Karena banyak ajaran-ajaran moral dalam serat tersebut yang diperhatikan oleh masyarakat Jawa, bahkan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Naskah Wulang Reh saat ini disimpan di Museum Radya Pustaka di Surakarta
Kata Wulang bersinonim dengan kata pitutur memiliki arti ajaran. Kata Reh berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya jalan, aturan dan laku cara mencapai atau tuntutan. Wulang Reh dapat dimaknai ajaran untuk mencapai sesuatu. Sesuatu yang dimaksud dalam karya ini adalah laku menuju hidup harmoni atau sempurna.
Untuk lebih jelasnya, berikut dikutipkan tembang yang memuat pengertian kata tersebut :
Ngelmu iku kalakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese kas nyantosani, setya budya pangekese dur angkara
artinya ilmu itu bisa dipahami/ dikuasai harus dengan cara, cara pencapaiannya dengan cara kas, artinya kas berusaha keras memperkokoh karakter, kokohnya budi (karakter) akan menjauhkan diri dari watak angkara.
Berdasarkan makna tembang tersebut, laku adalah langkah atau cara mencapai karakter mulia bukan ilmu dalam arti ilmu pengetahuan semata, seperti yang banyak kita jumpai pada saat ini. Lembaga pendidikan lebih memfokuskan pengkajian ilmu pengetahuan dan mengesampingkan ajaran moral dan budipekerti.
Salah satu keistimewaan karya ini adalah tidak banyak menggunakan bahasa jawa arkhaik (kuno) sehingga memudahkan pembaca dalam memahaminya. Walaupun demikian, ada hal-hal yang perlu dicermati karena karya tersebut merupakan sinkretisme Islam-Kejawen, atau tidak sepenuhnya merupakan ajaran Islam, sehingga akan menimbulkan perbedaan sudut pandang bagi pembaca yang berbeda ideologinya.
Struktur
Struktur Serat Wulang Reh terdiri dari 13 macam tembang (pupuh), dengan jumlah pada/bait yang berbeda, yaitu :
Dandanggula, terdiri 8 pada/bait
Kinanthi terdiri 16 pada/bait
Gambuh terdiri 17 pada/bait
Pangkur terdiri 17 pada/bait
Maskumambang terdiri 34 pada/bait
Megatruh terdiri 17 pada/bait
Durma terdiri 12 pada/bait
Wirangrong terdiri 27 pada/bait
Pocung terdiri 23 pada/bait
Mijil terdiri 26 pada/bait
Asmaradana terdiri 28 pada/bait
Sinom terdiri 33 pada/bait
Girisa terdiri 25 pada/bait
Penelitian
Jika dilihat dari wujud tulisannya, Wulang Reh ditemukan dalam disertasi, thesis, skripsi, makalah, bahkan dapat dijumpai di dunia maya. Tulisan-tulisan tentang Wulang Reh pada umumnya mengupas isi atau maknanya yang kemudian bermuara pada interpretasi kandungan Wulang Reh, seperti nilai-nilai luhur, moral dan budi pekerti (ada yang menyebut dengan istilah etika), nilai-nilai religius, sampai pada ajaran tentang kepemimpinan. Ada pula yang melakukan secara khusus dari segi bahasa.
Penelitian Tema, Nilasi Estetika dan Pendidikan dalam Serat Wulang Reh. Hasil kesimpulannya adalah :
Pertama, tema yang terdapat pada serat Wulangreh karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV yaitu: ajaran untuk memilih guru, kebijaksanaan dan bergaul, kepribadian,tema tata krama, ajaran berbakti pada orang lain, tema ketuhanan, berbakti kepada pemerintah, pengendalian diri, tema kekeluargaan, tema keselamatan, keikhlasan dan kesabaran, beribadah dengan baik, ajaran tentang keluhuran.
Kedua, Keindahan serat Wulangreh adanya ritma dan rima serta bunyi bahasa meliputi purwakanthi swara, purwakanthi guru swara, dan purwakanthi lumaksita. Pemahaman tentang diksi (Pemilihan kata), aliterasi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, dan metrum terdapat dalam serat Wulangreh.
Ketiga, nilai pendidikan moral pada Serat Wulangreh adalah nilai pendidikan moral kaitan antara manusia dengan Tuhan meliputi berserah diri kepada Tuhan, patuh kepada Tuhan, nilai pendidikan moral kaitan antara manusia dengan sesama, nilai pendidikan moral kaitannya manusia dengan diri pribadi, dan nilai tentang agama.
Keempat, ajaran yang ada pada serat wulangreh merupakan ajaran tata kaprajan ‘ajaran tentang perintah memberikan pengajaran untuk mencapai keluhuran hidup, ajaran pada serat Wedhatama merupakan ajaran tentang ilmu keutamaan.
Penelitian dari aspek kepemimpinan dalam Serat Wulang Reh. Kesimpulannya:Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak memiliki sifat lonyo, lemer, genjah, angrong pasanakan, nyumur gumiling, ambuntut arit, adigang, adigung, dan adiguna. Sebaliknya seorang pemimpin haruslah mempunyai sifat jujur, tidak mengharapkan pemberian orang lain, rajin beribadah, serta tekun mengabdi kepada masyarakat.
PUPUH I
DHANDHANGGULA
Pamedare wasitaning ati, cumanthaka aniru Pujangga, dhahat mudha ing batine, nanging kedah ginunggung, datan wruh yen keh ngesemi, ameksa angrumpaka, basa kang kalantur, turur kang katula-tula, tinalaten rinuruh kalawan ririh, mrih padhanging sasmita.
Uraian nasihat ini bermula dari kelancangan hati berniat meniru para pujangga, padahal (aku) sangatlah bodoh. Tetapi karena ingin disanjung, tidak tahu jika kelak banyak yang mencibir. Memaksakan diri untuk menciptakan, (meski) dengan bahasa yang kacau balau bahkan tersia-sia, namun (hal ini) kususun dengan teliti dan sabar, semoga isyarat ini menjadi jelas.
Sasmitaning ngaurip puniki, apan ewuh yen nora weruha, tan jumeneng ing uripe, akeh kang ngaku-aku, pangrasane sampun udani, tur durung wruh ing rasa, rasa kang satuhu, rasaning rasa punika, upayanen darapon sampurna ugi, ing kauripanira.
Isyarat dalam kehidupan ini, tidak mungkin kau pahami jika kau tak mengetahuinya, tidak akan memiliki ketenangan dalam hidupnya. Banyak yang mengaku dirinya sudah memahami isyarat (dalam hidup), padahal belum mengolah rasa, inti dari rasa yang sesunguhnya. Oleh karena itu, berusahalah (memahami makna rasa itu), agar sempurna hidupmu.
Jroning Kur’an nggonira sayekti, nanging ta pilih ingkang uninga, kajaba lawan tuduhe, nora kena den awur, ing satemah nora pinanggih, mundak katalanjukan, temah sasar-susur, yen sira ayun waskita, sampurnane ing badanira, punika sira anggegurua.
Di dalam Al-Quran tempatmu mencari kebenaran sejati, hanya yang terpilih yang akan memahaminya ,kecuali atas petunjuk-Nya. Tiadk boleh dicampur-adukan, tak mungkin kau temukan (kebenaran isyarat), bahakan kau semakin tersesat. Jika kau menghendaki kesempurnaan dalam dirimu, maka bergurulah.
Nanging yen sira ngguguru kaki, amiliha manungsa kang nyata, ingkang becik martabate, sarta kang wruh ing kukum, kang ngibadah lan kang wirangi, sukur oleh wong tapa, ingkang wus amungkul, tan mikir pawewehing liyan, iku pantes sira guronana kaki, sartane kawruhana.
Meskipun begitu, jika engkau berguru, Nak. Pilihlah guru yang sebenarnya, tinggi martabatnya, memahami hukum, dan rajin beribadah. Syukur-syukurjika kau temukan seorang pertapa yang tekun dan tidak mengharapkan imbalan orang lain, dia pantas kau gurui. Serta ketahuilah
Lamun ana wong micareng ngelmi, tan mupakat ing patang prakara, aja sira age-age, anganggep nyatanipun, saringana dipun baresih, limbangen lan kang patang, prakara rumuhun, dalil qadis lan ijemak, myang kiyase papat iku salah siji, anaa kang mupakat.
Jika seseorang berbicara tentang ilmu, tetapi tidak sesuai dengan empat hal, janganlah engkau terlalu cepat menganggap benar adanya. Saringlah agar bening dan ukurlah dengan empat hal, yaitu dalil, hadis, ijmak, dan kiyas. Salah satu dari keempat hal itu harus ada yang sesuai.
Nora kena lamun den antepi, yen ucula sing patang prakara, nora enak legetane, tan wurung ningal wektu, panganggepe wus angengkoki, nora kudu sembahyang, wus salat katengsun, banjure mbuwang sarengat, batal karam nora nganggo den singgahi, bubrah sakehing tata.
Tidak boleh kau terima (isyarat) jika lepas dari empat hal tadi, karena biasanya tidak baik. (kau akan) merasa sudah menjalankan ‘laku’ sehingga yidak harus sembahyang, akhirnya meninggalkan syariat, tidak perlu tahu mana yang haram dan batal. Hal itu akan merusak aturan.
Angel temen ing jaman mangkin, ingkang pantes kena ginuronan, akeh wong njaja ngelmune, lan arang ingkang manut, yen wong ngelmu ingkang netepi, ing panggawene sarak, den arani luput, nanging iya sasenengan, nora kena den uwor kareping janmi, papancene priyangga.
Memang sulit mencari seseorang yang patut kau gurui di zaman ini. Banyak yang menjajakan ilmu tetapi jarang yang mengikutinya. Jika seseorang berilmu dan menjalankan lakunya dengan benar, malah dianggap salah. Namun itu hak masing-masing, tidak boleh kau samakan keinginan orang, masing-masing memiliki perbedaan.
Ingkang lumrah ing mangsa puniki, apan guru ingkang golek sabat, tuhu kuwalik tingale, kang wus lumrah karuhun, jaman kuna mapan si murid, ingkang padha ngupaya, kudu anggeguru, samengko iki tan nora, Kyai Guru naruthuk ngupaya murid, dadiya kanthinira.
Yang biasa terjadi pada masa kini adalah guru yang mencari murid, itu tampak sangat ironis dengan kebiasaan yang terjadi di masa lalu. Zaman dulu murid yang berusaha mencari dan harus berguru, sekarang tidak begitu, malah guru yang ke sana ke mari mencari murid. Jadikan sebagai pengangan (kanthinira merupakan isyarat pola tembang berikutnya, yaitu Kinanthi).
PUPUH II
K I N A N T H I
Padha gulangen ing kalbu, ing sasmita amrih lantip, aja pijer mangan nendra, kaprawiran den kaesthi pesunen sariranira, sudanen dhahar lan guling.
Kalian biasakanlah mengasah kalbu, agar (pikiranmu) tajam menangkap isyarat, jangan hanaya selalu makan dan tidur, jangkaulah sikap kepahlawanan, latihlah dirimu dengan mengurangi makan dan minum.
Dadiya lakunireku, cegah dhahar lawan guling, lawan aja asukan-sukan, anganggoa sawatawis, ala watake wong suka, suda prayitnaning batin.
Jadikan sebagai lelakon, kurangi makan dan tidur, jangan gemar berpesta pora, gunakan seperlunya (karena) tabiat orang yang gemar berpesta pora adalah berkurangnya kepekaan batin.
Yen wus tinitah wong agung, aja sira gumunggung dhiri, aja raket lan wong ala, kang ala lakunireku, nora wurung ngajak-ajak, satemah anenulari.
Jika kau sudah ditakdirkan menjadi pembesar, janganlah menyombongkan diri, jangan kau dekati orang yang memiliki tabiat buruk dan bertingkah laku tidak baik, sebab suka atau tidak suka (hal itu) akan menular padamu.
Nadyan asor wijilipun, yen kelakuane becik, utawa sugih carita, carita kang dadi misil, iku pantes raketana, darapon mundhak kang budi.
Sekalipun berasal dari keturunan kelas bawah, namun memiliki kelakuan yang baik atau memiliki banyak cerita yang berisi (berguna), dia patut kau gauli, (hal itu) akan menambah kebijaksanaanmu.
Yen wong anom pan wus tamtu, manut marang kang ngadhepi, yen kang ngadhep akeh bangsat, nora wurung bisa anjuti, yen kang ngadhep keh durjana, nora wurung bisa maling.
Jika masih muda, biasanya mengikuti lingkungan, jika di lingkungan itu banyak penjahat, maka jahatnla ia. Jika di lingkungannya banyak pencuri, maka ia pun pandai mencuri.
Sanadyan ta nora melu, pasthi wruh solahing maling, kaya mangkono sabarang, panggawe ala puniki, sok weruha nuli bisa, iku panuntuning eblis.
Meskipun tidak ikut (mencuri) pasti mengetahui bagaimana cara mencuri. Demikanlah (karakter) semua perbuatan jelek, awalnya hanya tahu, kemudian bisa melakukan, itulah bujukan iblis.
Panggawe becik puniku, gampang yen wus den lakoni, angel yen durung kalakyan, aras-arasen nglakoni, tur iku den lakonana, mupangati badaneki.
Perbuatan yang benar itu akan mudah jika sudah dilaksanakan, terasa sulit jika belum dilakukan, enggan melaksanakan, namun jika dilakukan (hal itu) akan bermanfaat bagi jiwa raga kita.
Yen wong anom-anom iku, kang kanggo ing masa iki, andhap asor kang den simpar, umbag gumunggunging dhiri, obral umuk kang den gulang, kumenthus lawan kumaki.
Para pemuda di masa sekarang meninggalkan sopan santun dan rendah hati, sebaliknya mengumbar kesombongan dan tinggi hati.
Sapa sira sapa ingsun, angalunyat sarta edir, iku wewatone uga, nom-noman adoh wong becik, emoh angrungu carita, carita ala miwah becik.
Tidak mengenal teman satu sama lain, kurang ajar, dan congkak, itu juga kebiasaannya, para pemuda menjauhi orang yang berperilaku baik, tidak mau mendengar cerita yang baik maupun cerita yang jelek.
Cerita pan wus kalaku, panggawe ala lan becik, tindak bener ala lan ora, kalebu jro cariteki, mulane aran carita, kabeh-kabeh den kawruhi.
Adapun erita yang sudah terjadi, adalah perbuatan baik dan buruk, tingkah laku benar dan tidak benar termasuk ke dalam jenis cerita, oleh karena itu disebu cerita, selurihnya harus kau ketahui.
Mulane wong anom iku, abecik ingkang taberi, jejagongan lan wong tuwa, ingkang sugih kojah ugi, kojah iku warna-warna, ana ala ana becik.
Oleh karena itu, sebagai pemuda seharusnya rajin berkomunikasi dan berembug dengan orang tua yang banyak bicara. Ingat, bicara itu banyak macamnya, ada yang baik, ada pula yang buruk.
Ingkang becik kojahipun, sira anggoa kang pasthi, ingkang ala singgahana, aja sira anglakoni, lan den awas wong akojah, iya ing masa puniki.
Pastikan kau ikuti pembicaraan yang baik, yang kurang baik singkirkan, jangan kau lakukan, meskipun begitu, di masa sekarang waspadalah setiap orang bicara.
Akeh wong kang sugih wuwus, nanging den sampar pakolih, amung badane priyangga, kang den pakolehaken ugi, panastene kang den umbar, nora nganggo sawatawis.
Banayak orang yang pandai bicara namun pembicaraannya itu dibungkus dengan maksud untuk mementingkan diri sendiri, hanya dirinya yang diuntungka, mengumbar kedengkian tanpa batas.
Aja ana wong bisa tutur, amunga ingsun pribadhi, aja ana ingkang memadha, angrasa pinter pribadhi, iku setan nunjang-nunjang, tan pantes den pareki.
Jangan ada orang yang dapat berbicara kecuali dirinya sendiri dan jangan ada yang meyamai, merasa paling pandai, itu adalah perilaku setan, tidak pantas kau dekati.
Sikakna di kaya asu, yen wong kang mangkono ugi, dahwen apan nora layak, yen sira sandhinga linggih, nora wurung katularan, becik singkirana ugi.
Jika kau temui orang seperti itu, usirlah seperi kau menghalau anjing, dia tak patut kau dekati apalagi menemaninya duduk, niscaya kau akan ketularan, lebih baik hindarilah.
Poma-poma wekasingsun, mring kang maca layang iki, lair batin den estokna, saunine layang iki, lan den bekti mring wong tuwa, ing lair praptaning batin.
Bagi ayang membaca surat ini, perhatikan dengan sungguh-sungguh nasihatku ini, patuhilah secara lahir dan batin, laksnakan apa yang tertulis dalam surat ini, dan berbaktilah terhadap orang tua, lahir dan batin.
PUPUH III
G A M B U H
Sekar gambuh ping catur, kang cinatur polah kang kalantur, tanpa tutur katula-tula katali, kadaluwarsa kapatuh, katuruh pan dadi awon.
Sekar gambuh pola yang keempat, yang menjadi bahan perbincangan adalah perlaku yang tidak teratur, tidak mau mendengar nasihat, semakin lama semakin tak terkendali, hal ini akan berakibat buruk.
Aja nganti kabanjur, barang polah ingkang nora jujur, yen kebanjur sayekti kojur tan becik, becik ngupayaa iku, pitutur ingkang sayektos.
Jangan sampai kau terlanjur dengan tingkah polah yang tidak jujur, jika sudah telanjur akan mecelakakan, dan hal itu tidak baik. Oleh karena itu, berusahalah ajaran yang sejati.
Tutur bener puniku, sayektine apantes tiniru, nadyan metu saking wong sudra papeki, lamun becik nggone muruk, iku pantes sira anggo.
Ajaran yang benar itu patut kau ikuti, meskipun berasal dari orang yang rendah derajatnya, namun jika baik dalam mengajarkan, maka ia pantas kau terima.
Ana pocapanipun, adiguna adigang adigung, pan adigang kidang adigung pan esthi, adiguna ula iku, telu pisan mati sampyoh.
Ada kiasa yang berbunyi adiguna, adigang, adigung, adigang kiasan kijang, adigung kiasan gajah, dan adiguna kiasan ular. Ketiganya mati bersamaan.
Si kidang ambegipun, angandelaken kebat lumpatipun, pan si gajah angandelken gung ainggil, ula ngandelaken iku, mandine kalamun nyakot.
Tabiat si kijang adalah menyombongkan kecepatannya berlari, si gajah menyombongkan tubuhnya yang tinggi besar, sedangkan si ular menyombongkan bisaya yang ganas bila menggigit.
Iku upamanipun, aja ngandelaken sira iku, suteng nata iya sapa kumawani, iku ambeke wong digang, ing wasana dadi asor.
Itu semua hanya perumpamaan, janganlah kau menyombongkan diri karena putra raja sehingga merasa tidak mungkin ada yang berani, itu tabiat yang adiganng, ujung-ujungnya merendahkanmu.
Adiguna puniku, ngandelaken kapinteranipun, samubarang kabisan dipundheweki, sapa bisa kaya ingsun, togging prana nora enjoh.
Watak adiguna adalah menyombongakan kepandaiannya, seluruh kepandaian adalah miliknya. Siapa yang bisa seperti aku, padahal akhirnya tidak sanggup.
Ambek adigung iku, angungasaken ing kasuranipun, para tantang candhala anyenyampahi, tinemenan nora pecus, satemah dadi geguyon.
Tabiat orang adigung adalah menyombongkan keperkasaan dan keberaniannya, semuanya ditantang berkelahi, bengis, dan suka mencela. Tetapi jika benar-benar dihadapi, ia tak akan melawan, bahkan jadi bahan tertawaan.
Ing wong urip puniku, aja nganggo ambek kang tetelu, anganggowa rereh ririh ngati-ati, den kawangwang barang laku, kang waskitha solahing wong.
Dalam kehidupan, jangan kau kedepankan tiga tabiat tersebut, berlakulah sabar, cermat, dan hati-hati. Perhatikan segala tingkah laku, waspadai segala perilaku orang lain.
Dene tetelu iku, si kidang suka ing panitipun, pan si gajah alena patinireki, si ula ing patinipun, ngandelaken upase mandos.
Dari ketiganya itu, si kijang mati karena kegembiraannya, gajah mati karena keteledorannya, sedangkan ular mati karena keganasan bisanya.
Tetelu nora patut, yen tiniru mapan dadi luput, titikane wong anom kurang wewadi, bungah akeh wong kang nggunggung, wekasane kajalomprong.
Ketiganya tidak patut kau tiru, kalau kau tiru akibatnya akan buruk. Ciri-ciri pemuda adalah tidak dapat menyimpan rahasia , senang bia banyak yang menyanjung yang akhirnya menjerumuskan.
Yen wong anom iku, kakehan panggunggung, dadi kumprung, pengung bingung wekasane pan angoling, yen ginunggung muncu-muncu, kaya wudun meh mencothot.
Jika pemuda terlalu banyak sanjungan, maka ia menjadi tolol, tuli, dan bingung, akhirnya mudah diombang-ambingkan, jika sedang dimuji, maka monyong seperti bisul yang hampir meletus.
Dene kang padha nggunggung, pan sepele iku pamrihipun, mung warege wadhuk kalimising lathi, lan telese gondhangipun, reruba alaning uwong.
Adapun yang senang menyanjung sangat sederhana keinginannya, yaitu kenyang perut, basah lidah dan tenggorokan dengan menjual keburukan orang lain.
Amrih pareke iku, yen wus kanggep nuli gawe umuk, pan wong akeh sayektine padha wedi, tan wurung tanpa pisungsung, adol sanggup sakehing wong.
Supaya dekat (dengan atasan). Jika sudah terpakai kemudian membuat ulah dengan membuat orag menjadi takut sehingga ia menerima upeti dari hasil menjual kemampuan orang lain.
Yen wong mangkono iku, nora pantes cedhak lan wong agung, nora wurung anuntun panggawe juti, nanging ana pantesipun, wong mangkono didhedheplok.
Orang seperti itu tidak pantas untuk berdekata dengan pembesar karena dapat mendorong untuk berbuat jahat. Meskipun begitu tetap ada kepantasannya, yaitu ditumbuk.
Aja kakehan sanggup, durung weruh tuture agupruk, tutur nempil panganggepe wruh pribadi, pangrasane keh kang nggunggung, kang wus weruh amalengos.
Jangan terlalu merasa tahu banyak. Belum melihat dengan mata kepala sendiri tetapi banyak berbicara, bahkan hanya dengan mendengar seolah-olah mengetahui sendiri. Dikiranya banyak yang menyanjung, padahal yang mengetahuinya akan memalingkan muka.
Aja nganggo sireku, kalakuwan kang mangkono iku, nora wurung cinirenen den titeni, mring pawong sanak sadulur, nora nana kang pitados.
Oleh karena itu, Nak. Jangan kau bersikap seperti itu karena pasti akan mencadi catatan dalam hati sanak saudara. Mereka tidak akan percaya lagi kepadamu.
PUPUH IV
P A N G K U R
Sekar pangkur kang winarna, lelabuhan kang kanggo wong ngaurip, ala lan becik puniku, prayoga kawruhana, adat waton puniku dipunkadulu, miwah ingkang tata krama, den kaesthi siyang ratri.
Nasihat ini dibalut dengan tembang Pangkur. Seyogyanya kau memahami hakikat pengabdian bagi kehidupan, tentang baik dan buruk perlu kau ketahui. Pahami pula ada dan aturan, serta siang malam jangan kau lupakan tata krama
Deduga lawan prayoga, myang watara reringa aywa lali, iku parabot satuhu, tan kena tininggala, tangi lungguh angadeg tuwin lumaku, angucap meneng anendra, duga-duga nora kari.
Jangan kau lupakan pertimbangan, boleh sedikit curiga karena hal itu merupakan (keharusan) yang tidak boleh kau lupakan, baik ketka sedang terjaga, duduk, bangun, maupun berjalan, diam, berbicara, maupun tidur (jangan lupakan nalar).
Miwah ta sabarang karya, ing prakara kang gedhe lan kang cilik, papat iku aja kantun, kanggo sadina-dina, rina wengi nagara miwah ing dhusun, kabeh kang padha ambegan, papat iku aja lali.
Demikian pula pertimbangan empat perkara dalam segala hal baik yang besar maupun yang kecil jangan kau lupakan, terapkan sehari-hari, siang atau malam, di kota maupun di desa. (Hal ini berlaku) untuk semua makhluk yang bernapas.
Kalamun ana manusa, anyinggahi dugi lawan prayogi, iku watake tan patut, awor lawan wong kathah, wong degsura ndaludur tan wruh ing edur, aja sira pedhak-pedhak, nora wurung neniwasi.
Jika ada manusia yang melupakan pertimbangan nalar, itu tak patut berbaur dengan orang banyak. Janganlah kau dekati orang yang tak tahu adat dan hanya menuruti kemauannya sendiri, (orang seperto itu) akan membawa kehancuran.
Mapan watake manusa, pan ketemu ing laku lawan linggih, solah muna-muninipun, pan dadi panengeran ingkang, kang apinter kang bodho miwah kang luhur, kang sugih lan kang melarat, tanapi manusa singgih.
Ciri perilaku manusia itu tampak dari bagaimana caranya berjalan dan duduk, tindak-tanduk dalam berbicara. Meskipun orang itu pandai atau bodoh, berderajat tinggi atau hina, kaya atau miskin.
Ulama miwah maksiyat, wong kang kendel tanapi wong kang jirih, durjana bebotoh kaum, lanang wadon pan padha, panitike manusa wateke wewatekipun, apa dene wong kang nyata, ing pangawruh kang wus pasthi.
Ulama atau penjahat, pemberani maupun penakut, pencuri maupun bebotoh, atau lelaki maupun perempuan semua memiliki ciri-ciri yang sama.
Tinitik ing solah muna, lawan muni ing laku lawan linggih, iku panengeran agung, winawas ginrahita, pramilane ing wong kuna-kuna iku, yen amawas ing sujanma, datan kongsi mindho gaweni.
Terlihat dari tindak-tanduk, berbicara, berjalan, dan duduk, itu cirri utama yang mudah diketahui dan dirasakan. Oleh karena itu, orang jaman duu tidak pernah salah dalam menilai orang.
Masa mengko mapan arang, kang katemu ing basa kang basuki, ingkang lumrah wong puniku, dhengki srei lan dora, iren meren dahwen pinasten kumingsun, opene nora prasaja, jail mutakil bakiwit.
Masa sekarang, sangat sulit menemukan perilaku yang baik. Umumnya (manusia sekarang) itu dengki, serakah, dan pembohong, malas, iri, senang encela, sombong, tidak jujur, jahil, banyak curiga, dan curang.
Alaning liyan den andhar, ing becike liyan dipun simpeni, becike dhewe ginunggung, kinarya pasamuan, nora ngrasa alane dhewe ngendhukur, wong mangkono wateknya, nora kena denpedhaki.
Kejelekan orang lain disebarluaskan, sementara kebaikan (orang lain) disembunyikan, kebaikannya sendiri disanjung-sanjung dan dibicarakan dalam pertemuan, tidak merasa kejelekannya sendiri bertumpuk. Orang yang bertabiat seperti itu tidak layak kau dekati.
Iku wong durjana murka, nora nana mareme jroning ati, sabarang karepanipun, nadyan wusa katekan, karepane nora mari saya banjur, luwamah lawan amarah, iku kang den tut wuri.
Orang seperti itu disebutpenjahat serakah, tidak pernah merasa puas meskipun semua keinginannya telah terpenuhi, kemauannya tidak ernah berhenti, malah semakinmenjadi-jadi, menurutkan hawa nafsu lawamah dan amarah.
Ing sabarang tingkah polah, ing pangucap tanapi lamun linggih, sungkan asor ambekipun, pan lumuh kaungkulan, ing sujanma pangrasane dhewekipun, nora nana kang memadha, angrasa luhur pribadi.
Segala tingkah laku, dalam berbicara maupun duduk, tabiatnya tidak mau dikalahkan oleh orang lain, tidak mau ada yang menyamai, ia merasa dirinya paling tinggi.
Aja nedya katempelan, ing wewatek kang tan panates ing budhi, watek rusuh nora urus, tunggal lawan manusa, dipun sami karya labuhan kang patut, darapon dadi tuladha, tinuta ing wuri.
Jangan sampai kau dihinggapi tabiat yang tidak pantas karena perilaku jahat seperti itu tidak patut disandang manusia. Seyognya berbuatlah kebajikan sehingga menjadi suri teladan dan panutan di kemudian hari.
Aja lunyu lemer genjah, angrong pasanakan nyumur gumuling, ambubut arit puniku, watek datan raharja, pan wong lunyu nora pantes dipunenut, monyar-manyir tan anteban, dela lemeran puniku.
Janganlah bersikap lunyu lemer genjah, angrong pasanakan nyumur gumuling, dan ambubut arit karena sifat itu tidak akan menyelamatkanmu, tidak patut kau anut. Watak lunyu itu artinyakata-katanya tidak bisa dipegang, sedangkan sifat lemer.
Para penginan tegesnya, genjah iku cak-cekan barang kardi, angrong pasanak liripun, remen ulah miruda, mring rabine sadulur miwah ing batur, mring sanak myang prasanakan, sok senenga den ramuhi.
Adalah mudah tergiur sesuatu. Genjah artinya senang berkata jorok, angrong pasanakan artinya senang berselingkuh dengan istri orang, dan jika sudah mencintai istri sahabat atau kerabat harus terlaksana.
Nyumur guling linira, ambeladhah nora duwe wewadi, nora kene rubung-rubung, wewadine den umbar, mbuntut arit punika pracekanipun, ambener ing pangarepan, nanging nggarethel ing wuri.
Nyumur gumuling artinya tidak dapat menyimpan rahasia, jika mendengar kabar (meskipun sebagian) langsung disebarluaskan. Mbuntut arit artinya di awal terdengar baik tapi menggerutu di belakang.
Sabarang kang dipun ucap, nora wurung amrih oleh pribadi, iku labuhan patut, aja na nedya nulad, ing wateking nenem prakara punika, sayogyane ngupayaa, lir mas tumimbul ing warih.
Semua yang diucapkannya hanya untuk keuntungan diri sendiri. Hal itu bukan kebajikan yang baik, dan jangan ada yang meniru keenam sifat di atas. Seyogyanya berlakulan seperti emas yang tersembul di permukaan. (mas tumimbul merupakan isyarat pola tembang berikutnya yaitu maskumambang).
PUPUH V
MASKUMAMBANG
Nadyan silih bapa biyung kaki nini, sadulur myang sanak, kalamun muruk tan becik, nora pantes yen den nuta.
Meskipun ayah, ibu, kakek, maupun nenek jika nasihatnya tidak baik, maka jangan kau dengar, tidak patut kau turuti.
Apan kaya mangkono karepaneki, sanadyan wong liya, kalamun watake becik, miwah tindake prayoga.
Demikian seharusnya. Meskipun orang lain, namun memiliki tabiat dan tingkah lakunya yang baik.
Iku pantes yen sira tiruwa ta kaki, miwah bapa biyung, amuruk watek kang becik, iku kaki estokena.
Itu pantas kau tiru, Nak, begitu pula jika ayah dan ibu memiliki nasihat yang baik, maka turutilah, Nak.
Wong tan manut pitutur wong tuwa ugi, pan nemu duraka, ing dunya praptaning akhir, tan wurung kasurang-surang.
Orang yang tidak mentaati orang tua itu durhaka, dia akan kena kutuk sejak hidup di dunia sampai di alam akhir
Maratani mring anak putu ing wuri, den padha prayitna, aja sira kumawani, ing bapa tanapi biyang.
Hingga kelak ke anak cucu. Oleh karena itu, perhatikan sungguh-sungguh, jangan engkau kurang ajar kepada ayah atau ibu.
Ana uga etung-etungane kaki, lelima sinembah, dununge sawiji-wiji, sembah lelima punika.
Ada juga yang disebut dengan lima sujud (bakti), Nak. Adapun kelima jenis sujud (bakti) itu adalah :
Kang dhingin rama ibu kaping kalih, marang maratuwa, lanang wadon kaping katri, ya marang sadulur tuwa.
Yang pertama ayah dan ibu, kedua kepada mertua baik laki-laki maupun perempuan, ketiga kepada saudara tua.
Kaping pate marang guru sayekti, sembah kaping lima marang Gustinira yekti, parincine kawruhana.
Keempat kepada guru, sedangkan kelima kepada raja (atasan). Adapun penjelasannya adalah
Pramila rama ibu den bekteni, kinarya jalaran, anane badan puniki, kinawruhan padhang hawa.
Mengapa ayah dan ibu harus dibaktikan, sebab keduanya adalah perantara yang menyebabkan kita hadir di dunia.
Uripira pinter samubarang kardi, saking ibu rama, ing batin saking Hyang Widdhi, milane wajib sinembah.
Semua kepandaianmu bermula dari ayah dan ibu yang secara mata batin berasal dari Yang Mahakuasa. Oleh karena itu (mereka) patut kau sembah.
Ya mulane maratuwa jalu estri, pan wajib sinembah, angsung kabungahan tuwin, aweh rasa ingkang nyata.
Mengapa kedua mertuamu patut kau sembah, sebab mereka memberimu kebahagiaan dan kenikmatan sejati.
Katanipun sadulur tuwa puniki, pan wajib sinembah, gegentening bapa benjing, mulane guru sinembah.
Sementara saudara tua harus kau sembah karena ia adalah ganti ayah kelak. Adapun guru wajib disembah karena.
Kang atuduh sampurnanning urip, tumekeng antaka, madhangken pethenging ati, anuduhaken marga mulya.
Yang menunjukkan kesempurnaan hidup sampai datangnya kematian, menerangkan gelapnya hati, menunjukkan jalan kemulyaan.
Wong duraka ing guru abot sayekti, milae den padha, mintaa sih ywa nganti, suda kang dadi sihira.
Orang yang dikutuk guru sangat berat, oleh karena itu mengharaplah kasih sayang guru kepadamu jangan sampai berkurang.
Kaping lima dununge sembah puniki, mring Gusti Kang Murba, ing pati kalawan urip, aweh sandhang lawan pangan.
Adapun sembah yang kelima adalah kepada raja yang berkuasa atas hidup dan matimu, memberimu sndang dan pangan
Wong neng dunya kudu manut marang Gusti, lawan dipunawas, sapratingkahe den esthi, aja dumeh wus awirya.
Orang yang hidup seyogyanya berbakti kepada raja serta menjaga segala tindakan agar selalu benar, jangan sombong meskipun sudah berkuasa
Nora beda putra santana wong cilik, yen padha ngawula, pan kabeh namaning abdi, yen dosa kukume padha.
Tidak berbeda antara putra raja dan kerabat raja dengan rakyat jelata dalam hal mengabdi. Bukankah kedudukan abdi semuanya sama di mata hukum?
Yen rumasa putra santana sireki, dadine tyasira, angendiraken sayekti, nora wurung anemu papa.
Jika kau merasa sebagai putra raja atau kerabat raja, itu artinya kau menyombongkan diri, hal ini akan menyebabkan kesulitan bagimu
Angungasken putra sentananeng Aji, iku kaki aja, wong suwita nora keni, kudu wruh ing karyanira.
Janganlah kau mengagungkan diri sebagai putra raja, Anakku orang yang mengabdi (kepada raja) tidak boleh demikian, kau harus tahu kewajiban
Yen tinuduh marang Sang Maha Narpati, sabarang tuduhnya, iku estokna ugi, karyanira sungkemana.
Jika diperintah oleh Sri Baginda, apapun bentuk printahnya, maka hormati dan taati perintahnya
Aja mengeng ing parentah sang siniwi, den pethel aseba, aja malincur ing kardi, lan aja ngepluk sungkanan.
Janganlah menghindar pada perintah raja. Rajinlah menghadap dan jangan malas menjalankan tugas. Jangan sering terlambat dan menolak tugas.
Luwih ala-alane ing wong ngaurip, wong ngepluk sungkanan, tan patut ngawuleng aji, angengera sapa-sapa.
Seburuk-buruknya orang hidup adalah bangun terlambat dan menolak kewajiban. Jika mengabdi kepada raja bahkan mengabdi kepada siapapun, hal itu tidak layak
Angengera ing bapa biyung pribadi, yen ngepluk sungkanan, nora wurung den srengeni, binalang miwah pinala.
Ikut pada ayah maupun ibu sekalipun, jika bangun terlambat dan menolak kewajiban pasti dimarahi, disambit, atau dipukul.
Apa kaya mangkono ngawuleng aji, yen ngepluk sungkanan, tan wurung manggih bilahi, ing wuri aja ngresula.
Demikan pula mengabdi kepada raja, jika bangun terlambat dan malas akan celaka, (jika terjadi hal demikian) jangan kau menyesal di belakang hari
Pan kinarya dhewe bilahine ugi, lamun tinemenan, sabarang karyaning Gusti, lahir batin tan suminggah.
Bukankah celakanya itu hasil kerjanaya juga? Jika kau bersungguh-sungguh secara lahir batin, jangan kau menghindar
Mapan Ratu tan duwe kadang myang siwi, sanak prasanakan, tanapi garwa kekasih, amung bener agemira.
Karena memang raja tidak memiliki putra, saudara, dan kerabat, demikian puia (raja) tidak memiliki istri atau kekasih, yang dipegang hanya aturan.
Kukum adil adat waton kang denesthi, mulane ta padha, den rumeksa marang Gusti, endi lire wong rumeksa.
Hukum yang adil dan adat istiadat, itu yang dijalankan raja. Oleh karena itu, jagalah. Adapun cara menjaga raja adalah.
Dipun gemi nastiti ngati-ati, gemi mring kagungan, ing Gusti ywa sira wani, anggegampang lawan aja
Hidup hemat, teliti, damn hati-hati. Janganlah kau menggampangkan milik raja, juga jangan
Wani-wani nuturken wadining Gusti, den bisa rerawat, ing wewadi sang siniwi, nastiti barang parentah.
Sekalipun berani membocorkan rahasia raja. Simpanlah rapat-rapat rahasia raja dan cermati selurruh perintahnya.
Ngati-ati ing rina kalawan wengi, ing rumeksanira, lan nyadhong karsaning Gusti, Dudukwuluhe kang tampa.
Cermatilah segala milik raja dan berhati-hatilah siang dan malam sambil menerima perintah raja (dudukwuluhe adalah isyarat pola tembang berikutnya, yaitu dudukwuluh)
PUPUH VI
DUDUK WULUH
Wong ngawula ing Ratu luwih pakewuh, nora kena minggrang-minggring, kudu mantep sartanipun, setya tuhu marang Gusti, dipun miturut sapakon.
Mengabdi kepada raja memang amat repot, tidak boleh ragu-ragu dan harus mantap, serta setia dan percaya kepada raja.
Mapan Ratu kinarya wakil Hyang Agung, marentahaken hukum adil, pramila wajib den enut, sing sapa tan manut ugi, ing parentahe Sang Katong.
Bukankah raja adalah wakil Yang Mahaagung, yang menjalankan hukum dan keadilan sehingga harus ditaati. Barang siapa yang tidak menuruti perintah sang raja.
Aprasasat mbadali karseng Hyang Agung, mulane babo wong urip, saparsa suwiteng Ratu, kudu eklas lair batin, aja nganti nemu ewoh.
Ibarat ingkar dari Yang Mahaagung. Oleh karena itu, setiap yang mengabdi kepada raja harus ikhlas lahir batrin agar tidak mendapat kesulitan
Ing wurine yen ati durung tuwajuh, angur sira ngabdi, becik ngidunga karuhun, aja age nuli ngabdi, yen durung eklas ing batos.
di belakang hari. Jika hati belum bulat, jangan kau mengabdi, lebih baik jika menumpang tinggal dulu jangan kemudian mengabdi jika batin belum pasrah
Anggur ngindung bae pan nora pakewuh, lan nora nana kang ngiri, amungkul pakaryanipun, nora susah tungguk kemit, seba apan nora nganggo
Lebih baik menumpang tinggal agar tidak susah dan tidak ada ayang memerintah, tekun bekerja, tidak perlu bertugas jaga, bahkan tidak perlu menghadap.
Mung yen ana tongtonan metu ing lurung, kemul bebede sasisih, sarwi mbanda tanganipun, glindhang-glindhung tanpa keris, andhodhok pinggiring bango.
Cuma jika ada keramaian tontonan di jalan, keluar dengan kain bebed sebelah sambil bersilang tangan, hilir mudik tanpa keris, duduk di pinggir warung.
Suprandene jroning tyas, anglir tumenggung, mengku bawat Senen Kemis, mankono iku liripun, nora kaya wong ngabdi, wruh plataraning Sang Katong.
Meskipun demikian, di dalam hatinya merasa sebagai seorang tumenggung yang berpatyung kebesaran. Sikap seperti itu bukanlah sikap pengabdi yang setiap hari hanya melikat halaman istana.
Lan keringan sarta ana aranipun, lan ana lungguhe ugi, ing salungguh-lungguhipun, nanging ta dipunpakeling, mulane pinardi kang wong.
Yang terhormat, memiliki gelar dan kedudukan. Tetapi ingat, orang yang mengabdi itu harus memperhatikan.
Samubarang karyanira Sang Aprabu, sayekti kudu nglakoni, sapalakartine iku, wong kang padha-padha ngabdi, panggaweyane pan saos.
Seluruh perintah raja harus dilaksanakan, karena kewajiban mengabdi adalah menghadap dan menantikan perintah raja.
Kang nyantana bupati mantri panewu, kliwon peneket miji, panalaweyan pananjung, tanapi para prajurit, lan kang nambut karyeng katong.
Baik yang mengadi sebagai bupati, mantra, penewu, kliwon, peneket, miji, panalawe, pananjung, maupun prajurit dan yang bekerja pada raja
Kabeh iku kawajiban sebanipun, ing dina kang amarengi, wiyosanira Sang Aprabu, sanadyan tan miyos ugi, pasebane aja towong.
Semua memiliki kewajiban untuk menghadap pada hari yang bersamaan pada saat raja bersidang. Sekalipun tidak ikut bersidang, jangan (dijadikan alasan untuk) tidak menghadap.
Ingkang lumrah yen karep seba wong iku, nuli ganjaran den icih, yen tan oleh nuli mutung, iku sewu sisip, yen wus mangerti ingkang wong.
Biasanya, orang yang rajin menghadap itu mengharapkan mendapat hadiah, jika tidak mendapat hadiah, ia ngambek. (sikap seperti itu) keliru bagi orang yang bijak
Tan mangkono etunge kang uwis weruh, ganjaran datan pinikir, ganjaran pan wus rumuhun, amung naur sihing Gusti, winales ing lair batos.
Bagi yang sudah mengetahui, perhitungannya tidak begitu, masalah hadiah tidak dipikirkan, karena hadiah sebenarnya sudah diterima terlebih dahulu, sehingga tinggal membalas kebaikan raja dengan lahir batin
Setya tuhu marang saprentahe pan manut, ywa lenggana karseng Gusti, wong ngawula paminipun, lir sarah mungging jaladri, darma lumampah sapakon.
Melaksanakan segala perintah raja. Jangan membantah kehendak raja. Orang mengabdi ibarat sampah di samudra, hanya sekedar menjalankan
Dene begja cilaka utawa luhur, asor iku pan wus pasthi, ana ing bebadanira, aja sok amuring muring, marang Gusti Sang Akatong.
Adapun kebahagiaan dan kesengsaraan, ataupun tinggi rendah tergantung pada takdir masing-masing, jangan suka marak kepada raja
Mundhak ngakehaken ing luputireku, ing Gusti tuwin Hyang Widdhi, dene ta sabeneripun, mupusa kalamun pasthi, ing badan tan kena megoh.
Hal itu akan menambah kesalahan kepada raja serta Yang Mahakuasa. Yang benar adalah menerima takdir diri, jangan berdiam diri
Tulisane ing lohkil makful kang rumuhun, pepancen sawiji-wiji, tan kena owah sarambut, tulisan badan puniki, aja na mundur ing kewoh.
Yang sudah tersurat dalam laukhil makfudz tidak dapat diubah barang serambutpun, oleh karena itu jangan mundur meghadapinya (mundur adalah isyarat pola tembang berikutnya, yaitu durma)
PUPUH VII
D U R M A
Dipun sami ambanting ing badanira, nyudha dhahar lan guling, darapon sudaa, nepsu kang ngambra-ambra, rerema ing tyasireki, dadya sabarang, karyanira lestari.
Biasakanlah melatih dirimu untuk prihatin dengan mengurangi makan dan tidur agar berkurang nafsu yang menggelora, heningkan hatimu hingga tercapai yang kau inginkan
Ing pangrawuh lair batin aja mamang, yen sira wus udani, mring sariranira, lamun ana kang Murba, masesa ing alam kabir, dadi sabarang, pakaryanira ugi.
Janganlah ragu terhadap pengetahuan lahir batin. Jika kau memahami bahwa dalam kehidupan ini ada yang berkuasa, mudah-mudahan keinginanmu terkabul.
Bener luput ala becik lawan beja, cilaka mapan saking, ing badan priyangga, dudu saking wong liya, mulane den ngati-ati, sakeh dirgama, singgahana den eling.
Benar salah, baik buruk, serta untung rugi, bukankah berasal dari dirimu sendiri? Bukan dari orang lain. oleh karena itu, hati-hatilah terhadap segala ancaman, hindari dan ingat
Apan ana sesiku telung prakara, nanging gedhe pribadi, puniki lilira, yokang telung prakara, poma ywa nggunggung sireki, sarta lan aja, nacat kepati pati.
Bukankah ada tiga perkara utama yang akan membesarkanmu? Ketiga perkara tersebut adalah jangan menyombongkan diri, jangan mecela.
Lawan aja maoni sabarang karya, sithik-sithik memaoni, samubarang polah, tan kena wong kumlebat, ing masa mengko puniki, apan wus lumrah, uga padha maoni.
Dan jangan mengritik hasil orang lain, sedikit-sedikit mengritik, segala tingkah orang lain dikritik. Memang zaman sekarang sudah lumrah orang mengritik.
Mung tindake dhewe datan winaonan, ngrasa bener pribadi, sanadyan benera, yen tindake wong liya, pasti den arani sisip, iku wong ala, ngganggo bener pribadi.
Hanya hasil karya sendiri yang tidak dikritik karena merasa paling benar. Meskipun benar, jika perbuatan orang lain pasti dikatakan salah. Hal itu salah karena kebenarannya menggunakan (ukuran) diri sendiri
Nora nana panggawe kang luwih gampang, kaya wong memamaoni, sira eling-eling, aja sugih waonan, den sami salajeng budi, ingkang prayoga, sapa-sapa kang lali.
Tidak ada perbuatan yang lebih mudah daripada mengritik. Kau ingatlah, jangan terlalu sering mengritik, selalulah berpikir baik. Barang siapa yang lupa
Ingkang eling iku padha angilangna, marang sanak kanca kang lali, den nedya raharja, mangkono tindakira, yen tan nggugu liya uwis, teka menenga, mung aja sok ngrasani.
Dari yang ingat, maka ingatkan. Kepada sanak dan kerabat semoga bahagia. Begitu seharusnya tidakanmu, namun jika tidak diturut, maka diamlah, namun jangan membicarakan
Nemu dosa gawanen sakpadha-padha, dene wong ngalem ugi, yen durung pratela, ing temen becikira, aja age nggunggung kaki, meneh tan nyata, dadi cirinireki.
Kau akan berdosa pada sesame. Begitupun jika kau memuji yang belum kaubuktikan kebenarannya, jangan terburu-buru memuji, Anakku. Karena jika tidak terbukti malah akan menjadi celaan
Dene kang wus kaprah ing masa samangkya, yen ana den senengi, ing pangalemira, pan kongsi pandirangan, matane kongsi malirik, nadyan alaa, ginunggung becik ugi.
Adapun yang sering terjadi pada zaman sekarang adalah jika ada orang yang disenanginya maka dipuji setinggi langit sampai matanya melotot, meskipun jelek tetapi tetap dikatakan baik
Aja ngalem aja mada lamun bisa, yen uga masa mangkin iya ing sabarang, yen nora sinenengan, den poyok kapati pati, nora prasaja, sabarang kang den pikir.
Kalau bisa, jangan memuji atau mencela. Namun kini, jika tidak disenangi maka akan dicela habis-habisan, yang dipikirkan pun bermacam-macam
Ngandhut rukun becike ngarep kewala, ing wuri angarsani, ingkang ora-ora, kabeh kang rinasanan, ala becik den rasani, tan parah-parah, wirangronge gumanti.
Pada awalnya berpura-pura baik, tetapi di belakang diomongkan yang bukan-bukan, pembicaraan pun berganti (wirangrong merupakan isyarat pergantian pola tembang beirkutnya, yaitu wirangrong)
PUPUH VIII
WIRANGRONG
Den samya marsudeng budi, wuweka dipun was paos, aja dumeh bisa muwus, yen tan pantes ugi, sanadya mung sekecap, yen tan pantes prenahira.
Hendaklah kau berusaha mengendalikan diri dan berhati-hati, jangan mentang-mentang pandai berbicara jika tak layak (didengar), meskipun hanya sepatah kata jika bukan pada tempatnya
Kudu golek masa ugi, panggonan lamun miraos, lawan aja age sira muwus, durunge den kaesthi, aja age kawedal, yen durung pantes lan rowang.
Carilah waktu dan tempat jika ingin bicara, jangan terburu-buru berbicara sebelum kau piker, jangan cepat-cepat kau keluarkan (isi hati) jika belum layak siapa yang kau ajak bicara
Rowang sapocapan ugi, kang pantes ngajak calathon, aja sok metuwo wong celathu, ana pantes ugi, rinungu mring wong kathah, ana satengah micara.
Perhatikan dengan siapa kau berbicara sehingga tidak asal bicara. (pembicaraan itu) ada yang layak didebgarkan orang banyak ada pula yang tidak
Tan pantes kanggo ngawruhi, milane lamon miraos, dipun ngarag-ngarah ywa kabanjur, yen sampun kawijil, tan kena tinurutan, milane dipun prayitna
Diketahui orang banyak. Oleh karena itu, jika berbicara jangan melantur karena jika telanjur terucap tidak dapat ditarik kembali
Lan maninge wong ngaurip, aja ngakehken supaos, iku gawe reged badanipun, nanging masa mangkin, tan ana itungan prakara, supata ginawe dinan.
Di samping itu, orang hidup jangan terlalu banyak bersumpah, itu akan mengotori dirimu, namun zaman sekarang tidak ada pertimbangan, bersumpah adalah perbuatan sehari-hari
Den gemi marang ing lathi, aja ngakehke pepisoh, cacah cucah erengan ngabul-abul, lamun andukani, den dumeling dosanya, mring abdi kang manggih duka.
Berhematlah dengan lidahmu, jangan memperbanyak umpatan, menggerutu, dan marah-marah. Jika kau marah, sebutkan kesalahan bawahanmu itu
Lawan padha den pakeling, teguhna lahir batos, aja ngalap randhaning sedulur, sanak miwah abdi, rowang ing sapangandhap, miwah maring pasanakan.
Dan juga ingatlah, kuatkan lahir batin, jangan mengharapkan janda saudaramu, kerabat, maupun bawahanmu, dan seterusnya
Gawe salah graitaning, ing liyan kang sami anom, nadyan lilaa lanangipun kang angrungu elik, ing batin tan pitaya, masa kuranga wanodya.
Hal itu akan membuat curiga orang yang mengetahuinya, sekalipun suaminya rela, tetapi yang mendengarnya tidak yakin, tidak mungkin kurang wanita
Tan wurung dipun cireni, ing batin ingaran rusoh, akeh jaga-jaga jroning kalbu, arang ngandel batin, ing tyase padhasuda, pangandele mring bendara.
Hal itu pasti dijadikan tanda dan dicap jorok. Di dalam hatinya, mereka tidak percaya, hal itu menyebabkan kepercayaan kepada tuannya akan berkurang
Anu cacat agung malih, anglangkungi saking awon, apan sakawan iku akeh pun, dhingin wong madati, pindho wong ngabotohan, kaping tiga wong durjana.
Ada lagi cacat yang lebih besar dari kesalahan, yaitu empat perilaku, pertama madat, kedua bertaruh, dan ketiga pencuri
Kaping sakawane ugi, wong ati sudagar awon, mapan suka sugih watekipun, ing rina lan wengi, mung batine den etang, alumuh lamun kalonga.
Yang keempat adalah berwatak pedagang. Adapun watak pedagang dianggap jelek karena siang malam hanya memikirkan keuntungan, tidak mau jika berkurang.
Iya upamane ugi, duwe dhuwit pitung bagor, mapan nora marem ing tyasipun, ilanga sadawa, gegetun patang warsa, padha lan ilang sanambang.
Meskipun memliki uang empat karung pun, belum tenang hatinya, sekalipun hanya hilang satu sen, menyesalnya sampai empat bulan, sama dengan hilang seribu
Wong ati sudagar ugi, sabarang prakara tamboh, amung yen ana wong teka iku, anggegawe ugi, gegadhen pan tumanggal, ulate teka sumringah.
Orang berwatak pedagang, dalam banyak hal pura-puta tidak tahu, namun jika ada orang yang dating sambil membawa barang jaminan, ia bersikap ramah dan wajanya pun cerah.
Dene wong durjana ugi, nora ana den raos, rina wengi mung kang den etung, duweke liyan nenggih, dahat datan prayoga, kalamun wateke durjana.
Sedangkan watak pencuri, tidak ada lagi yang dirasakan, siang malam yang diperhitungkan adalah milik orang lain. oleh kaera into sangat tidak baik berwatak pencuri
Dene bebotoh puniki, sabarang pakaryan lumoh, lawan kathah linyok para padha, yen pawitan enting tan wurung anggegampang, ya marang darbeking sanak.
Adapun watak penjudi itu malas bekerja, sering berbohong, dan suka beradu mulut, jika modalnya habis, maka menggampangkan segala milik saudara
Nadyan wasiyating kaki, nora wurung dipun edol, lamun menang lali gawe angkuh, pan kaya bopati, wewah tan ngarah-arah, punika awoning bangsat.
Bahkan warisan kakeknya pun berani dijual. Jika menang lupa daratan, lagaknya seperti bupati, member dengan tanpa perhitungan. Begitulah kejelekan penjudi.
Kabutuhe nuli memaling, tinitenan saya awon, apan boten wonten panedinipun, pramilane sami, sadaya nyinggahana, anggegulang ngabotohan.
Jika sudah terpaksa terus mencuri, lama-kelamaan kejelekannya ketahuan karena memang tidak ada penghasilan. Oleh karena itu, hindarilah dan jangan lakukan perjudian
Dene ta wong akng madati, kesade kaworan lumuh, amung ingkang dados senengipun, ngadep diyan sarwi, linggih ngamben jejegang, sarwi leleyang bedudan.
Adapun pemadat wataknya malas tidak kepalang, kesukaannya hanya menghadapi lampu sambil duduk di amben bertumpang kaki sambil menimang culim.
Yen leren nyeret, netrane pan merem karo, yen wus ndadi awake akuru, cahya biru putih, njalebut wedi toya, lambe biru untu pethak.
Jika berhenti menhisap madat, matanya terkatup. Jika sudah parah, maka tubuhnya kurus kering, wajahnya kuyu, takut air,bibir biru sedangkan gigi putih kotor
Beteke satron lan gambir, jambe suruh arang wanuh, ambekane sarwi melar mingkus, atuke anggigil, jalagra aneng dhadha, tan wurung metu bolira.
Karena tidak kenal gambir, pinang, dan sirih. Napasnya kembang kempis tersengal—sengal, batuk tiada henti, dan dahak menyumbat dada, dan akhirnya mengeluarkan bul.
Yen gering nganggo ndalinding, suprandene nora kapok, iku padha singgahana patut, ja ana nglakoni, wong mangan apyun ala, uripe dadi tontonan.
Jika sakit disertai mencret. Meskipun negitu (ia) tidak kapok. Itu patut kalian hindari, jangan ada yang melakukan (perbuatan itu). Orang madat itu hidupnya menjadi tontonan.
Iku kabeh nora becik, aja na wani anganggo, panggawe patang prakara iku, den padha pakeling, aja na wani nerak, kang wani nerak tan manggih arja.
Itu semua tidak baik, jangan ada yang berani melakukan empat perkara tersebut. Dan ingatlah, jangan ada yang berani nekat, yang berani nekad tidak akan menemui kesejahteraan.
Lawan ana waler malih, aja sok anggung kawuron, nginum, sayeng tanpa masa iku, endi lire ugi, angombe saben dina, pan iku watake ala.
Ada lagi pantangan, jangan suka mabuk, minum tanpa batas waktu, (padahal) minum-minuman setiap hari itu tabiatnya buruk.
Kalamun wong wuru ugi, ilang prayitnaning batos, nora ajeg barang pikiripun, elinge ning ati, pan baliyar-baliyur, endi ta ing becikira.
Pemabuk akan kehilangan keseimbangan batin, pikirannya tidak jelas, ingatannya goyang. Lalu, di mana kebaikannya.
Lan aja karem sireki, ing wanodya ingkang awon, lan aja mbuka wadi siraku, ngarsaning pawestri tan wurung nuli corah, pan wus lumrahing wanita.
Jangan pula kau menyukai wanita yang kotor, jangan pula kau membuka rahasia di depan wanita sebab akan menjadi buah bibir. Bukakankah begitu umumnya wanita
Tan bisa simpen wewadi, saking rupake ing batos, pan wus pinanci dening Hyang agung, nitahken pawestri, apan iku kinarya, ganjaran marang wong priya.
Tidak bisa menyimpan rahasia karena sempitnya hati. Sudah menjadi kodrat dari Yang Mahaagung, menciptakan wanita sebagai hadiah kepada para lelaki
Kabeh den padha nastiti, marang pitutur kang yektos, aja dumeh tutur tanpa dapur, yen bakale becik, den anggo weh manfaat, ywa kaya Pucung lan kaluwak.
Semuanya mesti waspada, jangan hanya karena nasihat sederhana. Jika itu memang baik , maka dengarkanlah karena jika dilaksanakan memberi manfaat., jangan seperti pucung dan kluwak. (Pucung lan kluwak merupakan isyarat pola tembang berikutnya)
PUPUH IX
P U C U N G
Kamulane kaluwak nonomanipun, Pan dadi satunggal, pucung aranira ugi, yen wus tuwa kaluwake pisah-pisah.
Pada waktu muda, buah kluwak meyatu dan namanya pucung, jika sudah tua, kluwak tersebut terpisah
Den budiya kapriye ing becikipun, aja nganti pisah, kumpule kaya nomeki, anom kumpul tuwa kumpul kang prayoga.
Bagaimanapun juga, usahakan jangan sampai berpisah, bersatunya seperti masa muda, muda menyatu ketika tua pun sebaiknya menyatu
Aja kaya kaluwak duk anom, kumpul bisa wus atuwa, ting salebar siji-siji, nora wurung dadi bumbu pindhang lulang.
Jangan seperti kluwak, ketika masih muda menyatu, namun ketika tua masing-masing menyebar, akhirnya hanya sebagai bumbu pindang
Wong sadulur nadyan sanak dipun runtut, aja kongsi pisah, ing samubarang karyeki, yen arukun dinulu teka prayoga.
Persaudaraan itu,meskipun dengan sudara jauh harus rukun, jangan sampai terpisah dalam segala hal. Jika hidup rukun akan baik dilihat orang
Abot enteng wong sugih sanak sadulur, enthenge yen pisah, pikire tan dadi siji, abotipun yen sabiyantu ing karsa
Banyak sudara memang ada berat dan ada juga ringannya. Ringan bila masing-masing pikirannya terpisah, adapun beratnya jika (kita) membantu segala hal.
Luwih bakuh wong sugih sanak sadulur, ji – tus tadhingira, yen golong sabarang pikir, becik uga lan wong kang tan duwe sanak.
Lebih kokoh jika banyak saudara, satu berbanding seratus jika bersatu hati, lebih baik dibadingkan tidak memiliki saudara.
Lamun bener lan pinter pamomonganipun, kang ginawa tuwa, aja nganggo abot sisih, dipun sabar pamengku mring santana.
Jika benar dan pandai memperlakukannya. Yang merasa dituakan jangan berat sebelah, harus berlaku seimbang terhadap kerabat dan bawahan.
Pan ewuh wong tinitah dadi asepuh, tan kena ginampang, mring sadulurira ugi, tuwa nenom aja beda traping karya.
Memang repot jika dituakan, tidak boleh menganggap gampang kepada saudara. Jangan membedakan perintah, baik kepada yang muda maupun kepada yang tua
Kang saregep kalawan ingkang malincur, iku kawruh ana, sira alema kang becik, ingkang malincur den age bendanana.
Yang rajin dan yang malas harus kau ketahui. Pujilah ia yang rajin, sedangkan yang malas, segera marahilah.
Yen tan mantun binendonan nggone malincur, nuli patrapana, sapantese lan dosaning, kang santosa dimene dadi tuladha.
Jika tidak sadar kemalasannya dengan dimarai, jatuhilah hukumanyang seimbang dengan kesalahannya agar menjadi contoh
Kang wong liya darapon wedia iku, kang padha ngawula, ing batine wedi asih, pan mangkono lelabuhane dadi wong tuwa.
Bagi orang lain. orang yang mengabdi akan menjadi segan dan setia. Bukankah begitu seharusnya perilaku orang yang dituakan.
Nggone mengku jembar amot tur rahayu, den kaya sagara, tyase ngemot ala becik, mapan ana pepancene sowang-sowang.
Seyogyanya berhati bersih dan lapang dada bagai samudra, memahi baik dan buruk, bukankah masing-masing memiliki takdir?
Jer sadulur tuwa kang wajib pitutur, marang kadang taruna, wong anom wajibe wedi, sarta manut wulange sadulur tuwa.
Saudara tua memiliki kewajibanuntuk memberikan nasihat, adapun kewajiban orang muda adalah segan dan menuruti nasaihat saudara tua.
Kang tinitah dadi anom aja masgul, ing batin ngrasaa, saking karsaning Hyang Widdhi, yen masgula ngowai kodrating Suksma.
Yang ditakdirkan menjadi saudara muda jangan ragu. Bersyukurlah karena sudah dikehendaki Yang Mahaesa, jika ragu akanmegubah kodrat Allah
Nadyan bener yen wong anom dadi luput, yen ta anganggoa, ing pikirira pribadi, pramilane wong anom aja ugungan.
Orang muda, sekalipun benar tetap dipersalahkan, hal itu jika kau turuti pikiran sediri. Oleh karena itu, orang muda jangan manja
Yen dadi nom weruha ing enomipun, kang ginawe tuwa, dikaya banyu neng beji, den awening paningale aja samar
Jika ditakdirkan muda, sadarlah dengan kedudukan mudanya, adapun yang tua jadilah seperti air di kolam, jernihkan penglihatanmu.
Lan maning ana ing pituturingsun, yen sira amaca, laying sabarang layanging, aja pijer ketungkul ngelingi sastra.
Di samping itu, nasihatku, jika kau membaca segala macam serat (kitab), jangan hanya terpaku pada (keindahan) sastranya
Caritane ala becik dipun enut, nuli rasa kena, carita kang muni tulis, den karasa kang becik sira anggowa.
Pahami baik dan buruk ceritanya, kemudian renungkan (makna) cerita yang tertulis, yang kau rasa baik, ambillah!
Ingkang ala kawruhana alanipun, dadine tyasira, weruh ing ala lan becik, ingkang becik wiwitane kawruhana.
Yang jelek pahamilah kejelekannya sehingga kau memahami mana yang buruk dan mana yang baik. Adapun yang baik, pahamilah asal mulanya
Wong kang laku mangkono wiwitanipun, becik wekasanya, wong laku mangkono witing ing satemah puniku pan dadi ala.
Orang yang bertindak begitu di awal, akan baik pada akhirnya, sedangkan orang yang bertindak sebaliknya akan berakibat buruk
Dipun weruh iya ing kawulanipun, kalawan wekasanira, puniku dipun kalingling, ana ala dadi becik wekasanya.
Pahamilah, baik awal maupun akhir. Perhatikan, ada yang tampak awalnya jelek namun pada akhirnya menjadi baik
Ewuh temen babo wong urip puniku, apan nora kena, kinira-kira ing budi, arang temen wijile basa raharja.
Kehidupan memang repot karena tidak dapat diperkirakan, jarang sekali tindakan yang baik (wijil adalah isyarat pola tembang berikutnya)
PUPUH X
M I J I L
Poma kaki padha dipun eling, ing pituturingong, sira uga satriya arane, kudu anteng jatmika ing budi, luruh sarta wasis, samubarang tanduk.
Harap kau ingat nasihatku ini, Nak. Engkau juga disebut sebagai kesatria, harus halus dan hening hatimu, lembut, dan cerdas dalam segala hal
Dipun nedya prawira ing batin, nanging aja katon, sasona yen durung masane, kekendelan aja wani manikis, wiweka ing batin, den samar ing semu.
Serta berusahalah utuk berani, namun jangan sampai terihat, bahkan jika belum waktunya jangan sampai keberanian itu kau perlihatkan, hati-hati, sabar, dan rahasiakan
Lawan den semu lawan den lungit, maneh wekasingong, aja kurang iya panrimane, yen wis tinitah dera Hyang Widhi, ing badan punika, pan wus pepancenipun.
Melalui isyarat dengan cermat. Di samping itu, pesanku, jangan lupa bersyukur atas karunia Yang Mahakuasa dengan kodrat yang menyertaimu
Kang narima satitah Hyang Widhi, temah dadi awon, lan ana wong tan narima titahe, wekasane iku dadi becik, kawruhana ugi, aja selang surup.
(meskipun demikian) ada orang yang tidak bersyukur malah bernasib baik, sedangkan orang yang bersyukur bernasib jelek. Pahamilah, jangan sampai kau keliru.
Yen wong bodho datan nedya ugi, atakon tetiron, anarima titah ing bodhone, iku wong narima norabecik dene ingkang becik, wong narima iku.
Jika ada orang bodoh tetapi tidak mau bertanya dan tidak manu menerima kodrat kebodohannya, itu tidak baik. Adapun yang baik adalah yang menerima dengan syukur.
Kaya upamane wong angabdi, marang sing Sang Katong, lawas-lawas ketekan sedyane, dadi mantri utawa bupati, miwah saliyaneng, ing tyas kang panuju.
Seperi orang yang mengabdi kepada raja, lama-kelamaan akan terlihat kemampuannya, (akhirnya) diangkat sebagai menteri atau bupati atau tercapai seluruh keinginannya.
Nuli narima tyasing batin, tan mengeng ing Katong, rumasa ing kani matane, sihing gusti tumeking nak rabi, wong narima becik kang mangkono iku.
Kemudian bersyukur secara lahir dan batin dengan tidak menolak perintah rajakarena merasa bahwa semua yang diterimanya sampai ke anak istri adalah atas kasih sayang raja. Orang yang bersyukur seperti itu baik.
Nanging arang iya wong saiki, kang kaya mangkono, Kang wus kaprah iyo salawase, yen wis ana lungguhe sathithik, apan nuli lali, ing wiwitanipun.
Namun sangat jarang orang jaman sekarang orang seperti itu. Yang sering terjadi adalah sal sudah memiliki kedukukan meskipun kecil akan melupakan asal-usulnya.
Pangrasane duweke pribadi, sabarang kang kanggo, datan eling ing mula mulane, witing sugih sangkane amukti, panrimaning ati, kaya anggone nemu.
Perasaanya miliknya itu hasil pribadi, semua benda yang dipergunakan tidak diingat asal-usul bagaimana ia menjadi kaya, bahkan dikiranya diperoleh begitu saja seperti hasil dapat begitu saja.
Tan ngrasa kamurahaning Widdhi, jalaran Sang Katong, jaman mengko ya iku mulane, arane turun wong lumakyeng kardi, tyase tan saririh, kasusu ing angkuh.
Tidak merasa atas kemurahan Yang Mahakuasa itu berkat kasih sayang raja. Itulah sebabnya jaman sekarang jarang orang yang mewariskan kedudukan (kepada keluarganya) karena ia tidak sabar, tergesa-gesa, dan sombong.
Arang nedya males sihing Gusti, Gustine Sang Katong, lan iya ing kabehing batine, nora nedya narimeng Hyang Widdhi, iku wong tan wruh ing, kanikmatanipun.
Jarang orang yang berkeinginan untuk membalas kasih sayang raja, raja dari segala raja. Dalam batinnya tidak bersyukur atas anugrah Yang Mahakuasa, (orang seperti itu) tidak merasakan kenikmatan.
Yeku wong kurang narima ugi, luwih saka awon, barang gawe aja age-age, anganggoa sabar rereh ririh, dadi barang kardi, resik tur rahayu.
Atau orang yang tidak tahu bereterima kasih (menyebabkan segalanya) menjadi buruk. Jangan tergesa-gesa dan selalu bertindak sabar, tenang, dan cermat sehingga pekerjaan menjadi baik dan mendatangkan kenikmatan.
Uwis pinter nanging iku maksih, nggonira ngupados, undhaking ing kapinterane, lan undhake kawruh ingkang yekti, durung marem batin lamun durung tutug.
Ada pula orang yang sudah pandai namun masih mencari kepandaian yang melebihi kepandaian dan pengetahuannya, ia belum merasa puas jika belum sempurna.
Ing pangawruh kang densenengi, kang wus sem ing batos, miwah ing kapinteran wus dene, samubarang pakaryan wus enting, nora nana lali, kabeh wus kawengku
Pengetahuan yang dia senangi dan sudah tertanam di dalam batin, segala pekerjaan sudah mampu ia lakukan, tidak ada yang terlupakan, semuanya sudah ia kerjakan
Lan maninge babo dipun eling, ing pituturingong, sira uga padha ngempek-empek, iya marang kang jumeneng Aji, ing lair myang batin, den ngarsa kawengku.
Dan lagi, ingatlah nasihatku. Kalian semua bernaung pada raja. Oleh karenanya, merasalah secara lahir dan batin
Kang jumeneng nata ambawani, wus karseng Hyang Manon, wajib padha wedi lan batine, aja mamang parintahing Aji, nadyan enom ugi, lamun dadi Ratu.
Bahwa yang menjadi raja memerintah Negara,itu merupakan kehendak Yang Mahatahu, oleh karenanya,jangan ragukan perintahnya. Meskipun masih muda namun menjadi raja
Nora kena iya den waoni, parentahing Katong, dhasar Ratu abener prentahe, kaya priye nggonira sumingkir, yen tan anglakoni, pasti tan rahayu.
Tidak boleh dicela. Perintah raja adalah benar adanya, maka bagaimanapun mau menghindar dan tidak menjalankan perintahnya pasti tidak akan membawa kebajikan.
Krana ingkang kaprah mansa iki, anggone angrengkoh, tan rumangsa lamun ngempek empek, ing batine datan nedya eling, kamuktene ugi, ngendi sangkanipun.
Yang lumrah di masa kini adah mendaku, tidak merasa dirinya bernaung, bahkan dalam hatinya tidak mau mengingat asa-usul (kemuliaan itu)
Lamun eling jalarane mukti, pasthine tan ngrengkoh, saka durung bisa ngrasakake, ing pitutur engkang dingin-dingin, sarta tan praduli, wuruking wong sepuh.
Jika ingat asal-usul kemuliaan itu, pasti ia tidak akan sombong. (hal itu terjadi) karena ia belum dapat memahani nasihat orang terdahulu dan tidak perduli nasihat orang tua
Ing dadine barang tindak iki, arang ingkang tanggon, saking durung ana landhesane, pan nganggo karsane pribadi, ngawag barang kardi, dadi tanpa dhapur.
Sehingga segala tindakannya jarang yang kokoh karena belum memiliki dasar dan menurutkan kehendak pribadi, ngawur, dan tanpa aturan
Mulanipun wekasingsun kaki, den kerep tetakon, aja isin ngatokken bodhone, saking bodho witing pinter kaki, mung Nabi kakasih, pinter tanpa wuruk.
Oleh karena itu nasihatku, Nak, rajinlah bertanya, jangan malu menampakkan kebodohan, kepandaian itu berawal dari kebodohan, Nak. Hanya Nabi terkasih yang pandai tanpa berguru
Sabakdane datan ana maning, pinter tanpa tetakon, pan wus lumrahing wong urip kiye, mulane wong anom den taberi, angupaya ngelmi, dadya pikukuh.
Sesudah itu tidak ada lagi (orang) yang pandai tanpa bertanya. Bukankan sudah lazim kehidupan jaman sekarang bahwa kepandaian diperoleh karena bertanya. Oleh karena itu, orang muda rajinlah mencari ilmu sebagai pegangan
Driyanira dadya tetali, ing tyas dimen adoh, akeh ati ingkang ala kiye, nadyan lali pan tumuli eling, yen wong kang wus ngelmi, kang banget tuwajuh
Inderamu jadikan sebagai ikatan jiwa yang kuat agar kehidupanmu dijauhkan dari kejahatan. Bagi orang yang berilmu dengan sempurna, meskipun lupa, ia akan segera ingat.
Kacek uga ingkang tanpa ngelmi, sabarange kaot, ngelmi iku dene kangge, saben dina gurokena dhingin, pan sarengat ugi,parabot kang parlu.
Berbeda halnya dengan orang yang tidak berilmu, segalanya berbeda. Gunakan ilmu dan asahlah setiap hari. Bukankah syariat juga merupakan kewajiban?
Ngelmu sarengat puniku dadi, wewadhah kang sayektos, kawruhana kawengkune kabeh, kang sarengat, kang lair myang batin, mulane den sami, brangtaa ing ngelmu.
Inderamu jadikan sebagai ikatan jiwa yang kuat agar kehidupanmu dijauhkan dari kejahatan. Bagi orang yang berilmu dengan sempurna, meskipun lupa, ia akan segera ingat (brangtaa merupakan isyarat pola tembang berikut, yaitu asmarandana)
PUPUH XI
ASMARANDANA
Padha netepana ugi, kabeh parentahing syara, terusna lair batine, salat limang wektu uga, tan kena tininggala, sapa tinggal dadi kupur, yen misih remen neng praja.
Tetapkan juga seluruh perintah agama secara lahir batin. Sholat lima waktu tidak boleh kau tinggalkan. Barang siapa yang meninggalkan sholat akan menjadi kufur. Itupun jika kau masih mencintai kehidupan.
Wiwitane badan iki, iya saking ing sarengat, anane Manusa kiya, rukune Islam lelima, tan kerja tininggala, pan iku parabot agung, mungguh uripe neng donya.
Badan ini pun bermula dari syariat, begitupun adanya manusia. Kelima rukun Islam tidak boleh kau tinggalkan, bukankah itu semua perangkat yang mulia bagi kehidupan manusia di dunia
Kudu uga den lakoni, rukun lelima punika, apantosa kuwasane, ning aja tan linakwan, sapa tan ngalakanana, datan wurung nemu bebendu, mula padha estokena.
Kelima rukun Islam itu harus kau laksanakan semampumu, namun jangan sampai tidak kau laksanakan. Barang siapa yang tidak melaksanakan akan mendapatkan hukuman, karenanya laksanakan.
Parentahira Hyang Widdhi, kang dhawuh marang Nabiu’ullah, ing Dalil Khadis enggone, aja padha sembrana, rasakna den karasa, Dalil Khadis rasanipun, dimene padhang tyasira.
Segala perintah Yang Mahakuasa, sebagaimana yang disabdakan Nabiyullah, dalam dalil dan hadits, jangan sembarangan, rasakan sampai kau merasakan. Camkan betul-betul makna dalil dan hadits agar menerangi hatimu
Nora gampang wong ngaurip, yen tan weruh uripira, uripe padha lan kebo, angur kebo dagingira, khalal lamun pinangan, yen manungsa dagingipun, pinangan pastine kharam.
Tidak mudah dalam menjalani kehidupan jika kau tidak mengetahui hidupmu. Orang demikian seperti kerbau, bahkan kerbau masih lebih baik karena dagingnya halal dimakan, tetapi daging manusia itu pasti haram untuk dimakan.
Poma-poma wekas mami, anak putu aja lena, aja katungkul uripe, lan aja duwe kareman, banget paes neng dunya, siang dalu dipun emut, wong urip manggih antaka.
Perhatikan sungguh-sungguh nasihatku, anak cucu jangan terlena, jangan terlalu ingin memiliki perhiasan dunia. Siang malam ingatlah, bahwa orang yang hidup akan menemui kematian
Lawan aja angkuh bengis, lengus lanas calak lancang, langar ladak sumalonong, aja ngidak aja ngepak, lan aja siya-siya, aja jahil dhemen padu, lan aja para wadulan.
Dan juga jangan kau bengis, angkuh, mudah tersinggung, pemarah, bermulut lancing, tidak tahu tata karma galak, dan merendahkan orang lain, gemar bertengkar, dan suka mengadu.
Kang kanggo ing masa iku, priyayi nom kang den gulang, kaya kang wus muni kowe, kudu lumaku kajinan, pan nora nganggo murwat, lunga mlaku kudhung sarung, lumaku den dhodhokana.
Untuk masa sekarang, para priyayi muda biasa melakukan perbuatan seperti itu, berjalan pun tidak dihormati karena tidak menggunakan pertimbangan, berjalan pun dengan berkerudung sarung agar tidak dikenali
Ngandelaken satriyane, lamun ngatrah dinodokan, anganggoa jejeran, yen niyat lumaku namur, aja ndodokaken manusa.
Perbuatan semacam itu tidak baik. Dapat dikatakan sebagai kesatria yang tidak tahu adat dan hanya mengandalkan kesatriaannya. Kalaupun ingin menyamar, jangan menyamar sebagai orang lain
Iku poma dipuneling, kaki marang ptituturingwang, kang wus muni buri kuwe, yen ana ingkang nganggoa, cawangan wong mblasar, saking nora ngrungu tutur, lebur tan dadi dandanan
Sesunguh-sungguhnya, anakku, ingatlah pesanku ini. Jika ada yang melakukannya, maka ia menjadi orang yang tidak tahu aturan karena tidak mendengarkan nasihat sehingga hancur tidak membawa manfaat
Barang gawe dipuneling, nganggoa tepa sarira, aparentah sabenere, aja ambak kumawa, amrih den wedenana. Dene ta kang wus linuhung , nggone mengku marang bala.
Segala perbuatan hendaknya diukur dengan diri sendiri. Berikan perintah berdasarkan kemampuannya, jangan mentang mentang berkuasa agar ditakuti. Bagi orang yang sempurna dalam memerintahkan bawahan.
Prih wedi sarta asih, ggone mengku marang bala, den weruhana gawene, den bias aminta-minta, karyane wadyanira, ing salungguh-lungguhipun, ana karyane priyangga
Berupaya agar segan dan hormat, dalam memerintah bawahan, tunjukan apa yang harus dikerjakan, jelaskan pekerjaan menurut tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
Sarta weruhana ing becik, gantungana ing patrapan, darapon pethel karyane, dimene aja sembrana, denya nglakoni karya, ywa dumeh asih sireku, yen leleda patrapana.
Serta tunjukan pada hal-hal yang baik, berikan sanksi agar rajin dan tidak sembarangan dalam melakukan pekerjaan. Sekalipun engkau sayangi, jika ia teledor, jatuhkan hukuman
Iku uga dipun eling, kalamun mulyaning praja, mufa’ati mring wong akeh, ing rina wengi tan pegat, nenedha mring Pangeran, luluse kraton Sang Prabu, miwah arjaning negara.
Itu juga harus kau ingat, jika Negara sejahtera akan memberikan manfaat terhadap orang banyak. Siang dan malam jangan sampai putus memohon kepada Gusti Allah agar merestui raja dan ketentraman negara.
Iku wewalesing batin, mungguh wong suwiteng Nata, ing lair setya tuhu, kalawan nyandhang ing karsa, badan datan nglenggana, ing siyang dalu pan katur, atur pati uripira.
Demikian itu balas budi secara batin bagi orang yang mengabdi kepada raja, secara lahir setia dan menanti perintah raja, dirinya dan hidup matinya ia pasrahkan, siang maupun malam
Gumantung karsaning Gusti, iku traping wadya setiya, nora kaya jaman mangke, yen wus antuk palungguhan, trape kaya wong dagang, ngetung tuna bathinipun, ing tyas datan pangrasa.
Bergantung pada kehendak raja itulah sikap bawahan yang setia, tidak seperti jaman sekarang, jika sudah mendapatkan kedudukan, tingkahnya sperti pedagang, yang diperhitungkan hanyalah untung dan rugi, di hatinya tidak merasa
Awite dadi priyayi, sapa kang gawe ing sira, tan weling ing wiwitane, amung weruh ing witira, dadine saking ruba, mulane ing batinipun, pangetunge lir wong dagang.
Bagaimana awalnya sehingga menjadi pembesar, siapa yang menjadikanmu demikian,sekalipun tak mengingat pada asal usulnya, pasti dalam hatinya ia tahu mulainya. Ia mejadi pejabat karena suap, maka perhitungannya seperti berdagang.
Mung mikir gelise mulih, rerubanira duk dadya, ing rina wengi ciptane, kepriye lamun bisaa, males sihing bandara, lungguhe lawan tinuku, tan wurung angrusak desa.
Yang dipikirkan hanya sesegera mungkin kembali modal. Jika demikian, bagaimana ia dapat membalas kebaikan majikannya karena kedudukannya diperoleh dari hasil membeli sehingga ia berani merusak desa.
Pamrihe gelise bathi, nadyan besuk pinocota, picisku sok wusa mulih, kepriye lamun tataa, polahe salang tunjang, padha kaya wong bebruwun, tan ngetung duga prayoga.
Dengan harapan segera mendapatkan untun, g sekalipun besok dipecat uangku sudah kembali. Bagaimana mungkin dapat tertib karena perbuatannya tidak pantas, seperti orang jahat yang tidak memperhitungakn kebaikan dan nalar
Poma padha dipun eling, nganggo syukur lawan lila, nrimaa ing pepancene, lan aja amrih sarama, mring sedya nandhang karya, lan padha amriha iku, harjane kang desa-desa.
Oleh karena itu ngatlah. Bersyukurlah jangan kau lupakan. Terimalah keharusan dan jangan mengharapkan suap dari bawahan yang melaksanakan tugas, sebaliknya berusahalah untuk menyejahterakan desa-desa.
Wong desa pan aja ngesthi, anggone anambut karya, sesawah miwah tegale, nggaru maluku tetapa, aja den owah dimene, tulus nenandur jagung, pari kapas lawan jarak.
Orang-orang desa jangan sampai kesulitan dalam mengarap lading, bekerja, bersawah, bertani, dan membajak, jangan kau ganggu agar mereka dapat terus menanamjagung, padi, kapas, dan jarak.
Yen desa akeh wongneki, ingkang bathi pasthisira, wetune pajeg undhake, dipun reh pamrihira, aja kongsi rekasa, kang wani kalah rumuhun, beya kurang paringana.
Jika desa banyak penduduknya, yang neruntung tentu engkau, karena mendapatkan pajak yang lebih. Oleh karena itu hati-hatilah dalam mengatur jangan sampai menyusahkan, biarlah mengalah dulu, jika kurang biaya, berilah.
Kapriye gemahing bumi, sakehe kang desa-desa, salih bekel pendhak epon, pametuhe jung sacacah, bektine karobelah, temahan desane suwung, priyayi jaga pocotan
Namun bagaimana bumi dapat tentram jika pemimpinnya berganti setiap hari Pon. Tanah satu jung diambil upeti seratus lima puluh sehingga desa kosong karena berganti-ganti pemimpin.
Poma aja anglakoni, kaya pikir kang mangkono, satemah lingsem dadine, den sami angestakena, mring pitutur kang arja, nora cacad alanipun, wong nglakoni kebecikan.
Sesungguh-sungguhnya jangan ada yang melakukan perbuatan itu sebab pada akhirnya akan mempermalukan dirimu. Patuhilah nasihat yang member kesejahteraan karena tidak ada jeleknya menjalankan kebaikan.
Nonoman ing mengko iki, yen dituturi raharja, arang ingkang ngrungokake, sinamur bari sembrana, ewuh yen nuruta, malah mudhar pitutur, pangrasane pan wus wignya.
Para pemuda zaman sekarang ini jika dinasihati baik-baik jarang ada yang mendengarkan seraya bercanda dan tidak ada yang meniru bahkan ganti menasihati karena merasa sudah tahu.
Aja na mangkono ugi, yen ana wong kang carita, rungokena saunine, ingkang becik sireng gawa,bawungen ingkang ala, anggiten sajroning kalbu, ywa nganggo budi nonoman.
Jangan ada yang bersikap seperti itu. Jika ada yang sedang bercerita dengarkan sesuai dengan apa yang dikatakan, yang baik kau ambil, yang tidak baik kau buang, Semua itu camkan dalam hatimu, jangan biasakan bertindak sebagai pemuda (nonoman merupakan isyarat pola tembang berikut, yaitu sinom).
PUPUH XII
S I N O M
Ambeke kang wus utama, tan ngendhak gunaning jalmi, amiguna ing aguna, sasolahe kudu bathi, pintere den alingi, bodhone didokok ngayun, pamrihe den inaa, mring padha padhaning jalmi, suka bungah den ina sapadha-padha.
Perilaku orang yang telah mencapai tataran sempurna tidak akan membatasi atau mencela kepandaian orang lain, kepandaiannya disembunyikan sedangkan kebodohannya ditampilkan agar dihina, jangan sampai ada yang menyebutnya pandai, ia merasa bahagia jika ada yang menghinanya
Ingsun uga tan mangkana, balilu kang sun alingi, kabisan sun dokok ngarsa, isin menek den arani, balilune angluwihi, nanging tenanipun cubluk, suprandene jroning tyas, lumaku ingaran wasis, tanpa ngrasa prandene sugih carita.
Aku pun tidak begitu, kebodohankulah yang aku tutupi dan kepandaianku yang aku kedepankan karena malu jika disebut bodoh oleh orang lain, padahal aku bodoh namun ingin disebut pandai sehingga tanpa sadar (aku) banyak bercerita bohong
Tur ta duk masihe bocah, akeh temen kang nuruti, lakune wong kuna-kuna, lelabetan kang abecik, miwah carita ugi, kang kajaba saking embuk, iku kang aran kojah, suprandene ingsun iki, teka nora nana undaking kabisan.
Padahal ketika aku masih kecil banyak yang bercerita tentang perilaku orang jaman dulu mengenai pengabdian yang baik serta cerita, termasuk cerita yang tidak benar adanya yang disebut dongeng, meskipun demikian, kepandaianku tidaklah bertambah
Carita nggonsun nenular, wong tuwa kang momong dingin, akeh kang padha cerita, sun rungokna rina wengi, samengko isih eling, sawise diwasa ingsun, bapa kang paring wulang, miwah ibu mituturi, tatakrama ing pratingkah karaharjan.
Adapu cerita yang kuberikan ini kuturunkandari orang tua yang mengasuhku dulu, banyak cerita yang kudengarkan baik siang maupun malam sampai sekarang masih aku ingat. Setelah aku dewasa, ayah yang memberiku nasihat, sedangkan ibu yang mengingatkan tentang tata karma dan tingkah laku kebaikan
Nanging padha estokana, pitutur kang muni tulis, yen sira nedya raharja, anggone pitutur iki, nggoningsun ngeling-eling, pitutur wong sepuh-sepuh, mugi padha bisa, anganggo pitutur iki, ambrekati wuruke wong tuwa-tuwa.
Namun turitilah nasihat yang tertulis ini, jika kau menghendaki keselamatan, laksanakan nasihat yang kuingat dari tetua, mudah-mudahan kalian dapat melaksanakan nasihat ini, sebab ajaran orang tua akan membawa berkah
Lan aja nalimpang madha, mring leluhur dhingin dhingin, satindake den kawruhan, ngurangi dhahar lan guling, nggone ambanting dhiri, amasuh sariranipun, temene kang sinedya, mungguh wong nedheng Hyang Widdhi, lamun temen lawas enggale tinekan.
Dan jangan ada yang berani mencela leluhur. Pahami laku berupa mengurangi makan dan tidur dengan cara ‘menyakiti’ diri untuk membersihkan diri sehingga akhirnya tercapai segala yang diinginkan. Adapun orang yang memohon kepada Yang Mahakuasa, cepat atau lambat akan dikabulkan jika sungguh-sungguh.
Hyang sukma pan sipat murah, njurungi kajating dasih, ingkang temen tinemenan, pan iku ujare Dalil, nyatane ana ugi, nenggih Ki Ageng Tarub, wiwitira nenedha, tan pedhot tumekeng siwi, wayah buyut canggah warenge kang tampa.
Bukankah Yang Mahamulia itu memiliki sifat Mama Pemurah yang mengabulkan segala keinginan yang sungguh-sunguh. Bukankah demikian yang dikatakan hadits. Buktinya juga ada. Ki Ageng Tarub tak henti-hentinya memohon sehingga anak, cucu, buyut, canggah, wareng ikut mewarisinya
Panembahan senopatya, kang jumeneng ing Matawis, iku barang masa dhawuh, inggih ingkang Hyang Widdhi, saturune lestari, saking berkahing leluhur, mrih tulusing nugraha, ingkang keri keri iki, wajib uga niruwa lelakonira.
Panembahan Senopati yang memerintah di Mataram pun berkesesuaian dengan dengan anugrah Yang Mahaesa keturunasnnya berkuasa turun temurun dari berkah leluhur . agar berkahmu lestari, seyogyanya kau ikuti laku
Mring leluhur kina-kina, nggonira amati dhiri, iyasa kuwatanira, sakuwatira nglakoni, cegah turu sathithik, lan nyudaa dhaharipun, paribara bisaa, kaya ingkang dingin dingin, aniruwa sapretelon saprapatan.
Para leluhur jaman dulu. ‘Menyiksa diri sudah barang tentu semampumu, semampu kau melaksanakannya. Kurangi sedikit tidur dan makanmu. Tidak perlu meniru seluruhnya perilaku leluhur, sepertiganya atau seperempat saja sudah cukup
Pan ana silih bebasan, padha sinauwa ugi, lara sajroning kapenak, lan suka sajroning prihatin, lawan ingkang prihatin, mana suka ing jronipun, iku den sinauwa, lan mati sajroning urip, ingkang kuna pan mangkono kang den gulang.
Bukankah ada peribahasa ‘belajarlah dalam nikmat, sakit dalam sehat, senang dalam penderitaan, prihatin dalam kesukaan, dan matilah dalam hidup. Begitulah laku orang jaman dulu
Pamore gusti kawula, punika ingkang sayekti, dadine socaludira, iku den waspada ugi, gampange ta kaki, tembaga lan emas iku, linebur ing dahana, luluh awor dadi siji, mari nama tembaga tuwin kencana.
Perhatikan pula manunggaling kawula gusti yang sesungguh-sungguhnya bagai sotyaludira (roh suci). Secara sederhana, Anakku, emas dan tembaga itu lebur dalam api, bercampur menjadi satu, hilanglah nama tembaga dan emasnya
Yen aranana kencana, dene wus awor tembagi, yen aranana tembaga, wus kaworan kancanedi, milanya den westani, aran suwasa punika, pamore mas tembaga, mulane namane salin, lan rupane sayekti yen warna beda.
Jika dinamakan emas sudah bercampur tembaga, jika disebut tembaga sudah bercampur dengan emas, oleh karenanya disebutlak suasa yang merupakan campuran mas dan tembaga. Adapun namanya berubah karena warna dan wujudya berubah
Cahya abang tuntung jenar, puniku suwasa murni, kalamun gawe suwasa, tembaga kang nora becik, pambesate tan resik, utawa nom emasipun, iku dipunpandhinga, sorote pasthi tan sami, pan suwasa bubul arane punika.
Suasa murni berwarna merah kekuning-kuningan . jika membuat suasa dengan tembaga yang tidak baik, pegolahannya tidak bersih, atau masnya muda, maka tidak akan bercahaya, namanya pun suasa bubul
Yen sira karya suwasana, darapon dadine becik, amilihana tembaga, oliha tembaga prusi, biresora kang resik, sarta masira kang sepuh, resik tan kawoworan, dhasar sari pasti dadi, iku kena ingaranan suwasa mulya.
Jika kau ingin membuat suasa yang baik, pilihlah tembaga yang baik, syukur-syukur jika mendapatkan tembaga prusi, diolah dengan bersih, emas tua dengan dasar sari yang tidak tercampuri, hasilnya adalah suasa mulia
Puniku mapan upama, tepane badan puniki, lamun karsa ngawruhana, pamore kawula Gusti, sayekti kudu resik, aja katempelan napsu, luwamah lan amarah, sarta suci lahir batin, pedimene apan sarira tunggal.
Itu hanyalah sebuah perumpamaan sebagai ukuran badan ini. Jika kau ingin memahami manunggaling kawula gusti, sesungguhnya harus bersih, jangan terhinggapi nafsu lawamah dan nafsu amarah, serta suci lahir batin agar jiwamu hening
Lamun mangkonoa, sayektine nora dadi, mungguh ilmu kang sanyata, nora kena den sasabi, ewoh gampang sayekti, punika wong darbe kawruh, gampang yen winicara, angel yen durung marengi, ing wetune binuka jroning wardaya.
Jika tidak demikian, yakinlah tidak akan terjadi. Mempelajari ilmu yang sejati didak boleh diduakan. Bagi yang belum memperoleh pengetahuan memang repot jika tidak sungguh-sunguh. Mudah berbicara namun sulit jika belum terbuka
Nanging ta sabarang karya, kang kinira dadi becik, pantes yen tinalatenan, lawas-lawas bok pinanggih, den mantep ing jro ngati, ngimanken tuduhing guru, aja uga bosenan, kalamun arsa udani, apan ana dalile kang wus kalawan.
Namun demikian, segala hal yang diperkirakan baik, itu layak jika kau tekuni, lama-kelamaan juga akan kau temukan dan menetap dalam hatimu. Yakini petunjuk guru, jangan cepat bosan jika hendak mencapai kemuliaan karena memang demikianlah hukum yang sudah tertuang dalam dalil
Marang leluhur sedaya, nggone nenedha mring Widhi, bisaa ambabonana, dadi ugere rat Jawi, saking telateneki, nggone katiban wahyu, ing mula mulanira, lakune leluhur dingin, andhap asor anggone anamur lampah.
Seluruh leluhur jaman dulu dalam memohon kepada Yang Mahakuasa agar dapat menguasai Negara dan menjadi pusat tanah Jawa diperolehnya melalui wahyu karena mereka rendah hati dalam melaksanakan laku
Tampane nganggo alingan, pan padha alaku tani, iku kang kinaryo sasap, pamriha aja katawis, jub rina lawan kabir, sumungah ingkang den singkur, lan endi kang kanggonan, wahyune karaton Jawi, tinampelan anggape pan kumawula.
Laku dilaksanakan secara diam-diam sambil bertani. Sikap seperti itu dilakukan agar tidak kentara serta bersikap tidak menyombongkan kemampuan diri bahkan mau mengabdi kepada siapapun yang memperoleh wahyu keraton jawa.
Punika laku utama, tumindak sarto kekaler, nora ngatingalke lampah, wadine kang den alingi, panedyane ing batin, pan jero pangarahipun, asore ngemurasa, prayoga tiniru ugi, anak putu aja ana ninggal lanjaran.
(penyamaran) Itulah laku yang utama, tidak menampakkan bahwa ia sedang menjalankan laku, sehingga yang disamarkan itu merupakan cita-cita tersembunyi dalam hati, jauh dikejar karena di situlah manungaling kawula gusti mencapai kedalaman. Hal demikian baik jika ditiru, Anak cucuku agar tidak kehilangan keturunan
Lan maning ana wasiyat, prasapa kang dingin dingin, wajib padha kawruhana, anak putu ingkang kari, lan aja na kang wani, nerak wewaleripun, marang leluhur padha, kang minulyakaken ing Widdhi, muga-muga mufaatana ing darah.
Dan ada lagi wasiat berupa tabu yang terucap pada jaman dulu. Wajib kau ketahui sebagai anak cucu yang terakhir, dan jangan ada yang berani melanggar tabu leluhur yang dimuliakan oleh Yang Mahaesa. Mudah-mudahan bermanfaat bagi keluarga besar
Wiwitan ingkang prasapa, Ki Ageng Tarup memaling, ing satedhak turunira, tan linilan nganggo keris, miwah waos tan keni, kang awak waja puniku, lembu tan kena dhahar, daginge pan nora keni, anginguwa marang wong wadon tan kena.
Yang pertama kali mengucapkan tabu adalah Ki Ageng Tarub. Ia berpesan agar keturunannya tidak mengenakan keris dan tumbak yang terbuat dari baja, tidak boleh makan daging sapi, dan tidak boleh memelihara abdi perempuan wandan
Dene Ki ageng Sela, prasape ingkang tan keni, ing satedhak turunira, nyamping cindhe den waleri, kapindhone tan keni, ing ngarepan nandur waluh, wohe tan kena dhahar, Panembahan Senopati, ingalaga punika ingkang prasapa.
Adapun Ki Ageng Sela mengucapkan tabu, bahwa keturunannya tidak diperbolehkan berkain cindai, tidak diperbolehkan menanam labu di depan rumah dan tidak boleh memakan buahnya. Panembahan Senapati Ingalaga mengucapkan tabu
Ingkang tedhak turunira, mapan nora den lilani, anitiha kuda napas, lan malih dipun waleri, yen nungganga turangga, kang kakoncen surinipun, dhahar ngungkurken lawang, wuri tan ana nunggoni, dipun emut punika mesthitan kena.
Bahwa keturunannya tidak diperkenankan mengendarai kda berwarna abu-abu kekuning-kuningan dan dilarang menunggang kuda yang surainya dikepang, makan membelakangi pintu kecuali di belakangnya ada yang menjaga. Ingatlah dan jangan ada yang melanggar itu
Jeng Sultan Agung Mataram, apan nora anglilani, mring tedhake yen nitiha, kapal bendana yen jurit, nganggo waos tan keni, lamun linandheyan wregu, datan ingaken darah, yen tan bisa nembang kawi, pan prayoga satedake sinauwa.
Kanjeng Sultan Agung Mataram mengucapkan tabu bahwa keturunannya tidak diperkenankan menunggang kuda yang rewel jika diajak bertempur, tidak memperkenankan tumbak ang bergagang kayu wregu vserta tidak akan diakui sebagai keturunan (Mataram) jika tidak dapat membaca tembang kawi dan mengharuskan belajar tembang kawi
Jeng Sunan Pakubuwana, kang jumeneng ing Samawis, kondur madek ing Kartasura, prasapanira anenggih, tan linilan anitih, dipangga saturunipun, Sunan Prabu Mangkurat, waler mring saturunreki, tan rinilan ujung astana ing Betah.
Kanjeng Sunan Pakubuwana yang dilantik di Semarang kemudian berkuasa di Kartasura mengucapkan tabu bahwa keturunannya tidak diperbolehkan menunggang gajah. Sunan Prabu Amangkurat mengucapkan tabu bahwa keturunannya dilarang berziarah ke makam Butuh
Lawan tan kena nganggowa, dhuwung sarungan tan mawi, kandelan yen nitih kuda, kabeh aja na kang lali, lawan aja nggogampil, puniku prasapanipun, nenggih Kang jeng Susunan, Pakubuwana ping kalih, mring satedhak turunira linarangan.
Jika sedang menungang kuda tidak boleh menyandangkeris tanpa pendhok. Janganlah kau meremehkan tabu-tabu di atas. Adapun Kanjeng Susuhunan Pakubuwana II mengucapkan tabu bahwa keturunannya dilarang
Dhahar apyun nora kena, sinerat tan den lilani, nadyan nguntal linarangan, sapa kang padha nglakoni, narajang waler iki, pan kongsi kalebon apyun, pasti keneng prasapa, linabakken tedhakneki, Kanjeng Sunan ingkang sumare Nglawiyan.
Madat, baik dihisap maupun dimakan. Barang siapa melanggar tabu dengan madat akan dikeluarkan dari daftar keturunan Kanjeng Sunan yang dimakamkan di Laweyan
Prasapa Kangjeng Susunan, Pakubuwana kaping tri, mring satedhak turunira, apan nora den lilani, agawe andel ugi, wong sejen ing jinisipun, apan iku linarangan, anak putu wuri-wuri, poma aja wani anrajang prasapa.
Adapun Kanjeng Susuhunan III mengucapkan tabu bahwa keturunannya tidak diperbolehkan mengangkat orang kepercayaan yang bukan berasal dari bangsa sejenis, serta anak cucu tidak diperkenankan melanggar larangan
Wonten waler kaliwatan, saking luhur dingin dingin, linarangan angumbaha, wana Krendhawahaneki, dene kang amaleri, Sang Danan Jaya rumuhun, lan malih winaleran, kabeh tedhak ing Matawis, yen dolana mring wana tan kena.
Masih ada tabu leluhur ang terlewat, yaitu dilarang merambah Hutan Krendhawana. Adapun yang mengucapkan tabu tersebut adalah Dananjaya. Ada lagi tabu bagi keturunan Mataram, yaitu tidak diperkenankan bermain-main di hutan atau rawa-rawa
Dene sesirikanira, yen tedhak ing Demak nenggih, mangangge wulung tan kena, ana kang nyenyirik malih, bebet lonthang tan keni, yeku yen tedhak Madiyun, lan payung dadaan abang, tedhak Madura tan keni, yen nganggowa bebathikan parang rusak.
Adapun tabu bagi keturunan Demak adalah mengenakan pakaian berwarna ungu, tabu keturunan Madiun adalah kain panjang luntang dan paying berhias merah, tabu keturunan Madura adalah mengenakan batik bermotif parang rusak
Yen tedhak Kudus tak kena, yen dhahara daging sapi, yen tedhak Sumenep iku, nora kena ajang piring, watu tan den lilani, lawan kidang ulamipun, tan kena yen dhahara, miwah lamun dhahar ugi, nora kena ajang godhong pelasa.
Keturunan Kudus tidak boleh makan daging sapi, keturunan Sumenep tidak diperkenankan makan dengan piring batu, makan daging kijang, dan dilarang menggunakan daun plasa sebagai alas makan
Kabeh anak putu padha, eling-elingan ywa lali, prasapa kang kuna-kuna, wewaler leluhur nguni, estokna away lali, aja nganti nemu dudu, kalamun wani nerak, pasti tan manggih basuki, Sinom salin Girisa ingkang atampa.
Semua abak cucu, camkan dan jangan lupa tabu zaman kuno warisan leluhur, patuhilah jangan sampai ada yang melanggar. Barang siapa berani melanggar pasti tidak akan selamat dan yang mendengar ini supaya giris (girisa merupakan isyarat pola tembang berikutnya, yaitu girisa)
PUPUH XIII
G I R I S A
Anak putu den estokna, warah wuruke pun bapa, aja na ingkang sembrana, marang wuruke wong tuwa, ing lair batin den bisa, anganggo wuruking bapa, ing tyas den padha santosa, teguhana jroning nala.
Anak cucuku, turutilah nasihat ayahandamu, dan jangan ada yang meremehkan nasihat orang tua. Biasakan mendengar nasihat orang tua secara lahir batin, yakinlah dan teguhkan hatimu
Aja na kurang panrima, ing pepasthening sarira, yen saking Hyang Moha Mulya, kang nitahken badanira, lawan dipunawas padha, asor unggul waras lara, utawa beja cilaka, urip utawa antaka
Jangan ada yang kurang bersyukur atas takdirmu, sebab takdir merupakan anugrah Yang Mahamulia yang menciptakan dirimu. Di samping itu, ketahuilah bahwa hina dan mulia, sehat dan sakit, bahagia dan celaka, serta hidup dan mati
Pan iku saking Hyang Suksma, miwah ta ing umurira ingkang cedhak, lan kang dawa, wus pinasthi ing Hyang Suksma, duraka yen maidowa, miwah yen kurang panrima, ing lokhilmahfut punika tulisane pan wus ana.
Itu berasal dari Yang Mahasuci, demikian pula umurmu yang panjang atau pendek sudah ditakdirkan oleh Yang Mahasuci. Meskipun kau tidak percaya atau tidak menerimakannya, semua itu sudah tersurat dalam laukhil mahfudz
Iku padha kawruhana, sesikune badanira, aywa marang kang amurba, Kang Misesa, marang sira, yen sira durung uninga, prayoga atatakona, mring kang padha wruh ing ma’na, iku kang para ulama.
Sebaiknya ketahuilah hukuman bagimu dari Yang Mahakuasa. Jika kau belum memahaminya, maka bertanyalah kepada yang sudah mengetahui maknanya, yaitu para alim ulama
Kang wus wruh rahsaning kitab, darapon sira weruha, wajib moka ing Hyang Suksma, wiwah wajibing kawula, lan mokale kawruhana, miwah ta ing tatakrama, sarengat dipunwaspada, batal kharam takokeno.
Yang telah menyelami makna kitab agar engkau mengetahu apa yang dimaksud dengan sifat wajib dan mokal Yang Mahaesa serta wajib dan mokal makhluk. Demikian pula kau ketahu dank au tanyakan pula tata karma, syariat, batal, haram,
Sunat lan parlu punika, prabot kanggo saben dina, iku uga dipunpadhang, patakonira den terang, lan aja bosen jagongan, lawan kang para ulama, miwah wong kang sampun sampurna, kawruhe marang Hyang Suksma
Sunah, dan wajib yang menjadikan kelengkapan sehari-hari. Itupun pahami hakikatnya secara jelas. Pertanyaanmu hendaknya rinci dan jangan bosan untuk berbincang dengan para ulama serta orang yang telah sempurna pengetahuannya mengenai Yang Mahasuci
Tanapi ing tata karma, ing tindhak-tandhuking basa, kang tumiba marang nistha, tuwin kang tumibeng madya, lan kang tumba utama, iku sira takokena, marang kang para sujanma, miwah mring wong tuwa-tuwa
Demikian pula perilaku tata karma dan pengguaan bahasa yang berkedudukan rendah, yang berkedudukan sedang, dan yang berkedudukan tinggi tanyakan pada para sarjana dan orang tua
Kang padha bisa micara, miwah wong kang ulah sastra, iku pantes takonana, bias padhang ing tyasira, ana kinarya gindhelan, pamuruke mring wong mudha, anuladha basaning sastra, utawa saking crita
Yang bisa bicara dan olah sastra. Mereka itu pantas kau tanyai agar jiwamu terang serta ada yang dapat dijadikan pegangan karena caranya dalam menasihati orang muda menggunakandasar dengan memetik sastra atau cerita
Lawan den sregep amaca, sabrang caritanira, aja anampik wawacan, carita kang kuna-kuna, layang babad kawruhana, caritane luhirira, darapon sira weruha, lelakone wong prawira
Serta rajinlah membaca segala macam cerita. Jangan memilih bacaan. Ketahui dan camkan cerita-cerita lama, babad, kisah leluhur, dan kisah para pahlawan
Miwah lakone padha, kang para wali sadaya, kang padha oleh nugraha, asale saking punapa, sara kang para satria, kang digedaya, lakune sira tirua, lelebetan kag utama
Demikian pula kisah para wali yang memberoleh kanugrahan, bagaimana asal-muasalnya. Tirulak kesetiaan dan pengabdian utama para kesatria yang digdaya dalam perang
Nora susah amirungga, mungguh tindhaking satriya, carita kabeh pan ana, kang nistha lan kang utama, kang asor kang luhur padha, miwah lakuning nagara, pan kabeh ana carita, ala becik sira weruha
Tidak perlu mengkhususkan pada perilaku kesatria, sebab segala cerita memiliki bagian yang hina danutama, ada yang hina dan ada yang agung. Demikian pula kehidupan suatu Negara, ada yang baik dan ada kisah yang jelek yang seyogyanya kau ketahui
Yen during mangerti sira, caritane takokena, ya marang wong tuwa-tuwa, kang padha weruh ing carita, iku ingkang dadhi uga, undhaing pinteranira, nanging ta dipunelinga, sabarang kang kapiyarsa
Jika kau belum mengetahui ceritanya, maka tanyakan pada orang-orang tua yang mengetahui cerita itu dengan harapan dapat menambah pengetahuanmu. Meskipun demikian, ingatlah semua cerita yang pernah kau dengar
Aja na tiru ing bapa, kalakuwane kang ala, banget tuna bodho mudha, ketul tan duwe graita, nanging anak putu padha, mugi Allah ambukaa, marang ing pitutur yogya, kabeh padha angestokena
Jangan meniru perilaku buruh ayahandamu yang sedemikian bodoh, bebal, dan tidak punya perasaan, tetapi mudah-mudahan anak cucuku, Allah membukakan hatimu pada nasihat yang baik dan kalian semua mematuhinya
Marang pituturing bapa, muga padha kalakona, kabehpadha mituruta, panedhaningsun mring Suksma, lanang wadon selameta, manggiha suka raharja, ing dunya prapteng akirat, den dohna sangsara papa
Mudah-mudahan kalian melaksanakan dan mengikuti nasihat ayahandamu. Permohonanmu pada Yang Mahasuci, semoga kalian, baik laki-laki maupun perempuan memperoleh keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat, serta dijauhkan dari kesulitan dan kesengsaraan
Olehe padha kekadhang, pada atut aruntuta, marang sadulure padha, suguha dunya barana, lan padha sugiha putra, pepeka jalu wanodya, kalawan maninge aja, nganti kapegatan tresna
Rukunlah persaudaraan kalian, kaya harta dan banyak anak baik laki-laki maupun perempua, dan jangan sampai putus tali cinta kasih
Padha uga den pracaya, aja sumelang ing nala, kabeh pitutur punika, poma wahyuning Hyang Suksma kang dhawuh marang ing sira, jalarane saking bapa, Hyang Suksma paring nugraha, maring anakingsun padha
Di samping itu percayalah danjangan ragu-ragu dalam hatimu terhadap semua nasihat ini. Anggaplah sebagai wahyu yang disabdakanYang Mahasuci kepadamu melalui ayahandamu. Semoga Yang Mahasuci member berkah kepada semua anakku
Den bias nampahi padha, mungguh sasmitaning Suksma ingkang padha marang sira, wineruhken becik ala, anyegah karepanira, kang marang panggawe ala, kang tumiba siya-siya, ya iku paring Hyang Suksma
Semoga kalian dapat memahami tanda-tanda yang diberikan Yang Mahakuasa kepada kalian mengenai hal yang baik dan burukmencegah niatmu dari perbuatan buruk, mencegahmu untuk melakukan hal jahat yang membawamu ke kehinaan. Itulah berkat Yang Mahasuci
Paring peling marang sira, tinuduhken ing marga, kang bener kanggo kang uga, neng dunya ingkang sampurna, muga anak putu pada, bisa dadi tuladha, kabecikaning manusa, tinirua ing sujanma
Memberikan peringatan padamu, juga menunjukkan jalan yang benar, dalam dunia yang sempurna, semoga seluruh anak cucu dapat menjadi surei teladan bagi kebaikan dan ditiru manusia
Sakehing wong kapengina, aniru ing solah bawa, marang anak putu padha, anggepe wedi asiha, kinalulutan ing bala, kedhepa saparentahnya, tulusa mukti wibawa, ing satedhak turunira
Dan banyak yang ingin meniru perilaku ank cucuku mengenai sikap segan dan kasih, disayangi dan dituruti seluruh perintahnya oleh bawahan, abdikanlah seluruh kemuliaanmu hingga keturunanmu
Den dohna saking doraka, winantua ing nugraha, sakeh anak putu padha, ingkang ngimanaken uga, marang pituturing bapa, Allah anyembadanana, ing pandhonganingsun iya, ing tyasingsun wus rumasa
Semoga dijauhkan dari segala dosa dan senantiasa diberkati dengan anugrah. Se,oga Allah mengabulkan permohonanku karena jiwak sudah merasa
Wakingsun umpama surya, lingsir kulon wayahira, pareking surupe uga, adoh marang timbulira, pira lawase neng dunya, kauripaning manusa, masa nganti saatus warsa, uripe ana ing dunya
Diriku ibarat matahari sudah condong ke barat, dekat waktu tenggelam, jauh dari waktu terbitnya. Seberapa lama hidupmu sebagai mausia, tidak akan sampai seratus tahun kehidypan manusia di dunia
Mulane sun muruk marang, kabeh paraputraningwang, suntulis sunwehi tembang, darapon padha rahaba, enggone padha amaca, ngrasakna carita, aja bosen den apalna, ing rina wengi elinga
Oleh karenanya, aku mengajarkan kepada seluruh anakku, kutuliskan dalam bentuk tembang agar semua senang membaca, merasakan (manfaat) cerita, jangan sampai bosan dan hafalkan, ingatlah baik siang maupun malam
Lah muga padha tirua, kaya leluhure padha, sudira betah atapa, sarta waskitha ing nala, ing sampurnaning ngagesang, kang patitis tan amamang, iku ta panedhaningwang, muga ta kalampahana
Mudah-mudahan kalian meniru para leluhur, prihatin, bijak dalam jiwa atas kesempurnaan hidup, cermat dan tidak ragu, itulah permohonanu, semoga dapat terlaksana
Titi tamating carita, serat wawaler ing putra, kang yasa Shri Maharaja, Pakubuwana Kaping Pat, karsane Shri Maharaja, ing galih panedhanira, kang amaca kang miyarsa, yen lali muga elinga
Tamatlah cerita berupa nasihat bagi putraku. Yang menggubah adalah Shri Maharaja Pakubuwana ke IV. Harapan Shri Maharaja kepada yang membaca dan mendengar jika sedang lupa, ingatkanlah
Telase panuratira, Besar tunggal ping wolulas, Akad Pon, Dal sinengkalan, tata guna sabdeng raja, masasta windu Sancaya, pamujinireng kawula, ya Allah kang luwih wikan, obah osiking kawula
Tamatnya yang tertulis ini pada Ahad Pon, delapan belas Besar, Dal Tahun 1735, mangsa kawolu, windu sancaya. Aku memuji Allah yang mengetahui segala gerak hidupku.
Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D
BalasHapus