Translate

Jumat, 30 November 2018

ISTI'ADZAH PADA BAYI YANG BARU LAHIR

Dari Abu Musa radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

وُلِدَ لِي غُلاَمٌ، فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ، فَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ، وَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ، وَدَفَعَهُ إِلَيَّ

“Ketika anakku lahir, aku membawanya ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memberi nama bayiku, Ibrahim dan men-tahnik dengan kurma lalu mendoakannya dengan keberkahan. Kemudian beliau kembalikan kepadaku. (HR. Bukhari 5467 dan Muslim 2145).

Hal yang sama juga dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada putra Asma bintu Abu Bakr, yang bernama Abdullah bin Zubair. Sesampainya Asma hijrah di Madinah, beliau melahirkan putranya, Abdullah bin Zubair. Bayi inipun dibawa ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Asma mengatakan,

ثُمَّ دَعَا بِتَمْرَةٍ فَمَضَغَهَا، ثُمَّ تَفَلَ فِي فِيهِ، فَكَانَ أَوَّلَ شَيْءٍ دَخَلَ جَوْفَهُ رِيقُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ دَعَا لَهُ، وَبَرَّكَ عَلَيْهِ

“..Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minta kurma, lalu beliau mengunyahnya dan meletakkannya di mulut si bayi. Makanan pertama yang masuk ke perut si bayi adalah ludah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau mendoakannya dan dan memohon keberkahan untuknya.” (HR. Bukhari 3909).

Bayi yang baru saja dilahirkan dianjurkan untuk segera diisti'âdzahi, agar Bayi tersebut terlindung dari godaan dan gangguan Setan yang terkutuk; sebagaimana isteri 'Imrân yang mengisti'âdzahi puterinya Maryam, Nabi Ibrâhîm yang mengisti'âdzahi kedua puteranya yaitu: Nabi Ismâ'îl dan Nabi Ishâq, serta sebagaimana Nabi Muhammad yang mengisti'âdzahi kedua cucunya yaitu: Hasan dan Husain.

Salah satu diantara contoh hal ini adalah apa yang dipraktekkan oleh istri Imran, yang merupakan ibunya maryam. Allah menceritakan kejadian ketika istri Imran melahirkan Maryam,

فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai Dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.” (QS. Ali Imran: 36).

Satu hal yang istimewa, karena doa ibunda Maryam ini, ketika Maryam lahir, dia tidak diganggu setan, demikian pula ketika Nabi Isa dilahirkan. Allah mengabulkan doa ibunya Maryam. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ بَنِي آدَمَ مَوْلُودٌ إِلَّا يَمَسُّهُ الشَّيْطَانُ حِينَ يُولَدُ، فَيَسْتَهِلُّ صَارِخًا مِنْ مَسِّ الشَّيْطَانِ، غَيْرَ مَرْيَمَ وَابْنِهَا

Setiap bayi dari anak keturunan adam akan ditusuk dengan tangan setan ketika dia dilahirkan, sehingga dia berteriak menangis, karena disentuh setan. Selain Maryam dan putranya. (HR. Bukhari 3431). Kemudian Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, membaca surat Ali Imran ayat 36 di atas.

Al-Hâfizh al-Hâkim meriwayatkan dalam al-Mustadrak 'alâ ash-Shahîhaynya (No.Hadis: 4158):

أَخْبَرَنِيْ إِسْمَاعِيْلُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْفَضْلِ بْنِ مُحَمَّدٍ الشَّعْرَانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا جَدِّيْ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُوْ ثَابِتٍ مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ الْمَدَائِنِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنْ يَزِيْدَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ قُسَيْطٍ، عَنْ أَبِيْهِ، عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُّ وَلَدِ آدَمَ الشَّيْطَانُ نَائِلٌ مِنْهُ تِلْكَ الطَّعْنَةَ, وَلَهَا يَسْتَهِلُّ الْمَوْلُوْدُ صَارِخًا، إِلَّا مَا كَانَ مِنْ مَرْيَمَ وَابْنِهَا. فَإِنَّ أُمَّهَا حِيْنَ وَضَعَتْهَا يَعْنِيْ أُمَّهَا قَالَتْ: إِنِّيْ أُعِيْذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. فَضَرَبَ دُوْنَهَا الْحِجَابَ فَطَعَنَ فِيْهِ. فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُوْلٍ حَسَنٍ, وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا. وَهَلَكَتْ أُمُّهَا فَضَمَّتْهَا إِلَى خَالَتِهَا أُمِّ يَحْيَى.

قَالَ الْحَاكِمُ: هَذَا حَدِيْثٌ صَحِيْحُ الْإِسْنَادِ, وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ. فَوَافَقَهُ الذَّهَبِيْ.

"Ismâ'îl bin Muhammad bin al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ telah mengabarkan saya (mengabarkan al-Hâkim), dia (Ismâ'îl bin Muhammad bin al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ) berkata: "Kakekku (namanya yaitu: al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ) telah bercerita kepada kami (kepada Ismâ'îl bin Muhammad bin al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ), dia (al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ) berkata: "Abû Tsâbit Muhammad bin 'Ubaidillâh al-Madâinŷ telah bercerita kepada kami (kepada al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ), dia (Abû Tsâbit Muhammad bin 'Ubaidillâh al-Madâinŷ) berkata: "Ismâ'îl bin Ja'far telah bercerita kepada kami (kepada Abû Tsâbit Muhammad bin 'Ubaidillâh al-Madâinŷ), dari Yazîd bin 'Abdullâh bin Qusaith, dari bapaknya (namanya yaitu: 'Abdullâh bin Qusaith), dari Abû Hurayrah, dia (Abû Hurayrah) berkata: "Rasûlullâh SAW. bersabda: "Setiap anak-cucu (Nabi) Âdam (ketika dilahirkan) ditusuk-tusuk Setan, (karena tusukan Setan tersebut) Bayi (tersebut menangis) sambil berteriak dengan keras; kecuali Maryam dan anaknya (yaitu: Nabi 'Îsâ). Karena sesungguhnya Ibunya (Ibunya Maryam) ketika telah melahirkannya (telah melahirkan Maryam) Ibunya (Ibunya Maryam) berkata: "Sesungguhnya saya (Ibunya Maryam) memohon perlindungan untuknya (untuk Maryam) serta anak-anak keturunannya (anak-anak keturunan Maryam) kepada (pemeliharaan) Engkau (Allâh) dari Setan yang terkutuk. Maka Setan mengganggu pada anggota tubuh lain yang tidak terhijab, kemudian Setan menusuk-nusuk bagian tubuh tersebut. Maka Allâh SWT. mengabulkan doa Ibu Maryam. Kemudian Ibu Maryam mendidik dan mengasuh Maryam hingga tumbuh dewasa dan menjadi wanita yang shâlehah (baik). Ketika Ibu Maryam wafat, Maryam dititipkan ke Bibinya yaitu: Ummu Yahyâ".

"Al-Hâfizh al-Hâkim berkata: "Hadis ini sanadnya shahîh, (akan tetapi) al-Hâfizh al-Bukhârî dan Muslim tidak meriwayatkan sebagaimana periwayatan al-Hâfizh al-Hâkim. Dan disetujui oleh al-Hâfizh adz-Dzahabî".{HR. Al-Hâkim dalam al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaynnya (No. Hadis: 1015). Al-Bayhaqî dalam as-Sunan al-Kubrânya (No. Hadis: 12485). Ibnu Jarîr dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (5/339). Dan al-Mizzî dalam Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ ar-Rijâlnya (No. 7051 atau 32/177)


Al-Imâm al-Hâfizh Bukhârî meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 3120):

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِيْ شَيْبَةَ, قَالَ: حَدَّثَنَا جَرِيْرٌ, عَنْ مَنْصُوْرٍ, عَنِ الْمِنْهَالِ, عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ, عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا, قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَوِّذُ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ. وَيَقُوْلُ: إِنَّ أَبَاكُمَا كَانَ يُعَوِّذُ بِهَا إِسْمَاعِيْلَ وَإِسْحَاقَ أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ.

"'Utsmân bin Abî Syaibah telah bercerita kepada kami (kepada al-Bukhârî), dia ('Utsmân bin Abî Syaibah) berkata: "Jarîr telah bercerita kepada kami (kepada 'Utsmân bin Abî Syaibah), dari Manshûr, dari al-Minhâl, dari Sa'îd bin Jubair, dari 'Abdullâh bin 'Abbâs, dia ('Abdullâh bin 'Abbâs) berkata: "Dahulukala Nabi SAW. pernah mengisti'adzahi Hasan dan Husain (cucu Nabi SAW). Kemudian beliau SAW. bersabda: "Sesungguhnya bapak/ moyang kalian berdua (yaitu Nabi Ibrâhîm) dahulukala pernah mengisti'adzahi (Nabi) Ismâ'îl dan (Nabi) Ishâq (dengan doa): "A'ûdzu bi Kalimâtillâhittammâti min Kulli Syaithânin wa Hâmmah, wa Min Kulli 'Ainin Lâmmah".

{HR. Bukhârî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 3120). At-Tirmidzî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya (No. Hadis: 1986). Abû Dâwud dalam Sunan Abî Dâwudnya (No. Hadis: 4112). An-Nasâ-î dalam as-Sunan al-Kubrânya (No. Hadis: 7679 dan 10778). Ahmad bin Hanbal dalam Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbalnya (No. Hadis: 2308). Al-Hâkim dalamal-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaynnya (No. Hadis: 4781 dan 8282). Ath-Thabrânîdalam al-Mu’jam al-Awsathnya (No. Hadis: 2275, 4793, 4899, dan 9183). Al-Bayhaqî dalam al-Asmâ wa ash-Shifâtnya (No. Hadis: 401). Al-Bazzâr dalam Musnad al-Bazzâr al-Mansyûrnya (No. Hadis: 5099). Ibnu Abî Syaibah dalam al-Kitâb al-Mushannaf fî al-Ahâdîts wa al-Âtsârnya (No. Hadis: 23577, 29497, dan 29498). Ath-Thahhâwî dalam Syarh Musykil al-Âtsârnya (No. Hadis: 2885). Ibnu Baththah dalamal-Ibânah al-Kubrânya (No. Hadis: 30). Ibnu 'Asâkir dalam Mu'jam asy-Syuyûkhnya (No. Hadis: 408). Al-Baghawî dalam Syarh as-Sunnahnya (No. Hadis: 1417). Dan Ibnu as-Sunnî dalam 'Amal al-Yaum wa al-Laylah Sulûk an-Nabî ma'a Rabbihi 'Azza wa Jalla wa Mu'âsyaratihi ma'a al-'Ibâdnya (No. Hadis: 634)}

Kita bisa meniru doa wanita sholihah, istri Imran ini. Hanya saja, perlu disesuaikan dengan jenis kelamin bayi yang dilahirkan. Karena perbedaan kata ganti dalam bahasa arab antara lelaki dan perempuan.

a. Jika bayi yang dilahirkan perempuan, Anda bisa baca,

اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

b. Jika bayi yang lahir laki-laki, kita bisa membaca,

اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهُ بِكَ وَذُرِّيَّتَهُ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Artinya dua teks doa ini sama,

“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu untuknya dan untuk keturunannya dari setan yang terkutuk.”

Kita juga bisa memohon perlindungan untuk anak dari gangguan setan, dengan doa seperti yang pernah dipraktekkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika mendoakan cucunya: Hasan dan Husain.

Ibnu Abbas menceritakan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan doa perlindungan untuk kedua cucunya,

أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ

Aku memohon perlindungan dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari semua godaan setan dan binatang pengganggu serta dari pAndangan mata buruk. (HR. Abu Daud 3371, dan dishahihkan al-Albani).

Kita bisa meniru doa beliau ini, dengan penyesuaian jenis kelamin bayi.

a. Jika bayi yang dilahirkan perempuan, Anda bisa baca,

أُعِيذُكِ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ

U’iidzuki …..

b. Jika bayi yang lahir laki-laki, kita bisa membaca,

أُعِيذُكَ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ

U’iidzuka …..

Berbeda pada kata ganti; ‘…ka’ dan ‘…ki’

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

PENTINGNYA ISTI'ADZAH DALAM KEHIDUPAN SEHARI HARI

Secara bahasa isti’adzah berarti doa untuk memohon perlindungan dan penjagaan. Secara istilah isti’adzah adalah kalimat yang dimaksudkan untuk memohon perlindungan dan penjagaan kepada Tuhan yang Maha Pelindung dari bisikan dan godaan syaitan.

Ia bagaikan tabir untuk menghalangi datangnya keburukan yang tidak tampak, keburukan yang bersifat batiniah. Nabi secara tegas mengajarkan kepada dua sahabat yang sedang bertikai untuk membaca isti’adzah agar amarah dan angkuh dalam jiwanya melebur menjadi ketenangan.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa membaca isti’adzah merupakan permohonan agar terhindar dari hal-hal negatif yang bersifat batiniah, dan untuk mendatangkan kebaikan. Membaca isti’adzah merupakah anjuran yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, ia boleh dibaca kapan saja, lebih-lebih dibaca saat membaca Al-Qur’an.

Isti’aadzah berarti memohon perlindungan kepada Allah ta’ala dari kejahatan setiap yang jahat. Adapun istilahal-‘iyaadzah (العياذة) adalah isitilah (permohonan pertolongan) dalam usaha untuk menolak kejahatan. Danal-liyaad (اللياذ) adalah istilah (permohonan pertolongan) yang digunakan dalam upaya memperoleh kebaikan.

A’uudzubillaahi minasy-syatithaanir-rajiim, berarti aku memohon perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk agar ia tidak membahayakan diriku dalam urusan agama dan duniaku, atau menghalangiku untuk mengerjakan apa yang telah Dia perintahkan. Atau agar ia tidak menyuruhku mengerjakan apa yang Dia larang, karena tidak ada yang mampu mencegah godaan syaithan itu kecuali Allah.

Oleh karena itu, Allah ta’ala memerintahkan manusia agar menarik dan membujuk hati setan jenis manusia dengan cara menyodorkan sesuatu yang baik kepadanya, sehingga dapat berubah tabiat dari kebiasaannya mengganggu orang lain. Selain itu, Allah juga memerintahkan untuk memohon perlindungan kepada-Nya dari setan dari jenis jin, karena dia tidak menerima pemberian dan tidak dapat dipengaruhi oleh kebaikan. Tabiat mereka jahat dan tidak ada yang dapat mencegahnya dari dirimu kecuali Rabb yang menciptakannya.

Inilah makna yang terkandung dalam tiga ayat Al-Qur’an. Pertama adalah firman-Nya dalam surat Al-A’raaf :

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

”Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebaikan dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh”[QS. Al-A’raf : 199].

Makna di atas berkenaan dengan muamalah terhadap musuh dari kalangan manusia.

Kemudian (yang kedua), Allah ta’ala berfirman :

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

”Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan, maka berlindunglah kepada Allah ( = dengan membaca : a’uudzubillaahi minasy-syaithaanir-rajiim). Sesunggunya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” [QS. Al-A’raaf : 200].

Sedangkan dalam Surat Al-Mukminuun, Allah ta’ala berfirman :

ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ (96) وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ (97) وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ (98)

”Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan. Dan katakanlah : ‘Ya Rabbku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaithan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Rabbku, dari kedatangan mereka kepadaku” [QS. Al-Mukminuun : 96-98].

Dan dalam surat Al-Fushshilat, Allah ta’ala berfirman :

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35) وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (36)

”Dan tidaklah sama  kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-oleh telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan jika syaithan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” [QS. Al-Fushshilat : 34-36].

Dalam bahasa Arab, kata setan (الشيطان) berasal dari kata “شطن” (syathana), yang berarti ‘jauh’. Jadi tabiat setan itu sangat jauh dari tabiat manusia, dan karena kefasikannya dia sangat jauh dari segala macam kebaikan.

Ada juga yang mengatakan bahwa kata syaithan (الشيطان) itu berasal dari kata “ شاط” (syaatha) ( = terbakar), karena ia diciptakan dari api. Dan ada juga yang mengatakan bahwa kedua makna tersebut benar, tetapi makna yang pertama adalah lebih benar.

Menurut Imam Sibawaih (seorang ulama pakar bahasa), bangsa Arab biasa mengatakan = “ تشيطن فلان” (tasyaithana fulaanun), jika Fulan itu berbuat seperti perbuatan setan. Jika kata setan itu berasal dari kata “ شاط”, tentu mereka akan mengatakan “ تشيط”.

Jadi menurut pendapat yang benar, kata setan (الشيطان) itu berasal dari kata “  شطن” yang berarti jauh. Oleh karena itu, mereka menyebut syaithan untuk setiap pendurhaka, baik jin, manusia, maupun hewan.

Berkenaan dengan hal ini, Allah ta’ala berfirman :

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلّ نِبِيّ عَدُوّاً شَيَاطِينَ الإِنْسِ وَالْجِنّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَىَ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوراً

”Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaithan-syaithan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia)” [QS. Al-An’aam : 112].

Dalam Musnad Ahmad, disebutkan hadits dari Abu Dzarr radliyallaahu ‘anhu :

 قال رسول الله ﷺ يا أبا ذر «تعوذ بالله من شياطين الإنس والجن» فقلت أوَ للإنس شياطين ؟ قال «نعم»

Rasulullah ﷺ bersabda : “Wahai Abu Dzarr, mohonlah perlindungan kepada Allah dari syaithan-syaithan dari jenis manusia dan jin”. Lalu aku bertanya : “Apakah ada syaithan dari jenis manusia ?”. Beliau menjawab : “Ya”.

Dalam Shahih Muslim, masih dari Abu Dzarr radliyallaahu ‘anhu, ia berkata:

 قال رسول الله ﷺ «يقطع الصلاة المرأة والحمار والكلب الأسود» فقلت يا رسول الله ما بال الكلب الأسود من الأحمر والأصفر ؟ فقال: «الكلب الأسود شيطان»

Telah bersabda Rasulullah ﷺ : “Yang dapat membatalkan shalat itu adalah wanita, keledai, dan anjing hitam”. Aku berkata : “Ya Rasulullah, mengapa anjing hitam dan bukan anjing merah atau kuning?”. Beliau ﷺ menjawab : “Anjing hitam itu adalah setan”.

Kata “الرّجيم”, berwazan  فعيل (subjek), tapi bermakna  مفعول(objek), yang berarti setan itu terkutuk (marjuum) dan terusir dari semua kebaikan. Sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ

”Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan” [QS. Al-Mulk : 5].

Allah ta’ala berfirman :

 فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ * إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ * إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ

”Jika kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Sesungguhnya syaithan itu tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang beriman dan bertawakal kepada Rabb-nya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) itu hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya menjadi pemimpin dan atas- orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah” [QS. An-Nahl : 98-100].

Yang masyhur menurut jumhur ulama’ bahwa isti’adzah dilakukan sebelum membaca Al-Qur’an untuk mengusir gangguan setan. Menurut mereka, ayat yang berbunyi:

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

‘Jika kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaithan yang terkutuk’

artinya : Jika engkan hendak membaca, sebagaimana firman-Nya ta’ala:

إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ

‘Jika kamu hendak mendirikan shalat, maka basuhlah wajah dan kedua tanganmu’ [QS. Al-Maaidah : 6].

Artinya, jika kalian bermaksud mendirikan shalat.

Penafsiran seperti ini didasrkan pada beberapa hadits dari Rasulullah ﷺ. Al-Imaam Ahmad bin Hanbal rahimahullah meriwayatkan dari Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Apabila Rasulullaah ﷺ hendak mendirikan shalat malam, maka beliau ﷺ membuka shalatnya dan bertakbir seraya mengucapkan :

سبحانك اللهم وبحمدك، وتبارك اسمك، وتعالى جدك، ولا إله غيرك " . ويقول: " لا إله إلا الله " ثلاثًا، ثم يقول: " أعوذ بالله السميع العليم، من الشيطان الرجيم، من هَمْزه ونَفْخِه ونَفْثه

”Maha Suci Engkau, Ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Maha Agung nama-Mu dan Maha Tinggi kemuliaan-Mu. Tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau”. Kemudian beliau mengucapkan : “Laa ilaha illallaah (Tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah)” - sebanyak tiga kali. Setelah itu beliau ﷺ mengucapkan (isti’aadzah) : ”Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk, dari godaan, tiupan, dan hembusannya”.

Hadits ini juga diriwayatkan oleh empat penyusun kitab As-Sunan dari riwayat Ja’far bin Sulaimaan, dari ‘Aliy bin ‘Aliy Ar-Rifaa’iy. At-Tirmidzi rahimahullah mengatakan hadits ini merupakan hadits yang paling masyhur dalam masalah ini. Kata al-hamz (الْهَمْزُ) ditafsirkan sebagai cekikan (sampai mati); an-nafkh (الْنَفْخُ) sebagai kesombongan; dan an-nafts(الْنَفْثُ) sebagai syه’ir.

Al-Bukhaariy rahimahullah meriwayatkan (dengan sanadnya) dari Sulaiman bin Shurad radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :

استب رجلان عند النبي صلى الله عليه وسلم، ونحن عنده جلوس، فأحدهما يسب صاحبه مغضَبًا قد احمر وجهه، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: " إني لأعلم كلمة لو قالها لذهب عنه ما يجد، لو قال: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم " فقالوا للرجل: ألا تسمع ما يقول رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إني لست بمجنون

”Ada dua orang yang saling mencela di hadapan Nabi ﷺ, sedangkan kami sedang duduk di sisi beliau ﷺ. Salah seorang dari keduanya mencela yang lain dalam keadaan marah sehingga mukanya memerah. Maka Nabi ﷺbersabda : ”Sesungguhnya aku akan mengajarkan suatu kalimat yang jika seseorang mengucapkannya, niscaya akan hilang semua yang dirasakannya itu. Yaitu jika ia mengucapkan :  a’uudzu billaahi minasy-syaithaanir-rajiim”. Maka para shahabat berkata kepada orang tersebut : ”Tidakkah engkau mendengar apa yang dikatakan Rasulullah ﷺ ?”. Ia menjawab : ”(Aku mendengarnya), dan sesungguhnya aku bukan orang gila”.

Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daawud, dan An-Nasaa’i melalui beberapa jalan, dari Al-A’masy.

Hukum Isti'aadzah

1.     Jumhur ulama berpendapat isti’aadzah hukumnya sunnah dan bukan suatu kewajiban yang menyebabkan dosa bagi orang yang meninggalkannya. Diriwayatkan dari Maalik, bahwasannya ia tidak membaca ta’awudz dalam mengerjakan shalat wajib, namun mengucapkannya ketika shalat tarawih pada bulan Ramadlaan di awal malamnya.

2.     Dalam kitab Al-Imlaa’, Asy-Syaafi’iy mengatakan ta’awwudz dibaca jahr (keras), namun jika dibaca sir (pelan) tidak apa-apa. Sedangkan dalam kitab Al-Umm, beliau rahimahullah mengatakan : Diberikan pilihan, karena Ibnu ‘Umar membacanya sirr, sedangkan Abu Hurairah jahr.

Jika orang yang memohon perlindungan itu membaca a’uudzubillaahi minasy-syaithaanir-rajiim; maka cukuplah baginya.

3.     Menurut Abu Hanifah dan Muhammad (bin Al-Hasan), ta’awwudz dalam shalat adalah untuk membaca Al-Qur’an; sedangkan Abu Yuusuf rahimahumullah berpendapat ta’awwudz itu justru dibaca untuk shalat.

Berdasarkan hal ini, seorang makmum membaca ta’awwudz. Hendaknya ia juga membacanya dalam shalat ‘Ied setelah takbiratul-ihraam dan sebelum membaca takbir-takbir ‘Ied. Menurut jumhur ulama, ta’awwudz itu dibaca setelah takbir sebelum qira’ah/membaca (Al-Faatihah atau surat Al-Qur’an).

Diantara manfaat ta’awwudz adalah untuk menyucikan dan mengharumkan mulut dari kata-kata yang tidak mengandung faidah dan buruk. Ta’awwudz ini digunakan untuk membaca firman-firman Allah ta’ala; yaitu : memohon pertolongan kepada Allah ta’ala sekaligus memberikan pengakuan atas kekuasaan-Nya, kelemahan dirinya sebagai hamba, dan ketidakberdayaannya dalam melawan musuh yang sesungguhnya (yaitu setan), yang bersifat baathiniyyah, yang seorang pun tidak mampu menolak dan mengusirnya kecuali Allah ta’ala yang telah menciptakannya. Hal itu sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah ta’ala :

إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ وَكَفَى بِرَبِّكَ وَكِيلا

”Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Rabbmu sebagai penjaga” [QS. Al-Israa’ : 65].

Dan para malaikat telah turun untuk memerangi musuh dari kalangan manusia. Barangsiapa dibunuh oleh musuh yang bersifat lahiriyyah yang berasal dari kalangan manusia, maka ia meninggal sebagai syahid; dan barangsiapa yang dibunuh oleh musuh yang bersifat baathiniyyah (setan), maka ia sebagai thariid. Barangsiapa yang dikalahkan oleh musuh manusia biasa, maka akan mendapatkan pahala; dan barangsiapa yang dikalahkan oleh musuh baathiniyyah, maka ia tertipu atau menanggung dosa. Hal itu dikarenakan setan dapat melihat manusia, sedangkan manusia tidak dapat melihatnya; sehingga ia memohon perlindungan kepada Rabb yang melihat setan, dan setan tidak dapat melihat-Nya.

Imam Khalaf al-Hasaniy bersenandung lewat bait syair:

إذَا مَا أَرَدْتَ الدَّهْرَ تَقْرَأُ فَاسْتَعِذْ ** وَبالْجَهْرِ عِنْدَ الْكُلِّ فِى الْكُلِّ مُسْجَلاً
بشَرْطِ اسْــتِمَاعٍ وَابْتِدَاءِ دِرَاسَةٍ ** وَلاَ مُـخْفِيًا أَوْ فىِ الصَّلاَةِ فَفَصَّـــلاَ

Sementara merendahkan suara dianjurkan apabila:
• Seorang qori’ bermaksud membaca dengan suara rendah, baik dalam suatu majlis atau sendirian.
• Tidak dalam keramaian, baik hendak membaca dengan suara rendah atau tinggi.
• Jika berada dalam shalat, baik shalat jahriyah maupun sirriyah.
• Membaca ketika berada di tengah-tengah jama’ah yang belajar al-Quran. Misalnya membaca bergiliran dalam maqra’ah (majlis penghafal Al-Qur’an).

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Selasa, 20 November 2018

Posisi Kepala Jenazah Saat Dibawa Ke Pemakaman

Pemaknaan terhadap kematian seseorang bukan sekedar makna sakral, namun juga merupakan peristiwa yang memiliki makna budaya dan sosial. Hal ini terkait erat dengan posisi individu sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga kebudayaan tertentu. Ketika seorang individu meninggal dunia, secara budaya dan sosial menimbulkan kekhawatiran dan tentu saja ”keguncangan” sementara dalam masyarakat. Keguncangan itu mereka atasi dengan ritual yang berfungsi untuk mengembalikan stabilitas sosial budaya.

Bagi masyarakat, ritual juga berfungsi penghormatan terhadap perjalanan orang yang meninggal ke alam baka. Cara pandang ini tampak dari perilaku orang yang mengunjungi keluarga dari orang yang meninggal, mengikuti upacara selamatan, ikut memandikan, menyiapkan lubang kubur, menguburkan, dan mendoakannya. Upacara kematian, dengan demikian, merupakan wilayah tumpang tindih antara peristiwa sakral dan peristiwa sosial. Untuk memberikan gambaran utuh terhadap ketumpang-tindihan tersebut, tulisan ini tidak hanya membahas upacara kematian saja, tetapi juga peristiwa-peristiwa lain yang melingkupi upacara kematian tersebut, seperti menjelang kematian seseorang, ketika orang tersebut telah meninggal, saat penguburan, dan pasca penguburannya.

Pada saat mayat atau jenazah dibawa ke kuburan/pemakaman akan dimakamkan dan diiringi dengan baca’an tahlil, yang didahulukan kepala atau kakinya?

Disunahkan mendahulukan kepalanya untuk mengikuti arah jalan, baik itu berjalan ke arah qiblat maupun bukan. sebagaimana diterangkan dalam kitab: Tukhfah al-Mukhtaj Fii Syarhi al-Minhaj:

قَوْلُهُ (اِلَى تَنْكِيْسِ رَأْسِ الْمَيِّتِ) يُؤْخَذُ مِنْهُ اَنَّ السُّـنَّةَ فِىْ وَضْعِ رَأْسِ الْمَيِّتِ فِى حَالِ السَّيْرِ اَنْ يَكُوْنَ اِلَى جِهَّةِ الطَّرِيْقِ سَوَاءٌ اَلْقِبْلَةَ وَغَيْرَهَا بَصْرِىٌّ قَوْلُ الْمَتَنِ. (تحفة المحتاج فى شرح المنهاج فصل فى تكفين الميت ج 4 ص 71)

Perkataan (Sampai  membalikkan kepala mayit) diambil dari perkataan tersebut, sesungguhnya sunnah meletakkan kepala mayit ketika berjalan/membawa ke makam sesuai arah jalan yang dilalui, baik menghadap kiblat atau tidak. Seperti dikatakan Sayid Umar Bashry. (Tukhfah al-Mukhtaj Fii Syarhi al-Minhaj juz 4 hal. 71)

Seperti penjelasan Syekh Ibnu Qudamah yang mengutip dari beberapa ulama Madzhab:

ﻭﺻﻔﺔ اﻟﺘﺮﺑﻴﻊ اﻟﻤﺴﻨﻮﻥ ﺃﻥ ﻳﺒﺪﺃ ﻓﻴﻀﻊ ﻗﺎﺋﻤﺔ اﻟﺴﺮﻳﺮ اﻟﻴﺴﺮﻯ ﻋﻠﻰ ﻛﺘﻔﻪ اﻟﻴﻤﻨﻰ، ﻣﻦ ﻋﻨﺪ ﺭﺃﺱ اﻟﻤﻴﺖ،... ﻭﺑﻬﺬا ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻭاﻟﺸﺎﻓﻌﻲ

Bentuk Tarbi' (formasi 4 orang memikul jenazah) yang disunnahkan adalah mengawali keranda / peti mati sebelah kiri diletakkan di pundak sebelah kanan, dari sebelah kepala mayit ... Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan Syafi'i (Al-Mughni 2/357)

Juga dijelaskan oleh Syekh Abd Hamid Asy-Syarwani:

اﻟﺴﻨﺔ ﻓﻲ ﻭﺿﻊ ﺭﺃﺱ اﻟﻤﻴﺖ ﻓﻲ ﺣﺎﻝ اﻟﺴﻴﺮ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺇﻟﻰ ﺟﻬﺔ اﻟﻄﺮﻳﻖ ﺳﻮاء اﻟﻘﺒﻠﺔ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ

Sunah meletakkan kepala mayit saat di jalan untuk mengarah ke arah jalan (depan), baik menghadap kiblat atau tidak (Hawasyai Syarwani Ala Tuhfah 3/110)

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Minggu, 11 November 2018

Bait-bait Syair Yang Tertulis Di Area Makam Rosululloh SAW

Pintu/akses masuk ke Maqbaroh Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam. Pintu ini berada di timur Makam. Dan pintu ini sebenarnya tepatnya ada di bagian rumahnya Sayyidah Fatimah rodhiyallahu anha, sehingga pintu ini juga dinamakan Pintu Sayyidah Fatimah ra.

Kita akan membahas kaligrafi kuno yang berada tepat diatas pintu tersebut. Ini yakni Syair Syair pujian atas Baginda Nabi yang tertulis mengelilingi Maqbaroh beliau.

Jika diperhatikan dengan cermat dan teliti, maka bunyi Syair Qosidah tersebut sbb:

فمدحه لم يزل داءب مدى عمري # وحبه عند رب العرش مستندي

"Memuji nya senantiasa menjadi kebiasaanku disepanjang usiaku # Dan mencintai nya di sisi Dzat Pemilik Arsy menjadi tumpuanku".

Adapun di kunci/gembok pintu ini tertuliskan penggalan Qosidah Burdah milik Imam Bushiri rohimahullah.

هو الحبيب الذي ترجي شفاعته # لكل هول من الاهوال مقتحم

"Huwalhabiibul ladzi Turja Syafa'atuhu Likulli Hawlin minal ahwali Muqtahimii"

"Dia adalah kekasih yang diharapkan syafa'atnya pada setiap bencana dari bencana-bencana yang mencekam"

Tahukah Anda bahwasanya ada perubahan dalam tulisan di jeruji makam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, yang semula bertuliskan : “YA ALLAH, YA MUHAMMAD”, menjadi “YA ALLAH YA MAJID”. Memang sungguh artistik, sehingga perubahan ini tidak disadari oleh banyak orang. Teknisnya, huruf ‘ha’ diganti dengan huruf ‘jim’ dan kemudian huruf ‘mim’ diganti dengan huruf ‘ya’.

Perubahan ini dilakukan karena menurut pemahaman mufti Saudi, bahwa, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam sudah meninggal dunia, sehingga tidak patut dipanggil-panggil atau dalam Grammar Arabic istilahnya tidak perlu dibubuhi huruf atau kalimat ‘Nidaa’ (panggilan atau memanggil) seperti ‘Yaa’ (Wahai, Hai)

Kendati demikian, ada 2 syair yang tidak diganti oleh mereka, berkat penjagaan dari Allah SWT. dan Insya Allah tulisan yang merupakan peninggalan berharga yang tidak bisa di hapus oleh siapapun dari zaman ke zaman, sampai akhir zaman!. Sejak dulu, sampai zaman dinasti kerajaan Saudi di bawah pimpinan Raja Abdul Aziz, pendiri kerajaan, kemudian di susul oleh keturunannya, Saud, Faisal, Khalid, Raja Fahd, Abdullah, Salman, dan hingga saat ini, tulisan tersebut masih tetap bisa di baca. Tulisan tersebut adalah:

يا خير من دفنت في الترب أعظمـه ** فطاب من طيبهـن القـاع والأكـم
نفسي الفـداء لقبـر أنـت ساكنـه ** فيه العفاف وفيـه الجـود والكـرم

“Wahai jasad termulia di lahat kau bersemayam, Lahad dan tanah bersemerbak dari semerbakmu.
Ku korbankan diriku demi makam kau berdiam, Yang penuh kebijakan, keindahan dan kemurahanmu”

Sejarah 2 Syair Di Depan Pintu Makam Nabi

Diriwayatkan oleh Al-Imam Al-hafidh Al syeikh imadudin Ibnu Katsir dari Al-‘Utbi, Ia berkata:

Aku pernah duduk di dekat kuburan Nabi SAW, kemudian datanglah seorang Arab dusun lalu berkata,

Salam sejahtera atas engkau, Wahai utusan Allah
Salam sejahtera atas engkau, Wahai kekasih Allah
Salam sejahtera atas engkau, yang membawa risalah kebenaran bagi seluruh umat

Aku mendengar Allah SWT berfirman,

وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ جَآءُوكَ فَٱسْتَغْفَرُوا۟ ٱللَّهَ وَٱسْتَغْفَرَ لَهُمُ ٱلرَّسُولُ لَوَجَدُوا۟ ٱللَّهَ تَوَّابًۭا رَّحِيمًۭا

“Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya dating kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS: An- Nisa :64)

Kini aku datang kepadamu untuk memohon ampun kepada Allah atas dosaku dan meminta syafaatmu.”

Kemudian ia melantunkan syair:

“Wahai orang terbaik yang dikubur di tempat yang paling agung ini
Sehingga tempat ini menjadi indah karena keindahannya
Jiwaku menjadi tebusan untuk kuburan yang engkau tempati ini
Di dalamnya ada kesucian, kemurahan dan kedermaan.”

Tak lama setelah lelaki itu pergi aku tertidur. Dalam mimpi aku melihat Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Wahai Utbi, susullah lelaki dusun itu, lalu kabarkan kepadanya bahwa Allah telah mengampuni dosanya.”

Kisah di atas disebutkan oleh Al Mawardi dalam kitabnya, Al Haawi Al Kabiir (4/544). An-Nawawi juga menukilnya dalam kitabnya Al Majmuu’ (8/274). Beliau berkata, “Di antara perkataan paling baik adalah apa yang disampaikan oleh Al Mawardi, Al Qadhi Abu Thayyib dan seluruh sahabat kami tentang kisah Utbi yang mereka nilai baik.” Ibnu Katsir juga menukil kisah itu dalam tafsirnya. Beliau berkata, “Banyak orang telah menyebutkan kisah yang masyhur dari Utbi ini, di antaranya Syaikh Abu Nashr bin Ash Shobbaagh dalam kitabnya, Asy Syamil.” (Tafsir Ibnu Katsir surat An-Nisaa’ ayat 64).

Hingga sekarang ini, 2 syair di atas masih terukir pada tiang makam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Bagi yang tidak tahu, mungkin dua bait ini tidak penting. Namun, sebenarnya telah terjadi perdebatan panjang mengenai syair ini dan mengenai kisah penuturnya, dari segi sanad dan akidah.

Di antaranya adalah perdebatan antara Sayyid Muhammad Al-Maliki dalam buku beliau, berjudul : Mafahim Yajib An Tusohhah, dengan Menteri Agama Islam, Wakaf dan Dakwah Saudi, Syeikh Sholih Al Syeikh dalam buku beliau, berjudul : Hadzihi Mafahimuna.

ALLAHU AKBAR !!!

اللّهمّ صلِّ على سيّدنا محمّدٍ وآله وصحبه وسلِّم

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Syair Pujian Kaisar Dinasti Ming Pada Rosululloh SAW

Islam telah lama bersentuhan dengan kebudayaan dan masyarakat Cina. Salah satu yang hingga kini menjadi bukti sejarahnya adalah kekaguman seorang Kaisar Cina di masa Dinasti Ming, Kaisar Hongwu (1368-1398 Masehi) terhadap Islam dan Nabi Muhammad SAW, dalam salinan puisinya 'Pujian 100 Kata'.

Sejak zaman sahabat Nabi, Saad bin Abi Waqqas bersama tiga orang lainnya telah berkunjung ke negeri timur itu pada 616-618 Masehi. Dari saat itulah hingga 20 tahun wafatnya Nabi Muhammad, di Kalifah Usman beberapa kali utusan dagang dan dakwah dikirim ke wilayah yang kala itu dibawah Dinasti Tang.

Makam Shohabat Sa'ad Bin Abi Waqqash berada di dalam ruang khusus berarsitektur Tiongkok pada era Dinasti Tang (618--907 Masehi). Bangunan itu beratapkan genting warna abu-abu, sedangkan dindingnya bercat hijau.

Ruangan tersebut dapat menampung sekitar 20 orang dan hanya ada satu pintu kecil sehingga para penziarah harus menundukkan kepala jika memasukinya.

Di luar bangunan utama terdapat beberapa makam lain yang diduga para imam atau pengikut Saad, baik warga China pribumi maupun dari bangsa lain.

Sekira 2,5 kilometer dari lokasi makam tersebut terdapat Masjid Huaisheng di Jalan Guangta Nomor 56.

Masjid yang dilengkapi dengan menara (guangta) itu dibangun Saad pada 627 Masehi atau sekira tujuh tahun setelah datang ke China untuk syiar pertamanya.

Makam Shohabat Saad Bin Abi Waqqash dan Masjid Huaisheng tersebut menjadi salah satu saksi sejarah Jalur Sutera Maritim di China, sebutan dari seorang Jerman bernama von Richthofen pada abad-18M untuk menggambarkan misi kebudayaan dan ekonomi China dengan masyarakat Eropa, Asia Tengah dan Selatan maupun Timur Tengah hingga Afrika.

Masjid Huaisheng atau Guangta tersebut konon merupakan masjid pertama yang dibangun di luar jazirah Arab pada masa itu.

Dalam perjalanannya, Islam berkembang di jalur Sutra dan kawasan daratan Cina, seperti Xinjiang-dikenal dengan muslim Uyghur, hingga Ningxia, Gansu, Qinghai dan Xi'an. Berganti tiga dinasti hingga Dinasti Ming (1368-1644 Masehi), seorang Kaisar bernama Hongwu dikenal sangat mengagumi Islam dan Nabi Muhammad SAW.

Kaisar Hongwu adalah kaisar pertama Dinasti Ming setelah digulingkannya Dinasti Yuan berbangsa Mongol, yang ikut mengenalkan Islam ke seantero Cina. Kekaguman Kaisar Hongwu terhadap Islam dan Nabi Muhammad SAW ini dituangkannya dalam puisi 'Pujian 100 Kata'-The Hundred-word Eulogy atau (百字讃-bǎizìzàn).

Kaisar Hongwu (1328 – 1398), pendiri Dinasti Ming, terkenal akan kedekatannya dengan komunitas Muslim Hui. Beliau memerakarsai rekonstruksi sejumlah masjid yang telah didirikan semasa pemerintahan Dinasti Tang, Dinasti Song, dan Dinasti Yuan. Selain itu, beliau juga membangun sejumlah masjid baru di Xian, Nanjing, Xining, Yunnan, Guangdong, Fujian, dan kota-kota lainnya.

Saat Kaisar Hongwu berkuasa, Nanjing yang kala itu dijadikan sebagai Ibu Kota Kekaisaran Cina dibanjiri oleh Muslim Hui yang berimigrasi dari berbagai penjuru wilayah Cina. Muslim Cina saat itu memiliki posisi yang penting dalam struktur pemerintahan, bidang perdagangan, pendidikan, bahkan kemiliteran. Kaisar Hongwu mengangkat lebih dari 10 jenderal dari kalangan Muslim, di antaranya adalah Chang Yuchun, Lan Yu, Mu Ying, Feng Sheng, Hu Dahai, Ding Dexing, Hala Bashi, dan Zheng He (Laksamana Cheng Ho).

Puisi Sanjungan 100 Kata Versi Bahasa Mandarin

《百字讚》寫道:“乾坤初始,天籍注名。傳教大聖,降生西域。授受天經,三十部冊,普化眾生。億兆君師,萬聖領袖。協助天運,保庇國民。五時祈祐,默祝太平。存心真主,加志窮民。拯救患難,洞徹幽冥。超拔靈魂,脱離罪業。仁覆天下,道冠古今。降邪歸一,教名清真。穆罕默德,至貴聖人。”(《百字讚》

Inilah isi pusi 'Pujian 100 Kata' tersebut Bahasa Indonesia:

"Sejak penciptaan alam semesta, Allah telah menunjuknya sebagai pemimpin keyakinan yang agung, Dari Barat ia lahir, Menerima Kitab Suci, Buku dari tiga puluh bagian (Juz), Untuk memandu semua ciptaan, Tuan dari semua Penguasa, Pemimpin di antara orang-orang yang suci, Dengan dukungan dari langit, Untuk melindungi umat-Nya, Yang mengerjakan ibadah lima waktu, Dalam diam berharap perdamaian, Hatinya terpaut ke Allah, Memberi kekuatan masyarakat miskin, Menyelamatkan mereka dari malapetaka, Membawa kegelapan menuju cahaya, Mengajak jiwa dan ruh menjauhi kesalahan, Sebuah rahmat bagi semesta alam, Meninggalkan ketertinggalan menuju keagungan, Menaklukkan segala kejahatan, Agama-Nya murni dan benar, Muhammad Sang Agung dan Mulia."

Berikut ini adalah sanjungan 100 kata tersebut (sudah dalam bahasa Inggris):

Since the creation of the Universe,
God had decreed to appoint,
This great faith-preaching man,
From the West he was born,
He received the Holy Scripture,
A Book of thirty parts,
To guide all creation,
Master of all Rulers,
Leader of Holy Ones,
With Support from Above,
To Protect His Nation,
With five daily prayers,
Silently hoping for peace,
His heart towards Allah,
Empowering the poor,
Saving them from calamity,
Seeing through the darkness,
Pulling souls and spirits,
Away from all wrongdoings,
A Mercy to the Worlds,
Traversing the ancient majestic path,
Vanquishing away all evil,
His Religion Pure and True,
Muhammad,
The Noble & Great one.

Saat ini salinan puisi 'Pujian 100 Kata' Kaisar Hongwu ini terpajang di beberapa masjid di Nanjing, Cina. Kaisar Hongwu mewasiatkan beberapa salinan puisi ini untuk disimpan di masjid yang dibangun di Xijing dan Nanjing dan kota-kota komunitas muslim di Yunan selatan, Fujian dan Guangdong.

Sabtu, 10 November 2018

SEBUAH KESADARAN AKAN MEMBAWA KEJALAN KESUKSESAN

Semua yang ada dialam semesta ini adalah sebuah energi. Energi sudah ada dan tidak bisa hilang. Energi bisa berubah bentuk menjadi wujud energi lain. Seperti halnya energi gerak yg ada pada kincir angin akan menghasilkan energi listrik yang mana energi itu akan bisa berubah dalam berbagai macam manfaat. Seperti cahaya pada lampu, pendingin pada kulkas atau AC, gambar dan suara pada televisi dll.

Begitu pula Perasaan dan Pikiran Memiliki Energi. Dan memiliki getaran tertentu yg bisa menjadi wujud suatu keinginan yg awalnya tidak nampak menjadi nampak.
Seseorang yg memiliki perasaan tertentu dan pikiran yg fokus maka bisa mewujud suatu benda, keadaan, situasi ataupun yg dinamakan nasib.

Sebenarnya Apa Yang Ada Diluar Sana Berasal atau Sudah Ada Didalam Diri.

Untuk melenyapkan semuanyapun sangat mudah hanya memanfaatkan "Perasaan Kurang."
Sudah punya istri/suami/pasangan tanpa sadar orang itu tidak mensyukurinya (perasaan kurang) dg berbuat selingkuh / mesum dg orang lain. Akhirnya terjadi suatu kondisi yg mana bisa melenyapkan semua yg dimilikinya. Kehidupannya, hartanya, kedudukannya ataupun yg lainnya.
Seseorang yg merasa kurang akan hartanya akhirnya dia terjerat kasus korupsi, penipuan dll yg membuatnya kehilangan apa yg dia milikinya.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

"Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhan kalian memaklumatkan, Barang siapa yg mensyukuri (nikmatKu) maka akan kutambah (nikmatKu) dan barang siapa yg tidak mensyukuri (nikmatKu) maka Azab yg pedih buatnya."
(Q.S. ibrahim ayat 7)

Yaitu dengan mencabut nikmat-nikmat itu dari mereka, dan Allah menyiksa mereka karena mengingkarinya. Di dalam sebuah hadis disebutkan:

"إِنَّ الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ"

Sesungguhnya seorang hamba benar-benar terhalang dari rezeki(nya) disebabkan dosa yang dikerjakannya.

Di dalam kitab Musnad disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersua dengan seorang peminta-minta. Maka beliau memberinya sebiji buah kurma, tetapi si peminta-minta itu tidak mau menerimanya. Kemudian beliau bersua dengan pengemis lainnya, maka beliau memberikan sebiji kurma itu kepadanya, dan si pengemis itu mau menerimanya seraya berkata, "(Betapa berharganya) sebiji buah kurma dari Rasulullah Saw." Maka Rasulullah Saw. memerintahkan agar si pengemis itu diberi uang sebanyak empat puluh dirham.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَسْودُ، حَدَّثَنَا عُمَارَةُ الصَّيدلاني، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَائِلٌ فَأَمَرَ لَهُ بِتَمْرَةٍ فَلَمْ يَأْخُذْهَا -أَوْ: وَحِشَّ بِهَا -قَالَ: وَأَتَاهُ آخَرُ فَأَمَرَ لَهُ بِتَمْرَةٍ، فَقَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ! تَمْرَةٌ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَقَالَ لِلْجَارِيَةِ: "اذْهَبِي إِلَى أُمِّ سَلَمَةَ، فأعطيه الأربعين درهما التي عِنْدَهَا".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad, telah menceritakan kepada kami Imarah As-Shaidalani, dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa seorang pengemis datang meminta-minta kepada Nabi Saw. Maka beliau memberinya sebiji buah kurma, tetapi si pengemis itu tidak mau menerimanya. Kemudian datanglah seorang pengemis lainnya, dan Nabi Saw. memerintahkan agar pengemis itu diberi sebiji buah kurma pula. Maka pengemis itu berkata, "Mahasuci Allah, sebiji buah kurma dari Rasulullah." Maka Nabi Saw. bersabda kepada pelayan perempuannya, "Pergilah kamu ke rumah Ummu Salamah dan berikanlah kepada pengemis ini empat puluh dirham yang ada padanya."

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid. Imarah ibnu Zadan (salah seorang perawinya) dinilai siqah oleh Ibnu Hibban, Ahmad, dan Ya'qub ibnu Sufyan. Ibnu Mu'in mengatakan bahwa dia adalah seorang saleh. Menurut Abu Zar'ah, dia terpakai hadisnya. Abu Hatim mengatakan bahwa hadisnya dapat ditulis, tetapi tidak dapat dijadikan sebagai pegangan karena predikatnya kurang kuat. Imam Bukhari mengatakan, barangkali Imarah ibnu Zadan ini orangnya mudtarib dalam hadisnya. Telah diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa Imarah meriwayatkan banyak hadis yang berpredikat munkar.Abu Daud mengatakan bahwa dia tidak separah itu. Ia dinilai daif oleh Imam Daruqutni. Ibnu Addi mengatakan bahwa dia tidak mengapa dan termasuk orang (perawi) yang dapat ditulis hadisnya.

Dahsyatnya Sebuah Kesadaran Manusia Bisa Mewujudkan Suatu Benda, Situasi, Kondisi yg diinginkan Bahkan Bisa Melenyapkan Segalanya.

Allah Mahakaya (tidak memerlukan) ungkapan syukur hamba-hamba-Nya. Dan Dia Maha Terpuji, sekalipun Dia diingkari oleh orang-orang yang mengingkari-Nya. Makna ayat ini sama dengan makna yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

{إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ}

Jika kalian kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) kalian. (Az-Zumar: 7), hingga akhir ayat.

{فَكَفَرُوا وَتَوَلَّوْا وَاسْتَغْنَى اللَّهُ وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَمِيدٌ}

lalu mereka ingkar dan berpaling, dan Allah tidak memerlukan (mereka). Dan Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (At-Taghabun: 6)

Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan hadis melalui Abu Zar, dari Rasulullah Saw. dalam salah satu hadis qudsinya, bahwa Allah Swt. telah berfirman:

"يَا عِبَادِي، لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ، وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ، كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ مِنْكُمْ، مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا. يَا عِبَادِي، لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ، وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ، كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ مِنْكُمْ، مَا نَقَصَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا. يَا عِبَادِي، لَوْ أن أولكم وآخركم، وإنسكم وجنكم، قاموا فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ، فَسَأَلُونِي، فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ، مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا، إلا كما ينقُص المخْيَط إذا أدخل في الْبَحْرِ".

Hai hamba-hamba-Ku, seandainya orang-orang yang pertama dari kalian dan yang terakhir dari kalangan umat manusia dan jin semuanya memiliki kalbu seperti kalbu seseorang di antara kalian yang paling bertakwa, tiadalah hal tersebut menambahkan sesuatu dalam kerajaan-Ku barang sedikit pun. Hai hamba-hamba-Ku, seandainya orang-orang yang pertama dari kalian dan yang terakhir dari kalangan umat manusia dan jin semuanya memiliki kalbu seperti kalbu seseorang di antara kalian yang paling durhaka, hal tersebut tidaklah mengurangi sesuatu pun dalam kerajaan-Ku barang sedikit pun. Hai hamba-hamba-Ku, seandainya orang-orang pertama dari kalian dan yang terakhir dari kalangan umat manusia dan jin semuanya berdiri di suatu lapangan, kemudian mereka meminta kepada-Ku, lalu Aku memberi kepada setiap orang apa yang dimintanya, tiadalah hal itu mengurangi kerajaan-Ku barang sedikit pun, melainkan sebagaimana berkurangnya laut bila dimasukkan sebuah jarum ke dalamnya.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Sabtu, 03 November 2018

Makam BRaY Sedah Mirah Di Situs Kartosuro

Situs Keraton Kartasura (1680 – 1745) kini hanya tinggal puing-puing saja, dengan pagar tembok/benteng Baluwarti terbuat dari batu bata merah setebal 2-3 meter dan tinggi kurang lebih 3 meter. Petilasan ini membuktikan keberadaan Keraton Kartasura Hadiningrat memang pernah ada sebelumnya di masa lalu. Di dalam situs antara lain terdapat ; alun-alun, kolam segaran yang sekarang berubah menjadi tanah lapang, gudang mesiu yang sekarang berubah menjadi gedong obat. Tembok berlubang sebagai saksi bisu atas terjadinya peristiwa Geger Pacinan, Sumur Madusaka digunakan untuk memandikan pusaka-pusaka kerajaan, genthong batu, lingga dan yoni, tombak Kyai Jangkung dan Tombak Kyai Slamet. Dan terdapat beberapa makam keramat di antaranya adalah Makam Mas Ngabehi Sukareja, Makam B.R.Ay Adipati Sedah Mirah, Makam KPH Adinegoro, Makam Ki Nyoto Carito dalang Keraton yang terkenal pada masanya, serta masjid tua yang dibangun Sunan Paku Buwono II.

Peninggalan sejarah yang masih dapat dijumpai di situs Keraton Kartasura berupa reruntuhan bangunan dan nama-nama tempat atau toponim. Sedangkan luas kota Kartasura di masa lampau diperkirakan mencakup seluruh wilayah Kecamatan Kartasura saat sekarang, ditambah beberapa kawasan yang masuk wilayah Kabupaten Boyolali dan Karanganyar. Saat sekarang, Keraton Kartasura yang terletak di Kelurahan Siti Hinggil, menjadi kota kecamatan seperti pada umumnya.

Di antara makam-makam di Astana Wanakerta (petilasan Keraton Kartasura), makam Ratu Sedah Mirah paling dikeramatkan. Setiap Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon, makam ini selalu dipadati peziarah yang hendak ngalap berkah.

Orang-orang yang datang hendak ngalap berkah di makam Ratu Sedah Mirah berasal dari berbagai penjuru tanah air. Baik dari kota-kota di Jawa maupun luar Jawa. Malah ada pula yang datang dari Singapura dan Malaysia.

Tujuan mereka bermacam-macam. Ada yang menginginkan agar lekas naik pangkat, mencari kewibawaan, usahanya lancar, dan masih banyak lagi.

Ratu Sedah Mirah hanyalah garwa ampil. Selir dari Pakubuwono, raja Surakarta. Namun karena keanggunan dan kecantikannya tak terhingga, maka ketika meninggal, ratu ini tetap dikenang. Malah banyak pula yang memitoskan.

Makam Raden Ayu Sedah Mirah atau RA Mayangsari yang dimakamkan di kompleks Petilasan Keraton Kasunanan Kartasura pada 1826. Menutut penuturan Haris, Sedah Mirah adalah garwa ampil (selir) Pakubuwana. Namun karena konon ia menguasai ilmu persilatan dan pintar bermain pedang maka Sinuwun Paku Buwono memberi gelar adipati kepadanya. Sedah Mirah yang cantik juga dikenal pandai berdiplomasi dan memiliki aji pengasihan.

B.R.Ay Adipati Sedah Mirah pada masa hidupnya memiliki segudang prestasi besar. Selain dikenal berparas cantik, juga pandai berdiplomasi serta memiliki ilmu pengasihan tinggi sehingga beliau sebagai wanita mempunyai kharisma dan wibawa luar biasa. Sebagai pemimpin, beliau pemimpin yang dicintai rakyatnya, pemimpin yang disayangi rajanya, dihormati kawan, sekaligus disegani lawan. BRAy Adipati Sedah Mirah adalah seorang pujangga, beliaulah penulis Kitab Ponconiti. Selain itu beliau juga dikenal sebagai pemegang babon serat yasan dalem Susuhunan seperti kitab Wulang Reh yasan dalem PB IV, dan serat babad Centhini yang ditulis semasa PB V. Kepandaiannya dalam bidang olah kanuragan atau ilmu beladiri pencak silat, membuat sang Raja berkenan menganugerahkan gelar padanya sebagai seorang Adipati. Berkat kepiawaian beliau banyak bidang khususnya spiritual, BRAy Adipati Sedah Mirah dipercaya oleh Keraton untuk mengemban tugas sebagai pemimpin upacara dan ritual sakral yakni Adhang Dhandhang Kyai Duda atau menanak nasi menggunakan alat berupa kukusan dan dhandhang yang terbuat dari tembaga. Dhandhang Kyai Duda adalah pusaka peninggalan Ki Ageng Tarub dan istrinya yang seorang bidadari Dewi Nawang Wulan. Berkat dhandhang pusaka ini pula bidadari Dewi Nawang Wulan menanak nasi cukup hanya satu butir beras tetapi nasinya bisa dimakan orang banyak. Selanjutnya BRAy Adipati Sedah Mirah memimpin acara labuh semua bekas acara ritual adhang dhandhang Kyai Duda ke pantai selatan tepatnya di pantai Parangkusumo. Acara ini cukup langka karena diadakan hanya setiap 8 tahun atau sewindu sekali.

Jumat, 02 November 2018

Tekad Yang Kuat Akan Berpahala

Tekad adalah awal dari sebuah komitmen. Tekad adalah saudara kembar niat. Tekad adalah niat yang bulat untuk melakukan atau meraih sesuatu. Tekad adalah sesuatu yang timbul dari dalam diri, dari hati yang terdalam, yang mana dengan itu seluruh sumber daya yang ada pada diri kita akan bergerak mengikuti dan mendapatkan atau mewujudkan apa yang kita tekadkan. Tekad adalah tonggak sebelum kita melangkah. Dengan tekad yang bulat, kita sadar akan apa yang menjadi tujuan kita.

Dalam hadits qudsi, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, diriwayatkan dari Allah Ta’ala,

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ

“Sesungguhnya Allah mencatat berbagai kejelekan dan kebaikan lalu Dia menjelaskannya. Barangsiapa yang bertekad untuk melakukan kebaikan lantas tidak bisa terlaksana, maka Allah catat baginya satu kebaikan yang sempurna. Jika ia bertekad lantas bisa ia penuhi dengan melakukannya, maka Allah mencatat baginya 10 kebaikan hingga 700 kali lipatnya sampai lipatan yang banyak.” (HR. Bukhari no. 6491 dan Muslim no. 130)

Ibnu Rajab Al Hambali berkata, “Yang dimaksud ‘hamm’ (bertekad) dalam hadits di atas adalah bertekad kuat yaitu bersemangat ingin melakukan amalan tersebut. Jadi niatan tersebut bukan hanya angan-angan yang jadi pudar tanpa ada tekad dan semangat.”(Jaami’ul Ulum wal Hikam, 2: 319)

Hadits-hadits yang semakna dengan hadits di atas banyak sekali. Di antaranya sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allâh Azza wa Jalla berfirman kepada para malaikat :

إِذَا أَرَادَ عَبْدِيْ أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً ؛ فَلَا تَكْتُبُوْهَا عَلَيْهِ حَتَّى يَعْمَلَهَـا ، فَإِذَا عَمِلَهَا فَاكْتُبُوْهَا بِمِثْلِهَا ، وَإِنْ تَرَكَهَا مِنْ أَجْلِـيْ فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً ، وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً فَلَمْ يَعْمَلْهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً ؛ فَإِذَا عَمِلَهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِـهَا إِلَى سَبْعِمِائَةٍ

Jika hamba-Ku berniat melakukan kesalahan, maka janganlah kalian menulis kesalahan itu sampai ia (benar-benar) mengerjakannya. Jika ia sudah mengerjakannya, maka tulislah sesuai dengan perbuatannya. Jika ia meninggalkan kesalahan tersebut karena Aku, maka tulislah untuknya satu kebaikan. Jika ia ingin mengerjakan kebaikan namun tidak mengerjakannya, tulislah sebagai kebaikan untuknya. Jika ia mengerjakan kebaikan tersebut, tulislah baginya sepuluh kali kebaikannya itu hingga tujuh ratus (kebaikan).’”

Dalam riwayat Muslim, disebutkan:

قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِذَا تَـحَدَّثَ عَبْدِيْ بِأَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً ؛ فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ حَسَنَةً مَا لَـمْ يَعْمَلْ ، فَإِذَا عَمِلَهَا فَأَنَا أَكْتُبُهَا بِعَشْرِ أَمْثَالِـهَا ، وَإِذَا تَـحَدَّثَ بِأَنْ يَعْمَلَ سَيِّـئَةً ، فَأَنَا أَغْفِرُهَا لَهُ مَا لَـمْ يَعْمَلْهَا ، فَإِذَا عَمِلَهَا فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ بِمِثْلِهَا. وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَتِ الْـمَلَائِكَةُ : رَبِّ ، ذَاكَ عَبْدُكَ يُرِيْدُ أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً (وَهُوَ أَبْصَرُ بِهِ) فقَالَ : اُرْقُبُوْهُ ، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ بِمِثْلِهَا ، وَإِنْ تَرَكَهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً ، إِنَّمَـا تَرَكَهَا مِنْ جَرَّايَ. وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا أَحْسَنَ أَحَدُكُمْ إِسْلَامَهُ فَكُلُّ حَسَنَةٍ يَعْمَلُهَا تُكْتَبُ بِعَشْرِ أَمْثَالِـهَا إِلَـى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ ، وَكُلُّ سَيِّـئَةٍ يَعْمَلُهَا تُكْتَبُ بِمِثْلِهَا حَتَّى يَلْقَى اللهَ.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ’Jika hamba-Ku berniat mengerjakan kebaikan, maka Aku menuliskan baginya satu kebaikan selagi ia tidak mengerjakannya. Jika ia sudah mengerjakannya, Aku menuliskan baginya sepuluh kali kebaikannya itu. Jika ia berniat mengerjakan kesalahan, maka Aku mengampuninya selagi ia tidak mengerjakannya. Jika ia sudah mengerjakan kesalahan tersebut, maka Aku menulisnya sebagai satu kesalahan yang sama.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Para malaikat berkata, ’Wahai Rabb-ku, itu hamba-Mu ingin mengerjakan kesalahan –Dia lebih tahu tentang hamba-Nya-.’ Allâh berfirman, ’Pantaulah dia. Jika ia mengerjakan kesalahan tersebut, tulislah sebagai satu kesalahan yang sama untuknya. Jika ia meninggalkan kesalahan tersebut, tulislah sebagai kebaikan untuknya, karena ia meninggalkan kesalahan tersebut karena takut kepada-Ku.’” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Jika salah seorang dari kalian memperbaiki keislamannya, maka setiap kebaikan yang dikerjakannya ditulis dengan sepuluh kebaikan yang sama hingga tujuh ratus kali lipat dan setiap kesalahan yang dikerjakannya ditulis dengan satu kesalahan yang sama hingga ia bertemu Allâh.”

Perihal bertekad dalam beramal di sini, kita dapat melihat pada hadits lainnya,

مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ

“Barangsiapa yang berdo’a pada Allah dengan jujur agar bisa mati syahid, maka Allah akan memberinya kedudukan syahid walau nanti matinya di atas ranjangnya.” (HR. Muslim no. 1908).

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنِ امْرِئٍ تَكُونُ لَهُ صَلاَةٌ بِلَيْلٍ فَغَلَبَهُ عَلَيْهَا نَوْمٌ إِلاَّ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ أَجْرَ صَلاَتِهِ وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً عَلَيْهِ

“Tidaklah seseorang bertekad untuk bangun melaksanakan shalat malam, namun ketiduran mengalahkannya, maka Allah tetap mencatat pahala shalat malam untuknya dan tidurnya tadi dianggap sebagai sedekah untuknya.” (HR. An Nasai no. 1784, shahih menurut Syaikh Al Albani).

Abud Darda’ berkata, “Barangsiapa mendatangi ranjangnya, lantas ia berniat ingin shalat malam. Sayangnya, tidur telah mengalahkannya hingga ia bangun ketika shubuh, maka akan dicatat sebagai kebaikan apa yang ia niatkan.” (HR. Ibnu Majah secara marfu’. Ad Daruquthni berkata bahwa hadits ini mawquf. Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 319). Perkataan Abud Darda’ ini semakna dengan hadits ‘Aisyah di atas.

Sa’id bin Al Musayyib berkata, “Barangsiapa bertekad melaksanakan shalat, puasa, haji, umrah atau berjihad, lantas ia terhalangi melakukannya, maka Allah akan mencatat apa yang ia niatkan.”

Abu ‘Imran Al Juwani berkata, “Malaikat pernah berseru: catatlah bagi si fulan amalan ini dan itu.” Lantas ia berkata, “Wahai Rabbku, sesungguhnya si fulan tidak beramal apa-apa.” Lantas dijawab, “Ia mendapatkan yang ia niatkan (tekadkan).”

Ulama salaf berkata, “Bertekad untuk melakukan kebaikan sudah seperti orang yang melakukannya.”

Hadits berikut pun bisa jadi renungan bahwasanya setiap orang akan mendapatkan yang ia niatkan walau ia tidak sampai beramal asal sudah punya tekad yang kuat untuk beramal. Dari Abu Kabsyah Al Anmariy, ia berkata bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا الدُّنْيَا لأَرْبَعَةِ نَفَرٍ عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالاً وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِى فِيهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالاً فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِى مَالاً لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلاَنٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالاً وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا فَهُوَ يَخْبِطُ فِى مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لاَ يَتَّقِى فِيهِ رَبَّهُ وَلاَ يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَلاَ يَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالاً وَلاَ عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِى مَالاً لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلاَنٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ

“Dunia telah diberikan pada empat orang:

Orang pertama, diberikan rizki dan ilmu oleh Allah. Ia kemudian bertakwa dengan harta tadi kepada-Nya, menjalin hubungan dengan kerabatnya, dan ia pun tahu kewajiban yang ia mesti tunaikan pada Allah. Inilah sebaik-baik kedudukan.

Orang kedua, diberikan ilmu oleh Allah namun tidak diberi rizki berupa harta oleh Allah. Akan tetapi ia punya niat yang kuat (tekad) sembari berujar, ‘Seandainya aku memiliki harta, aku akan beramal seperti  si fulan.’ Orang ini akan mendapatkan yang ia niatkan. Pahalanya pun sama dengan orang yang pertama.

Orang ketiga, diberikan rizki oleh Allah berupa harta namun tidak diberikan ilmu. Ia akhirnya menyia-nyiakan hartanya tanpa dasar ilmu, ia pun tidak bertakwa dengan harta tadi pada Rabbnya dan ia juga tidak mengetahui kewajiban yang mesti ia lakukan pada Allah. Orang ini menempati sejelek-jelek kedudukan.

Orang keempat, tidak diberikan rizki oleh Allah berupa harta maupun ilmu. Dan ia pun berujar, ‘Seandainya aku memiliki harta, maka aku akan berfoya-foya dengannya.’ Orang ini akan mendapatkan yang ia niatkan. Dosanya pun sama dengan orang ketiga.” (HR. Tirmidzi no. 2325, shahih kata Syaikh Al Albani).

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Legenda Pulau Seprapat

Pulau ini di sebut Seprapat konon karena Dampo Awang meninggalkan hartanya sebanyak seperempat hartanya di pulau ini.

Pulau ini banyak di tumbuhi pohon-pohon tinggi nan rimbun sejenis pohon bakau sehingga kalau anda berkunjung ke pulau Seprapat akan merasakan kesejukan.

Dulu,konon pulau ini terletak di tengah alur sungai kali Juana atau sungai Silugonggo,tapi sekarang pulau tampak menyatu dengan daratan di sebelah barat bantaran sungai Juana.Mungkin karena terjadi erosi atau pengikisan tanah oleh arus sungai sehingga terjadi penyempitan sungai dan bersatulah pulau Seprapat dengan daratan.Pulau ini mempunyai luas sekira seperempat hektare.

Pulau ini terdapat di desa Bendar kecamatan Juana kabupaten Pati.Bagi anda yang ingin berkunjung ke pulau ini dari jalan besar atau pantura masuk ke arah utara,anda bisa menyusuri jalan di pinggir sungai Siluggongo ke arah utara sekira satu kilometer.

Di pulau ini terdapat makam tua yang merupakan penyebar agama islam di Juana dan sekitarnya yang bernama Lodang Datuk.Makam ini dulu di beri cungkup dan tak terawat,tapi sekarang makam ini di pugar bangunannya dan di bangun lagi seperti mushalla.

Lodang Datuk semasa hidupnya tidak pernah menikah,hanya menggembleng ilmu kanuragan oleh karena saja oleh karena itu murid-muridnya menyebutnya Syekh Lodang Datuk Wali Joko.

Sejarah

Pada zaman Majapahit ada seseorang yang tidak dikenal. Oleh karena penderitaan yang dialaminya, orang itu pergi merantau dan mengasingkan diri di pulau yang sekarang bernama Pulau Seprapat. Di pulau itu dia menjalankan pertapaan. Setelah beberapa lama menjalankan pertapaan itu, ia berhasil mendapat pusaka yang sangat berkasiat. Adapun khasiatnya adalah dapat menyembuhkan atau mengembalikan segala sesuatu yang telah terpisah. Untuk membuktikan kasiat benda tersebut, ular dipotong menjadi dua, kemudian meletakkan pusaka di atas badan ular yang terpotong. Seketika ular tersebut dapat tersambung dan hidup. Setelah kakak perempuannya mencari kian kemari, akhirnya menjumpainya di dalam Pulau Seprapat itu. Ia diajak pulang, tetapi tidak mau. Bahkan ia menceritakan kejadian-kejadian yang telah dialami selama di Pulau Seprapat. Untuk membuktikan hasil pertapaan adiknya benda yang tajam itu hujamkan pada badan adiknya. Pada percobaan pertama setelah dipotong lehernya dapat dipulihkan kembali dengan kesaktian benda tesebut. Karena belum percaya dengan kejadian itu maka dibuktikan sekali lagi pada sang adik. Tetapi pecobaan kedua mengalami kegagalan karena setelah dipenggal ternyata bagian kepala adiknya menghilang. Oleh karena itu, Sang kakak mencari kepala adiknya. Namun, tidak ketemu. Sang kakak menggunakan kepala kera sebagai ganti kepala adiknya. Dengan menggunakan kesaktian benda tersebut. Kepala kera dapat tersambung ke badannya. Dan adiknya dapat kembali hidup. Akan tetapi berkepala kera. Adiknya yang berkepala kera tadi tinggal di Pulau Seprapat.

Setelah kembali, kakaknya menceritakan kejadian-kejadian itu kepada tetangga. Ia mengatakan bahwa adiknya di sana tidak hanya berkepala kera saja, tetapi juga penjaga pulau tersebut. Di samping itu, adiknya juga menjaga harta benda Dampo Awang yang masih berada di sana yang banyaknya seperempat dari harta bendanya yang ada. Ketika dia kalah dalam pengadaan jago. Kakak perempuannya juga mengatakan kepada penduduk bahwa harta benda Dampo Awang itu boleh dimiliki siapa saja ia mau menjadi warga Pulau Seprapat itu. Dengan keterangan-keterangan itu, maka banyak warga datang ke Pulau Seprapat untuk menuruti cita-citanya. Bahkan, disinyalir sampai sekarang. Karena tebalnya kepercayaan, maka menurut berita-berita : “Apabila orang yang ingin kaya itu telah mencapai dan sampai ajalnya, maka orang-orang itu matinya menjadi keluarga di Pulau Seprapat”. Dan menurut kenyataannya apabila yang terlaksana kekayaannya ada yang tembong ada yang guwing (bahasa Jawa). Setelah orang-orang itu meninggal, kera yang di sana dalam keadaan tembong dan guwing.

Perlu diingat bahwa kera-kera yang ada di Pulau Seprapat keadaannya berlainan dengan kera-kera yang ada di lain daerah misalnya :

Kera-kera di Pulau Seprapat seakan-akan dapat mengetahui atau membedakan orang yang berderajat, daripada orang-orang yang tidak, apabila ada orang-orang yang datang ke sana, apabila orang tersebut adalah pimpinan, maka kera-kera di sana tidak mau mendekati terlebih dahulu kepada orang-orang tersebut. Sebelum kepala kera yang menemaninya, (yang dimaksud dalam hal kepala kera ialah kera yang berbadan manusia itu). Setelah kepala kera itu menemui, lalu berduyun-duyun menemui dengan pimpinan tersebut dan kejinakannya.
Bisa dapat mengetahui bila seorang yang mendatangi untuk minta maksud dan tujuannya. Caranya ialah dengan membawa telur.

Biasanya yang sangat disukai kera-kera itu adalah telur. Apabila datang membawa telur, setelah diketahui oleh kera (pimpinan) bahwa yang datang itu tidak dapat keturutan : maksudnya, maka seolah-olah kera itu makannya tidak enak dan dimuntahkan kembali. Ini berarti niatnya yang datang tak terkabul.

Bentuk/rupa dari kera-kera tersebut adalah halus dan jinak. Seakan-akan mengetahui sopan-santun.

Pulau Seprapat merupakan bersejarah bagi warga Juwana yang sudah lama dikenal oleh para pengalap berkah dengan sebutan Pulau Seprapat, dan menjadi bagian dari luas wilayah Desa Bendar, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. Pulau dengan pohon tua cukup rindang itu, di tengah-tengahnya terdapat sebuah makam berbentuk mushala yang dibangun oleh warga setempat. Jauh sebelum itu, cungkup makam dari kayu tersebut cukup tua, dan tak terawat. Di balik cungkup itulah, menurut cerita tutur dimakamkan seorang tokoh yang disegani pada masa berkembangnya agama Islam di daerah pesisir Pantai Utara Jawa, yakni Mbah Datuk Lodang.

Oleh warga, sejak pulau tersebut tidak lagi digunakan untuk ngalap berkah, namanya diubah menjadi Syekh Datuk Lodang Wali Joko. Karena itu, tiap tahun sekali pada bulan Syawal, atau bersamaan dengan perayaan tradisional nelayan yang dikenal dengan Sedekah Laut, dilangsungkan pula peringatan atas tokoh tersebut. Di pulau itu diselenggarakan acara ziarah dan dilanjutkan dengan pengajian.

KYAI AGENG JEJER (PANEMBAHAN SUROPROBO)

Pesarean Mbah Kyai Ageng Jejer alias Panembahan Suroprobo dumunung wonten ing dusun jejer II kalurahan Wonokromo Kecamatan Pleret Kalebet wilayah Kabupaten Bantul

Wilayah punika dipun nameni jejeran jalaran Papan punika sumarenipun satunggaling Ulama Agung lan misuwur ingkang cikal bakal utawi ingkang babad kawitan papan wilayah punika.

Ingkang miturut dongèngipun masyarakat
Nalika seda Panjenenganipun Kyai Ageng Jejer tetep Jumeneng ngasta teken wonten ngandhap wit blimbing.

Gegandhengan Ulama punika mboten dipun mangertosi asmanipun lan sedanipun makatên lajêng papan punika dipun nameni Jejeran..

Perlu Kawuningan bilih Kyai Ageng Jejer punika estunipun tasih wayah buyutipun Simbah Kanjeng Sunan Ampel Surabaya utawi Sayyid Ahmad Rahmatillah lan dipun têrangakên bilih Kyai Ageng Jejer punika kalebet turunipun Kanjeng Sunan Ampel ingkang kaping Enem. Kyai Ageng Jejer punika wayah bibi saking Nyai Ageng Pemanahan ing kitha Ageng, jalaran Kyai Ageng Jejer punika putranipun Kyai Ageng Juru Mertani utawi Patih Mondoroko ( patih Mataram kapisan)
Kyai Ageng Juru Mertani Kagungan sederek putri Ingkang dados garwanipun Kyai Ageng Pemanahan.

Kacarita Kyai Ageng Jejer punika Satunggaling Ulama Ingkang Misuwur, inggih jalaran Panjenenganipun punika menawi Da'wah Nibaraken Agami kanthi thokleh, mucalan Agami dipun wedharaken kanthi gamblang punapa wontenipun ingkang dados remenipun ingkang mirengaken. Wucalan Agami ingkang dipun wedharaken ngimenaken babagan Tauhid lan lumaksanipun rukun Islam ingkang gangsal.

Menawi sedanipun Kyai Ageng Jejer tetep Jumeneng kanthi ngasta teken wonten ngandhap wit blimbing punika estunipun namung pralambang. Teken punika pralambang ke-Esaan Allah Ta'ala.

Uwoh blimbing ingkang gligiripun gangsal minangka pralambang rukun Islam ingkang gangsal , Kyai Ageng Jejer Seda kanthi tetep taqwa dumateng Gusti Allah Ta'ala sarta tetep ngugemi Agami Islam, kados ingkang dipun wucalaken dateng masyarakat, Kyai Ageng Jejer Mboten seda jumeneng wonten uwit blimbing, ananging seda kanthi nilaraken wasiyat supados tetep Taqwa dumateng Pengeran lan tetep ngugemi Agami Islam ngantos dumugining pejah.

Putra putrinipun Kyai Ageng Jejer utawi Panembahan Suroprobo ingkang bajeng dipun pundhut garwa Sinuwun Kanjeng Sultan Agung Hanyakrakusuma lan Kawisudha dados Kanjeng Ratu Kilen ,dados Kyai Ageng Jejer punika marasepuh dalem Sinuwun Kanjeng Sultan Agung Hanyakrakusuma /Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarami

Mekaten sekedhik riwayat lan sujarah ipun Kyai Ageng Jejer kirang langkungipun​ nyuwun agunging pangapunten...

Makam KRT Sosro Digdoyo

Menurut catatan sejarah beliau adalah bupati pertama kadipaten karang kemuning yg kemudian di ganti menjadi kadipaten Adikarto
Lokasi makam beliau berada di dusun nosari desa Krembangan kec panjatan kab Kulonprogo Yogyakarta,
Tapi sayangnya makam beliau terkesan sangat tidak terawat ,..
Dari masyarakat maupun pemda setempat pun terkesan tidak ada kepedulian ataupun perhatian...
Sangat ironis sekali..

Semasa hidupnya beliau adalah​ seorang Muslim yang taat  ,Dari batu nisannya tertulis dgn menggunakan arab pégon berbunyi

Lailahailallah Muhamadurrosulullah,
Raden Tumenggung Sasradigdaya Bupati Wedana ing Adikarta wulida fiy yaumil jum'ah fi hilali itsna wa 'asyara fiy syahri rajab fi sanah jim awal wa fiy hijrin nabiy 1251 wafatahu fiy yaumi arba' fi hilali ahadi 'asyara fi syahri dzil qa'dah fi sanah dal wa fi hijrin nabi sanah 1310.

(Raden Tumenggung Sasradigdaya Bupati Wedana ing Adikarta dilahirkan di hari jumat tanggal dua belas  rajab tahun jim awal  1251 H wafatnya hari rabu tanggal sebelas dzulqa'dah tahun dal  1310 H)

Sedangkan papan kedua dengan arab pegon berbunyi :
Raden Tumenggung Sasradigdaya Bupati Wedana Distrik ing Adikarta wektu seda amarengi ing dinten rebo legi tanggal ping 11 wulan dzul qa'dah tahun dal hijri nabi 1310 wiyosanipun ing dinten jumat kliwon tanggal ping 6 wulan rejeb tahun jim awal tahun hijri nabi 1251 yuswa  59

(Raden Tumenggung Sasradigdaya Bupati Wedana Distrik ing Adikarta meninggal bertepatan hari rabu legi tanggal 11 bulan dzulqa'dah tahun dal 1310H lahirnya hari jumat kliwon tanggal 6 rajab tahun jim awal 1251H umur 59)

Dari kedua papan batu tersebut tercatat adalah tanggal lahir dan meninggal serta umurnya.

SEJARAH TENTANG KULON PROGO

Daerah yang termasuk wilayah Kabupaten Kulon Progo hingga berakhirnya pemerintahan kolonial Hindia Belanda merupakan wilayah dua kabupaten, yaitu Kabupaten Kulon Progo yang merupakan wilayah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kabupaten Adikarto yang merupakan wilayah Kadipaten Pakualaman. Kedua kabupaten ini digabung administrasinya menjadi Kabupaten Kulon Progo pada tanggal 15 Oktober 1951. Nama Kulon Progo asal usulnya adalah sesuai namanya, karena letak lokasi daerah ini berada di barat Sungai Progo.

WILAYAH KASULTANAN NGAYOGYAKARTA HADININGRAT (KABUPATEN KULON PROGO)

Sebelum Perang Diponegoro di daerah Negaragung, termasuk di dalamnya wilayah Kulon Progo, belum ada pejabat pemerintahan yang menjabat di daerah sebagai penguasa. Pada waktu itu roda pemerintahan dijalankan oleh pepatih dalem yang berkedudukan di Ngayogyakarta Hadiningrat. Setelah Perang Diponegoro 1825-1830 di wilayah Kulon Progo sekarang yang masuk wilayah Kasultanan terbentuk empat kabupaten yaitu:

Kabupaten Pengasih, tahun 1831
Kabupaten Sentolo, tahun 1831
Kabupaten Nanggulan, tahun 1851
Kabupaten Kalibawang, tahun 1855

Masing-masing kabupaten tersebut dipimpin oleh para Tumenggung. Menurut buku 'Prodjo Kejawen' pada tahun 1912 Kabupaten Pengasih, Sentolo, Nanggulan dan Kalibawang digabung menjadi satu dan diberi nama Kabupaten Kulon Progo, dengan ibukota di Pengasih. Bupati pertama dijabat oleh Raden Tumenggung Poerbowinoto.

Dalam perjalanannya, sejak 16 Februari 1927 Kabupaten Kulon Progo dibagi atas dua Kawedanan dengan delapan Kapanewon, sedangkan ibukotanya dipindahkan ke Sentolo. Dua Kawedanan tersebut adalah Kawedanan Pengasih yang meliputi kepanewon Lendah, Sentolo, Pengasih dan Kokap/sermo. Kawedanan Nanggulan meliputi kapanewon Watumurah/Girimulyo, Kalibawang dan Samigaluh.
Yang menjabat bupati di Kabupaten Kulon Progo sampai dengan tahun 1951 adalah sebagai berikut:

RT. Poerbowinoto
KRT. Notoprajarto
KRT. Harjodiningrat
KRT. Djojodiningrat
KRT. Pringgodiningrat
KRT. Setjodiningrat
KRT. Poerwoningrat

WILAYAH KADIPATEN PAKUALAMAN ( KABUPATEN ADIKARTA)

Kulon Progo saat ini memiliki daerah di Wilayah selatan yang awalnya bernama Karang Kemuning. Karang Kemuning termasuk keprajan Kejawen. Karang Kemuning sendiri lebih dikenal dengan nama Kabupaten Adikarto. Buku Vorsten landen menjelaskan bahwa pada tahun 1813, Pangeran Notokusumo diangkat menjadi KGPA Ario Paku Alam I dan memiliki palungguh (Daerah Kekuasaan) di sebelah Barat Kali Progo di sepanjang Pantai Selatan yang dikenal dengan nama Pasir Urut Sewu. Tanah Palungguh tersebut memiliki letak yang berpencar-pencar, menurut cerita Tanah Palungguh itu disatukan yang diprakarsai oleh Sentono Ndalem Paku Alam yang bernama Kyai Kawirejo I. Kemudian Tanah Palungguh itu diberi nama Kabupaten Karang Kemuning dengan ibukota di Brosot.

Bupati Pertama Kabupaten Karang Kemuning adalah Tumenggung Sosrodigdoyo. Kemudian disusul Bupati Kedua adalah Rio Wasadirdjo yang mendapat perintah dari KGPAA Paku Alam V untuk mengadakan pengeringan Rawa di Karang Kemuning. Rawa-rawa yang kering tersebut dijadikan tanah persawahan yang Adi (Linuwih) dan Karta (Subur) atau bisa diartikan sangat subur. Dan Nama Karang Kemuning diganti menjadi Adikarta pada tahun 1877 oleh Sri Paduka Paku Alam V. Kabupaten Adikarta beribukota di Bendungan, kemudian dipindah ke Wates pada tahun 1903.

Kabupaten Adikarta memiliki dua kawedanan (distrik) yaitu kawedanan Sogan dan kawedanan Galur. Kawedanan Sogan meliputi kapanewon (onder distrik) Wates dan Temon, sedangkan Kawedanan Galur meliputi kapanewon Brosot dan Panjatan.

Berikut adalah Daftar Bupati Adikarto yang menjabat hingga tahun 1951 adalah :

Tumenggung Sosrodigdoyo
Tumenggung Rio Wasadirdjo
Tumenggung Surotani
M.T. Djayengirawan
M.T. Notosubroto
R.M.T. Suryaningrat
K.R.T. Brotodiningrat
R.T. Suryaningrat (Sungkono)

PENGGABUNGAN KABUPATEN KULON PROGO DENGAN KABUPATEN ADIKARTA

Pada 5 September 1945 Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Pakualam VIII mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah beliau yaitu Kasultanan dan Pakualaman adalah daerah yang bersifat kerajaan dan daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia. Pada tahun 1951, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Pakualam VIII memikirkan perlunya penggabungan antara wilayah Kasultanan yaitu Kabupaten Kulon Progo dengan wilayah Pakualaman yaitu Kabupaten Adikarto. Atas dasar kesepakatan dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Pakualam VIII, maka oleh pemerintah pusat dikeluarkan UU No. 18 tahun 1951 yang ditetapkan tanggal 12 Oktober 1951 dan diundangkan tanggal 15 Oktober 1951. Undang-undang ini mengatur tentang perubahan UU No. 15 tahun 1950 untuk penggabungan Daerah Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Adikarto dalam lingkungan DIY menjadi satu kabupaten dengan nama Kulon Progo yang selanjutnya berhak mengatur dan mengurus rumah-tanganya sendiri. Undang-undang tersebut mulai berlaku mulai tanggal 15 Oktober 1951. Secara yuridis formal Hari Jadi Kabupaten Kulon Progo adalah 15 Oktober 1951, yaitu saat diundangkannya UU No. 18 tahun 1951 oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia.

Selanjutnya pada tanggal 29 Desember 1951 proses administrasi penggabungan telah selesai dan pada tanggal 1 Januari 1952, administrasi pemerintahan baru, mulai dilaksanakan dengan pusat pemerintahan di Wates.

Kamis, 01 November 2018

Makam Putri Pinang Masak Yang Kurang Terawat Di Jambi

Bagi yang tinggal di wilayah Provinsi Jambi, khususnya yang tinggal di Kabupaten Muarojambi, mungkin pernah mendengar nama Putri Pinang Masak.

Konon, pada masa Jambi masih merupakan bagian dari kerajaan Pagaruyung yang berada dibawah naungan kerajaan Majapahit, ada seorang putri cantik bernama Putri Selaras Pinang Masak. Ia bertempat tinggal di hulu sungai Batanghari, yang membelah wilayah Jambi.

Karena tidak mau tunduk kepada kekuasaan Majapahit, yang saat itu akan berpisah dari kerajaan Pagaruyung, maka ia pun melarikan diri dan dikejar-kejar oleh tentara Majapahit. Di dalam perjalanannya itu ia mendapat petuah, untuk mencari lokasi baru untuk tempat tinggalnya kelak . Lalu sesuai dengan petunjuk yang diperolehnya, ia melepaskan dua ekor angsa, jantan dan betina di sungai Batanghari. Dan melihat di mana kedua angsa itu berhenti berenang, sebagai titik lokasi untuk mendapatkan kepastian di mana ia harus membangun istana yang baru. Pengganti istana yang ditinggalkannya di Pagaruyung.

Akhirnya ia melihat kedua angsa berhenti, di sebuah daratan . Dan di sanalah ia membangun istananya kembali. Lalu sejak itu, legenda tentang Angsa Dua , atau Angso Duo dalam dialek Jambi, menjadi terkenal dan tercatat dalam sejarah berdirinya kerajaan Melayu Jambi . Benar tidaknya kisah ini, wallahu alam…karena ini adalah hikayat turun temurun yang tetap hidup dalam masyarakat Jambi.

Namun banyak warga tidak mengetahui siapa dan di mana letak makam Putri Pinang Masak itu.

Putri Selaras Pinang Masak adalah istri dari Datuk Paduko Berhalo (Beliau bernama lengkap Syeikh Ahmad Salim bin Syeikh Sultan Al-Ariffin Sayyid Ismail. Beliau masih keturunan dari Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani). dan Ibunda Rajo Jambi Datuk RangKayo Hitam, yang diketahui sebagai Rajo Jambi.

Meskipun tidak sebesar dan setenar Datuk RangKayo Hitam, makam ini mempunyai nilai historis sejarah yang penting untuk ditanamkan pada generasi muda di Jambi.

Pasangan Datuk Paduko Berhalo dan Putri Pinang Masak memiliki empat orang anak, yang pertama Rangkayo Pingai alias Sayyid Ibrahim, kedua Rangkayo Hitam Sayyid Ahmad Kamil, ketiga Rangkayo Kedataran Sayyid Abdul Rahman dan terakhir Rangkayo Gemuk Syarifah Siti Alawiyyah.

Makam Putri Pinang Masak ini baru saja dipugar dan diperbaiki kurang lebih sekitar 4 bulan  ini.

Dahulunya kondisi makam tidak seperti ini, hampir tiap hari makamnya dikunjungi para peziarah dari berbagai daerah.

Makam Putri Pinang Masak sendiri berada di Desa Pemunduran, RT 04, KM 37 dipinggir jalan lintas Jambi-Suak Kandis.

Masih di Desa Pemunduran, kurang lebih 1 KM dari lokasi makam Putri Pinang Masak tepatnya di Dusun Bina Karya, RT 04 terdapat makam Rangkayo Gemuk (anak bungsu Datuk Paduko Berhalo dan Putri Pinang Masak). Berbeda dengan makam Putri Pinang Masak yang baru dipugar dan terawat. Kondisi makam Rangkayo Gemuk sangat tidak terawat dan memprihatinkan.

“Mengingat nilai historisnya, kami berharap kepada pemerintah daerah agar dapat memperhatikan makam-makam ini sehingga bisa menjadi destinasi wisata sejarah dan religi di wilayah Provinsi Jambi,”