Sejarah Akan Terus Jadi Inspirasi
Translate
Rabu, 13 Maret 2024
Keutamaan Makan Sahur
Selasa, 16 Januari 2024
Doa Untuk Bertani dan Beternak
Banyak orang yang beternak dan bertani namun tak selamanya usaha yang ditekuni berjalan mulus.
Padahal selalu berusaha banyak, tetapi jika usaha tanpa berdoa rasanya kurang imbang sebagai umat beragama.
Usaha boleh saja maksimal, namun tanpa diiringi doa dan amalan, usaha tersebut tidak akan mencapai titik masimalnya. Nah berikut merupakan doa dan amalan bagi mereka yang mempunyai usaha pertanian dan juga peternakan.
Untuk doa dan amalan bidang pertanian kita membutuhkan batu karang dan minyak Cendana Kraton yang sudah dicampur dengan minyak kelapa murni. Campur dalam satu botol kecil dan kocok kemudian siramkan pada batu karang (kerikil). namun sebelum menyiramkan minyak silahkan anda membaca doa di bawah ini.
” Ya Alloh Gusti kulo nyuwun kanti kuasaning Panjenengan lantaran minyak misik lan sela karang mugi mugi sedoyo balak ,penyakit sirno , amin”
kemudian baca surat al Fatihah 7x di teruskan dengan surat Al Ikhlas 7x dan sholawat nabi 7x . Setelah sempurna silahkan bawa batu karangnya dan tanan di 4 penjuru sawah.
Atau dengan cara yang lain yaitu
Imam Muhammad Al-Baqir (sa). Imam Muhammad Al-Baqir adalah putera Ali zainal Abidin bin Husein bin Fatimah Az-Zahra’ binti Rasulillah saw. Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata:
“Jika kamu hendak bertani atau menanam suatu tanaman, maka hendaknya kamu mengambil segenggam bibit dengan tanganmu sendiri. Kemudian menghadap ke kiblat sambil membaca ayat Al-Qur’an surat Al-Waqi’ah: 64, yang artinya: “Apakah kamu yang menumbuhkan atau Kami yang menumbuhkannya."
أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ.
Artinya: Apakah kamu yang menumbuhkannya atau Kami yang menumbuhkannya?
Kemudian membaca doa berikut:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ حَرْثًا مُبَارَكًا، وَارْزُقْنَا فِيْهِ السَّلاَمَةَ وَالتَّمَامَ، وَاجْعَلْهُ حَبًّا مُتَرَاكِبًا، وَلاَ تَحْرِمْنِي خَيْرَ مَا أَبْتَغِي، وَلاَ تَفُتَّنِي بِمَا مَتَّعْتَنِي بِحَقِّ مُحَمَّدٍ وَآلِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ.
Allâhummaj`alhu hartsan mubârakan, warzuqnâ fîhis salâmata wat-tamam, waj`alhu habban mutarâkibâ, walâ tahrimnî khayra mâ abtaghî, walâ tafuttanî bimâ matta`tanî bihaqqi Muhammadin wa âlihith thayyibînath thâhirîn.
Artinya: Ya Allah, jadikan bibit ini menghasilkan pertanian yang penuh berkah, karuniakan kepada kami dalam pertanian ini keselamatan dan kesempurnaan. Jadikan bibit ini keberhasilan yang melimpah. Jangan halangi aku dari kebaikan yang aku harapkan, dan jangan binasakan aku karena hasil yang menyenangkan, dengan hak Muhammad dan keluarganya yang baik dan suci.
Kemudian taburlah atau tanamlah bibit yang ada dalam genggaman tanganmu itu, insya Allah, tanamanmu akan berhasil.”
Catatan: Ketika mengambil bibit hendaknya dimulai dengan membaca Basmalah dan shalawat, usahakan dalam keadaan punya wudhu’ dan suci dari hadas.
Kemudian untuk doa dan amalan untuk peternakan hampir sama dengan doa diatas ,yang membedakan adalah cara penempatan batu karang yang ditaruh di dalam kandang ayam atau kandang peternakan apapun, usahakan agar batu karang tersebut berinteraksi dengan bianatang piaraannya.
Sabtu, 16 Desember 2023
Sejarah Etnis Rohingya
Kamis, 19 Oktober 2023
Makna Filosofi Punakawan
Wayang dalam budaya Jawa merupakan bentuk kesenian yang tidak hanya berfungsi sebagai hiburan namun juga media penyampaian pesan dan filosofi.
Dalam sebuah pertunjukan wayang biasanya akan ditampilkan tokoh-tokoh pewayangan, salah satunya dijuluki dengan Punakawan.
Makna filosofi Punakawan dalam pewayangan merupakan ciptaan orang Jawa yaitu Sunan Kalijaga, di mana keempat tokoh tersebut digunakan untuk menyebarkan agama Islam dengan metode dakwah.
Asal usul anak-anak Semar berkaitan dengan proses penciptaan yang dilakukan tokoh setengah dewa itu. Anak tertua dan kedua, yaitu Gareng dan Petruk merupakan hasil dari proses pemujaan Semar. Anak ketiga, Bagong, diciptakan saat Semar memerlukan teman ketika berkunjung ke dunia, sehingga tercipta Bagong dari bayang-bayang Semar, dengan perawakannya yang pendek dan gemuk mirip postur Semar. Sedangkan, Semar sendiri adalah dewa yang bernama Betara Ismaya, yang bersaudara dengan Betara Manikmaya (Betara Guru), anak Sang Hyang Tunggal.
Semar diberi tugas untuk mengasuh keturunan dewa, yaitu Pandawa. Ia pun berubah wujud ketika berada di dunia sebagaimana yang kita kenal sekarang. Peranan para Punakawan dalam cerita wayang adalah mendampingi seorang kesatria, yang biasanya lekat dengan kesatria Pandawa, seperti Arjuna. Mereka diberi tugas untuk
(1) menemani dan mengabdi sang kesatria;
(2) membimbing, menasihati;
(3) menghibur sambil menyampaikan pesan-pesan kebaikan.
Mereka adalah teman seperjalanan ketika sang kesatria mengembara, berburu, atau melakukan perjalanan ke suatu negeri tertentu.
Di dalam dunia pewayangan, karakter setiap tokoh pada dasarnya tercermin dari berbagai bentuk visual yang secara langsung dilihat penonton dan diinterpretasikan menjadi sebuah konsep.
Selain itu, Punakawan juga memiliki karakter masing-masing yang tentunya patut untuk diselami lebih dalam.
Pertama, Semar merupakan tokoh yang digambarkan memiliki wajah dengan kelopak mata yang lebar dan menyipit, hidung pesek, mulut yang lebar dan membentuk garis ke bawah, kodisi dagu yang lebih panjang. Dalam pewayangan, mata Semar diceritakan senantiasa berair. Dari wajah yang murung demikian itu mengesankan adanya kemurungan yang berasal dari kondisi jiwa, sehingga menggambarkan kesedihan. Kesedihan itu berkorelasi dengan perasaannya yang nelangsa (merana), prihatin terhadap keadaan manusia di dunia. Di wajah Semar tersebut tersirat filosofi umat manusia yang menderita oleh nafsu duniawi. Ia tahu apa yang dihadapi manusia, sehingga petuah dan ucapannya akan memberi pengajaran agar manusia memperoleh pencerahan dalam mengenali dirinya.
Kedua, Gareng sebagai anak tertua Semar ini dalam format wayang kulit memiliki komposisi wajahnya bermata besar, hidung bulat besar, mulut dan bibir yang lebar dengan garis keatas yang mengesankan tersenyum. Ia tergolong manusia yang memiliki pengetahuan dan dari dirinya lahir kebijaksanaan. Hal itu, terlihat pada komposisi bola matanya yang juling, yang mengesankan bahwa ia senantiasa memusatkan perhatian dan banyak berpikir sebelum bertindak. Tindakan yang hati-hati tersebut ditunjang pula oleh kondisi fisik kakinya yang jinjit (pincang jika berjalan), dan tangan yang bengkok. Gareng adalah simbol kehati-hatian.
Ketiga, Petruk memiliki wajah yang sangat khas, yaitu mata yang besar dengan kelopak mata yang panjang, hidung yang panjang, mulut yang lebar dengan bibir melengkung ke atas mengesankan tersenyum. Ia memiliki kumis yang tipis dan panjang. Kondisi fisik Petruk yang panjang bukan saja di bagian wajah, tetapi juga hampir di semua bagian tubuhnya: leher, badan, tangan, dan kaki. Ukuran serba panjang itu menyiratkan bahwa Petruk senantiasa memiliki pikiran yang panjang (kreatif, cermat, dan tidak terburu-buru). Secara keseluruhan perawakan Petruk mengesankan bahwa ia lucu dan memiliki selera humor yang tinggi.
Keempat, Bagong yang kendati tokoh ini berasal dari bayang-bayang Semar, terdapat perbedaan signifikan dengan perawakan Semar. Bagong memiliki mata yang bulat besar, hidung pesek, bibir tebal dan mulut yang lebar dengan garis mengarah ke atas. Kumis tipis dan panjang menghiasi bibir atasnya. Mata Bagong yang besar mencirikan tokoh ini agak bodoh. Bibir tebal dan mulut yang lebar menandakan ia banyak bicara.
Menurut penulis, sesuai dengan karakteristik tokoh Punakawan yang telah dijabarkan satu persatu, dapat dipetik nilai filosofi bahwa Punakawan sangat berpengaruh dalam penyebaran agama Islam karena nilai pada setiap karakternya yang mengajarkan kita agar senantiasa ingat untuk tidak nafsu pada kehidupan duniawi saja seperti filosofi yang tersirat pada wajah Semar yang menderita oleh nafsu duniawi.
Kita harus senantiasa bijaksana dalam bertindak dan kehati-hatian dalam bertindak sangat harus dipikirkan matang-matang seperti pada nilai filosofi tokoh Gareng, kita harus senantiasa memiliki pikiran panjang (kreatif, cermat, dan tidak terburu-buru) serta memiliki selera humor yang tinggi seperti tokoh Petruk, yang terakhir adalah kita juga harus senantiasa mengingat untuk tidak seperti peribahasa "tong kosong nyaring bunyinya" atau kita tidak boleh banyak bicara dalam konteks berlagak pintar namun aslinya tidak begitu pintar seperti tokoh Bagong.
Sabtu, 23 September 2023
Kekeringan di Akhir Zaman
عن أبي هريرة رضي الله عنه أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال : ليست السّنة بأن لا تُمطَروا ولكن السّنة أن تُمطروا وتُمطروا ولا تُنبت الأرض شيئا – رواه مسلم
“Diriwayatkan dari Sahabat Abu Hurairah r.a., bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Bukanlah kemarau yang sesungguhnya (al-sanah) adalah bahwa kalian tidak diberi hujan, melainkan kemarau yang sesungguhnya adalah kalian diberi hujan, kemudian lagi-lagi diberi hujan, tetapi tidak tumbuh apapun di bumi’” (HR. Muslim)
Hadits ini mengangkat tentang kekeringan dan musibah kemarau yang akan melanda manusia di akhir zaman yang katastrofik dan penuh krisis ekologis. Imam Muslim meletakkan hadits ini di bab “tanda-tanda kiamat dan fitnah” dalam kitabnya “Shahih Muslim”. Namun, hadits ini mengandung pelajaran lingkungan hidup yang penting, di samping memberi alamat “tanda-tanda zaman” yang benar akan terjadi, karena keluar dari pengetahuan kenabian.
Tanda kemunculan Dajjal akan didahului dengan peristiwa kemarau panjang. Bumi akan mengalami kekeringan selama tiga tahun. Hal ini disampaikan oleh Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam:
عن أبي أمامة أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال “إن قبل خروج الدجال ثلاث سنوات شداد، يصيب الناس فيها جوع شديد، يأمر الله السماء في السنة الأولى أن تحبس ثلث مطرها، ويأمر الأرض أن تحبس ثلث نباتها، ثم يأمر السماء في السنة الثانية فتحبس ثلثي مطرها، ويأمر الأرض فتحبس ثلثي نباتها، ثم يأمر السماء في السنة الثالثة فتحبس مطرها كله، فلا تقطر قطرة، ويأمر الأرض فتحبس نباتها كله، فلا تنبت خضراء، فلا يبقى ذات ظلف إلا هلكت؛ إلا ما شاء الله ، قيل: فما يعيش الناس في ذلك الزمان؟ قال: التهليل والتكبير، والتحميد، ويجزئ ذلك عليهم مجزأة الطعام” وصححه الألباني في صحيح الجامع.
Artinya: "Sesungguhnya sebelum keluarnya Dajjal adalah tempo waktu tiga tahun yang sangat sulit, pada waktu itu manusia akan di timpa oleh kelaparan yang sangat. Allah memerintahkan kepada langit pada tahun pertamadarinya untuk menahan 1/3 dari hujannya dan memerintahkan kepada bumi untuk menahan 1/3 dari tanamannya. Kemudian Allah memerintahkan kepada langit pada tahun kedua darinya agar menahan 2/3 dari hujannya dan memerintahkan bumi untuk menahan 2/3 dari tanamannya. Kemudian pada tahun ketiga darinya Allah memerintahkan kepada langit untuk menahan semua air hujannya, sehingga ia tidak meneteskan setitik airpun dan memerintahkan bumi agar menahan seluruh tanamannya, maka setelah itu tidak tumbuh satu tanaman hijau pun dan semua binatang berkuku akan mati kecuali yang tidak di kehendaki Allah. Para Sahabat bertanya: "Dengan apa manusia akan hidup pada masa itu?" Beliau menjawab: "Tahlil, Takbir, Tasbih dan Tahmid akan sama artinya bagi mereka dengan makanan." (HR Ibnu Majah, Al-Hakim. Lihat Ash-Shahihah)
Pada masa itu bumi kering kerontang, semua pepohonan meranggas dan langit bersih tidak bermendung sehingga banyak manusia dan binatang mati kelaparan.
Bahkan banyak tanah yang berubah menjadi merah seperti merahnya batu bata dan tembaga. Manusia pun dalam keputus-asaan karena tida bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Saat menghadapi masa-masa sulit itu, Rasulullah SAW menganjurkan orang-orang mukmin untuk bersabar, bertawakkal, bertaubat dan memperbanyak bacaan berikut:
سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ
Subhanallahi, walhamdulillahi, wa laa ilaha illallahu, wallahu Akbar.
Para pengamat lingkungan hidup menyebut kekeringan terjadi karena dua faktor, alamiah dan sosial. Faktor alamiah adalah musim kemarau yang terlalu lama, di mana tidak turun hujan dalam jangka waktu lama, sehingga mengakibatkan kehabisan cadangan air tanah. Faktor ini cukup menimbulkan dampak kekeringan pada tanah dan hilangnya kesuburan (tandus). Namun, lebih banyak ternyata kekeringan terjadi karena faktor sosial, sehingga alam tidak satu-satunya dapat dipersalahkan.
Di antara faktor-faktor sosial itu adalah:
1- Minimnya resapan air karena minimnya pohon. Faktor ini didorong oleh tidak adanya penghijauan atau rusaknya areal hijau oleh eksploitasi.
2) Pemanfaatan air yang berlebihan sehingga menguras habis cadangan air tanah. Ini didorong oleh eksploitasi sumber-sumber air untuk kepentingan industri atau privatisasi. Termasuk dalam kategori ini, misalnya, pemanfaatan air untuk kepentingan industri Panas Bumi (Geothermal) yang tekniknya (disebut “fracking”) membutuhkan jutaan liter air untuk sekali injeksi, dan otomatis menguras cadangan air suatu wilayah.
3) Tandusnya sumber-sumber air, seperti sumur dan lain-lain, akibat sirkulasi air yang terganggu. Ini turut didorong oleh perusakan sumber-sumber air atau lapisan-lapisan bumi yang mengandung serapan air, seperti bentang karst. Eksploitasi karst atau gunung kapur untuk bahan baku semen atau produk tambang lain, turut menyumbang kekeringan atau potensi kekeringan.
Rasulullah memberikan isyarat tentang faktor sosial yang melatarbelakangi suatu bencana kekeringan dengan hadits di atas. Bencana kekeringan bukan terutama karena faktor minimnya hujan, tapi bumi yang tidak lagi mampu menumbuhkan tanaman, meski turun hujan berkali-kali. Bagaimana bisa terjadi? Ya, ketika tanah benar-benar kehilangan fungsinya sebagai resapan air hujan, dan ini akibat eksploitasi. Tapi ada juga faktor lain. Ketandusan tanah tak melulu soal hujan, tapi juga penurunan kualitas tanah sehingga tak lagi subur. Ini disebabkan oleh penggunaan pupuk kimiawi secara terus-menerus. Pengalaman Indonesia dengan “Revolusi Hijau”-nya rezim Soeharto kini menuai “hasil”: kualitas tanah yang terus memburuk akibat toksin kimiawi. Petani dibuat tergantung, membeli pupuk buatan korporasi, diasingkan dari benih ciptaannya sendiri. Siklus ini kini mulai disadari oleh para petani, yang mulai melawan dengan menggencarkan penggunaan pupuk organik.
Islam mengajarkan bahwa air hujan merupakan suatu rahmat, karenanya umat Islam diperintahkan untuk shalat mohon hujan (istisqa’) ketika terjadi bencana kekeringan. Namun dalam suasana ketika krisis ekologis mencapai batas ekstrem, air hujan pun belum tentu mampu menjadi solusi bencana suatu wilayah. Air itu bahkan dapat menjadi petaka (banjir). Rahmat dapat berubah seketika menjadi bencana (bala’). Ulah para penguasa yang mengizinkan konsesi-konsesi eksploitatif atas sumber-sumber air (penggundulan gunung, penambangan karst, penambangan sungai dan wilayah sempadan air, dst.) memberi kontribusi besar dalam mempercepat meluasnya bencana. Para penguasa semacam itu – dan para pemodal di baliknya – adalah bencana itu sendiri. “Wal ‘iyadzu billaah”.
(Risalah ini dipersembahkan untuk ribuan rakyat Indonesia yang hari-hari ini menghadapi kekeringan di Jawa Tengah, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, NTB, NTT dan lain-lain.).
Kamis, 27 Juli 2023
Nutupi Babahan Howo Songo
Bagi orang-orang penggemar supranatural jawa mungkin kata "Babahan Howo Songo" sudah bukan lagi kosakata asing dan saya kira di khasanah budaya lain juga mengenal konsep ini hanya beda penamaan. Howo Songo adalah 9 hawa atau 9 jalur udara manusa yaitu 2 mata , 2 telinga , 2 hidung , 1 mulut , 1 kemaluan , 1 pembuangan.
Kenapa 9 jalur hawa ini dianggap penting bahkan perlu dijaga dan untuk mencapai pencapaian spiritual yang lebih tinggi harus mampu "Menutupnya" yang diistilahkan "Nutupi Babahan Howo Songo"? Karena manusia dianggap mulia setelah mampu mengendalikan 9 jalur tersebut baik secara norma maupun teknikal supranatural. Karena tidak saja 9 lobang tersebut adalah sumber dosa namun juga sumber terikatnya kesadaran ruh thd dunia. Pada tirakat/lelaku tingkat tinggi seperti pati geni , ngebleng dan lainnya berkutat pada hal ini.
Bagaimanakah cara menutupnya?
Istighfar-sumeleh-eling.
Peluruhan yang terjadi pada laku elmu sumeleh terjadi pada 9 jalur hawa tersebut dimana mata kita lepas dan kesadaran masuk ke dalam batin dan mata kembali menjadi sebagai alat untuk melihat. Sikap reaktif atas inputan dari mata berkurang. Demikian dengan telinga , kesadaran yang masuk ke dalam lebih sering mendengarkan suara-suara hati timbang inputan dari telinga. Penciuman , mulut dan kemaluan.... semua terkendali dibawah kesadaran.
Dalam hal kesadaran yang lebih halus , nutupi babahan howo songo ini sangat penting karena dibutuhkan atau merupakan next step menuju alam non materi. Bagaimana mungkin kita menuju kesana jika kesadaran kita masih terikat oleh 9 jalur tsb?Istilahnya semua jalur tsb sudah terkukut , sudah menyatu dalam alam kesadaran dan kita masuk ke fase berikutnya yaitu matirogo. Dan matirogo adalah mutlak kita butuhkan untuk bermain diwilayah ruhiyah.
9 jalur adalah organ , alat bagi kehidupan kita... sebagaimana pikiran. Namun ada kalanya seseorang terikat lekat pada salah satu atau lebih dari 9 jalur hawa tsb dalam kehidupannya. Dan kelekatan itulah yang perlu kita luruhkan dan bukan untuk kita nafikan.... karena semua itu jalur pembuangan alami kita. Kemampuan ini ( nutup babahan howo songo ) adalah parameter bagi diri kita untuk menuju next level.
Berikut ini adalah cara nutup babahan howo songo, dimana yang pertama adalah:
1. Puasa mata
Puasa mata yakni tidak menggunakan mata untuk melihat hal-hal yang tabu atau porno dan segala sesuatu yang tidak pantas secara etika norma adat dan agama.
Tidak menggunakan mata untuk memandang dengan penuh kekejian emosi dan dengki yang membuat orang lain sakit hati.
2. Tidak menuruti nafsu tidur dan jangan kebanyakan tidur
Sebaliknya gunakan mata untuk memperhatikan ayat-ayat Tuhan yang terhampar di alam semesta.
3. Puasa telinga
Puasa telinga yaitu tidak menggunakan telinga untuk mendengarkan hal-hal yang negatif seperti gosip, rumpi, ajakan untuk berbuat maksiat dan lain-lain.
Telinga itu fitrahnya suci yaitu untuk mendengarkan kalimat, puji-pujian kepada sang pencipta ataupun untuk mendengar suara hati nurani.
4. Puasa hidung
Yakni tidak menggunakan hidung untuk menghirup bau-bauan yang tidak bermanfaat bagi kesehatan, seperti candu, narkotika dan semacamnya.
Gunakanlah hidung untuk bernafas dalam ridho Tuhan. Apabila terdapat rasa syukur kepada Tuhan pada setiap nafas yang masuk melalui hidung kita, jiwa kitapun akan menjadi lebih tentram.
5.Puasa mulut
Yakni tidak mengumbar nafsu makan, makanlah pada saat rasa lapar telah tiba dan berhentilah sebelum kenyang.
Selain itu juga tidak berbicara yang bisa membuat sakit hati orang lain, tidak berucap yang menimbulkan keresahan dan kegelisahan, namun sebaliknya kita manfaatkan mulut untuk bertutur kata yang menentramkan juga menghibur bagi sesama.
5. Puasa alat kelamin
Yakni tidak mengumbar dan menuruti hawa nafsu syahwat secara berlebihan. Sekalipun itu dilakukan dengan pasangan yang sah.
Energi kehidupan manusia mudah terkuras oleh aktivitas seksual, oleh sebab itu dalam khazanah dunia mistik, senantiasa ditekankan untuk menghemat energi kehidupupan.
6. Puasa dubur
Yakni menggunakan sebagaimana fungsinya secara normal tidak ada penyimpangan seksual, lubang dubur manusia itu merupakan jalan untuk mengeluarkan segala sesuatu yang tidak lagi diperlukan oleh tubuh.
7. Puasa pikiran, puasa hati, puasa roh dan puasa rasa
- Puasa pikir yakni tidak berprasangka buruk tidak negatif thinking tidak picik akal tidak membuat rencana buruk, destruktif dan provokatif. Bukalah pikiran seluas-luasnya dan jadikan pikiran yang mampu menerima sinyal-sinyal dari batin agar pikiran menjadi cermat, teliti dan selalu berpikir positif.
- Puasa hati yakni tidak iri dan dengki terhadap prestasi orang lain, tidak panasan, tidak melecehkan dan meremehkan pendapat orang lain, jadikanlah hati sebagai gudang ilmu yaitu dengan cara membuka hati kepada luasnya ilmu pengetahuan dan sumber-sumber kebenaran.
- Puasa roh yakni tidak berkeinginan yang berlebihan atau melebihi batas kewajaran, namun selalu eling dan waspada. Eling akan Sangkan paraning dumadi dan waspada terhadap segala hal yang menjadi penghalang kemuliaan hidup.
- Puasa rasa yakni memiliki rasa untuk tidak memiliki, hal ini akan memberikan kita keikhlasan dimana akan menjadikan batin lebih tenang, hati tentram, pikiran jernih, tidak mudah kecewa atau patah hati, selalu sehat jasmani dan rohani.
Jika manusia mampu mengendalikan atau menutup homo songo dan menyempurnakan empat puasa penyertanya.
Maka dirinya akan selalu terhubung dengan alam semesta dan pada saat itulah dirinya akan menjadi manusia yang berada pada level lanjut, yaitu manusia yang mampu bertemu dan berkomunikasi dengan sang guru sejatinya.
Minggu, 04 Juni 2023
Pentingnya Mawasdiri Dalam Kehidupan
Dalam perjalanan hidup di dunia, tentunya seorang muslim tidak akan lepas dari kesalahan dan dosa sebagai akibat hawa nafsu yang diperturutkan. Selain itu, buah pemikiran yang dihasilkan manusia, yang dibangga-banggakan oleh pemiliknya, tidak jarang yang menyelisihi kebenaran, tidak sedikit yang bertentangan dengan ajaran yang ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya. Oleh karenanya, seiring waktu yang diberikan Allah kepada manusia di dunia, sepatutnya dipergunakan untuk mengintrospeksi segala perilaku dan pemikiran yang dia miliki, sehingga mendorongnya untuk mengoreksi diri ke arah yang lebih baik.
Muhasabah atau introspeksi memiliki keutaman tersendiri dalam Islam. Muhasabah diartikan sebagai introspeksi atau mawas diri, yaitu peninjauan atau koreksi terhadap (perbuatan, sikap, kelemahan, kesalahan, dan sebagainya) diri sendiri.
Surat Al-Hasyr ayat 18 mengisyaratkan manusia untuk melakukan muhasabah atas perbuatan yang telah dilakukan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah. Hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Surat Al-Hasyr ayat 18).
Di dalam kitab Shahih-nya, imam Bukhari membuka salah satu bab kitab ash-Shaum dengan perkataan Abu az-Zinad,
إن السنن ووجوه الحق لتأتي كثيرًا على خلاف الرأي
“Sesungguhnya mayoritas sunnah dan kebenaran bertentangan dengan pendapat pribadi” [HR. Bukhari].
Memang benar apa yang dikatakan beliau, betapa seringnya seseorang enggan menerima kebenaran karena bertentangan dengan pendapat dan tendensi pribadi. Bukankah dakwah tauhid yang ditawarkan nabi kepada kaum musyrikin, ditolak karena bertolak belakang dengan keinginan pribadi mereka, terutama tokoh-tokoh terpandang di kalangan kaum musyrikin?
Tidak jarang seseorang tidak mampu selamat dari hawa nafsu dan terbebas dari kekeliruan pendapat karena bersikukuh meyakini sesuatu dan tidak mau menerima koreksi. Hal ini tentu berbeda dengan kasus seorang mujtahid yang keliru dalam berijtihad. Ketika syari’at menerangkan bahwa seorang mujtahid yang keliru memperoleh pahala atas ijtihad yang dilakukannya, hal ini bukan berarti mendukung dirinya untuk menutup mata dari kesalahan ijtihad dan bersikukuh memegang pendapat jika telah nyata akan kekeliruannya. Betapa banyak ahli fikih yang berfatwa kemudian rujuk setelah meneliti ulang fatwanya dan melihat bahwa kebenaran berada pada pendapat pihak lain.
Kita bisa mengambil pelajaran dari penolakan para malaikat terhadap kalangan yang hendak datang ke al-Haudh (telaga rasulullah di hari kiamat). Mereka tidak bisa mendatangi al-Haudh dikarenakan dahulu di dunia, mereka termasuk kalangan yang bersikukuh untuk berpegang pada kekeliruan, kesalahan dan kesesatan, padahal kebenaran telah jelas di hadapan mereka. Hal ini ditunjukkan dalam hadits, ketika para malaikat memberikan alasan kepada nabi,
إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ، وَلَمْ يَزَالُوا يَرْجِعُونَ عَلَى أَعْقَابِهِمْ، فَأَقُولُ: أَلَا سُحْقًا، سُحْقًا
“Mereka telah mengganti-ganti (ajaranmu) sepeninggalmu” maka kataku: “Menjauhlah sana… menjauhlah sana (kalau begitu)” [Shahih. HR. Ibnu Majah].
Kita dapat melihat bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan kecelakaan kepada mereka, karena enggan untuk melakukan introspeksi, enggan melakukan koreksi dengan menerima kebenaran yang ada di depan mata. Oleh karenanya, evaluasi diri merupakan perantara untuk muhasabah an-nafs, sedangkan koreksi diri merupakan hasil yang pengaruhnya ditandai dengan sikap rujuk dari kemaksiatan dan kekeliruan dalam suatu pendapat dan perbuatan.
Salah satu sarana bagi seorang muslim untuk tetap berada di jalan yang benar adalah meminta rekan yang shalih untuk menasehati dan mengingatkan kekeliruan kita, meminta masukannya tentang solusi terbaik bagi suatu permasalahan, khususnya ketika orang lain tidak lagi peduli untuk saling mengingatkan. Bukankah selamanya pendapat dan pemikiran kita tidak lebih benar dan terarah daripada rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, padahal beliau bersabda,
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ، أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ، فَإِذَا نَسِيتُ فَذَكِّرُونِي
“Sesungguhnya aku hanyalah manusia seperti kalian. Aku lupa sebagaimana kalian lupa. Oleh karenanya, ingatkanlah aku ketika diriku lupa” [HR. Bukhari].
Ketika budaya saling menasehati dan mengingatkan tertanam dalam perilaku kaum mukminin, maka seakan-akan mereka itu adalah cermin bagi diri kita yang akan mendorong kita berlaku konsisten. Oleh karena itu, dalam menentukan jalan dan pendapat yang tepat, anda harus berteman dengan seorang yang shalih. Anda jangan mengalihkan pandangan kepada maddahin (kalangan penjilat) yang justru tidak akan mengingatkan akan kekeliruan saudaranya.
إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِالْأَمِيرِ خَيْرًا جَعَلَ لَهُ وَزِيرَ صِدْقٍ، إِنْ نَسِيَ ذَكَّرَهُ، وَإِنْ ذَكَرَ أَعَانَهُ
“Jika Allah menghendaki kebaikan bagi diri seorang pemimpin/pejabat, maka Allah akan memberinya seorang pendamping/pembantu yang jujur yang akan mengingatkan jika dirinya lalai dan akan membantu jika dirinya ingat” [Shahih. HR. Abu Dawud].
Contoh nyata akan hal ini disebutkan dalam kisah al-Hur bin Qais, orang kepercayaan Umar bin al-Khaththab radhiallahu anhu. Pada saat itu, Umar murka dan hendak memukul Uyainah bin Husn karena bertindak kurang ajar kepada beliau, maka al-Hur berkata kepada Umar,
يَا أَمِيرَ المُؤْمِنِينَ، إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَالَ لِنَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {خُذِ العَفْوَ وَأْمُرْ بِالعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الجَاهِلِينَ} [الأعراف: 199] ، وَإِنَّ هَذَا مِنَ الجَاهِلِينَ، «وَاللَّهِ مَا جَاوَزَهَا عُمَرُ حِينَ تَلاَهَا عَلَيْهِ، وَكَانَ وَقَّافًا عِنْدَ كِتَابِ اللَّهِ»
“Wahai amir al-Mukminin, sesungguhnya Allah ta’ala berfirman kepada nabi-Nya, “Berikan maaf, perintahkan yang baik dan berpalinglah dari orang bodoh.” Sesungguhnya orang ini termasuk orang yang bodoh”. Perawi hadits ini mengatakan, “Demi Allah Umar tidak menentang ayat itu saat dibacakan karena ia adalah orang yang senantiasa tunduk terhadap al-Quran.” [HR. Bukhari].
Betapa banyak kezhaliman dapat dihilangkan dan betapa banyak tindakan yang keliru dapat dikoreksi ketika rekan yang shalih menjalankan perannya.
Salah satu bentuk evaluasi diri yang paling berguna adalah menyendiri untuk melakukan muhasabah dan mengoreksi berbagai amalan yang telah dilakukan.
Diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab, beliau mengatakan,
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ
“Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah (dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)” [HR. Tirmidzi].
Diriwayatkan dari Maimun bin Mihran, beliau berkata,
لَا يَكُونُ العَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يُحَاسِبَ نَفْسَهُ كَمَا يُحَاسِبُ شَرِيكَهُ
“Hamba tidak dikatakan bertakwa hingga dia mengoreksi dirinya sebagaimana dia mengoreksi rekannya” [HR. Tirmidzi].
Jika hal ini dilakukan, niscaya orang yang melaksanakannya akan beruntung. Bukanlah sebuah aib untuk rujuk kepada kebenaran, karena musibah sebenarnya adalah ketika terus-menerus melakukan kebatilan.
Umar radhiallahu anhu mengatakan,
وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا
“Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR. Tirmidzi].
Ketika berbagai kerusakan telah merata di seluruh lini kehidupan, maka jalan keluar dari hal tersebut adalah dengan kembali (rujuk) kepada ajaran agama sebagaimana yang disabdakan nabi shallallahu alaihi wa sallam,
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ ، وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ، وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ، وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ، سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
“Apabila kamu berjual beli dengan cara inah (riba), mengambil ekor-ekor sapi (berbuat zhalim), ridha dengan pertanian (mementingkan dunia) dan meninggalkan jihad (membela agama), niscaya Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian, Dia tidak akan mencabutnya sampai kalian kembali kepada ajaran agama”
Dalam riwayat lain, disebutkan dengan lafadz,
حتى يراجعوا دينهم
“Hingga mereka mengoreksi pelaksanaan ajaran agama mereka” [Shahih. HR. Abu Dawud].
Anda dapat memperhatikan bahwa rujuk dengan mengoreksi diri merupakan langkah awal terangkatnya musibah dan kehinaan.
Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatan untuk memperbaiki keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تُفْتَحُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا، إِلَّا رَجُلٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: أَنْظِرُوهُمَا حَتَّى يَصْطَلِحَا ” مَرَّتَيْنِ
“Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, di kedua hari tersebut seluruh hamba diampuni kecuali mereka yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, “Tangguhkan ampunan bagi kedua orang ini hingga mereka berdamai” [Sanadnya shahih. HR. Ahmad].
Menurut anda, bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak lain disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehingga mendorong mereka untuk berdamai?