Translate

Selasa, 22 Januari 2019

Riwayat Raja Si Gentar Alam Bukit Siguntang

Pada masa pemerintahan Balaputera Dewa, Kerajaan Sriwijaya terus membentangkan lagi sayap kerajaannya. Bukan hanya perekonomian saja yang berkembang pesat namun juga bidang pendidikan. Pada masa pemerintahan Raja Balaputera Dewa, banyak putera-puteri Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu agama Budha di perguruan tinggi Nalanda di Benggala, India.

Tahun 860 M, raja dari kerajaan Pala di Benggala, India memberikan sebidang tanah pada Raja Balaputera Dewa. Diatas tanah itu didirikan sebuah biara oleh Raja Balaputera Dewa untuk tempat tinggal putera-puteri Sriwijaya yang menuntut ilmu disana. Banyaknya putera-puteri Sriwijaya yang menjadi ahli agama Budha membuat Sriwijaya menjadi pusat ilmu pengetahuan terutama ilmu pengetahuan agama Budha dan ilmu bahasa sansekerta.

Banyak pendeta dari Tibet dan China yang belajar disana. Ini dibuktikan dari sebuah berita China yang ditulis oleh I-Tsing. Masih menurut I-Tsing, hampir setiap harinya para pelajar/pendeta dari Tibet dan China berdatangan ke Sriwijaya. Kehadiran mereka semakin memperkaya keberadaan pengetahuan tentang agama Budha.

Para pelajar/pendeta dari negeri seberang itu melakukan penelitian dan mempelajari ilmu yang ada pada waktu itu. I-Tsing sempat menganjurkan para pendeta China yang ingin belajar ke India sebaiknya terlebih dahulu mendapatkan pelajaran di Sriwijaya selama dua atau tiga bulan. Sebab di Sriwijaya ada pendeta Budha yang masyur dan telah menjelajah lima negeri di India untuk menambah ilmunya. Ia bernama Sakyakirti. Beliau adalah salah seorang maha guru agama Budha di Sriwijaya. Atas bantuan seorang guru besar, agama Budha dari India yang bernama Dharmapala, perguruan di Sriwijaya mencapai kemajuan pesat.
Pada masa itu, Sriwijaya dikenal sebagai pusat perdagangan, pusat penyeberangan agama Budha, dan juga sebuah negara maritim yang makmur berkat jasa raja-rajanya. Hingga pada masa pemerintahannya, Raja Balaputera Dewa pun Sriwijaya tetap memperluas kembali wilayah kekuasaannya. Sriwijaya menganut sistem politik ekspansif (perluasan kekuasaan).

Pada awal abad ke-9, Raja Balaputera Dewa dapat memperluas wilayah Sriwijaya. Wilayah itu meliputi Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Malaysia, Singapura, dan Thailand Selatan. Dalam kepemimpinaan Raja Balaputera Dewa, wilayah kekuasaan Sriwijaya semakin luas dan armada-armada perangnya terutama angkatan lautnya menjadi sangat besar dan kuat.

Raja Balaputera Dewa merupakan satu-satunya yang mewariskan tahtanya pada keturunannya. Dari anak ke cucunya hingga yang bernama Ratu Dewayani. Pada masa itu Ratu Dewayani baru beranjak remaja namun kepintarannya dalam sistem kepemerintahan tak perlu diragukan lagi. Begitu juga kesaktiannya. Senjatanya berupa cakram emas sangat ditakuti lawan.

Untuk kedua kalinya, Sriwijaya kedatangan tamu agung dari negeri seberang yaitu Majapahit dari pulau Jawa. Tamu agung itu adalah seorang laki-laki gagah dan tampan. Beliau juga merupakan seorang bangsawan dari kerajaan di pulau Jawa.
Parameswara namanya, yang masih Bangsawan Majapahit, Parameswara sengaja meninggalkan negerinya karena terjadinya perang saudara akibat rakus akan kekuasaan.

Kedatangan Parameswara di Sriwijaya disambut baik oleh Ratu Dewayani dan tangan kanannya yang bernama Raden Sri Pakunalang yang merupakan panglima tertinggi di Kerajaan Sriwijaya. Hingga ahkhirnya Parameswara menjadi saudara angkat Raden Sri Pakunalang.

Parameswara tidak mempunyai jabatan apapun di Sriwijaya, namun dirinya membantu Raden Sri Pakunalang dalam menghadapi serangan-serangan dari luar terutama dari Kerajaan Cola yang dipimpin Raja Rajendra Cola Dewa.

Prestasi Parameswara di medan pertempuran sungguh luar biasa. Dengan segenap ilmu kesaktian dan semangat juangnya yang tinggi Parameswara berhasil membunuh panglima-panglima perang musuh. Terlebih ketika Parameswara menjadi murid sosok gaib Dapunta Hyang. Hingga akhirnya kerajaan Cola mengutus ksatria terhebatnya untuk duel dengan ksatria dari Sriwijaya. Colamandala namanya, seorang putera mahkota dan ksatria terhebat disana. Sedangkan kerajaan Sriwijaya diwakilkan oleh ksatria baru mereka yaitu Parameswara. Duel sengit pun terjadi dua orang ksatriaa, tetapi di duel tersebut menjunjung tinggi nilai kejujuran dalam bertarung.
Pertarungan yang penuh dengan benturan ilmu-ilmu kanuragan tingkat tinggi dan dimenangkan oleh Parameswara. Sesuai perjanjian maka Kerjaan Cola menghentikan serangannya terhadap Kerajaan Sriwijaya.

Nama Parameswara semakin harum. Setiap penjuru Sriwijaya mengenal Parameswara hingga akhirnya beliau menjadi Raja Sriwijaya dengan gelar Cudamaniwarmadewa yang diberikan oleh Dapunta Hyang.

Masa pemerintahan Raja Cudamaniwarmadewa diisi dengan perdamaian dan kemakmuran bagi rakyat Sriwijaya dibawah kepimpinannya. Sriwijaya kembali mengulang masa kejayaannya.
Kabar diangkatnya Parameswara menjadi Raja Sriwijaya terdengar sampai ke telinga ibu angkatnya yang masih menetap di Mojopahit.

Atas permintaan Parameswara, sang ibu akhirnya hijrah ke Sriwijaya serta adik angkatnya yang bernama Raden Mas Kalirang. Parameswara merupakan anak yang berbakti pada ibunya. Walaupun sudah siap ke medan perang dengan pakaian perangnya, namun jika ibunya mengatakan "tidak" maka Parameswara mengurungkan niatnya.

Pada suatu ketika Raja Cudamaniwarmadewa sedang bertapa, tiba-tiba dirinya didatangi sosok gaib yang merupakan gurunya sendiri yaitu Dapunta Hyang.
"Hai, Parameswara! Ketahuilah sejak dahulu aku telah mengetahui bahwa ada agama terakhir dengan nabinya yang bernama Muhammad," ucap Dapunta Hyang.
"Maksud guru, saya harus memeluk agama itu?" Tanya Parameswara.
Dapunta Hyang tidak langsung menjawabnya, namun ia menunjukkan suatu arah yang tiba-tiba dari arah tersebut terlihat seberkas cahaya putih yang melesat cepat menuju Parameswara yang sedang duduk bersila. Setelah berhasil meraih cahaya yang sebenarnya berupa keris dari besi kuning itu barulah Dapunta Hyang berkata kembali.
"Parameswara, pada keris itu terdapat huruf arab gundul yang menceritakan tentang kebesaran Yang Maha Kuasa atas alam semesta ini. Kau telah mendapatkan Hidayah dari-Nya.."

Setelah kejadian itu, Parameswara sering bermimpi yang aneh. Dalam mimpinya, ia melihat kota Mekah dengan kebesaran-kebesaran Allah disana dan banyak hal-hal lainnya yang ia alami. Hingga pada suatu hari Dapunta Hyang kembali mendatangi Parameswara.
"Parameswara, mulai hari ini aku bukan lagi gurumu. Jodoh kita telah selesai," tutur Dapunta Hyang.
"Maksud guru?" Parameswara kebingungan.
"Pergilah ke pesisir Sungai Ogan. Disana kamu akan menemui seseorang yang telah menunggumu." Lanjut Dapunta Hyang.
"Siapa orang itu?" Tanya Parameswara penuh kebingungan.
"Seorang penyebar agama Islam dari Timur Tengah dan Beliau akan menjadi gurumu. Tapi ingat, jangan kau main-main dengannya karena ilmunya tak dapat ku lihat dengan mata bathinku, aku pun segan dengannya. Mengerti kau ?" Ucap tegas Dapunta Hyang.
"Mengerti, Raja Dapunta!" Jawab Parameswara.

Parameswara segera berangkat ke tempat yang dikatakan Dapunta Hyang, yakni pesisir Sungai Ogan. Tiba-tiba kedua matanya melihat sebuah gubuk dan hanya beberapa meter dari gubuk itu terlihat seorang kakek tua sedang sibuk membuat perahu. Parameswara segera mendekat dan bertanya pada orang tua itu.
"Orang tua, apa kau tahu tempat tinggal seorang yang berasal dari Timur Tengah?" Tanya Parameswara.
"Kau bertanya padaku?" Tanya orang tua itu.
"Tentu saja aku bertanya padamu!" Parameswara sudah mulai kesal.
"Dari penampilanmu, tentu kau bukan orang biasa. Tapi sayang kau tak punya sopan santun terhadap orang yang lebih tua. Lagi pula, buat apa kau mencari orang yang kau maksudkan itu?" Lanjut orang tua itu tetap penuh ketenangan.
"Lancang kau orang tua! Beraninya kau berbicara seperti itu di depan Raja Sriwijaya!" Berang Parameswara.
"Oooo.......ternyata kau Raja Sriwijaya. Maaf jika hamba berkata lancang. Hamba hanya orang biasa," orang tua itu menundukkan kepala memberikan hormat.
"Ya, benar! Aku Raja Cudamaniwarmadewa, Raja Sriwijaya!" Parameswara berkata dengan penuh percaya diri.
"Dau kau murid dari Dapunta Hyang?" Orang tua tersebut kembali bertanya.
"Darimana kau tahu?" Parameswara sungguh terkejut.
"Kau juga disuruh Dapunta Hyang untuk belajar agama Islam?" Lajut orang tua tersebut.
Parameswara sungguh terkejut. Dia tidak menyangka orang tua didepannya itu adalah orang yang dicari-carinya. Betapa malunya ia telah menyombongkan diri didepan orang yang diharapkan menjadi gurunya.
"Maafkan saya, Tuan! Saya bodoh sekali," tutur bijak orang otua yang mempunyai julukan Wali Putih.

Semenjak itu, Parameswara telah resmi menjadi murid dari Wali Putih yang juga telah meng-Islam-kan dirinya. Parameswara kini bernama Iskandar Zulkarnaen Alamsyah. Sebuah nama yang bernuansa Islam yang diberikan oleh Sang Guru.
Ia yang telah berganti nama menjadi Iskandar Zulkarnaen Alamsyah itu menghabiskan hari-harinya untuk belajar agama Islam. Dan jejaknya diikuti oleh Raden Sri Pakunalang yang menjadi mualaf. Sejak saat itu, diantara mereka tidak ada batas raja dan panglimanya.
Dengan resminya Cudamaniwarmadewa (Parameswara) menjadi muslim tentu saja membuat pro dan kontra dikalangan petinggi-petinggi istana.

Namun dikalangan menteri-menteri dan penasehat kerajaan mengecam tindakan sang raja, karena menurut mereka Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat Pendidikan Agama Budha. Demi menghindari perseturan dilingkungan kerajaan, maka sang raja melepaskan gelarnya sebagai Raja Sriwijaya bernama Cudamaniwarmadewa dan menegaskan kini namanya Iskandar Zurkanaen Alamsyah.
Bersama pengikut-pengikut setianya, pergi meninggalkan kerajaan.

Baru saja beliau hendak melangkah melewati pintu gerbang, tiba-tiba seorang hulubalang kerajaan mencegat dan mencaci maki mereka. Hal itu tentu saja membuat murka mantan Raja Sriwijaya.
Dengan emosi yang memuncak, Iskandar Zulkarnaen Alamsyah menghentakkan kakinya ke bumi. Seketika itu juga alam seakan meluapkan amarahnya. Hujan badai, gempa bumi, kilat yang menyambar dan angin yang bertiup kencang tumpah menjadi satu ditambah meluapnya air laut yang meluluh lantakkan kota Sriwijaya.

Sebenarnya Iskandar Zulkarnaen Alamsyah sangat mencintai Sriwijaya. Namun apa boleh buat, dia tidak punya pilihan selain pergi meninggalkan Sriwijaya. Semenjak kejadian itu orang-orang Sriwijaya memanggilnya Raja Si Gentar Alam, yang artinya raja yang kesaktiannya mampu menggetarkan alam.

Iskandar Zulkarnaen Alamsyah atau Si Gentar Alam pergi meninggalkan kota Raja ke pesisir Malaka.
Ternyata disana juga telah masuk dan berkembang agama Islam. Nantinya Si Gentar Alam dan pengikut setianya berjumpa dengan pelaut setempat yang bernama Hang Tuah dan mereka merebut wilayah itu dari Sriwijaya dan mendirikan sebuah kerajaan yang bernama Kesultanan Malaka.
Beliau mendirikan sebuah kesultanan yang bernama Kesultanan Malaka. Iskandar Zulkarnaen Alamsyah menjadi Raja pertama Kesultanan Malaka yang bergelar Sultan Iskandar Syah dan menikahi bangsawan setempat yang bernama Puteri Rambut Selaka.

Setelah ada penerus Sultan Iskandar Syah kembali ke Palembang. Kala itu Sriwijaya telah runtuh. Beilau bersama para pengikut setianya tinggal di sana hingga beliau wafat dan dimakamkan di Bukit Siguntang (bukit yang tiba-tiba muncul setelah bencana alam di kota Sriwijaya).

Kembali ke masa Sriwijaya, setelah kepergian Iskandar Zulkarnaen Alamsyah, Kerajaan Sriwijaya mengalami kekosongan Tahta. Para menteri pemuka agama segera mengadakan pertemuan membahas siapa yang pantas menduduki tahta kerajaan setelah cukup lama berdiskusi mereka mengangkat Sarjana Agama yang baru saja pulang dari India untuk menjadi Raja.

Nama asli beliau tidak diketahui. Maka resmilah beliau menjadi Raja Sriwijaya dengan gelar Raja Sri Sanggramawijaya tunggawarman. Sayangnya, pada masa kepemimpinannya, Sriwijaya mengalami kemunduran. Banyak para pejabat yang koruptor dan menindas rakyat demi kepentingan mereka.
Hanya seorang panglima tertinggi serta bawahan-bawahannya saja yang masih setia dengan Sang Raja. Nama Panglima itu adalam Panglima Jairo.

Kerapuhan Sriwijaya ternyata tercium oleh Kerajaan Cola di India. Kesempatan emas itu tidak dilepaskan oleh Raja dari Kerajaan Cola.
Mereka menguasai Sriwijaya secara besar-besaran. Serangan Kerajaan Cola membuat Sriwijaya semakin rapuh.

BUKIT SIGUNTANG

Bukit Siguntang merupakan salah satu tempat bersejarah bagi Kerajaan Sriwijaya khususnya pada pemerintahan Raja Cudamaniwarmadewa atau yang akrab disebut dengan nama Raja Si Gentar Alam.

Selain itu, Bukit Siguntang juga merupakan pusat kekuatan gaib di Sumetera Selatan. Pasalnya Bukit Siguntang adalah tempat Raja Si Gentar Alam memperdalam ilmu kesaktiannya dan juga merupakan tempat kesukaan Sang Raja. Begitu cintanya Raja Si Gentar Alam terhadap Bukit Siguntang, sehingga Sang Raja meminta dimakamkan di bukit tersebut.

Jika dirasakan dengan deteksi bathin kekuatan mistis di Bukit Siguntang begitu kuat. Hal itu karena di Bukit Siguntang tertanam benda-benda pusaka milik Sang Raja. Pusaka-pusaka itu antara lain keris Si Gentar Alam, tombak Si Gentar Alam, Panah Seribu Mata, dan juga harta peninggalan Sang Raja yang jumlahnya akan membuat mata siapapun menjadi terbelakan jika melihatnya.

Kata juru kunci Bukit Siguntang, pernah di bukit tersebut dijadikan ajang uji nyali oleh salah satu stasiun televisi swasta. Karena mereka tidak mengindahkan kata-kata sang juru kunci tersebut. Akhirnya terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan oleh kru dan si peserta uji nyali tersebut.
Menurut hasil dialog bathin Misteri dengan sosok gaib Raja Si Gentar Alam, bahwa harta karun miliknya itu mampu menutupi hutang-hutang negara ini. Namun tidak sembarang orang mampu menarik harta karun karena harta karun itu sudah ada yang "berhak".

Dan jika ada orang yang nekad untuk mengangkat/mencuri harta karun tersebut maka Sang Raja (juga keturunannya) tidak bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada pencurinya. Selain itu Bukit Siguntang juga cook sekali menjadi tempat untuk memperdalam ilmu kesaktian terutama ilmu kanuragan.

Sebab aura mistis Bukit Siguntang didominasi sepenuhnya oleh aura Raja Si Gentar Alam yang sama sekali tidak memiliki ilmu Pengasihan. Walaupun di bukit itu juga terdapat aura pengasihan dari sosok gaib Puteri Kembang Dadar yang merupakan anak angkat dari Raja Si Gentar Alam.

Namun satu hal yang perlu diingat, Bukit Siguntang memang diselimuti kabut atau aura mistis yang sangat kuat dan cocok untuk mendalami ilmu kesaktian, kiranya semua kembali berpulang kepada kehendak Allah SWT. Begitu saja pesan dari Raja Si Gentar Alam.

Menurut kabar dari Juru kunci di Bukit Siguntang, yang ditemui di Pondokan Bukit Siguntang, Raja Segentar Alam pertama kali ke Palembang membawa tiga kapal berbendera Lancang Kuning namun saat dalam perjalanan kapal-kapal tersebut karam. Dari semua kapal karam tersebut ada satu kapal membawa raja Segentar Alam terdampar di Bukit Siguntang sedangkan kapal lain hancur di lautan dan adapula  hancur kemudian terseret ke Situ Karang Anyar.

Ada cerita Unik dari kisah Raja Sigentar Alam dahulu saat masa jayanya, Beliau mampu menaklukan hampir seluruh Sumatera, hingga Negeri tetangga Johor dan Malaka di Malaysia. Lagu Layar dimalam hari  sering didendangkan diatas kapal ketika beliau beserta pasukannya sedang berlayar hingga saat ini masih sering dinyanyikan didaerah Medan, Johor dan Malaka.

Terdapat pula tujuh makam  yaitu;
1- Raja Sigentar Alam (Iskandar Alam Syah)
2- Putri Kembang Dadar
3- Putri Rambut Selako artinya rambut keemas-emasan sebagaimana keturunan barat. Nama aslinya Putri Damar Kencana Wungsu, konon berasal dari keraton Majapahit.
4- Pangeran Raja Batu Api seorang ulama  berasal dari Jeddah, Arab Saudi, datang ke tanah Melayu berkelana dan menyiarkan agama Islam.
5- Panglima Bagus Kuning berasal dari Majapahit datang ke Lembang – julukan Palembang silam – untuk mengawal raja Segentar Alam.
6- Panglima Bagus Karang berasal dari Majapahit datang ke Lembang bersama Panglima Bagus Kuning untuk mengawal raja Segentar Alam.
7- Panglima Tuan Djunjungan beliau juga merupakan ulama dari arab yang datang ketanah Melayu untuk berkelana dan menyiarkan agama. Dari ketujuh tokoh diatas yang paling terkenal adalah putri kembang dadar.

“Putri Kembang Dadar itu bukan namo aslinyo, itu gelar bae, namo yang sebenarnyo nian Siti Saleha, ngapo diomongi Putri Kembang Dadar, Kembang itu kan artinyo cantik sedangke Dadar itu brarti beliau tegar, nak cakmano ditempa masih tetap kuat dan bertahan” Ujur Ahmad Rusdi lelaki paruh baya, berbadan tegap dengan tinggi  170 cm  merupakan Juru Kunci makam Putri Kembang Dadar sejak dua puluh enam tahun lalu, teradisi turun temurun dari ayahnya untuk menjaga makam Putri Kembang Dadar.

10 komentar:

  1. Paramiswara dari majapahit..
    Sriwijaya sama majapahit satu era zaman?..gak salah bro

    BalasHapus
  2. Na lolo kau ni, baco bae, percayo payu dak percayo sudh.

    BalasHapus
  3. Hang tuah itu aktifvtahun 14an abad 15 tepatnya tahun 14an murid syeikh thanauddin aktif era 1390an(diwakili oleh ponakannya syeikh maulana ishaq) n wali seputih kakak dari syeikh thanauiddin yaitu tuan syeikh muhammad jamaaluddin akbar aktif th 1390an dilampung seputih n tambo lontar sumsel

    BalasHapus
  4. Radja segentar alam pas dg masa hidup hang tuah; Sri hare(hari)cundawani warma dewa itu th 9an(situs sri hari dewa at sri dewa yg prasati sriwijays di liwa lampung barat sbg tanah perdikan sriwijaya=hare/hari itu pelengkap contoh sri hari krishna)dsb mungkin tumpang tindih dg cerita prameswari; bagaimana ini?????????

    BalasHapus
  5. Baguslah itu ceritanya. Dongeng campur sejarah. Hehehe.
    Tapi kalau sejarah kerajaan Sriwijaya itu dari abad 7 sampai abad 13 Masehi. Majapahit baru ada abad 14. Cuda mani warmadewa itu sekitar abad 10. Artinya lebih tua Cudamani warmadewa 400 tahun dari Majapahit. Dapat dipastikan Cudamani warmadewa raja Sriwijaya abad ke 10 itu bukan berasal dari Majapahit.
    Sedangkan Raja segentar alam itu bukan berasal dari mataram Islam. Mataram Islam jauh lebih baru lagi abad ke 17 beda 700 tahun dari raja Cudamani warmadewa dan segentar alam/ iskandar alamsyah adalah asli orang Palembang itulah bukan dari Jawa. Parameswara pendiri Kesultanan Malaka lain lagi bukan dari Jawa. Prameswar oendiri Malaka adalah asli keturunan Raja Palembang keturunan Sang Nila utama pendiri Kerajaan Singapura. Anak sangsapurba dan Wan Sendari putri Asli Palembang anak Demang Lebar Daun.
    Jadi Prameswara Pendiri kesultanan Malaka itu gak ada hubungannya dengan Majapahit di Jawa. Dijawa memang ada nama prameswara yakni Brehyang Parameswara Aji Ratna Pangkaja dia adalah anak Raja Tanjung Pura keturunan sang Maniaka anak wan sendari juga yang menjadi Suami Ratu Suhita. Dan Parameswar Aji Ratna Pangkaja ini juga menjadi raja Maja pahit. Itu ada prasastinya Ini info A.1.
    Saya rasa kebalik bukanlah prameswara pendiri Kesultanan Malaka itu berasal dari Jawa. Tetapi Parameswara Aji ratna Pangkaja raja Majapahit suami ratu Suhita itu yang keturunan Palembang.

    BalasHapus
  6. Kalu aku kebukit siguntang aku merasakan aura yang sangat kental mistisnya. Aku merasakan hidup dialam ribuan tahun silam. Disana ada banyak sekali arca patung, pusaka, artepak,, prasasti jaman kerajaan Sriwijaya yg terkubur dibukit Siguntang itu. Mata batinku menerawang jauh kemasa lampau ribuan tahun silam Sepertinya Dapuntahyang Sri Jaya Nasa raja sriwijaya juga berkubur dibukit siguntang itu tapi entah di bagian mananya Bukit Siguntang. Kalau 8 kuburan keramat sekarang ini yang ada dibukit siguntang itu bukanlah raja raja Sriwijaya. Tetapi mereka itu adalah tokoh tokoh Islam. Mereka itu adalah pasak bumi Bukit Siguntang untuk menetralisir ke angkeran Bukit Siguntang. Atau nisa dibilang sebagai bentuk Islamisasi Bukit Siguntang pada jaman Kesultanan Palembang Darussalam. Ada banyak Patung besar dan kecil di bukit siguntang itu tapi dihancurkan dan dipenggal kepalanya tangannya kakinya dan di gulingkan ke bawah lereng bukit oleh kesultanan Islam Palembang Darussalam. Karena untuk menghlilangkan jejak berhala di bukit siguntang itu dan diganti dengan aura Islam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Klo tidak bisa bercerita jangan bercerita, sy anak keturunan dari puyang saya yg ada di bukit Siguntang. Sy sanggah

      Hapus
  7. Di pucuk gunung Sukma hilang Pesawaran Lampung disini ada juga pemakaman raja Gentar Alam bersama istri dan anak perempuan nya serta ada satu lagi konon pengawal nya.namun riwayat nya di pesawaran sendiri kurang tau.

    BalasHapus
  8. Dari Cerita ini ; segentar alam, Parameswara,Raja Cudamaniwarmadewa, Iskandar Zulkarnaen Alamsyah, dan Sultan Iskandar syah adalah satu orang yg berasal dari Majapahit

    BalasHapus