Masih ingat tembang Jawa yang diciptakan oleh para Walisongo dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa?. Salah satunya adalah tembang Sluku- Sluku Batok.
Dalam kehidupan bermasyarakat dan berbudaya manusia berada pada posisi sentral dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya. Dalam kepercayaan Islam manusia sebagai khalifatullah fil ardi ( pemimpin di bumi) yang berarti mempunyai tugas utama mengembangkan dan menyiarkan agama Tuhan. Di sinilah keberadaannya mempunyai peranan penting untuk menembus celah-celah karakteristik masyarakat yang berbudaya, dalam hal ini selalu bermuara pada sisi agama Islam.
Tokoh-tokoh Islam sudah jauh sebelumnya mempunyai konsep dan cara bagaimana kondisi masyarakat tersebut mampu menerjemahkan nilai-nilai suci dalam konsep spiritualnya. Kehadiran wali-wali Allah seperti walisanga telah mampu menerobos masyarakat melalui strategi budaya yang begitu bijak dan sosiologis, hingga masyarakat Jawa khususnya boleh berislam semampunya. Karena bagaimanapun wali-wali tersebut lebih mengutamakan perlunya menanamkan iman amaliyah daripada menanam kemurnian ajaran yang sulit diterjemahkan.
Di antara wali sanga, Sunan Kalijaga yang dianggap mempunyai kualitas, mampu mentransfer ajaran agama yang kemudian diinternalisasikan ke dalam tradisi masyarakat Jawa. Oleh masyarakat Jawa dianggap sebagai “Guru suci Wong Tanah Jawi”. Dengan kearifan, pandangan hidup serta falsafahnya bisa diterima oleh masyarakat Jawa.
Beberapa cuplikan syair tembang-tembang dolanan yang seringkali dinyanyikan anak-anak ketika sedang bermain (terutama di pedesaan) ternyata bukan sekedar dolanan belaka melainkan benar-benar meerupakan ajaran serius untuk menuju tahapan nilai spiritual tertinggi dalam ajaran agama. Dulu ketika saya ngaji di mushalla, saya diberi nasehat bahwa tembang dolanan Sluku-sluku bathok sebenarnya merupakan syair dari bahasa Arab yang mempunyai pesan tentang ilmu tasawuf. Oleh orang-orang Jawa mendengarkannya agar berbeda dengan yang sebenarnya. Pendengaran orang-orang Jawa terhadap syair-syair sluku-sluku bathok seperti yang ada sekarang ini.
SUNAN Kalijaga banyak meninggalkan karya seni yang akhirnya membangun peradaban budaya masyarakat Jawa. Tradisi adat istiadat, dunia pewayangan hingga tembang Jawa banyak dilahirkan wali bernama asli Raden Sahid tersebut. Semua itu dilakukan Sunan Kalijaga tak lain sebagai media dakwah untuk menyiarkan Islam di tanah Jawa.
Salah tembang Jawa yang cukup fenomenal yakni Sluku-sluku Bathok. Lagu dolanan anak ini sekilas seperti berbahasa Jawa, tetapi sesungguhnya tembang tersebut digubah Sunan Kalijaga dari bahasa Arab. Dalam tembang ini juga menyimpan makna filosofi tentang kehidupan masyarakat Jawa serta ajaran Islam.
Syair aslinya adalah sebagai berikut :
غسل غسل بطنك
Kumbahen utawi resikono bathinmu/atimu
بطنك لااله الاالله
Bathinmu nganggo kalimat toyyibah : Laa ilaha illa Allah
سر ما يسلك
Lumakuwo liwat kreteg (jembatan penghubung) salaka.
لااله الاالله حي وموت
Maca laailaha illa Allah, wiwit isih urip nganti tumekaning pati (sakaratul maut)
من ذلك مرقبة
Siapa yang selalu mengawasi manusia
حي وموت ان لله
Urip lan mati satemene saka Allah Swt.
محبة مخرجه توبة
Mahabbah kuwi tumimbule saka patrap nyuwun pangapura (taubat) marang Allah.
يعرف ان خلقنا الانسان من ماء ذا فق
Mangertio satuhune Allah SWT nyipta manungsa iku saka banyu sing ambune kaya badeg (seperma).
Menurut pendengaran orang Jawa kalimat-kalimat dalam bahasa Arab tersebut merasa asing sehinngga dalam pengucapannya pun ahirnya berbeda dengan aslinya.
Ini adalah tembangnya:
Sluku-sluku bathok,
Bathoke ela-elo,
Si Rama menyang Solo,
Oleh-olehe payung motho,
Mak jenthit lolo lo bah,
Wong mati ora obah,
Yen obah medeni bocah,
Yen urip goleko duwit.
Sekilas bila kita memperhatikan tembang tersebut diatas, beberapa kata atau frasa tidak terdefinisi atau tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa jawa, apalagi bahasa indonesia. Sebagaimana berikut:
1. Sluku-sluku. Dalam kamus bahasa jawa tidak ada kata "sluku" melainkan "suku" berasal dari kata "sikil" yang berarti kaki.
2. Ela-elo. Kata ini lagi-lagi tidak ada dalam vocabulary bahasa jawa, melainkan "gela-gelo" yang berarti geleng kepala.
3. Lololobah. Kata ini juga tidak diketemukan dalam bahasa jawa, melainkan "obah" yang bermakna bergerak.
Jadi kalau diterjemahkan perkata ke dalam bahasa indonesia menjadi seperti di bawah ini:
1. Sluku-sluku badthó', badthó'e ela-elo.
Sluku-sluku tempurung kelapa, tempurung kelapanya bergeleng-geleng.
2. Si rómó mènyang sóló, oléh-oléhe payung motha.
Ayah pergi ke kota solo, membawa oleh-oleh payung kematian.
3. Mak jènthit lololobah, wóng mati ora obah.
Menungging lololobah, orang mati tidak bergerak.
4. Yén obah mèdéni bocah, yén urip goléka dhuwit.
Bila bergerak akan menakutkan bagi anak-anak, tapi bila hidup carilah uang.
Apakah Anda mengerti makna tembang tersebut? Tentu membingungkan. Tembang dolanan “sluku-sluku bathok” di atas dapat ditelusuri dari segi sufisme Jawa/filsafat Jawa yang sudah terpengaruh oleh ajaran Islam sehingga berbau mistik. Larik yang berbunyi:
“Sluku-sluku bathok”, berasal dari baha arab Ghuslu-ghuslu batnaka, artinya mandikanlah/bersihkanlah batinmu, Membersihkan batin dulu sebelum sebelum membersihkan badan atau raga. Seperti dalam lagu Indonesia Raya: Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, sebab lebih mudah membersihkan badan dibandingkan membersihkan batin atau jiwa. Jadi makna dari larik itu adalah berupa perintah agar mencegah hawa nafsu terutama yang berkaitan dengan isi perut karena perut merupakan gambaran dari mikrokosmos. Didalam perut dapat ditemukan jagad cilik yang menggambarkan alam semesta. Hal ini dapat disejajarkan dengan lakon wayang “Dewa Ruci”. Pada lakon tersebut, Bima digambarkan masuk ke dalam perut Dewa Ruci. Di sana Bima dapat melihat alam semesta yang utuh. Di samping itu, membersihkan perut juga dapat berarti mengheningkan cipta atau menyucikan hati dengan menyebut lafal:
“Bathoke ela-elo”, berasal dari bahasa Arab: batnaka La Ilaha Illallah, maksudnya; hatinya senantiasa berdzikir kepada Allah, diwaktu senang maupun susah, dikala menerima nikmat maupun musibah,sebab setiap peristiwa yang di alami manusia, pasti menggandung hikmah. Larik itu pada hakikatnya merupakan kalimat tauhid yang dalam sufisme Jawa ketika berdzikir seyogyanya dengan mengucap lailaha ilallah. Hal ini berarti kita membersihkan batin (mengheningkan cipta) disertai dengan falsafah eling/sadar. Sehingga manusia akan selalu menyadari sampai di lubuk hatinya bahwa tidak ada Pangeran “Tuhan” kecuali Allah ta’ala. Kalimat tauhid tersebut dalam agama Islam sering disebut Kalimat Syahadat.
“Si rama menyang sala”, siruma yaslukayang dapat berarti dari kata salaka “berjalanlah”di jalan yang dijalani oleh Nabi SAW. Dalam mengimani sebuah keyakinan tidak cukup hanya disertai dengan sikap eling“sadar”saja. Karena masih perlu digenapi dengan larik:
“Oleh-olehe payung motha”, la ilaha ilallah hayyum wal mauta. Artinya, selalu lafalkanlah “la ilaha ilallah” sejak dini sampai maut menjemput agar mendapatkan kematian yang khusnul khotimah. Manusia hidup di dunia tidak hanya sekedar memburu kepentingan duniawi saja tetapi hendaknya juga kepentingan di akherat. Sampai pada tataran tersebut, manusia belum dapat mencapai kesempurnaan kalau belum dapat melakukan seperti pada larik:
“Mak jenthit lo lo bah”, mandzolik moqorobah. Kata mandzolik berasal dari kata mandzalika yang berarti berhati-hatilah dengan kesalahanmu. Frasa mak jenthit berasal dari perubahan kata mukhasib yang berarti “berhitunglah dari segala kesalahanmu”. moqorobah dapat diartikan “intropeksi, mawas diri”, atau “meneliti segala kesalahan yang pernah diperbuat”. dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia hidup harus selalu dapat mengoreksi diri dan melakukan kesalahan yang diperbuatnya. Atau dengan kata lain adalah bertaubat Orang yang mau mengakui kesalahannya dapat disebut sebagai satriya pinandhita “satria yang berwatak pendeta atau orang yang mempunyai kelebihan”. orang yang sudah mencapai tataran seperti itu dapat disebut sebagai manusia yang selalu dapat menjaga perdamaian dunia dan selalu dapat menjaga perdamaian batin, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap alam semesta sehingga ia telah mampu memayu hayuning bawana “menciptakan ketentraman dunia” Orang yang berwatak satriya pinandhita selalu mendasari dirinya dengan sikap religius. Hal ini diungkapkan dalam larik
“Wong mati ora obah” “hayun wal mauta inalillah”. Artinya, mati dan hidup adalah milih Allah. Dalam falsafah orang Jawa, manusia harus sudah mengetahui sangkan paraning dumadi asal dan tujuan orang hidup. Hal ini tergambar dalam larik “wong mati ora obah” “mahabatan mahrojuhu taubatan” yang berarti hendaknya berbakti kepada Yang Membuat Hidup agar dicintai. Agar dikasihi Allah, manusia harus “mahrojuhu” atau mencari jalan terang melalui jalan pertobatan.
Dengan bertobat, manusia diharapkan dapat mendekat pada pangeran “Tuhan”. Disamping itu, ia harus mengetahui tujuan hidup manusia melalui manunggaling kawula Gusti bersatunya manusia dengan Tuhan. Untuk mencapai tataran itu, manusia harus selalu pasrah sumarah pasrah dengan segenap hati terhadap kodratnya. Agar dapat pasrah dengan segenap hati, manusia harus memahami arti kehidupan seperti yang tergambar dalam larik
“Yen obah medeni bocah”,Mahabbatan mahrajuhu taubah, Maka, bercintalah dengan kecintaan menuju taubat. Selagi masih diberi kesempatan oleh Allah untuk hidup di dunia ini.
Jangan pernah putus asa dalam menggapai rahmat dan maghfirah-Nya. Saat kematian datang, semua sudah terlambat. Kesempatan beramal hilang. Banyak ingin minta dihidupkan tapi Allah tidak mengijinkan. Jika mayat hidup lagi maka bentuknya menakutkan dan mudharat-nya akan lebih besar.
“Yen urip goleka dhuwit”, Yasrifu innal khalaqna insana min dhafiq, kata “yasrifu” bermakna bahwa hidup manusia dapat mencapai kemuliaan dengan cara selalu mengingat perintah Allah.
Oleh karena itu, manusia tidak diperkenankan sombong.Ingatlah sungguh manusia diciptakan dari air yang memancar. Maksudnya, manusia diciptakan dari ketiadaan dan kehinaan. Oleh karena itu untuk memperoleh kemulyaan harus dengan berjalan di jalan Allah. Kesempatan terbaik untuk berkarya dan beramal adalah saat ini. Saat masih hidup. Pengin kaya, pengin membantu orang lain, pengin membahagiakan orang tua: sekaranglah saatnya. Sebelum terlambat, sebelum segala pintu kesempatan tertutup. Didalam tembang dolanan tersebut di atas mengandung filsafat luhur orang Jawa. Orang jawa menyadari sikap pasrah dengan bentuk pasrah sumarah dan pertobatan (mau menyadari kesalahannya). Dengan sikap seperti itu, orang Jawa diminta dapat memayu hayuning bawana “menjaga ketentraman dunia” sehingga kelak dapat bersatu dengan Tuhan atau manunggaling kawula lawan Gusti. Dengan demikian, ia dapat disebut manusia mulia atau manusia sejati.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D
BalasHapus