Translate

Senin, 07 Januari 2019

Janganlah Mengumpat Setan!! Karena Akan Membesarkan Setan Itu

Ekspresi dari rasa marah dan kesal dalam ungkapan verbal yang menghina. Mengumpat menjadi pelampiasan marah yang paling sering dilakukan.  Bahkan tak sedikit yang secara reflek pasti mengumpat saat amarah mencuat. Memang, tidak mudah menahan diri untuk tidak mengumpat saat marah. Baik umpatan ditunjukan langsung pada subjek pemicu marah atau hanya berupa umpatan dalam gumam. Berbeda dengan pelampiasan marah berupa tindakan memukul atau yang lebih jauh lagi. Kalau yang ini, biasanya orang masih bisa berpikir untuk tidak memperpanjang masalah dengan melakukannya.

Karena sulit, tidak sedikit yang memilih memlesetkan kata-kata kasarnya menjadi kata lain. Dia tidak ingin mengucapkan kata-kata kasar, tapi sulit untuk tidak mengumpat saat kesal.  Akhirnya, kata-kata kasar diplesetkan menjadi kata-kata yang tidak bermakna, atau ada yang mengganti dengan kata lain yang sebenarnya tidak pas untuk mengumpat. Misalnya, biasanya orang menggunakan kata anjing, tapi biar tidak kasar diganti jangkrik.

Namun begitu, umpatan tetaplah umpatan. Sisi yang hendaknya dijauhi bukan sekedar kata-kata kasarnya, tapi juga luapan amarahnya. Karenanya, jika kita ingin memiliki kemampuan mengendalikan marah dengan sempurna, kita harus belajar menahan diri agar lisan kita juga pandai menahan marah.

Pada dasarnya, yang disyariatkan bagi seorang mukmin adalah memohon perlindungan kepada Allah dari gangguan setan, dan bukan melaknat setan. Terdapat banyak dalil yang menunjukkan hal itu, diantaranya,

Firman Allah,

وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Jika setan  mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS. Fushilat: 36)

Allah juga berfirman, memerintahkan kita untuk berdoa,

وَقُل رَّبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ* وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَن يَحْضُرُونِ

Katakanlah: “Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan Setan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku (QS. al-Mukminun: 97 – 98).

Karena itulah, ketika ada yang menggaggu dalam shalat, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan agar kita memohon perlindungan dari setan, dan bukan mengumpat setan.

Dari Utsman bin Abil ‘Ash Radhiyallahu ‘anhu, beliau pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Wahai Rasulullah, setan telah mengganggu kekhusyuan shalatku, hingga aku lupa terhadap apa yang aku baca.”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خِنْزِبٌ فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْهُ وَاتْفِلْ عَلَى يَسَارِكَ ثَلاَثًا

Itu setan namanya Khinzib. Jika kamu merasa diganggu, mintalah perlindungan kepada Allah darinya, dan meludah ringan ke kiri 3 kali.

Kata Utsman, “Akupun lakukan saran itu, lalu Allah menghilangkan gangguannya dariku.” (HR. Muslim 5868).

Kemudian, di sana terdapat larangan khusus mencela setan ketika terjadi kecelakaan.

Salah seorang sahabat pernah membonceng Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian ontanya terjatuh. Sahabat ini langsung mengatakan, Ta’isa as-Syaithan “Celaka setan”

Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,

لاَ تَقُلْ تَعِسَ الشَّيْطَانُ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ تَعَاظَمَ حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ الْبَيْتِ وَيَقُولَ بِقُوَّتِى وَلَكِنْ قُلْ بِسْمِ اللَّهِ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ تَصَاغَرَ حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ الذُّبَابِ

Jangan kamu mengucapkan ‘celaka setan’. Karena ketika kamu mengucapkan kalimat itu, maka setan akan membesar, hingga dia seperti seukuran rumah. Setan akan membanggakan dirinya, ‘Dia jatuh karena kekuatanku.’

Namun ucapkanlah, ‘Bismillah…’ karena jika kamu mengucapkan kalilmat ini, setan akan mengecil, hingga seperti lalat. (HR. Ahmad 21133, Abu Daud 4984, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

At-Thahawi menjelaskan hadis ini,

نهاه رسول الله صلى الله عليه وسلم لأنه بذلك موقع للشيطان أن ذلك الفعل كان منه ولم يكن منه، إنما كان من الله ، وأمره أن يقول مكان ذلك: بسم الله -حتى لا يكون عند الشيطان أنه كان منه عنده في ذلك فعل

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal itu, karena ucapan itu akan membuat setan bangga, dia menyangka kecelakaan itu disebabkan diri setan, padahal sejatinya bukan darinya. Namun datang dari Allah. Dan Nabi  Shallallahu ‘alaihi wa sallam memeritahkan untuk menggantinya dengan ucapan ‘Bismillah..’ sehingga  setan tidak mengganggap bahwa kecelakaan itu darinya dan dia memiliki peran dengannya.
(Musykil al-Atsar, 1/346).

Umpatan bagi setan serasa pujian yang membuatnya semakin sombong dan membesar. Bukankah manusia juga kadang begitu? Saat seseorang berhasil membuat sebuah karya luarbiasa dan banyak menuai pujian, dia tidak akan marah, bahkan bangga jika ada yang melihat karyanya lalu malah bilang, “Gila nih yang bikin!”. Umpatan itu justru menjadi pujian dosis tinggi yang membanggakan.

Dalam kultur kita, mungkin tidak terbiasa mengumpat setan secara langsung. Yang biasa terjadi adalah menggunakan kata “setan” atau “anak setan” atau “iblis” sebagai penisbatan untuk mengumpat perbuatan yang memicu amarah. Wallahua’lam, sepertinya kata-kata ini juga akan berdampak sama dengan mengumpat setan secara langsung.

Nah, tentunya kita tidak akan membiarkan setan berbangga diri. Syariat selalu mengajarkan kita berbagai cara agar setan terhina dan kalah. Karenanya, jangan sampai kita justru memujinya tanpa sadar dengan umpatan.

Tak jauh beda dengan setan dari golongan jin, mengumpat setan dari golongan manusia juga dilarang. Khususnya umpatan atau hinaan atas tuhan mereka. Tema “tuhan” akan menjadi isu paling sensitiv jika disinggung. Ini biasa terjadi jika kita terlibat perdebatan soal ketuhanan. Saat perdebatan memanas, adakalanya kita terpancing dan tak tahan untuk tidak mengumpat tuhan dan keyakinan mereka. Aksi hina-menghina pun tak terelakkan.

Dulu para shahabat juga sering menghina berhala.Hal itu dilakukan guna menguatkan keyakinan bahwa berhala tidak mampu mendatangkan bahaya meski dicaci maki. Namun kemudian, orang-orang musyrik tidak terima dan balas menghina Allah. Dari segi manfaat dan madharat, hinaan kepada berhala jauh lebih kecil manfaatnya dibanding madharat yang muncul karenanya berupa hinaan dan umpatan kepada Allah. Karenanya, hal ini pun dilarang. Allah berfirman;

وَلاَ تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللهِ فَيَسُبُّوا اللهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ

“Dan janganlah kalian mencaci orang-orang yang berdoa kepada selain Allah lalu mereka mencaci Allah dengan penuh kebencian dan tanpa ilmu.” (QS. Al An’am;108)

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

1 komentar: